• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkomunikasi oleh setiap orang, bahasa itu sendiri terjadi melalui proses.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. untuk berkomunikasi oleh setiap orang, bahasa itu sendiri terjadi melalui proses."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bahasa pada anak menjadi tolak ukur bahwa anak tersebut memiliki perkembangan bahasa yang normal sehingga dalam kehidupan sosialnya abak dapat berinteraksi dengan baik. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi oleh setiap orang, bahasa itu sendiri terjadi melalui proses.

Proses yang dimaksud adalah proses terjadinya bahasa dari pemikiran dan artikulasi hingga keluar dari alat ucap. Mahluk hidup seperti hewan, hanya mengeluarkan bunyi-bunyian yang tidak bisa disebut dengan berbahasa atau berbicara. (Indah, 2017: 50), menyebutkan hal tersebut bersifat kompleks karena menentukan berfungsinya berbagai organ yang mempengaruhi mekanisme dalam berbicara, berpikir atau mengolah buah pikiran ke dalam bentuk kata-kata, serta modalitas mental yang terungkap saat berbicara yang juga ditentukan oleh faktor lingkungan. Penderita disartria merupakan kelainan dari aspek berbahasa, kesulitan dalam mengungkapkan isi pikiran dalam bentuk lisan. Umumnya pemakaian bahasa pada anak dalam menerima serta memahami bahasa yang melewati telinga, dan selanjutnya diproses di otak. Sehingga, melakukan penggambaran suara misalnya mendengar dan memperhatikan kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap otot lidah, bibir, langit-langit, dan pernapasan agar bisa menghasilkan ucapan dengan baik.

Penelitian ini dikaitan dengan fonem yang diucapkan oleh anak penderita disartria. Fonem yang diucapkan oleh anak penderita disartria yang sangat sulit

(2)

2

dipahami oleh lawan bicaranya sehingga terkadang terjadilah komunikasi yang kurang baik. Lawan bicara atau pendengar harus benar-benar secermat mungkin memahami ujaran yang diucapkan. Tidak semua penderita disartria tidak mampu berbicara dengan jelas, jika mendapatkan terapi yang mendukungnya untuk mampu berbicara.

Bahasa itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari kata yang bersangkutan dengan fonem, dan pelafalan dalam fonem yang berkaitan secara langsung dengan alat yang menghasilkan bunyi bahasa. Pemakaian kata fonem yang benar dapat membuat orang lain faham dengan apa yang ingin disampaikan penutur. Hal ini berkaitan dengan yang disampaikan (Byrd, Mcgill, & Usler, 2015), “fonem sangat berpengaruh terhadap ujaran.Kalau terjadi penghilangan fonem akan memberi makna yang berbeda”.Pemakaian artikulasi bahasa dengan benar dapat mempengaruhi ucapan yang akan disampaikan terhadap orang lain,maka dari itu lawan bicara akan faham dengan apa yang disampaikan oleh pembicara.

Menurut Muslich (2008: 77) Fonem adalah satuan bunyi yang terkecil dalam suatu bahasa atau bentuk dari linguistik yang terkecil yang berfungsi membedakan makna seperti /k/, /t/, dan /ae/.Wujud dari fonem itu sendiri tidak terdiri atas bunyi segmental saja (dari vokal maupun konsonannya) namun, bisa berbentuk unsur suprasegmental (hasil tekanan, tinggi rendahnya bunyi, rentang waktu dan waktu berhenti)’.

Penderita disartria dalam berbahasa lisan disartria dapat berupa pelafalan morfem. Dalam melafalkan morfem itu pasti terganggu pada pelafalan fonem. Hal ini mengakibatkan terganggunya pemahaman pendengar, dan makna yang ditangkap menjadi tidak jelas (Eriyanti, 2017: 20). Sehingga, mengakibatkan

(3)

3

pendengar akan merespon dengan lambat karena harus lebih mencerna makna dari penutur dari penderita.

Perkembangan bahasa pada anak dapat dikatakan mengalami permasalahan jika penggunaan bahasanya tidak seperti anak-anak sebayanya, yang sering muncul pada anak usia prasekolah atau usia sekolah adalah gangguan bahasa yang disebut Disartria. Pujiati (2018: 35-49), menyebutkan “gangguan bahasa disartria semacam ini dapat berdampak dalam kemampuan pembelajaran dikelas”.

Penderita disartria sebenarnya sudah dapat dilihat sejak anak masih kecil seiring dengan pertumbuhan serta perkembangan sel otak manusia berkaitan dengan penambahan usia manusia dan perkembangan ini berlangsung sangat cepat. Pada umumnya anak-anak dapat mampu mengucapkan kata-kata dengan jelas dan benar merupakan hal mudah akan tetapi anak penderita disatria memerlukan cukup banyak latihan sebelum mereka mengucapkan semua bunyi dalam bahasa mereka secara benar dan tepat.

“Disartria merupakan gangguan bahasa yang lebih kepada bagaimana perintah dan koordinasi berbagai jenis motorik untuk menghasilkan suatu tuturan menjadi terganggu yang disebabkan oleh terganggunya artikulasi di rongga mulut. Gejala disartria ini sering terjadi apabila ketika seseorang sedang berinteraksi secara lisan” (Sastra, 2010:60). Pada penderita disartria, mulanya memiliki kemampuan berbahasa yang baik seperti manusia lain. Namun, mereka yang memiliki kelainan menyebabkan keadaan sulit dalam berbahasa, baik secara produktif maupun resertif jadi kecakapan berbahasanya sedikit terganggu.

Pemakaian bahasa dalam penelitian yang akan di bahas yaitu mengenai penderita disartria. Disartria merupakan kelainan aspek dalam berbahasa. Melati

(4)

4

(2019: 38), menyebutkan “Gangguan disatria itu murni dari sebuah proses mekanis yang disebabkan oleh pergerakan bibir, lidah, palatum, faring sertalaring.

Penderita mengalami kendala dalam mengucapkan kata-kata yang menjadi tidak jelas karena adanya cedera neuromuscular. Neuromuscular adalah sinyal hasil dari kontak antara neuron motorik dan serat otot. Sinyal ini akan menyebabkan kontraksi otot pada manusia”

Berdasarkan latar belakang tersebut, alasan pentingnya peneliti memilih penderita disartria karena penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh aktivitas komunikasi anak penderita disartria dan hal menarik dan krusial yang perlu dibahas. Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan pemakaian bahasa oleh anak penderita disartria yang mengalami kelainan dalam aspek berbahasa untuk mengungkapkan isi pikiran dalam bentuk lisan serta mengapa anak usia 7-8 tahun karena pada masa ini anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi auditorik kata-kata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000 buah, tetapi berbeda dengan anak penderita disartria hanya bisa menguasai beberapa kosakata saja dan tidak sampai 3000 buah. Pelafalan kata fonem yang kurang tepat selalu dipakai oleh pembicara anak-anak yang memiliki usia dibawah 5-10 tahun.

Adanya pelafalan yang kurang tepat mengakibatkan lawan bicaranya mengalami kesulitan dalam mengerti madsud yang disampaikan oleh anak tersebut. Ucapan yang disampaikan oleh anak tersebut membuat peneliti tertarik dalam mengetahui pelafalan apa saja yang dituturkannya. Penderita disartria adalah suatu jenis kelainan yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekauan, atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya

(5)

5

kerusakan sistem syaraf pusat. Penulis mengangkat permasalahan ini sebagai subjek penelitian karena anak penderita disartria merupakan anak yang istimewa dan menarik untuk dikaji kemampuan berbahasanya dan jarang adanya topik yang membahas, dengan alasan itu penelitian ini layak untuk diteliti.

Penelitian ini bermula dari informasi guru di SD Negeri Ngringin II Nganjuk yang memiliki murid dengan gangguan berbahasa di kelas 3, yaitu siswa X. Siswa ini memiliki gangguan bahasa penderita disartria yang berdampak pada penurunan nilai belajar yang selalu dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada semua mata pelajaran. Meski guru saat ujian guru membacakan soal, nilai yang dihasilkan masih dibawah KKM. Pengamatan yang dilakukan guru menunjukan bahwa saat menjawab pertanyaan secara lisan, siswa X berpikir lama dalam menjawab serta jawaban yang diberikan selalu tidak sesuai. Berdasarkan obeservasi secara cermat dan pengamatan dari awal, peneliti memperoleh pemberitahuan dari guru tersebut bahwa peserta didik X mengalami gangguan bahasa sehingga anak sulit fokus dan kurang perhatian terhadap pembelajaran.

Penderita disartria tidak mengalami kesulitan dalam memahami suatu ujaran dalam membaca, dan menulis akan tetapi mereka lebih hanya mengalami kesulitan dalam mengujarkan suatu ujaran. Siswa sekolah dasar kebanyakan memiliki kesulitan dalam mengucapkan kata dan kalimat yang sebenarnya sangatlah mudah di ucapkan, namun tetap saja tidak bisa meskipun berbagai hal dilakukan demi keberlangsungan proses pembelajaran yang efektif. Penderita disatria harus memiliki penanganan khusus agar kedepannya bisa mengucapkan kata dan kalimat dengan benar, berbagai pihak juga ikut serta dalam mengangani masalah tersebut hingga sampai sekarang.

(6)

6

Pemakaian bahasa penderita disartria yang menjadi fokus dalam penelitian ini lebih melihat pada aspek fonemik dan fonetik. Penderita disartria ini ternyata terjadi pada siswa di SDN NGRINGIN II pada daerah kota Nganjuk. Peserta didik disana berjumlah 73 siswa, memiliki jumlah tenaga pendidik 7 orang. Penelitian ini juga berdasarkan pada penelitian yang telah melakukan pengamatan di sekolah tersebut yaitu SDN Ngringin II Nganjuk. SDN Ngiringin II merupakan salah satu lembaga pendidikan formal. Letak sekolah berada di Desa Ngringin Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk. Di sekolah tersebut guru terlihat memiliki pengaruh yang cukup baik terhadap peserta didik. Hal tersebut dapat ditemui saat peserta didik langsung memberikan respon kepada guru terhadap apa yang telah dituturkan oleh guru sebelumnya. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemakaian bahasa pada penderita disartria anak usia 7-8 tahun kelas 3 di SDN II Ngringin Nganjuk.

Penelitian ini menggunakan kajian pragmatik karena sebuah tuturan pragmatis akan lebih mudah dipahami, bila peserta tutur lebih mengoptimalkan peran psikologinya (Yunissseffendri, 2016: 25). Pada hakikatnya pragmatik mengarah kepada perwujudan kemampuan pemakaian bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan pula prinsip-prinsip penggunaan bahasa secara tepat.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu Ulfa (2018) yang berjudul “Cacat Bunyi Kelas Kata Nomina pada Penderita Disartria:

Studi Kasus pada Anak Usia Sekolah Dasar di unit Terapi Wicara Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad”. Hasil penelitian ini adalah dari

(7)

7

87 kata nomina yang dilafalkan terdapat 283 kesalahan bunyi, yang terdiri dari 46 kesalahan penggantian bunyi, 234 kesalahan penghilangan bunyi, dan 3 kesalahan penambahan bunyi yang serta terdapat 7 pola cacat bunyi yang dilakukan oleh penderita disartria dalam melafalkan kata-kata nomina tersebut.

Penelitian yang pernah dilakukan yaitu penelitian Johan (2016) yang berjudul

“Gangguan pelafalan fonem terhadap anak-anak (balita) suatu kajian:

Neurolinguistik”. Hasil dari penelitian ini adalah penutur hanya dapat melafalkan kata yang paralel (mirip) dan tidak dapat melafalkan kata yang benar dan baik.

Selanjutnya yaitu penelitian Melati (2019) yang berjudul “Gangguan Berbahasa Pada Penderita Disartria Dalam Kajian Neurolinguistik”. Hasil dari penelitian ini adalah gangguan berbahasa biasanya terjadi akibat gangguan pada hemisfer kiri yang merupakan otak wicara manusia. Hal ini terjadi apabila gangguan saraf kiri terganggu secara otomatis penderita mengalami gangguan dalam bicara.

Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah penelitian ini melakukan kajian mengenai pemakaian bahasa oleh penderita disartria. Fokus penelitian yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu pemakaian bahasa anak penderita disatria dari aspek fonemik dan fonetik. Sasaran penelitian ini yaitu anak usia 7-8 tahun kelas 3 di SD Negeri Ngringin II Nganjuk. Berdasarkan beberapa uraian di atas penelitian ini diberikan judul “Pemakaian bahasa oleh Penderita Disartria Anak Usia 7-8 Tahun Kelas 3 Di SD Negeri Ngringin II Nganjuk”.

(8)

8 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Bagaimana pemakaian bahasa anak penderita disartria usia 7-8 tahun dari aspek fonemik?

b. Bagaimana pemakaian bahasa anak penderita disartria usia 7-8 tahun dari aspek fonetik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan pemakaian bahasa anak penderita disartria dari aspek fonemik.

b. Mendeskripsikan pemakaian bahasa anak penderita disartria dari aspek fonetik.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Secara teoritis, penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan suatu konsep atau teori-teori dalam pemakaian bahasa, khususnya penderita disatria dalam kemampuan berbahasa dari aspek fonemik dan kemampuan berbahasa dari aspek fonetik yang di ujarkan pada anak penderita disatria dan dapat memberikan sumbangan ilmiah agar memperbaiki metode dalam pembelajaran yang sudah ada sekarang ini bagi ilmu pendidikan

(9)

9

serta lingkungan masyarakat. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai referensi atau acuan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sama yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa pada penderita disatria.

b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi pengajar secara langsung tentang kemampuan berbahasa pada anak penderita disatria.

Wawasan tersebut dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mempermudah mengenali kemampuan berbahasa dari aspek fonemik dan fonetik pada anak penderita disatria. Selain itu, juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta menentukan perkembangan kemampuan berbahasa pada anak penderita disatria.

1.5 Definisi iIstilah

Definisi operasional dalam penelitian digunakan sebagai upaya menyamakan persepsi dan memahami lebih mendalam tentang konsep-konsep penelitian yang diamati. Pada penelitian ini, perlu diberikan definisi operasional yang meliputi sebagai berikut :

a. (Melati, 2019: 35) menyimpulkan bahwa bahasa merupakan kegiatan dalam bertutur kata yang melibatkan dua orang atau lebih untuk memberikan informasi. Orang pertama berperan sebagai penutur (stimulus) dan orang kedua sebagai yang akan memberikan respon.

b. (Marat, 1983: 5) menyebutkan pemakaian bahasa merupakan kajian yang mengenai sistem bahasa pada manusia untuk menjelaskan sebuah cara bagaimana seseorang dapat menangkap ide orang lain serta mengungkapkan hasil berpikir melalui bahasa tertulis dan lisan, akan tetapi bila dihubungkan

(10)

10

dengan keterampilan berbahasa yang dapat dikuasai oleh seorang peserta didik dalam penguasaan bahasanya, hal seperti inidapat bersangkutan dengan keterampilan dalam berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

c. (Melati, 2019: 38) menyimpulkan disartria adalah gangguan aspek bahasa.

Gangguan disatria yang murni mengalami proses mekanis yang disebabkan oleh pergerakan bibir, lidah, palatum, faring dan laring.

d. Fonologi adalah bagian dari linguistik atau ilmu bahasa yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia (Wahyu, 2015: 1).

e. Fonem merupakan unit terkecil perbedaan bunyi berpengaruh dalam membedakan makna kata, misalnya mempelajari bunyi [u] yang berbeda pengucapannya seperti pada kata “busur, buku, bakul”, atau meneliti bunyi [i] seperti pada kata “isi”, “indah”, “pasir” apakah membedakan makna atau tidak (Krisanjaya, 2014: 22).

f. Fonetik merupakan bagian dari fonologi yang menelaah bunyi tanpa harus memperhatikan fungsi dari bunyi bahasa tersebut sebagai pembeda makna atau tidak serta lebih pada ekspresi bahasa (Hp dan Wallek, 2012: 26).

g. Fonemik merupakan bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna (HP dan Alek, 2012: 27).

Referensi

Dokumen terkait

Sistem ini dapat menghasilkan output berupa laporan penjualan ini memberikan informasi mengenai penjualan yang diterima setiap periode yang ditentukan, laporan

Rekod Latihan Jurulatih penggunaan sumber/ peralatan yang berkaitan Jika perlu Penilaian boleh dibuat berdasarkan contoh yang berikut: penggunaan sumber yang relevan

Dengan terbuktinya pengaruh yang sangat kecil dan tidak signifikan antara persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi maka diharapkan guru

[r]

Efisiensi reduksi pada ketinggian medium filter 50 cm adalah yang paling besar karena jumlah mikroba denitrifikasi dalam media biofilter lebih banyak secara kuantitas dibandingkan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, nanopartikel perak (Ag) dapat disintesis mengunakan matriks nata-de-coco dengan metode reduksi kimia

Mengembangkan sikap sikap ilmiah melalui kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri, artinya pada setiap langkah dari kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri harus

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dearah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Dearah