• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Pelatihan Tenaga Kerja Dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja Di Kota Bekasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Model Pelatihan Tenaga Kerja Dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja Di Kota Bekasi."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ………. iii

ABSTRACT ……….. iv

KATA PENGANTAR ………...……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. vi

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR BAGAN ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR GRAFIK……….. xvi

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ………..………... 1

B. Identifikasi Masalah ……… 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 12

1. Pembatasan Masalah ………. 12

(2)

xvii

D. Tujuan Penelitian ……… 12

E. Manfaat Penelitian ……….. 13

F. Asumsi-asumsi dan Kerangka Teoritik ………14

G. Sistematika Penulisan ………. 24

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 25

A. Konsep Sumber Daya Manusia ……….… 25

B. Konsep Pelatihan ... 27

1. Pengertian pelatihan ... 27

2 Tujuan Pelatihan ……….. 29

3. Prinsip- Prinsip Pelatihan ... 32

4. Jenis- Jenis Pelatihan ………36

5. Model Pelatihan yang Efektif ……….. 38

6 Evaluasi Pelatihan ………47

7. Konsep dan Struktur Program Pelatihan ……….. 51

1. Pengertian Struktur Program Pelatihan ………. 51

2. Mengembangkan Stuktur Program Pelatihan ……….… 53

8. Konsep Kinerja dalam Sistem Pelatihan ………..…… 57

a. Pengertian Kinerja ……….………57

b. Peranan Kinerja dalam Pelatihan ... 63

c. Pengukuran Kinerja ………. 66

d. Desain Sistem Pengukuran Kinerja ... 67

(3)

xvii

BAB III METODE PENELITIAN ……….138

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……… 138 1. Tahap Studi Pendahuluan

6. Tahap Evaluasi dan Pengembangan Model ………

(4)

xvii 7. Tahap Analisis Hasil Implementasi

……….

145

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……… 147 C. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 152

1. Lokasi Penelitian

D. Prosedur Pengumpulan Data ………. 153

E. Teknik Analisis Data ………. 157

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 161 A. Pengelolaan Pelatihan Secara Empirik Calon Tenaga Kerja di Kota

Bekasi ……… 163

1. Profil Umum Kota Bekasi ………..…………. 163 2. Profil Peserta Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi ... 167 3. Pelaksanaan Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Kota Bekasi ... 168 B. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan Calon Tenaga Kerja

Kota Bekasi ... 173 1. Analisis Kebutuhan Pelatihan ... 173 2. Model Konseptual Pelatihan Berbasis Kinerja Calon Tenaga

(5)

xvii

b. Tujuan ... 181

c. Ruang Lingkup Model ... 182

d. Tahapan Model ... 183

1) Perencanaan ... 183

2) Pelaksanaan Pelatihan ... 188

3) Evaluasi ... 191

e. Usulan Model Konseptual yang Dikembangkan ... 192

f. Kriteria Keberhasilan ... 195

C. Uji Kelayakan Model ... 196

1. Analisis Kualitas Model ... 196

2. Validitas Model Menurut Penilaian Ahli ... 198

3. Uji lapangan I ... 199

4. Revisi Model ... 217

5. Uji Lapangan II ... 220

6. Analisis Hasil Uji Coba ………. 228

a. Analisis Hasil Evaluasi ……… 228

b. Analisis Tingkat Penerimaan Sumber Belajar terhadap Model.. 233

c. Dampak Pengembangan Model ... 239

D. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 242

E. Temuan Hasil Penelitian ... 245

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….. 249

(6)

xvii

B. Rekomendasi ……… 254

DAFTAR PUSTAKA ……… 258

LAMPIRAN- LAMPIRAN ………263

RIWAYAT HIDUP ………. 281

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Analisis Kebutuhan Pelatihan (Tahapan Appraisal)

40

2.2 Sistem Pelatihan 44

2.3 Model Pelatihan yang Berorientasi pada Kompetensi

47

2.4 Empat Tingkat Evaluasi Pelatihan 50

(7)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

1.1 Paradigma Pelatihan Tenaga Kerja dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja di Kota Bekasi

23

2.1 Hierarki Ukuran Kinerja 78

2.2 Tingkat Kompetensi 126

3.1 Mekanisme Kegiatan Penelitian 146

4.1 Model Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi Saat Ini

172

4.2 Model Konseptual Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi

194

4.3 Model Empirik Pelatihan Calon Tenaga Kerja di Disnakertrans Kota Bekasi

(8)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Nomor Grafik Halaman

2.1 Pengukuran Baseline 83

2.2 Waktu Rata-rata Proses Produksi 84

2.3 Pengawasan Produk 85

2.4 Kinerja 86

2.5 Hubungan antara Produktivitas dan Waktu Proses Produksi

87

4.1 Perbandingan Perolehan Skor Ranah Pengetahuan

227

4.2 Perbandingan Perolehan Skor Ranah Keterampilan

227 4.3 Perbandingan Perolehan Skor Ranah

Sikap

(9)

xvii

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Hal

Tabel 2.1 Korelasi antara Tipe dan Akurasi Kinerja 77

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket 149

Tabel 3.2 Kisi-kisi Observasi 150

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Aspek Pengetahuan 151

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Aspek Sikap 151

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Aspek Keterampilan 151

Tabel 4.1 Data Peserta Pelatihan 167

Tabel 4.2 Hasil Pretes Aspek Pengetahuan 204

Tabel 4.3 Hasil Pretes Aspek Keterampilan 206

Tabel 4.4 Hasil Pretes Aspek Sikap 208

Tabel 4.5 Hasil Postes Aspek Pengetahuan Tahap I 211 Tabel 4.6 Hasil Postes Aspek KeterampilanTahap I 212

(10)

xvii

Tabel 4.8 Hasil Postes Aspek Pengetahuan Tahap II 223 Tabel 4.9 Hasil Postes Aspek Keterampilan Tahap II 224

Tabel 4.10 Hasil Postes Aspek Sikap Tahap II 225

Tabel 4.11 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Pengetahuan 235

Tabel 4.12 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Keterampilan 236 Tabel 4.13 Rincian Hasil Pretes Postes Aspek Sikap 238

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pedoman Wawancara (pengelola pelatihan)... 263

2. Pedoman Wawancara (tutor pelatihan) ... 266

3. Pedoman Observasi ... 270

4. Angket untuk Warga Belajar ... 272

5. Instrumen Tes Peserta Pelatihan Kecakapan Hidup ... 273

6. Daftar Warga Belajar... 276

7. Data Hasil Jawaban Responden ... 277

a. Skor Hasil Tes Tahap I... 277

b. Skor Hasil Tes Tahap II ... 278

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak lama Bank Dunia tahun 1973 (dalam Ginanjar Kartasasmita, 1995:7) memberi rujukan, bahwa pertumbuhan Total Faktor Produktivity (TFP) di negara-negara Asia Timur secara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan-kawasan lainnya. Tetapi di antara negara-negara Asia Timur itu sendiri terdapat variasi cukup besar. Hongkong, Taiwan, Thailand, Korea Selatan dan Jepang, yang dinamakan dengan productivity driven economy, mempunyai TFP tinggi. Sementara itu Singapura, Malaysia dan Indonesia, yang disebut dengan investmen driven economy, mempunyai TFP relatif rendah, walaupun sesungguhnya

pertumbuhan ekonominya juga tinggi.

Analisis para futurolog (Naisbit, 1990) mengenai masa depan perekonomian dunia, cenderung mengacu kepada ekonomi pasar yang mendunia, dan dinamakan dengan istilah boom ekonomi global. Karakteristik ekonomi pasar dunia ditandai dengan iklim kompetitif, baik dari segi kualitas dan keragaman produk, ekspansi pemasaran (Marketing) serta ditandai dengan kejayaan individu (entrepreneur).

Dari keseluruhan karakteristik yang diungkapkan Naisbit (1990) mengenai ekonomi global, cenderung mengacu kepada penekanan strategis, dan semakin pentingnya posisi sumber daya manusia (SDM) dalam system perekonomian dunia. Konsep yang merujuk pentingnya peran sumber daya manusia (SDM)

(13)

dalam berbagai sektor pembangunan, te1lah sejak lama disadari baik oleh para ilmuwan maupun pemegang kebijakan (Policy Maker). Hal ini terlihat dari rambu-rambu yang diketengahkan para ilmuan ekonomi modern.

Adam Smith dalam Ginanjar Kartasasmita (1995) dua seperempat abad lalu, telah mengingatkan bahwa peningkatan pengetahuan seorang pekerja harus diperhitungkan sama dengan mesin atau peralatan barang modal yang menghasilkan produksi, namun teori-teori pertumbuhan pada tahap awal, tidak cukup memberi perhatian pada kualitas manusia, ketimbang pada modal fisik dan jumlah tenaga kerja sebagai sumber-sumber pertumbuhan. Baru kemudian setelah diketemukan ada perbedaan dalam neraca pertumbuhan antara tingkat pertumbuhan dan tingkat pertambahan stok modal dan angkatan kerja disadari bahwa ada unsur lain yang mempengaruhi pertumbuhan. Perbedaan ini, yang disebut faktor residual, kemudian dinamakan Total Factor Productivity (TFP) dan dijelaskan sebagai hasil dari peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi. Peningkatan produktivitas ini diperoleh dari penerapan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Sebagian besar ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia (human resources) dari suatu bangsa, bukan modal fisik ataupun sumberdaya material, merupakan faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi bangsa yang bersangkutan. Keyakinan para ekonom tersebut antara lain nampak jelas pada pernyataan almarhum Profesor Frederick Harbison dari Princeton Univercity (dalam Michael P. Todaro:384) sebagai berikut :

(14)

pada dasarnya bersifat pasif, manusialah yang merupakan agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasikan sumber-sumber daya alam, membangun berbagai macam organisasi sosial, ekonomi dan politik, serta melaksanakan pembangunan nasional. Jelaslah, jika suatu negara tidak segera mengembangkan keahlian dan kemampuan rakyatnya dan tidak memanfaatkan potensi mereka secara efektif dalam pembangunan dan pengelolaan ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya negara tersebut tidak akan dapat mengembangkan apapun. Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya potensi manusia sebagai pemegang kunci/posisi strategis dalam upaya pengembangan sumber daya manusia. PBB (dalam Michael P. Todaro:384), menegaskan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial maupun ekonomi. Pernyataan di atas memberi gambaran betapa tingginya harapan terhadap pendidikan, namun pada kenyataannya bukan berarti pendidikan dapat memenuhi harapan tersebut, karena pendidikan sendiri dihadapkan pada banyak dimensi dengan berbagai tantangan dan permasalahan. Dimensi jalur pendidikan sekolah (formal) dengan pendidikan luar sekolah (nonformal), dimensi kebijakan pendidikan sentralisasi/ desentralisasi, dimensi pengelolaan/manajemen pendidikan, serta dimensi pembelajaran, bahkan dimensi subyek pendidikan (human resources), yaitu guru, kepala sekolah, orang tua dan muridnya itu sendiri.

(15)

peningkatan kapasitas dari ketenagaan sebuah organisasi atau lembaga. Di samping wacana tersebut ada faktor lain yang juga ikut berkontribusi terhadap

keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Faktor tersebut adalah profil kepemimpinan pemerintahan dan kinerja aparatnya, yang senantiasa ditampilkan antara yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai latar yang dimilikinya, seperti pendidikan, pengalaman kerja, usia dan lingkungan.

Sebagai salah satu bagian dari sistem kehidupan dunia (globalisasi), saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan mendasar, terutama sejak mengalami krisis di berbagai bidang selama kurang lebih sepuluh tahun. Kondisi ini membawa dampak negatif yang sangat pundamental bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM). Krisis multidimensi ini, menyebabkan Indonesia mengalami keterpurukan dalam berbagai aspek dan hancurnya tatanan kehidupan masyarakat, sehingga menempatkan Indonesia berada dalam tahap krisis yang serius. Menyikapi kondisi seperti ini, sektor pendidikan merupakan salah satu pilar yang menjadi tumpuan dalam meletakan pondasi pilar bangsa, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia.

(16)

target diarahkan kepada upaya membangun kembali manusia Indonesia agar dapat disejajarkan dengan negara lain.

Pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam bidang pendidikan di daerah, masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan: (1) Bagaimana otonomi daerah dapat mengamankan program-program pendidikan yang memberikan peluang kreativitas dan keragaman daerah, tetapi semuanya mengarah kepada kepentingan nasional? (2) Bagaimana otonomi daerah menjamin bahwa kualitas SDM bukan hanya dapat memenuhi standar lembaga, atau standar nasional semata-mata, tetapi juga memenuhi standar internasional? (3) Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan (technical efficiency) maupun efisiensi dalam mengalokasikan anggaran (economic efficiency)? (4) Bagaimana otonomi daerah dapat meningkatkan aspirasi dan kesempatan masyarakat dalam memperoleh pendidikan yang lebih memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat? (5) Bagaimana otonomi daerah dapat menggali dan memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pendidikan? (6) Bagaimana otonomi daerah dapat mempertanggungjawabkan tugas dan hasil-hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat?

(17)

adalah tahun 1993. Nilai-nilai PDRB biasanya disajikan menurut deret waktu dari tahun ke tahun, sehingga dapat dilihat setiap sektor apakah perkembangannya menunjukkan trend yang meningkat atau sebaliknya. PDRB dalam publikasi ini disajikan tahun 2001 sampai 2003. Pertumbuhan ekonomi tahun 2001 terutama tahun 2001 terutama didorong oleh pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi (41,73%), sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 terutama didorong oleh pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi (10,36%), dan tahun 2003 didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (10,86%) (BPPD Kota Bekasi, 2007).

Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi, jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2006 ada 43.472 orang sedangkan pada tahun 2007 ada 41.786 orang. Sebagian besar pencari kerja tersebut adalah mereka yang berpendidikan SLTA yaitu 31.198 orang dan Akademi/Universitas sekitar 8.330 orang. Namun jumlah mereka yang diterima hanya sekitar 933 orang. Delapan ratus sembilan puluh delapan orang di antaranya yang berpendidikan tamat SLTA dan sebanyak 9 orang yang berpendidikan Akademi/ Universitas (BPPD Kota Bekasi, 2007).

(18)

Di Kota Bekasi terdapat beberapa lembaga pelatihan yang dikelola/ dimiliki pemerintah dan swasta :

1. Balai Latihan Ketenagakerjaan Bekasi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, meliputi kejuruan: Automotive, Listrik, Teknologi Mekanik, Bangunan, Tata Niaga dan Aneka Kejuruan.

2. Lembaga pelatihan yang dikelola oleh swasta yang khusus untuk peningkatan kerja tenaga kerja ke Luar negeri ( BLKLN ) sebanyak 21 dan 32 Lembaga Latihan Swasta yang mempunyai kejuruan meliputi latihan baby sister, komputer , dan penjahitan, Secara kuantitatif, jumlah peserta pelatihan yang telah megikuti pelatihan yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi pada tahun 2002 berjumlah 80 orang untuk 4 (empat) jenis/rumpun pelatihan, pada tahun 2003 berumlah 80 orang untuk 2 (dua) jenis/ rumpun pelatihan dan 2004 telah dilaksanakan pada 3 (tiga) jenis/ rumpun pelatihan untuk 60 orang peserta, dan pelatihan dengan pola pemagangan pada perusahaan berjumlah 60 orang peserta, pada tahun 2005 telah dilaksanakaan 3 (tiga) jenis pelatihan dengan jumlah peserta 60 orang , dan pelatihan dengan pola magang sebanyak 20 orang ,untuk tahun 2006 pelatihan diikuti oleh 60 peserta dengan jenis pelatihan serta pelatihan pola magang sebanyak 60 orang.

(19)

peningkatan sumber daya manusia ketenaga kerjaan dalam menjawab tantangan internal dunia kerja, tuntutan layanan serta akuntabilitas masyarakat.

Pelatihan sebagai salah satu sistem pembinaan profesional merupakan suatu alternatif positif dalam pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, karena pelatihan merupakan salah satu konsep dalam manajemen sumber daya manusia yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kognisi, afeksi, dan psikomotor dan mewujudkan profesionalisme yang tertuang di dalam struktur program pelatihan itu sendiri.

Disadari, secara ideal seharusnya aspek yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan model pelatihan ini meliputi; peserta pelatihan sebagai calon tenaga kerja, program pelatihan, strategi pelatihan, proses pelatihan dan hasil pelatihan. Semua sasaran atau hasil yang ingin dicapai melalui pelatihan, pada hakekatnya akan sangat tergantung pada implementasinya. Oleh karenanya komponen-komponen yang menjadi pendukung system pelatihan menjadi sangat penting. Salah satu komponen yang cukup stategis adalah sasaran atau calon peserta pelatihan sebagai enrolement dalam pelatihan tenaga kerja Kota Bekasi untuk meningkatkan kompetensi kerjanya.

(20)

dirinya memutuskan menggunakan ponsel beberapa tahun silam. Alasannya biar bisa berkomunikasi dengan mudah.

Sebagian besar para remaja mengatakan bahwa tujuan utama menggunakan ponsel adalah, “Sebagai alat komunikasi dan sebagai penyambung silaturahmi, sebagai hiburan, dan tidak menutup kemungkinan sebagai alat tambahan membantu dalam kelancaran berbisnis.”

Tak bisa dipungkiri lagi, bagi mereka yang hidup di perkotaan, di dunia modern yang menuntut segala sesuatunya serba cepat dan mudah, memiliki ponsel seperti sebuah keniscayaan. Celah ini tentu menjadi peluang besar para perusahaan komunikasi untuk merauk keuntungan. Mereka berlomba-lomba mengembangkan teknologi yang telah ada guna melahirkan produk-produk baru yang bakal mengisi pasar. Melalui inovasi-inovasi, mereka memaksa insan-insan perkotaan menambah kebutuhan hidupnya. Perkembangan teknologi tentu tidak mungkin mencapai kata sempurna dalam arti sesungguhnya. Oleh karena itu, tidak ada satu teknologi pun yang dikembangkan telah mencapai fase final. Inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan berikutnya tetap mengikuti sebuah pencapaian yang telah ada. Proses pun terus berlanjut, mengikuti hasrat, nafsu, dan kebutuhan manusia.

Satu hal yang tidak dapat dihindari adalah teknologi pasti menghadirkan efek samping yang memengaruhi kehidupan manusia. Sekecil apa pun, teknologi pasti memiliki sifat “memaksa”, membuat manusia menjadi tergantung padanya.

(21)

Di tempat-tempat yang jauh dari hingar-bingar perkotaan yang dibalut kemajuan teknologi, mungkin saja masyarakatnya masih belum mampu memba¬yangkan wujud ponsel. Kemajuan peradaban manusia yang beriring dengan berkembangnya kebutuhan hidup, telah memaksanya kehadiran ponsel. Kehadirannya telah mengubah pola hidup manusia. Ponsel menjadi pemeran penting yang membentuk gaya hidup seseorang dan juga masyarakat. Kata orang pintar, inilah kemajuan zaman. Suka atau tidak kehadirannya tak dapat dielakkan.

Tinjauan sepintas mengenai handphone atau ponsel tersebut menjadi dasar pemikiran penulis dalam mengembangkan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi. Bidang kompetensi yang akan akan menjadi bahan pelatihan adalah pelatihan handphone (HP).

B. Identifikasi Masalah

Mencermati uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Lulusan SLTA yang sederajat banyak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan memerlukan biaya yang besar.

2. Penempatan tenaga kerja di sektor formal terbatas, sehingga banyak tenaga kerja terdidik yang masuk pada sektor-sektor pekerjaan informal.

(22)

banyak ditemukan jenis pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja tidak terisi.

4. Pendidikan di sekolah yang selama ini ditempuh pencari kerja belum cukup memberikan keterampilan yang dipersyaratkan.

5. Jumlah pencari kerja dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia tidak seimbang.

6. Pengelolaan ketenagakerjaan yang menerapkan manajemen startegis, menuntut adanya dukungan profesionalitas dan peningkatan kompetensi kerja tenaga kerja sehingga terlihat dari indikasi kinerjanya.

7. Prasyarat tenaga kerja yang memiliki kompetensi kerja yang baik dan profesional, berdampak terhadap peningkatan prestasi kerja dan produktivitas dunia usaha dan kualitas layanan ketenaga kerjaan pada umumnya.

8. Peningkatan profesionalisasi dan kompetensi kerja tenaga kerja melalui pelatihan belum optimal, hal ini mengingat model pelatihan yang dikembangkan belum berorientasi pada kompetensi yang komprehensif dalam mendukung kemampuan kompetisi di dunia kerja.

(23)

bagi warga belajar di lingkungan Kota Bekasi, di antaranya adalah pelatihan yang berkenaan dengan HP.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berangkat dari latar belakang dan indentifikasi masalah penelitian di atas, fokus penelitian ini lebih diarahkan pada kajian tentang model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

2. Perumusan Masalah

Berdasar pada pembatasan masalah di atas, diajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelatihan tenaga kerja yang dilaksanakan di Kota Bekasi dewasa ini?

2. Bagaimana pengembangan model konseptual model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi?

3. Bagaimana efektivitas model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model penelitian yang tepat untuk meningkatkan kompetensi kerja sehingga bisa memenuhi lapangan kerja. Sebagaimana fokus kajian dan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini secara khusus adalah:

(24)

2. Mengembangkan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

3. Mengungkapkan data tentang efektivitas model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

E. Manfaat Penelitian

Pengembangan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan keilmuan kajian pendidikan luar sekolah, khususnya model pengembangan pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan konsep pelatihan calon tenaga kerja dan kompetensinya. Dengan difokuskannya penelitian ini pada usaha untuk menemukan model, maka penelitian ini pun dapat dijadikan prototype model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi kerja berikutnya. Pada akhirnya, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat bermanfaat bagi perluasan kajian materi-materi PLS yang berkenaan dengan dialektika keilmuan masyarakat.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi pihak pemerintah daerah

(25)

2. Bagi pihak lain yang berkepentingan

Penulisan ini merupakan salah satu kepustakaan dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam meningkatkan mutu layanan ketenagakerjaan serta mensukseskan berbagai upaya pembangunan di wilayah kabupaten/kota.

F. Asumsi-asumsi dan Kerangka Teoritik

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa tenaga kerja kita akan memiliki keunggulan kompetitif, yaitu dengan meningkatkan kualitas kompetensi dan performance kerjanya secara ideal. Peningkatan kompetensi kerja tenaga kerja ini dapat dilakukan secara optimal antara lain melalui pelatihan yang berkualitas penggajian yang memadai (sebagai intensif dan reward), sistem karier ketenagaan yang proporsional, adanya pengawasan yang jelas dan tegas, serta memberikan pembinaan kualitas kinerjanya (profesionalisasi) melalui pelatihan-pelatihan.

Pelatihan merupakan salah satu bentuk pembelajaran kelompok untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan sikap tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, pelatihan berfungsi untuk mengembangkan aspek kemampuan intelektual dan keterampilan manusia, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja. Hal ini sejalan dengan yang pendapat Nadler, (1984:3) “Training, specifying that activities of a broader scope lie within the realm of human resource development (HRD). Nadler defines

(26)

Nadler menyatakan bahwa pelatihan merupakan aktivitas “Human

resources development”. Pelatihan merupakan pembelajaran yang

diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja tutor dalam menyelenggarakan pekerjaan. Pengertian ini mengandung makna bahwa pengembangan sumber daya manusia menjadi alasan penting untuk dilaksanakannya pelatihan. Pelatihan yang dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mempersiapkan tenaga kerja menjadi lebih terampil dalam melaksanakan pekerjaan yang sekarang, tetapi juga sekaligus mempersiapkan tenaga kerja untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar dikemudian hari. Ini berarti kinerja pegawai tidak akan berhenti pada saat pegawai tersebut telah memperoleh tanggung jawab yang besar, tetapi kinerja akan berlangsung secara terus menerus dan selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Sejalan dengan pendapat di atas, Jucius (1962:296) mengemukakan bahwa: “The term ‘training’ is used here to indicate any process by which the aptitudes, skills, and abilities of employees to perform specific jobs are

increased”. Istilah pelatihan menurut pendapat di atas dipergunakan untuk

menunjukkan setiap proses mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan tertentu. Dengan demikian fokus pelatihan adalah menambah dan meningkatkan pengetahuan pegawai termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memecahkan persoalan-persoalan dalam pekerjaan.

(27)

sasaran (peserta didik) dan sumber belajar, (4) ada kegiatan belajar dan berlatih, (5) penekanan pada bidang keahlian dan ketrampilan, (6) dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat, dan (7) menggnakan sarana dan prasarana pendukung.

Pelatihan pada dasarnya adalah aktivitas manusia melalui proses pembelajaran yang diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam mempelajari tugas sesuai dengan standar yang ditentukan. Untuk mencapai hasil itu maka program latihan hendaknya dirancang secara efektif. Ciri-ciri rancangan program latihan yang efektif menurut Bambang Kusriyanto, (1991 : 68-69), meliputi :

(1) mempunyai sasaran yang jelas, hasilnya sebagai tolak ukur; (2) diberikan oleh tenaga pengajar yang cakap menyampaikan ilmunya dan mampu memotivasi para penyelia; (3) isinya mendalam, sehingga tidak hanya menjadi bahan hafalan, melainkan mampu mengubah sikap dan meningkatkan prestasi kerja penyelia; (4) sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan, dan daya tangkap peserta ; (5) menggunakan metode yang tepat guna, misalnya kelompok diskusi untuk sasaran tertentu dan demonstrasi sambil kerja (on the job) untuk sasaran lainnya ; (6) meningkatkan keterlibatan aktif para peserta, sehingga mereka bukan hanya sekedar pendengar atau pencatat belaka; dan (7) disertai dengan desain penelitian, sejauhmana sasaran program tercapai demi prestasi dan produktivitas perusahaan.

(28)

Soekidjo Notoatmodjo (1992:31-35) mengemukakan: dalam merancang dan mengembangkan program latihan yang efektif yaitu dengan mengikuti siklus yang dimulai atas: (1) analisis kebutuhan latihan; (2) menetapkan tujuan latihan; (3) pengembangan kurikulum (Materi); (4) persiapan pelaksanaan latihan; (5) pelaksanaan latihan, dan (6) evaluasi pelaksanaan latihan. Konsep mengenai modal manusia (human capital), yang antara lain dipelopori oleh pemenang hadiah nobel tahun 1992, Gary Becker. Investasi. Dalam modal manusia, yakni dalam pendidikan, pelatihan, dan kesehatan, berdasarkan berbagai hasil penelitian menunjukkan telah menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik.

Berbagai teori kemudian menjelaskan keterkaitan antara pengembangan sumber daya manusia dengan aplikasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 50-an, berkembang teori neoklasik, dalam perekonomian yang terbuka, dimana semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan semua negara didunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang. Menurut pandangan ini, oleh karena negara-negara maju telah memiliki modal yang cukup banyak, sedangkan negara-negara berkembang modal masih amat langka, maka jumlah investasi modal di negara-negara maju akan memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi yang sama di negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan hukum pertambahan yang semakin berkurang (Law of diminishing returns). Atau dasar pemikiran ini, maka akan terjadi transfer modal

(29)

saatmya terjadi konvergensi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Dalam pandangan ini, maka unsur luar, yaitu injeksi modal dan teknologi dari luar, akan mampu mendorong pembangunan masyaraakat negara berkembang dan menimbulkan konvergensi tersebut.

Sumber pertumbuhan dalam teori endogen yang dikemukakan oleh Romer (1990) ini adalah meningkatnya stok pengetahuan dan ide baru dalam perekonomian yang mendorong tumbuhnya daya cipta dan inisiatif yang mewujudkan dalam kegiatan inovatif dan produktif. Ini semua menuntut kualitas sumber daya manusia yang meningkat. Transformasi pengetahuan dan ide baru tersebut dapat terjadi melalui kegiatan perdangangan internasional, penanam modal, lisensi, konsultasi dan komunikasi. Teori ini memberi penekanan kepada berkembangnya pengetahuan dan ide-ide yang tepat, oleh karena berbeda dengan benda, ide bersifat nonrivarly, artinya semakin baik ide yang dapat dimanfaatkan semakin baik nilainya bagi segenap sektor atau unit usaha (unit produksi) dengan praktis tanpa biaya marginal. Menurut pandangan Romer (1990), maka modal manusia lebih penting dari pada modal fisik. Becker (1995) bahkan menunjukkan bahwa sekitar 80% modal atau kekayaan di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya terdiri dari modal manusia.

(30)

hambatan yang mereka hadapi dalam ekspornya ke Barat, mereka dapat tetap memelihara daya saing dan tingkat pertumbuhan yang menakjubkan.

Kesadaran bahwa manusia semakin penting peranannya bukan hanya sebagai objek, tetapi subjek pembangunan telah mewarnai konsep-konsep pembangunan yang berkembang belakangan ini. Hal ini dipengaruhi pula oleh kekecewaan terhadap hasil pembangunan yang terlalu tersandar pada konsepsi pembangunan pada masa sebelumnya.

Salah satu harapan atau anggapan dari aliran teori pertumbuhan adalah bahwa hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarakat sampai lapisan yang paling bawah. Namun pengalaman dalam tiga dasa warsa (1940-1970) menunjukkan bahwa yang terjdi adaalah rakyat dilapisan bawah tidak senantiasa menikmati cucuran hasil pembangunan seperti yang diharapkan itu. Bahkan dibanyak negara kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh karena meskipun pendapatan dan konsumsi makin meningkat, kelompok masyarakat yang lebih mampu dan sudah baik keadaannya lebih dapat memanfaatkan kesempatan, antara lain karena posisinya yang menguntungkan (privileged), sehingga memperoleh semua atau sebagian besar penghasilan pembangunan. Dengan demikian, yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin bahkan dapat menjadi lebih miskin.

(31)

dan tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi-potensi manusia. Paradigma ini memberi peran pada individu bukan sebagai objek, melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhasan setempat.

Dalam perkembangan pemikiran mengenai strategi pembangunan, yang terakhir dan sekarangpun masih berkembang, adalah paradigma pembangunan manusia. Menurut pendekatan ini, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur panjang. Walaupun tujuan ini sederhana, namun sering terlupakan oleh keinginan untuk meningkatkan akumulasi barang modal. Banyak pengalaman pembangunan menunjukkan bahwa kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tidaklah terjadi dengan sendirinya. Pengalaman-pengalaman tersebut mengigatkan bahwa pertumbuhan produksi dan pendapatan (wealth) hanya merupakan alat saja, sedangkan tujuan akhir dari pembangunan harus manusianya sendiri.

(32)

Manusia (Human Development Index). Indeks ini merupakan indikator komposit/gabungan yang terdiri dari tiga variabel, yaitu; kesehatan, pengetahuan (knowledge), dan tingkat pendapatan perkapita (sebagai variabel living standars).

Kompetensi kerja dikembangkan mengacu kepada konsep kinerja. Kinerja berasal dari kata Job Performance/Actual Performance yaitu prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang, “ performance is the ability to perform, capacity achieve and desire result”. (Webster third, New International

Dictionary, 1996). Kinerja adalah sesuatu yang dicapai/prestasi yang dicapai.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1985).

Kinerja adalah penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak, ritme atau urutan kerja yang sesuai dengan prosedur sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat berkualitas, kecepatan dan jumlah”. Groundloud dalam bukunya “Human Competence Engineering Worthly Performance” dikutip Arif Rahman (1997;26).

Dalam mengendalikan kinerja (performance) karyawan, P. Drucker (1977:237-242) mengemukakan bahwa bekerja mempunyai lima dimensi. Pertama, dimensi fisiologis; manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam

(33)

diantara sesama karyawan, situasi yang menyebabkan perpecahan diantara sesama karyawan dapat menurunkan kinerja baik secara individu maupun kelompok. Keempat, dimensi ekonomi; bekerja adalah suatu kehiduapn bagi karyawan.

Imbalan jasa yang tidak memadai dapat menghambat atau memacu karyawan untuk berprestasi tergantung pada bagaimana karyawan menanggapi permasalahan itu. Kelima, dimensi keseimbangan. Dalam hubungan ini keseimbangan antara apa yang diperoleh dari pekerjaan dengan kebutuhan hidup akan memacu seseorang untuk berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan akan sebaliknya. Dimensi ini disebut juga sebagai dimensi kekuasaan pekerjaan, karena ketidakseimbangan dapat menimbulkan konflik yang dapat menurunkan kinerja.

Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Anwar Prabu, 2004;67). Kinerja disejajarkan pengertiannya dengan performance; Performance = ability x motivation. Dengan indikatior; (1) quality of work (memiliki kualitas kerja yang

baik), (2) promptness (memiliki ketepatan waktu) (3) initiative (memiliki inisiatif), (4) Capability (memiliki kemampuan yang memadai) (5)

Communication (memiliki kemampuan berkomunikasi) (Terence R. Mitchell,

(34)

GAMBAR 1.1

(35)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami hubungan antara bab dengan bab yang lainnya, maka sistematika penulisan disertasi ini dapat dijabarkan secara singkat, sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan: latar belakang, indentifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan asumsi yang digunakan, metodologi serta sistematika penyajian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini, diuraikan tentang: teori pengembangan sumber daya manusia, teori tentang kinerja, teori pendidikan kritis, teori pembelajaran, teori berkenaan dengan manajemen pelatihan, serta hasil penelitian yang relevan. BAB III : PROSEDUR PENELITIAN

Berisi gambaran umum kebijakan ketenaga kerjaan Kota Bekasi, dan data-data lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Selain itu pada bab ini juga akan dibahas tentang metodologi penelitian, yang terdiri dari instrumen penelitian, design, pengumpulan dan pengolahan data dan analisis kuantitatif terutama dalam uji model.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi deskripsi tentang data sebagaimana focus kajian dan permasalahan, serta menjawab pertanyaan penelitian, yang mencakup: Karakteristik kompetensi kerja calon tenaga kerja Kota Bekasi sebelum mengikuti pelatihan; pelatihan yang paling sering diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja tenaga kerja di Kota Bekasi; model pelatihan yang dipandang tepat dan memiliki keunggulan dalam meningkatkan kompetensi kerja calon tenaga kerja di Kota Bekasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, tujuan, subjek penelitian, dan karakteristik data, maka pendekatan yang tepat untuk memperoleh data tentang kondisi objektif penyelenggaraan pelatihan yang diterapkan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Bekasi adalah studi kasus (case study) yang merupakan bagian dari metode kualitatif. Pemilihan pendekatan tersebut didasarkan pula atas alasan bahwa penelitian ini bermaksud mengembangkan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi. Mengingat sifat data dan fokus penelitian ini, maka digunakan desain penelitian kualitatif.

Perencanaan penelitian ini berisi skema atau program penelitian yang bersifat out line tentang apa yang harus dilakukan peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Sedangkan strukturnya memuat skema, paradigma-paradigma variable operasional, dan melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural tujuan penelitian ini. Dalam memperoleh data dilakukan eksplorasi, yaitu menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mendalam, dan pengamatan mengenai penyelenggaraan pelatihan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Bekasi.

(37)

kelemahan, peluang, dan tantangan atau hambatan. Kekuatan adalah kemampuan internal sebuah organisasi yang memajukan tujuan organisasi. Kelemahan merupakan kebalikan kekuatan, yakni adanya pembatasan penyelesaian tujuan organisasi. Peluang adalah keadaan atau situasi eksternal yang menawarkan perubahan organisasi untuk mencapai atau melampaui tujuannya. Tantangan atau hambatan adalah situasi eksternal yang berpotensi menciptakan masalah, kerusakan organisasi, atau membahayakan kemampuan dalam mencapai tujuan.

Analisis SWOT menyediakan informasi yang dapat menyiapkan dasar pengambilan keputusan dan tindakan yang apabila diterapkan secara efektif akan memungkinkan ketercapaian tujuan. Analisis SWOT juga memungkinkan penemuan peluang-peluang masa depan ketika melawan tantangan dan persoalan-persoalan, dan juga menemukan stratgei pada kompetensi dan kekuatan khusus.

Penemuan pengembangan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (R & D) dengan pendekatan kualitatif. Berpedoman kepada prosedur penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1989,2003), maka langkah-langkah penemuan model dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut.

1. Tahap Studi Pendahuluan

(38)

a. model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi;

b. karakteristik kompetensi calon tenaga kerja Kota Bekasi sebelum mengikuti pelatihan;

c. perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan hasil pelatihan tenaga kerja di kota Bekasi.

2. Tahap Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan berkenaan dengan berbagai teori yang dijadikan landasan pemikiran dalam melaksanakan penelitian. Secara terinci kegiatan ini meliputi:

a. Mengadakan pengkajian terhadap teori-teori umum yang akan digunakan sebagai sandaran dalam pengembangan pendidikan luar sekolah yang meliputi: teori pendidikan, teori pengembangan sumber daya manusia, dan pemberdayaan masyarakat.

b. Mengkaji dan menetapkan teori-teori pokok sebagai sandaran pengembangan model, meliputi: teori sistem, teori pelatihan, teori kompetensi, teori pengembangan sumber daya manusia Indonesia, teori belajar, dan teori evaluasi.

(39)

3. Tahap Penyusunan Model Konseptual

Model konseptual merupakan rancangan model pelatihan yang diterapkan dalam meningkatkan kompetensi kerja di kota Bekasi yang dirancang berdasarkan tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Melakukan analitis komparatif antara kerangka teoritik yang relevan dengan temuan model di lapangan.

b. Menjabarkan kerangka teoritik ke dalam model yang akan dikembangkan. c. Menetapkan fokus kajian pengembangan model, yang meliputi: sistem

pelatihan, model pelatihan peningkatan kompetensi kerja, dan sistem evaluasi pelatihan.

d. Menyusun kerangka rancangan model konseptual

e. Memantapkan intsrumen penelitian dan pengembangan model.

f. Menyusun dan menetapkan kerangka model analisis dalam rangka penelitian dan pengembangan.

4. Tahap Verifikasi Model

a. Melakukan validasi teoritis model konseptual kepada para pembimbing dan para ahli.

b. Melakukan validasi kelayakan model kepada para praktisi dan pemerhati pendidikan.

(40)

kuasi eksperimen (eksperimen semu) dengan model pretest-postest design

dengan satu macam perlakuan. Secara skematik digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

E = simbol untuk kelompok eksperimen

Dalam uji coba pada model ini, sebelum memulai perlakuan, kelompok uji coba diberi tes awal atau pre test untuk mengukur kondisi awal (O1). Sesudah selesai perlakuan kelompok ini diberi tes lagi sebagai pos test (O2). Berdasarkan skema di atas, efektivitas perlakuan ditunjukkan oleh perbedaan antara (O1 – O2). Desain uji lapangan dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi. Oleh karena itu, materi uji yang diberikan pada treatment berupa aspek-aspek aspek-aspek performance yang dikemukakan kinerja Mitchell (1978:343) yakni sebagai berikut : 1) quality of work, 2) promptness (ketepatan waktu), 3) initiative, 4)

capability (kesanggupan/kemampuan), 5) communication. Kelima aspek

tersebut di atas dapat dijadikan patokan dalam mengkaji tingkat kinerja tenaga kerja.

(41)

d. Melakukan analisis prediktif dan sistemik terhadap hasil uji coba terbatas untuk menguji: kelayakan sistem model pengembangan yang akan diterapkan, kelayakan fokus kajian pengembangan, kelayakan kerangka model, dan kelayakan instrumen penelitian dan pengembangan model.

5. Tahap Implementasi Model

a. Mengorganisasi dan mengondisikan kelompok perlakuan (tenaga kerja). b. Sosialisasi dan orientasi model pengembangan kepada kelompok

perlakuan.

c. Mengadakan pengukuran terhadap kondisi awal karakteristik kelompok perlakuan.

d. Penerapan model

1) Dalam proses penerapan model, penulis bekerja sama dengan nara sumber teknis, dosen pembimbing, serta fasilitator ahli bergabung bersama tim (team teaching) menerapkan model yang telah divalidasi.

2) Kegitan yang dilakukan merujuk kepada fokus pengembangan model yang meliputi: analisis dan kerangka sistem pelatihan berbasis kinerja, manajemen pengembangan model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja dan strateginya, pembelajaran model pelatihan, serta model evaluasi pelatihan.

(42)

4) Setelah penerapan model dan melakukan pengkajian, maka penulis melakukan revisi model yaitu melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap rancangan dan implementasi model dengan melibatkan peneliti dan tim ahli serta para praktisi. Aspek-aspek yang akan diteliti pada tahap ini adalah:

a. dampak secara kelembagaan, yang meliputi: (1) terwujudnya suatu model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi yang efektif dan inovatif; (2) aplikasi pola evaluasi dan pengembangan pelatihan.

b. Dampak secara individu meliputi: (1) terbentuknya kompetensi kerja yang siap bersaing di dunia kerja; dan (2) meningkatnya keterampilan dan kemandirian peserta pelatihan.

5) Mengukur kondisi saat ini mengenai karakteristik peserta pelatihan setelah diberi perlakuan.

6. Tahap Evaluasi dan Pengembangan Model

(43)

Penilaian program adalah kegiatan yang sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data atau informasi sebagai bahan dalam pengambilan keputusan mengenai suatu program. Yang dimaksud dengan program dalam penelitian ini adalah model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja. Keputusan yang akan diambil akan menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni menghentikan model, memperbaiki model, melanjutkan model, dan memperluas atau mengembangkan model.

7. Tahap Analisis Hasil Implementasi

Hasil implementasi model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja akan digunakan untuk hal-hal berikut ini.

a. Merekomendasikan temuan hasil pengembangan model agar dibakukan sebagai model inovasi bagi pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja di Kota Bekasi.

(44)

Untuk memperjelas uraian di atas, berikut ini penulis sajikan dalam bentuk bagan berikut ini.

Gambar 3.1 Mekanisme Kegiatan Penelitian

STUDI PENDAHULUAN

(IDENTIFIKASI KAJIAN EMPIRIK DAN TEORI)

DESAIN PENELITIAN

PENGEMBANGAN

INSTRUMEN

PENGEMBANGAN

MODEL KONSEPTUAL

VALIDASI MODEL

UJI COBA MODEL REVISI MODEL

EVALUASI HASIL UJI COBA

LAPORAN PENELITIAN PENYEMPURNAAN MODEL

PEMBELAJARAN

KONSEPTUAL

PRAKTISI PAKAR

(45)

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian mengacu pada pendekatan kualitatif. Teknik berkenaan dengan bagaimana penelitian ini dilakukan dan bagaimana masalah-masalah itu dijawab dengan prosedur yang ada.

Dalam mengumpulkan data untuk keperluan penelitian, ada beberapa hal yang terkait, yakni sarana dan prasarana yang diperlukan, instrumen yang digunakan, jenis data yang dikumpulkan, teknik pengumpulan data yang digunakan, dan subjek-subjek yang terkait dalam proses pengumpulan data.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain alat tulis, catatan lapangan, alat perekam, kamera, dan alat-alat lain yang mendukung.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang dikembangkan dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap penelitian, yaitu: (a) pedoman wawancara, (b) pedoman observasi, (c) pedoman studi dokumentasi, (d) angket; dan (e) tes untuk evaluasi hasil uji coba model pada kelompok eksperimen yang diterapkan pada tahap uji coba untuk mengukur peningkatan kompetensi kerja sebagai dampak penerapan model.

(46)

pengembangan, dan ujicoba. Dari setiap tahapan penelitian dipilih teknik pengumpulan data tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing.

1. Dalam studi pendahuluan, penulis menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan kajian literature (literature review). Wawancara digunakan untuk mengungkap kondisi penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi, kebutuhan model yang diharapkan, dan rancang bangun atau lingkup isi draft model.

2. Observasi digunakan untuk melihat kondisi penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja dan pola penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja, dan pelaksanaan ujicoba draft model.

3. Dokumentasi digunakan di samping untuk melengkapi dan cross check data hasil wawancara dan observasi juga digunakan untuk mengungkap ketersediaan bahan/dokumen yang ada, sesuai dengan tahapan proses pembelajaran (tahapan perancangan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran), pembelajaran dimaknai sebagai pelayanan pelatihan dan bimbingan kompetensi kerja kepada peserta pelatihan (subjek).

Tahapan pengembangan model dilakukan dengan uji coba tahap satu dan uji coba tahap dua dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket, observasi, dan tes.

(47)

data melalui angket berlangsung dengan sistematis, maka penulis menyiapkan kisi-kisinya sebagai berikut.

TABEL 3.1 Kisi-Kisi Angket

TOPIK PERTANYAAN DESKRIPSI KET.

Arti pelatihan tenaga kerja Dasar pertimbangan pelatihan

Misi, visi, dan tujuan peltihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Jumlah personel/pengelola pelatihan tenaga kerja

Pengembangan kemampuan pengelola program pelathan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Jenis program yang dikembangkan pada program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Dasar penetapan jenis program pelatihan tenaga kerja Potensi wilayah kerja dalam mendukung program pelatihan tenaga kerja

Sasaran program pelatihan tenaga kerja

Prioritas sasaran program program pelatihan tenaga kerja Jumlah sasaran program yang telah dan sedang mengikuti program pelatihan tenaga kerja

Karakteristik sasaran program pelatihan tenaga kerja Kurikulum program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Pencapaian kurikulum program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi

Hambatan dan tantangan yang dihadapi pada program pelatihan tenaga kerja di BLKN Kota Bekasi saat ini

(48)

TABEL 3.2 KISI-KISI OBSERVASI

NO ASPEK YANG DIOBSERVASI DESKRIPSI KET.

Kebenaran tempat dan alamat

Keberadaan program yang dikembangkan di BLKN Kota Bekasi

Keberadaan jenis program unggulan BLKN Kota Bekasi

Keberadaan sasaran program BLKN dengan karakteristik masyarakat

Keadaan sarana dan prasarana BLKN Kota Bekasi

Pelaksanaan program life skills

Beberapa lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan program BLKN

Administrasi BLKN Lokasi pelatihan di BLKN 10 Proses pelatihan.

(49)
(50)

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi Tahun 2008. Dinas tersebut dijadikan lokasi penelitian berdasarkan pada berbagai pertimbangan yaitu sebagai berikut. a. Berdasarkan studi pendahuluan dan pengalaman penulis sebagai kepada

dinas tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi memiliki karakteristik yang dinamis.

b. Adanya harapan dan motivasi yang tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan penghasilan melalui berbagai kegiatan pelatihan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi.

c. Tersedianyan potensi lokal yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk memberdayakan masyarakat dan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan SDM tenaga kerja di Kota Bekasi. Potensi local tersebut adalah pemberdayaan masyarakat dalam bidang counter HP. Di samping pendidikan formal yang harus ditempuh perlu kiranya adanya sarana dan prasarana pelatihan yang memadai untuk menambah pengetahuan dan keterampilan praktis, baik yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh swasta / masyarakat.

(51)

Sesuai dengan fokus penelitian ini yaitu pengembangan model konseptual pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi, sumber utama sebagai subjek dalam penelitian ini adalah peserta pelatihan keterampilan kerja kejuruan elektronik di bidang service handphone di Disnakertrans Kota Bekasi sebanyak 20 warga belajar, Pejabat Pelaksana Teknis, Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Penempatan dan Pelatihan, Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, dan tutor.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Merujuk pada kerangka penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang dikemukakan Borg ang Gall (1989, 2003), penelitian ini

(52)

Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan Research and Development menurut Borg and Gall (1979 :626) meliputi :

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan informasi). 2. Planning (perencanaan).

3. Develop preliminary from of product ( mengembangkan produk awal).

4. Preliminary field testing (pengujian lapangan awal). 5. Main product revision (revisi pada produk utama). 6. Main field testing ( Pengujian lapangan utama).

7. Operational product revision (revisi produk operasional). 8. Operational field testing (pengujian lapangan operasional). 9. Final product refision (revisi produk akhir).

10. Dissemination and distribution (diseminasi dan distribusi).

Prosedur yang ditempuh agar mendapatkan data yang akurat dalam penelitian kualitatif, dilakukan dengan tahapan berikut ini. (1) pra lapangan; (2) kegiatan lapangan; dan (3) analisis intensif (Bogdan, 1972; Moleong, 1990). Atas dasar prosedur atau tahapan yang dikemukakan ahli penelitian kualitatif itu, maka prosedur atau langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut:

a. Tahap Pra Lapangan

Kegiatan pra lapangan dilakukan dengan:

1) studi penjajagan ke arah fokus perumusan penelitian;

(53)

3) menyusun kerangka konseptual pengembangan bersamaan dengan analisis data;

4) menyusun kerangka pokok acuan pelaksanaan penelitian sejak penyusunan proposal penelitian; dan

5) mengurus perizinan untuk melakukan penelitian. b. Tahap Orientasi Lapangan

Kegiatan orientasi lapangan diisi dengan langkah-langkah:

1) mengadakan koordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang dalam pelaksanaan penelitian;

2) mengumpulkan data awal secara intensif melalui studi observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk dijadikan data dasar dalam merumuskan strategi pengembangan program dan penentuan lokasi; dan 3) melakukan penentuan lokasi penelitian dengan cara mengadakan

pertemuan dengan dengan key informan dan pejabat berwenang.

c. Penyusunan Program Kerja Penelitian

Penyusunan program kerja penelitian yang dilakukan peneliti adalah:

(54)

2) merumuskan pengembangan program sebagai hasil penelitian, yaitu penyusunan model pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kerja yang mengacu kepada hasil penelitian lapangan dan kajian teoritik sebagai landasan model yang dapat dikembangkan;

3) melakukan sosialisasi program hasil penelitian untuk memperkenalkannya kepada para subjek penelitian sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada peneliti; dan

4) menentukan dan menunjuk salah seorang tutor yang akan melakukan uji coba model.

d. Implementasi Penelitian Lapangan

Kegiatan implementasi penelitian ini di lapangan adalah:

1) tindakan yang dilakukan oleh para pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing berdasarkan tanggung jawab dan kewenangannya;

2) menginterpretasikan, menganalisis, dan memprediksi data dan informasi yang telah diperoleh;

3) memulai menulis laporan dengan selalu berupaya untuk melengkapi dan memperbaharui data (check dan recheck), serta mengadakan trianggulasi dan member check hingga penelitian ini berakhir; dan

(55)

e. Evaluasi Dampak

Evaluasi dampak yang merupakan kegiatan akhir penelitian dilakukan melalui observasi partisipasi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana efektivitas model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi kerja dapat dikembangkan.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama untuk menjaring data dan informasi dengan menggunakan teknik observasi, studi dokumentasi, dan wawancara. Instrumen manusia dalam penelitian kualitatif sangat relevan karena selaras dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Nasution, 1992: 55-56) berikut ini.

1) Manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi penulis.

2) Manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan.

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia manusia tidak dapat diapahami dengan pengetahuan semata-mata.

5) Peneliti sebagai instrument dapat dengan segera menganalisis data yang diperoleh.

6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

7) Manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian.

(56)

pengembangan model. Yang diobservasi adalah mekanisme kerja yang telah ditetapkan dalam prosedur implementasi penelitian. Wawancara tidak terstruktur dilakukan terhadap pejabat terkait, yaitu Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi, Kepala Bagian Pelatihan dan Penempatan.

Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan dan berlangsung dalam dua tahap.

Pertama, pada tahap studi pendahuluan; analisis dilakukan terhadap

penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja di Kota Bekasi yang telah dan sedang dilaksanakan melalui teknik SWOT berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.

Kedua, hasil observasi dan wawancara dianalisis melalui langkah-langkah:

membuat catatan lapangan, membuat kode, mereduksi data, mengorganisasikan, memilah-milah data ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola-pola, mengungkap dimensi esensial dari temuan penelitian, dan membuat deskripsi hasil penelitian (Bogdan dan Biklen (1992:153). Model analisis data kualitatif mengacu kepada pendapat Miles dan Huberman (1992: 16) yang mengemukakan langkah analisis data yang terdiri atas tiga alur, yakni: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hal yang sama pun diungkapkan Nasution (1988:129-130), yang mengemukakan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi Data: data yang diperoleh di lapangan ditulis/ditik dalam bentuk uraian atau laporan terperinci. Laporan yang disusun kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicarikan temanya.

(57)

3. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi: peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diproses melalui reduksi dan display data.

Proses mereduksi data merupakan langkah analisis melalui proses pemilihan, memfokuskan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan sejak peneliti memasuki wilayah penelitian sampai pada akhir penelitian.

Demikian pula halnya pada saat pengumpulan data berlangsung. Penulis senantiasa melakukan reduksi data melalui kegiatan: membuat ringkasan, membuat kode, menelusuri kode, dan lain-lain. Proses reduksi pada penelitian ini merupakan langkah analisis dalam memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. Proses reduksi juga dalam rangka memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau yang bertentangan dengan fokus penelitian.

Data yang telah dipilah, kemudian disajikan dalam deskripsi penyajian data yang dibentuk dalam format teks naratif, tabel, matrik, bagan, dan lain-lain. Data-data tersebut diselaraskan dengan melihat keterkaitan antara data penelitian yang terkumpul dengan penarikan kesimpulan. Dengan demikian, proses abalisis data dalam penelitian ini dapat dilakukan berulang kali, kontinyu, dan berkesinambungan.

(58)

Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis pendalaman kajian (verstegen). Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian, maka dilakukan prosedur sebagai berikut:

1. Tahap Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk deskripsi yang terintegrasi 2. Tahap Komparasi

Tahap komparasi merupakan proses membandingkan hasil analisis data yang telah dideskripsikan dengan interpretasi data untuk menjawab problematik penelitian yang diajukan. Dengan demikian data yang diperoleh melalui deskripsi akan dibandingkan dan dibahas berdasarkan landasan teori.

3. Tahap Penyajian Hasil Penelitian

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

(60)

sangat sedikit. Tingkat kehadiran peserta selama proses pelaksanaan pelatihan sebagai salah satu indikator partisipasi peserta dalam kegiatan menurut para pelaksana kegiatan cukup baik dan jika diprosentasekan menurutnya dapat dikatakan melebihi 80 kehadirannya dalam setiap kegiatan. Menurut pengelola dalam proses pelatihan peserta kegiatan sangat merespon setiap materi atau bahan latihan yang diberikan/disampaikan oleh nara sumber atau pembimbing kegiatan. Bentuk-bentuk respon peserta menurutnya antara lain; mengajukan pertanyaan, tanggapan, dan atau usulan sehingga kegiatan pelatihan yang dilaksanakan tidak menjenuhkan.

(61)

menerapkan model pelatihan tersebut dengan sebaik-baiknya. Kondisi tersebut menjadi bukti bahwa model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja pada program pelatihan keterampilan kerja kejuruan elektronik di bidang service handphone di Disnakertrans Kota Bekasi yang dikembangkan tersebut telah mampu menjembatani proses belajar antara warga belajar dengan pengelola pelatihan.

(62)
(63)

(a) tahap perencanaan, meliputi; kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, merumuskan dan mengadakan kontrak belajar, merumuskan materi belajar, dan merumuskan/ memilih alat dan media belajar (HP dari berbagai jenis dan merek, tingkat kerusakan yang berbeda-beda, serta fasilitas pendukung lainnya).

(b) tahap pelaksanaan, meliputi; a) menciptakan iklim pelatihan yang kondusif sehingga terjalin interaksi aktif antara sumber belajar dengan peserta program, dan b) sumber belajar dan peserta program mengisi kegiatan pelatihan dengan relaks dan menyenangkan.

(c) tahap evaluasi; sumber belajar maupun peserta program sama-sama melakukan kegiatan evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pelatihan sehingga kegiatan evaluasi benar-benar bertumpu peserta program; dan (d) membahas dampak model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan

(64)

B. Rekomendasi

Berkaitan dengan temuan analisis data, model temuan penelitian, dan teoriteori yang digunakan sebagai landasan penelitian dengan ini direkomendasikan dan disarankan sebagai berikut.

1. Rekomendasi bagi Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah

Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis.

(65)

sebab itu, program PLS harus mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha. Masalah tersebut juga dialami oleh sebagian lulusan warga belajar binaan Disnakertrans masih sangat bergantung kepada pihak lain, karena upaya pembinaan kompetensi kerja calon tenaga kerja menjadi bagian penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial.

Penelitian ini merekomendasikan perlunya pembinaan kompetensi kerja sebagai sasaran yang harus mendapatkan perhatian melalui pengembangan pelatihan yang berorientasi pada pemerolehan kecakapan hidup di berbagai Disnakertrans.

Pendidikan kecakapan hidup sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah memerlukan proses transformasi yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari melalui proses pelatihan dan penumbuhan kompetensi kerja agar terbentuk warga belajar yang inovatif, mandiri, dan mampu menciptakan peluang kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menjadi pionir pembangunan masyarakat sekitar. Di sinilah PLS memerlukan kekayaan model pendidikan yang aplikatif agar terbentuk warga belajar yang produktif. Pengembangan model pelatihan tenaga kerja dalam meningkatkan kompetensi kerja berkaitan dengan konsep PLS dalam rangka turut serta membina warga masyarakat agar memiliki kemandirian hidupnya di masyarakat.

2. Rekomendasi untuk Penerapan Model Temuan Studi

Gambar

Gambar Halaman
Grafik Halaman
Tabel 4.8
GAMBAR 1.1 PARADIGMA PELATIHAN TENAGA KERJA DALAM  MENINGKATKAN
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sokhib dimana beliau adalah sebagai tokoh di Desa Pasuruhan Lor berpendapat bahwa jual beli bulu angsa yang terjadi di Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kabupaten

untuk mengatur arah dari alur program sesuai dengan kondisi yang

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan koordinator KIA, dimana sebagian besar responden yang mendapatkan skor kurang dari rata-rata, dalam penerapan fungsi pengarahan

Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, dkk (2007) hanya membahas tentang permasalahan dan konflik, lalu disertai dengan strategi penyelesaian konflik, sedangkan

dimiliki oleh Presiden mengakibatkan tidak terjadinya check and balances pada lembaga-lembaga negara, dan akhirnya mengakibatkan terpusatnya kekuasaan di tangan satu

Ikan dan udang yang ditemukan di sungai Ciporeang lebih bervariasi jenisnya dibandingkan sungai Cipangisikan, hal ini disebabkan keadaan muara sungai Ciporeang yang

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri, salah satunya dengan melakukan pelayanan antenatal care terhadap ibu hamil dengan

Nilai Mean Square Error (MSE) pendugaan area kecil dengan menggunakan pemulusan Kernel pada pola hubungan yang tidak linier relatif lebih kecil dibandingkan metode parametrik