• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

Pendahuluan

Beberapa penelitian curah hujan dengan satu lokasi curah hujan (tunggal) dengan model ARIMA telah dilakukan, di antaranya oleh Mauluddiyanto (2008) dan Kalfarosi (2009) dengan model ARIMA curah hujan di Surabaya, Naill (2009) dengan model ARIMA curah hujan di Jordania. Model curah hujan dengan beberapa lokasi curah hujan disebut sebagai model Vector Autoregresive (VAR). Hal ini berarti model deret waktu ganda dilakukan secara simultan karena pergerakan data curah hujan terjadi secara bersama atau mengikuti pergerakan data curah hujan di stasiun curah hujan lainnya.

VAR merupakan suatu sistem persamaan dinamis, dengan pendugaan suatu peubah pada periode tertentu tergantung pada pergerakan peubah tersebut dan peubah-peubah lain yang terlibat dalam sistem pada periode-periode sebelumnya (Enders 1995; Bank of England 2004).

Dalam penyusunan modelnya, model VAR hanya menggunakan peubah endogen antar lokasi curah hujan. Pada model VAR dapat ditambahkan peubah eksogen dan dikenal sebagai model Vector Autoregressive Exogenous (VARX).

Peubah eksogen merupakan peubah yang ditentukan berada di luar sistem namun digunakan dalam pemodelan karena dianggap mempengaruhi peubah endogen. Pada umumnya model VAR dan VARX banyak diterapkan pada bidang ekonomi. Beberapa penerapannya dapar dipelajari oleh Hamilton (1994), MacKinlay (1997), Tsay (2001).

Pada kasus curah hujan, adanya korelasi data curah hujan antar lokasi

stasiun curah hujan dalam suatu wilayah mengakibatkan pemodelan tidak dapat

dilakukan dengan model deret waktu tunggal melainkan dengan model deret

waktu ganda. Aspek korelasi ini diperhitungkan baik pada model VAR dan

VARX.

(2)

Model VAR dan VARX

VAR dikembangkan oleh seorang ahli Ekonometrik, Christopher A.

Sims, sebagai pendekatan alternatif model terhadap model persamaan ganda dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori yang bertujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik (Widarjono 2007). Sims berpendapat bahwa jika terdapat hubungan simultan antar peubah yang diamati, maka peubah-peubah tersebut harus diperlakukan sama sehingga tidak ada lagi peubah endogen dan eksogen (Nachrowi 2006).

Secara umum model umum dinyatakan dalam persamaan

atau

dengan

vektor berukuran nx1 yang berisi n peubah yang masuk dalam model VAR pada waktu t dan t-i, i = 1,2,....p

vektor intersep berukuran nx1

matriks koefisien berukuran nxn untuk setiap i = 1,2,...p vektor sisaan berukuran nx1 yakni p = ordo VAR ; t = periode amatan

Suatu model VAR sederhana yang terdiri dari 2 lokasi curah hujan dan lag 1 dapat dinyatakan sebagai berikut.

Sehingga VAR(1) untuk 2 lokasi curah hujan dalam bentuk matriks dinyatakan dengan

Parameter dalam model VAR dapat diduga dengan menggunakan ordinary least square (OLS).

Model VARX, bentuk umum model VARX dengan ordo p dan eksogen

q (VARX(p,q)) dinyatakan seperti berikut.

(3)

dengan merupakan vektor dari peubah endogen, vektor intercept, merupakan matriks, dan merupakan vektor dari peubah eksogen, merupakan vektor residual.

Suatu model VARX sederhana yang terdiri dari dua lokasi curah hujan lag 1, misalkan dengan dua peubah eksogen dapat dinyatakan sebagai berikut.

Sehingga VAR(1) untuk 2 lokasi curah hujan dalam bentuk matriks dinyatakan dengan

Metode

Data curah hujan yang dianalisis merupakan data lengkap pada setiap wilayah. Tahapan analisisnya seperti ditunjukkan pada pada Gambar 22.

Pemodelan VAR dan VARX memerlukan data yang stasioner. Data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rataan dan ragam dari data tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau dengan kata lain rataan dan ragamnya konstan. Jika data tidak stasioner dalam ragam dilakukan transformasi dengan metode Box Cox. Selanjutnya, dilakukan pengujian apakah data stasioner dalam rataan, pengujian dilakukan dengan uji augmented Dicky Fuller (ADF). Jika tidak stasioner dalam rataan dilakukan pembedaan (differencing).

Uji Kausalitas Granger diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar peubah endogen. Uji kausalitas ini diperlukan untuk melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang.

Pemilihan ordo VAR, dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC) dengan rumus sebagai berikut:

;

(4)

dengan menyatakan kuadrat residual, adalah jumlah peubah independen dan menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai AIC maupun SC yang minimum (Enders 2004).

Pemilihan ordo ini dapat juga mempertimbangkan nilai terkoreksi.

Pendugaan model VAR dilakukan dengan ordinary least square (OLS).

Ketepatan peramalan ditentukan dengan RMSEP (Root Mean Square Error Prediction). Rumus yang digunakan yakni

dengan = data aktual ; = data ramalan. Semakin kecil nilai RMSEP data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual.

Pemodelan VARX menggunakan ordo yang sama dengan model VAR.

Gambar 22 Diagram alir metodologi pemodelan dengan VAR

(5)

Hasil dan Pembahasan

Pembahasan meliputi penentuan model VAR dan penentuan model VARX untuk semua wilayah. Pada penjelasan model VAR dan VARX dilakukan terhadap masing-masing wilayah dengan dua lokasi stasiun curah hujan. Penentuan model VARX dengan menambahkan peubah eksogen pada model VAR.

1 Pemodelan VAR

Sesuai dengan metode penelitian, bahwa data yang dipergunakan dalam penelitian merupakan data lengkap yang stasioner dalam ragam dan rataan.

Pada data dilakukan transformasi dengan Box Cox untuk setiap lokasi curah hujan. Selanjutnya pemodelan VAR dilakukan untuk curah hujan di setiap wilayah: wilayah 1, wilayah 2 dan wilayah 3. Model VAR wilayah 1 merupakan VAR(1) dengan nilai AIC 61.07 . Model VAR wilayah 2 merupakan model VAR ordo 1 (VAR(1)) dengan nilai AIC 10.89. Model VAR wilayah 3 merupakan model VAR(1) dengan nilai AIC 61.9. Dengan demikian model seluruh wilayah merupakan model VAR (1). Model masing-masing wilayah untuk dua stasiun curah hujan ditunjukkan pada Tabel 11. Model VAR (1) selengkapnya untuk setiap stasiun curah hujan pada setiap wilayah ada pada Lampiran 6.

Tabel 11 Model VAR (1) untuk wilayah 1, 2 dan 3

No Stasiun Model VAR

1 Wilayah 1

(6)

2 Wilayah 2 3 Wilayah 3

Model curah hujan dengan VAR(1) pada wilayah 1 stasiun Anjatan, curah hujan dipengaruhi oleh curah hujan stasiun lain dalam satu wilayah 1 periode sebelumnya (lag1). Demikian juga curah hujan di stasiun Sumurwatu, dipengaruhi curah hujan stasiun lain dalam satu wilayah pada satu periode sebelumnya (lag 1). Hal yang sama untuk wilayah lainnya. Penduga parameter model VAR (1) selengkapnya pada Lampiran 5.

Nilai korelasi untuk masing-masing stasiun ditunjukkan pada Tabel 12.

Nilai korelasi terbesar di stasiun Anjatan sebesar 0.70. Selengkapnya untuk korelasi di wilayah 1 sebesar 0.65; wilayah 2 sebesar 0.58; wilayah 3 sebesar 0.58. Nilai korelasi ini memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi yang dihasilkan oleh BMKG. Nilai RMSEP terendah pada stasiun Kedokan Bunder sebesar 5.35 mm dan tertinggi pada stasiun Gantar sebesar 23.86 mm.

Tabel 12 Korelasi dan RMSEP model VAR (1)

Wilayah Lokasi stasiun curah hujan

Korelasi RMSEP (mm)

1 Anjatan 0.70 6.91

Sumur Watu 0.60 10.18

2 SalamDarma 0.57 17.11

Gantar 0.58 23.86

3 Kedokan Bunder 0.62 5.35

Sudi Mampir 0.54 11.11

(7)

2 Model VARX dengan SST Nino 3.4, SOI dan DMI

Pada penentuan model VARX digunakan faktor eksogen SST di kawasan 3.4, SOI dan DMI yang diduga mempengaruhi curah hujan pada masing-masing wilayah. Model untuk masing-masing wilayah yang diwakili dua stasiun ditunjukkan pada Tabel 13.

Wilayah 1 terdiri dari 11 stasiun curah hujan yakni Anjatan, Bugel, TulungKacang, Cikedung, Kroya, Sukadana, Sumurwatu, Tugu, Karangasem, Lawangsemut, Wanguk, Gabus wetan, dan Bondan. Berdasarkan uji yang dilakukan, faktor dominan yang berpengaruh terhadap wilayah 1 yakni SST 3.4 dan DMI.

Tabel 13 Model VARX (1) untuk wilayah 1, wilayah 2 dan wilayah 3 dengan peubah eksogen SST 3.4, SOI, dan DMI

No Stasiun Model VARX

1 Wilayah 1

2 Wilayah 2

3 Wilayah 3

(8)

Berdasarkan model penduganya, tampak bahwa setiap kenaikkan satu satuan SST Nino 3.4 akan menurunkan curah hujan sebesar 0.640 dan 1.159 masing-masing untuk curah hujan di stasiun Anjatan dan Gantar. Sebaliknya, setiap kenaikkan 1 satuan DMI akan menaikkan curah hujan sebesar 0.691 dan 0.77 masing-masing untuk stasiun Anjatan dan Gantar.

Wilayah 2 curah hujan terdiri dari 2 stasiun curah hujan yakni stasiun SalamDarma dan Gantar. Berdasarkan uji yang dilakukan, faktor dominan yang berpengaruh terhadap wilayah ini hanya SST 3.4. Berdasarkan model penduganya, nampak bahwa setiap kenaikkan satu satuan SST di kawasan Nino 3.4 akan menurunkan curah hujan sebesar 1.032 dan 0.913 masing- masing untuk curah hujan di stasiun Salamdarma dan Gantar. Hal ini berarti bahwa jika suhu permukaan laut semakin besar akan berpotensi menurunkan curah hujan di stasiun Salam Darma dan Gantar. Nilai RMSEP untuk pendugaan curah hujan di stasiun Salam Darma sebesar 16.60 dan 20.79 untuk stasiun Gantar, dengan nilai korelasi masing-masing sebesar 0.61 dan 0.62.

Wilayah 3 terdiri dari 13 stasiun curah hujan yakni Bangkir, Cidempet,

Indramayu (Indra), Jatibarang, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Lohbener,

Losarang, SudiMampir, Krangkeng, SudiKampiran. Berdasarkan uji yang

dilakukan, faktor dominan yang berpengaruh terhadap wilayah 3 yakni SST 3.4

dan DMI. Berdasarkan model penduganya, nampak bahwa setiap kenaikkan

satu satuan SST di kawasan 3.4 akan menurunkan curah hujan sebesar 0.586

dan 0.868 masing-masing untuk curah hujan di stasiun Kedokan Bunder dan

Sudi Mampir. Sebaliknya, setiap kenaikkan 1 satuan DMI akan menaikkan

curah hujan sebesar 0.931 dan 1.189 masing-masing untuk stasiun Kedokan

Bunder dan Sudi Mampir.

(9)

Nilai korelasi untuk masing-masing stasiun ditunjukkan pada Tabel 14 Nilai rata-rata korelasi di wilayah 1 sebesar 0.67 ; wilayah 2 sebesar 0.62;

wilayah 3 sebesar 0.6. Nilai RMSEP setiap wilayah, wilayah 1 sebesar 57.33 ; wilayah 2 sebesar 18.69 ; wilayah 3 sebesar 113.60.

Tabel 14 Korelasi dan RMSEP untuk model curah hujan VARX (1) dengan peubah eksogen SST 3.4, SOI, dan DMI

Wilayah Lokasi stasiun curah hujan

Korelasi RMSEP

(mm)

1 Anjatan 0.71 27.07

Sumur Watu 0.62 87.60

2 SalamDarma 0.61 16.60

Gantar 0.62 20.79

3 Kedokan Bunder 0.63 35.02

Sudi Mampir 0.57 192.18

3 Model VARX dengan anomali SST Nino 3.4, SOI dan DMI

Pemodelan VARX dalam uraian ini dilakukan dengan menambahkan pengaruh faktor lain yakni anomali SST Nino 3.4, SOI dan DMI yang diduga mempengaruhi curah hujan pada masing-masing wilayah. Model VARX untuk masing-masing wilayah dengan dua stasiun ditunjukkan pada Tabel 15. Model selengkapnya pada Lampiran 5.

Tabel 15 Model VARX (1) untuk setiap wilayah 3 dengan peubah eksogen anomali SST 3.4, SOI, dan DMI

No Stasiun Model VAR

1 Wilayah 1

(10)

2 Wilayah 2

3 Wilayah 3

Berdasarkan model penduganya, tampak bahwa setiap kenaikkan satu satuan SOI akan menaikkan curah hujan sebesar 0.029 dan 0.037 masing- masing untuk curah hujan di stasiun Anjatan dan Sumurwatu.

Curah hujan di wilayah 2 yakni di stasiun Salam Darma dan Gantar, dipengaruhi peubah eksogen DMI. Berdasarkan model penduganya, nampak bahwa setiap kenaikkan satu satuan DMI akan menurunkan curah hujan sebesar 1.41 dan 1.427 masing-masing untuk curah hujan di stasiun Salam Darma dan Gantar.

Berdasarkan uji yang dilakukan, faktor dominan yang berpengaruh

terhadap wilayah 3 yakni SOI dan DMI. Model penduganya, tampak bahwa

setiap kenaikkan satu satuan SOI dan DMI akan menaikkan curah hujan

sebesar 0.032 dan 0.055 masing-masing untuk curah hujan di stasiun Kedokan

Bunder dan Sudi Mampir. Demikian juga, setiap kenaikkan 1 satuan DMI akan

menaikkan curah hujan sebesar 0.703 dan 0.897 masing-masing untuk stasiun

Kedokan Bunder dan Sudi Mampir.

(11)

Nilai korelasi untuk masing-masing stasiun ditunjukkan pada Tabel 16 berikut. Nilai rata-rata korelasi di wilayah 1 sebesar 0.67 ; wilayah 2 sebesar 0.61; wilayah 3 sebesar 0.59. Nilai RMSEP setiap wilayah, wilayah 1 sebesar 23.26 ; wilayah 2 sebesar 20.94 ; wilayah 3 sebesar 47.97.

Tabel 16 Korelasi dan RMSEP model curah hujan VARX (1), peubah eksogen anomali SST Nino 3.4, SOI dan IDM

Wilayah Lokasi stasiun curah hujan

Korelasi RMSEP (mm)

1 Anjatan 0.71 16.01

Sumur Watu 0.62 30.50

2 SalamDarma 0.60 18.38

Gantar 0.61 23.49

3 Kedokan Bunder 0.63 16.11

Sudi Mampir 0.54 79.84

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditentukan model VAR (1) untuk wilayah 1 (Anjatan dan Sumurwatu), wilayah 2 (Salamdarma dan Gantar) dan wilayah 3 (Kedokan Bunder dan Sudimampir), masing-masing dengan Root Mean Square Error Prediction (RMSEP) sebesar 17.11, 16.46 dan 5.96. Nilai korelasi curah hujan dengan pendugaannya masing-masing.

Selanjutnya, dapat ditentukan model VARX dengan faktor-faktor dominan yang

berpengaruh terhadap curah hujan di tiga pewilayahan curah hujan. Wilayah 1

dipengaruhi oleh DMI dan SST Nino 3.4, wilayah 2 dipengaruhi oleh SST

Nino3.4 dan wilayah 3 dipengaruhi SST Nino 3.4 dan DMI. Model VARX

dengan faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap curah hujan di tiga

pewilayahan curah hujan. Wilayah 1 dan 3 dipengaruhi oleh anomali SST Nino

3.4, SOI dan DMI, namun di wilayah 2 tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor

tersebut.

Gambar

Gambar 22  Diagram alir metodologi pemodelan dengan VAR
Tabel 12  Korelasi dan RMSEP model VAR (1)

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Sindroma Dispepsia dengan Pola Makan dan Jenis Kelamin pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wancana Angkatan 2013.. ACG and

Berdasarkan hasil analisis isi berita tentang penerapan teknologi 4G-LTE dan konvergensi media di Indonesia yang dilakukan oleh Kompas Tekno dalam kurun waktu satu tahun

Dari hasil data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung yang di terapkan dalam proyek PLTP dengan wawancara kepada orang yang ahli atau yang mengerti tentang

Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa LKPD biotenologi konvensional Berbasis Ecopreneurship untuk melatihkan berpikir kreatif dan

Penelitian dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tindak lanjut dari suatu daerah atau entitas tersebut atas rekomendasi- rekomendasi hasil pemeriksaan yang

Sebagai pelaksanaan amanat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), selama 2014 OJK telah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pasar modal berupa

Dengan alat ukur yang disusun dan dirancang dengan mengunakan sensor arus dan sensor tegangan yang dihubungkan langsung dengan Arduino, maka nilai dari beberapa besaran

Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi, pihak perempuan atau