• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI REMPAHREMPAH YANG DITANGGUHKAN PADA TINGKAT HARGA TERTINGGI : STUDI KASUS DI DESA SOMBRO KECAMATAN SOOKO KABUPATEN PONOROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI REMPAHREMPAH YANG DITANGGUHKAN PADA TINGKAT HARGA TERTINGGI : STUDI KASUS DI DESA SOMBRO KECAMATAN SOOKO KABUPATEN PONOROGO."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

REMPAH-REMPAH YANG DITANGGUHKAN PADA TINGKAT HARGA

TERTINGGI

(Studi Kasus di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo)

SKRIPSI

Oleh

Ayub Mustakim Kabarudin

NIM : C02208094

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

REMPAH-REMPAH YANG DITANGGUHKAN PADA TINGKAT HARGA

TERTINGGI

(Studi Kasus di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Pogram Serjana Sastra Satu

Ilmu Syariah Dan Hukum

Oleh :

Ayub Mustakim Kabarudin

NIM : C02208094

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(3)
(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko pada umumnya sama dengan jual beli yang terjadi pada kebanyakan desa lainnya. Namun, untuk jual beli dalam jumlah barang yang bisa dikatakan banyak, warga memakai cara yang berbeda, yakni: jual beli dengan sistem penangguhan harga. Karena jual beli ini memakai sistem penangguhan, maka pembayaran tidak dilakukan pada saat terjadi jual beli, melaikan selang beberapa waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dimana dalam praktek jual beli ini, penjual mendatangi pembeli untuk menawarkan barang dagangannya, setelah terjadi kesepakatan dari kedua belah pihak, kemudian Rempah-rempah akan diambil pedagang untuk selanjutnya diproses. Sedang mengenai harga, yang dibayarkan akan dikalikan dengan harga tertinggi dari harga Rempah-rempah, sesuai kesepakatan awal.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwaperistiwa yang terjadi pada kelompok masyarakat. Sehingga penelitian ini juga bisa disebut penelitian kasus/study kasus (case study) dengan pendekatan deskriptif kualitatifDalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah field research dan metode pengumpulan datanya adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode diskriptif analisis.

Pada akhirnya hasil penelitian ini berkesimpulan: dalam pelaksanaan jual beli dengan sistem penangguhan harga nyatanya sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo. Penangguhan waktu

pembayaran sebenarnya diperbolehkan dalam hukum Islam, Imam Syafi’i dalam

kitabnya Al-Umm jilid IV menjelaskan diperbolehkan penangguhan waktu akan tetapi waktu dalam batasan yang jelas. Sedang dalam perjanjian jual beli Rempah-rempah yang dilakukan antara penjual dengan pembeli terdapat rukun yang tidak terpenuhi, yaitu batalnya akad karena ketidak ridhaan dari pembeli. Kemudian dalam hal pembayaran yang harus ditangguhkan pada tingkat harga tertinggi, yang belum diketahui besarannya. Jual beli semacam itu menimbulkan kerugian pada pihak pembeli, yaitu tidak adanya kepastian dan berakibat pada resiko penipuan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xii

PERSEMBAHAN………..xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

(8)

I. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI ... 19

A. Pengertian Jual Beli ... 19

B. Dasar Hukum Jual Beli(Perdagangan) ... 21

C. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 26

D. Macam-macam Jual beli ... 28

E. Jual Beli Dengan Sistem Penangguhan Harga ... 32

BAB III PRAKTIK JUAL BELI REMPAH-REMPAH DI DESA SOMBRO KECAMATAN SOOKO KABUPATEN PONOROGO ... 37

A. Gambaran Umum Tentang Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo ... 37

1. Letak geografis ... 36

2. Keadaan Demografis ... 40

3. Keadaan Sarana Dan Prasarana ... 41

4. Perekonomian Rakyat ... 41

5. Agama Masyarakat ... 43

B. Sejarah Singkat Desa Sombro Kecamatan Sooko ... 44

C. Pelaksanaan Jual Beli Rempah-Rempah Dengan Sistem Penangguhan Harga Tertinggi di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo ... 47

(9)

A. Analisis Terhadap Sistem Pelaksanaan Jual Beli Di desa Sombro

Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo ... 56

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pelaksanaan Jual Beli Di desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo ... 63

BAB V PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(10)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hukum alam manusia harus hidup beserta kelompok-kelompoknya dan juga harus beragama, karena agama merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dalam menjalani hidup ini. Agama Islam sebagai agama penyempurna agama-agama sebelumnya dan sebagai petunjuk jalan yang terang untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama Islam bukanlah agama yang kaku dan keras, melainkan agama yang hidup untuk menjayakan umat penganutnya dan untuk meluaskan sayapnya diseluruh

permukaan bumi, dengan semboyan “ rahmatan lil ‘alamin ”.1

Allah tidak mempersulit hamba-Nya dalam agama, hanya manusia harus berfikir dan memikirkan sesuatu dalam bidang kemanfaatan agama sebagai umat manusia.

Umat manusia diciptakan oleh Allah hanyalah untuk menyembah-Nya semata. Konsekuensi dari fitrah manusia tersebut adalah hidup manusia hanyalah untuk beribadah kepada Allah semata dan semua aktivitas manusia harus diniati sebagai ibadah. Karena ibadah merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta dan menjadikan kita sebagai kholifah di muka bumi. Dengan memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

Sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan sejati akan dapat diraih dengan menjadikan Islam sebagai way of life dalam setiap aktivitas kehidupan. Aktivitas kehidupan manusia yang berkaitan dengan bagaimana memenuhi kebutuhannya yang terbatas dengan dihadapkan pada keinginan yang tidak terbatas serta sumber daya untuk memenuhi bersifat langka yang disebut sebagai ekonomi. Walaupun demikian manusia dalam aktivitas

1

(11)

2

ekonominya harus tetap menjauhkan diri dari kebatilan, kedholiman, ketidakadilan, intimidasi, membuat sesuatu ketidakpastian menjadi sesuatu kepastian dan sebagainya. Faktanya selama ini perbuatan-perbuatan yang harus dihindari tersebut masih banyak dipraktikkan dan bahkan sulit ditinggalkan dari perekonomian karena telah tumbuh subur dalam kehidupan ekonomi. Dengan demikian setiap aktivitas ekonomi juga harus diniati

sebagai ibadah kepada Allah SWT.2

Pada hakekatnya, di dalam paradigma ekonomi Islam telah diatur bagaimana hubungan-hubungan antara pelaku bisnis dalam perolehan keuntungan usaha ekonomi mereka agar dapat dilakukan secara wajar, sesuai kesepakatan di antara mereka dengan mengacu kepada al-Qur’an dan al -Hadis, Sesuai firman Allah dalam al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 112 yang berbunyi:

َِإ اوُفِقُث اَم َنََْأ ُة ل ذلا ُمِهْيَلَع ْتَبِرُض

ِسا لا َنِم ٍلْبَحَو ِه للا َنِم ٍلْبَِِ

Artinya: Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia....3

Banyak interaksi yang dilakukan manusia agar apa yang menjadi kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lainnya berlangsung. Hubungan ini dapat dilakukan dalam segala bentuk bidang kehidupan, baik itu politik, pertahanan, keamanan, pendidikan, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Di bidang ekonomi, banyak hubungan yang dapat dilakukan, diantaranya: utang-piutang, sewa menyewa, jual beli dan sebagainya. Seperti dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

2

Moch Nafik, Benarkah Bunga Haram?, (Jakarta: Amanah Pustaka, 2009). hal.1 3

(12)

3

َُمآ َنَِذ لا اَهُ ََأ اََ

ِلْدَعْلاِب بِتاَك ْمُكَْ يَ ب ْبُتْكَيْلَو ُوُبُتْكاَف ىّمَسُم ٍلَجَأ َلِإ ٍنََْدِب ْمُتَْ َاَدَت اَذِإ او

لا ِق تَيْلَو ُقَْلا ِهْيَلَع يِذ لا ِلِلْمُيْلَو ْبُتْكَيْلَ ف ُه للا ُهَم لَع اَمَك َبُتْكََ ْنَأ بِتاَك َبْأََ َََو

َََو ُه بَر َه ل

َوُ لُُِ ْنَأ ُعيِطَتْسََ ََ ْوَأ اًفيِعَض ْوَأ اًهيِفَس ُقَْلا ِهْيَلَع يِذ لا َناَك ْنِإَف اًئْيَش ُهِْم ْسَخْبَ َ

ْلِلْمُيْلَ ف

َأَرْماَو لُجَرَ ف ِْيَلُجَر اَنوُكََ َْل ْنِإَف ْمُكِلاَجِر ْنِم ِنََْديِهَش اوُدِهْشَتْساَو ِلْدَعْلاِب ُهُيِلَو

َنْوَضْرَ ت ْن ِِ ِناَت

َو اوُعُد اَم اَذِإ ُءاَدَهُشلا َبْأََ َََو ىَرْخُْلا اَُُاَدْحِإ َر كَذُتَ ف اَُُاَدْحِإ لِضَت ْنَأ ِءاَدَهُشلا َنِم

ََ

َأَو ِه للا َدِْع ُطَسْقَأ ْمُكِلَذ ِهِلَجَأ َلِإ اًيِبَك ْوَأ اًيِغَص ُوُبُتْكَت ْنَأ اوُمَأْسَت

ََأ َِْدَأَو ِةَداَه شلِل ُمَوْ ق

اَوُبُتْكَت ََأ حاَُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَ ف ْمُكَْ يَ ب اَهَ نوُرَِدُت ًةَرِضاَح ًةَراَِِ َنوُكَت ْنَأ َِإ اوُباَتْرَ ت

اوُدِهْشَأَو

ِإَف اوُلَعْفَ ت ْنِإَو ديِهَش َََو بِتاَك راَضَُ َََو ْمُتْعَ َاَبَ ت اَذِإ

ُه للا ُمُكُم لَعُ ََو َه للا اوُق تاَو ْمُكِب قوُسُف ُه ن

ميِلَع ٍءْيَش لُكِب ُه للاَو

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

(13)

4

hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan

lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah

mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.4

Utang-piutang (al-qardh) merupakan salah satu bentuk mu’amalah

yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Hadist) sangat kuat

menyerukan prinsip hidup gotong-royong seperti ini. Bahkan al-Qur’an

menyebut piutang untuk menolong atau meringankan orang lain yang membutuhkan dengan istilah ”menghutangkan kepada Allah dengan hutang baik”.5

Sewa-menyewa adalah salah satu bentuk transaksi ekonomi. Dalam Islam sewa-menyewa disebut dengan ijarah. Sewa-menyewa atau ijarah disini bukan hanya pemanfaatan barang tetapi juga pemanfaatan tenaga atau jasa

yang disebut upah-mengupah.6

Diantara sekian aspek kerjasama yang telah dipaparkan, maka ekonomi perdagangan termasuk salah satu diantaranya. Bahkan aspek ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerjasama dengan orang lain.

4

Ibid

5Ghufron A. Mas’adi,

Fiqh muamalah kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), 169 6

(14)

5

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Ba’i yakni

menukar sesuatu dengan sesuatu.7 Sedangkan menurut istilah yang dimaksud

dengan jual beli berarti menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satau pihak menukarkan ganti penukaran atas sesuatu yang dutukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (bentuk) ia berfungsi sebagai objek penjualan, bukan manfaatnya atau hasilnya. Sedangkan jual beli ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik benda itu ada dihadapan pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.8

Setiap orang dapat memilih usaha dan pekerjaan sesuai dengan bakat, keterampilan dan faktor lingkungan masing-masing. Salah satu bidang pekerjaan yang boleh dipilih sesuai tuntutan syari’at Allah dan Rasulnya. Pada prinsipnya hukum jual beli atau dagang dalam Islam adalah halal. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam al-Qura’an surah al-Baqoroh ayat 275 yang berbunyi:

اَب رلا َم رَحَو َعْيَ بْلا ُهّللا لَحَأَو

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”9

7Aliy asa’ad, Fathul Mu’in

, Jilid 2, (Kudus: Menara Kudus 2001), 158 8

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ( Jakarta: Rajawali Perss 2002), 67-69 9

(15)

6

Pertukaran barang dengan barang secara langsung maupun menggunakan alat-alat pembayaran dapat terjadi di pasar maupun toko melalui aktivitas perdagangan. Dalam melakukan kegiatan tersebut, dilakukan secara umum menurut kebutuhan dan ada pula yang dilaksanakan secara khusus, sehingga menjadi profesi. Selaku pedagang yang kemudian memiliki fungsi membeli, mengangkut dan menjual barang-barang kebutuhan masyarakat.

Setelah beberapa pemaparan mengenai jual beli diatas, maka penulis akan memaparkan sedikit permasalahan yang nantinya akan penulis bahas yakni, mengenai penangguhan pembayaran yang terjadi pada jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

Desa Sombro adalah Desa pertanian yang mayoritas penduduknya menggatungkan hidup pada hasil kebun terutama pada bidang rempah-rempah. Karena panen yang biasanya cenderung mendatangkan hasil yang lumayan besar serta kemungkian rempah-rempah yang dihasil panen tidak semua dipakai langsung. Maka hal ini berpengaruh pada proses jual beli yang ada.

Pada saat panen berlangsung biasanya para juragan mempunyai hasil panen menumpuk, solusi dari melimpahnya hasil panen tersebut disiasati para juragan dengan cara nimbun rempah-rempah.Pada saat dibutuhkan sebagai alat pemenuh kebutuhan primer ataupun dijual untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Karena hal tersebut sekarang dirasa kurang efektif bagi mereka. Maka para juragan mensiasatinya dengan cara menjual rempah-rempah dengan penangguhan harga, kepada pedagang yang dituju.

(16)

7

dalam praktek jual beli yang ada, khususnya oleh pedagang dan pembeli yang bersangkutan.

Ketika Transaksi jual beli antara penjual dan pembeli berlangsung, maka akan diiringi juga kesepakatan harga yang akan diberikan, dengan demikian petani sebagai penjual rempah-rempah dan tengkulak adalah sebagai pembelinya yang menjual barang secara grosir, karena petani tidak mampu menjual sendiri barang hasil panen karena keterbatasan waktu dan banyaknya jumlah barang yang di miliki, jika petani memiliki banyak hasil panen dan tidak segera diperjual belikan maka hasil bumi yang berupa rempah-rempah itu akan rusak, dengan demikian petani memberikan terlebih dahulu hasil buminya kepada tengkulak untuk diperjual belikan dan perjanjian awal harga ditentukan oleh petani yaitu jika harga dipasaran naik maka barang yang diberikan ikut naik. Misal harga rempah-rempah pada saat terjadi transaksi jual beli adalah Rp 10000; perkilo, penjual/petani mengambil bayaran satu bulan setelah transaksi jual beli atau pada waktu yang ditelah ditentukan. Namun, harga rempah-rempah mengalami penurunan menjadi Rp 6000; perkilo. Bukan Rp 6000; perkilo, yang akan diterima penjual/petani pada saat pembayaran, melainkan harga awal yakni Rp 10000; perkilo pembayaran tersebut mungkin dirasa wajar. Karena bagaimanapun pembeli/tengkulak mempunyai kewajiban memberi bayaran barang dagangan sesuai harga pada saat terjadi transaksi jual beli. Namun jika dikemudian hari yang telah ditentukan, harga mengalami kenaikan menjadi Rp 15000; perkilo. Maka penjual/petani akan memperoleh harga Rp 15000; perkilo sesuai dengan kesepakatan awal.10

Berangkat dari uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penulis,apakah sistem pelaksanaan jual beli dalam hal transaksi jual beli dengan penangguhan harga sudah sesuai dengan syari’at Islam?. Dalam hal ini, penulis mencoba menulisnya sebagai karya skripsi dengan judul:

”Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rempah-rempah Yang

10

(17)

8

Ditangguhkan Pada Tinkat Harga Tertinggi (Studi Kasus di Desa Sombro

Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa masalah pokok yang bisa dipelajari antara lain tentang:

1. Penangguhan harga Rempah-rempah

2. Harga yang tidak konsisten pada waktu pembelian maupun penjualan

3. Perjanjian awal yang hanya perjanjian pesanan Rempah-rempah yang akan di beli

4. Waktu yang ditangguhkan menjadi penentu kelangkaan barang dan kenaikan harga

5. Sistem penjualan secara borongan

6. Kerugian dan keuntungan yang tidak bisa diprediksi secara akurat

Masalah yang ada diidentifikasi masalah tersebut masih bersifat umum, maka diperlukan adanya pembatasan masalah yaitu tentang :

1. Pelaksanaan jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko

Kabupaten Ponorogo.

2. Tinjauan hukum islam terhadap jual beli rempah-rempah yang

dtangguhkan pada tingkat harga tertinggi di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

C. Rumusan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang tercakup dalam penelitian ini, dan agar tidak terjadi kekaburan dalam pembahasan nantinya maka berdasarkan latar belakang masalah, penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan jual beli rempah-rempah di Desa Sombro

Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo?

(18)

9

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada intinya adalah mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang diteliti ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.

Di antara skripsi yang sudah pernah membahas adalah skripsi yang ditulis oleh Ana Nuryani Latifah (tahun 2009) dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ketidakjelasan Waktu Penangguhan Pembayaran Dalam Perjanjian Jual Beli Mebel (Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Mebel

Antara Pengrajin Visa Jati di Jepara Dengan PT HMfurniture di Semarang)”.

Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa ketidakjelasan waktu penangguhan pembayaran dalam perjanjian jual beli mebel dikarenakan pihak perusahaan penerima barang harus menunggu pembayaran dari pihak asing, baru setelah nantinya pihak eksportir membayar kepada perusahaan penerima barang jadi akan membayar barang yang sudah dibuat oleh pengrajin. Akan tetapi pihak perusahaan penerima barang jadi tidak menyebutkan waktu pembayaran dalam perjanjian jual beli kepada pengrajin, sehingga pengrajin terkatung-katung menunggu pembayaran yang ditangguhkan dan tidak diketahui secara jelas waktunya. Dan pada akhirnya berakibat pada resiko penipuan terhadap pihak pengrajin, yang sangat merugikan pengrajin. Ketidakjelasan waktu penangguhan pembayaran dalam perjanjian jual beli tidak diperbolehkan dalam hukum Islam, karena hal itu merupakan suatu kedzaliman, dan cacatnya suatu perjanjian karena salah satu rukunnya tidak dapat terpenuhi.11

Skripsi yang disusun oleh Vivin Assyifa (tahun 2009) dengan judul: Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian

11

(19)

10

(Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam” Desa Ngawonggo Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten) dalam kesimpulanya diutarakan bahwa waktu penundaan pembayaran pada karyawan harian dikarenakan pemilik prima logam harus menunngu pembayaran dari pihak yang memesan logam pada pemilik logam, pemesan tidak memberikan batasan waktu yang jelas dan pada

akhirnya pemilik “prima logam” tertipu pada pemesan logam.

Penundaan pembayaran upah pada batasan waktu yang tidak jelas tidak diperbolehkan dalam hukum Islam karena hal itu merupakan suatu kedzaliman dan cacatnya suatu perjanjian karena salah satu rukunnya tidak dapat terpenuhi.12

Jika skripsi yang telah ada membahas tentang pelaksanaan jual beli dengan sistem penangguhan pembayaran dikarnakan pemilik harus menunngu pembayaran dari pihak pemesan, serta ketidak jelasan waktu penangguhan pembayaran dalam pembayaran upah karyawan harian, dan perjanjian jual beli mebel dikarenakan pihak perusahaan penerima barang harus menunggu pembayaran dari pihak asing. Atau setelah pihak eksportir membayar kepada perusahaan penerima barang barulah pembayaran diserahkan kepada pengrajin. Sehingga pada akhirnya pemilik tertipu pada pemesan. Namun tidak demikian halnya dengan skripsi yang akan penulis bahas. Penulis akan membahas jual beli dengan penangguhan harga. Selain itu permasalahan yang akan dibahas juga berbeda. Karena disini penulis akan membahas ketidak jelasan dalam pembayaran jual beli dengan sistem penangguhan harga dalam jual beli Rempah-Rempah yaitu di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo, sehingga penulis mencoba untuk membahas masalah tersebut agar terdapat kejelasan dalam hukum islam tentang permasalah yang masih runcing tersebut.

E. Tujuan Penelitian

12 Vivin Assyifa’,

Analisis Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembayaran Upah Karyawan Harian (Studi Kasus Di Industri Pengecoran Logam “Prima Logam” Desa Ngawonggo Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten). Surabaya: Perpustakaan Fakultas syari’ah IAIN Sunan

(20)

11

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan ilmiah yang di harapkan dapat ikut memperkaya

pengetahuan keislaman serta pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal perdagangan (muamalah)

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan jual beli rempah-rempah di

Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli

rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

F. Kegunaan Penelitian

Dengan ditulisnya skripsi ini penulis berharap dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Kegunaan dari segi teoritis

Sebagai upaya untuk menambah dan memperluas wawasan serta pengetahuan tentang jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo yang sesuai dengan hukum Islam, sehingga dapat dijadikan informasi bagi para pembaca dan menambah pengetahuan tentang hukum Islam.

b. Kegunaan dari segi praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan masukan sekaligus sumbangan kepada para pemikir hukum Islam untuk dijadikan sebagai salah satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa yang muncul di pemukaan yang belum diketahui status hukumnya serta berguna bagi penerapan ilmu di masyarakat untuk lebih mengerti dan memahami norma-norma bermuamalah secara jujur, baik dan benar.

(21)

12

Agar dapat dijadikan acuan dalam menelusuri, atau mengukur variabel dalam penelitian, maka berikut penulis sampaikan beberapa pengertian terkait

dengan yang dimaksud dalam penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS

HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI REMPAH-REMPAH YANG DITANGGUHKAN PADA TINGKAT HARGA TERTINGGI (Studi Kasus

di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo)”, yaitu:

1. Hukum Islam : Tinjauan tentang peraturan-peraturan

dan/atau ketentuan-ketentuan yang berdasarkan pada Al-Quran,hadist ataupun ijtihad para ulama fiqh terkait aspek jual beli gharar (semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan,petaruhan,dan perjudian).

2. Jual beli : Pertukaran harta (benda) dengan harta

berdasarkan cara khusus (yang diperbolehkan).

3. Rempah-rempah : Berbagai jenis hasil tanaman yg beraroma, sepeti

Jahe, Cengkih, Kunyit, Lengkuas, dan lain lain.

Sehingga tujuan utama dari definisi diatas yaitu memudahkan pembahasan tentang Analisis Hukum Islam Terhdapat Jual Beli Rempah-Rempah Di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo agar tidak melebar jauh dari bahasan yang sesungguhnya

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)

yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala atau

peristiwaperistiwa yang terjadi pada kelompok masyarakat. Sehingga penelitian ini juga bisa disebut penelitian kasus/study kasus (case study) dengan pendekatan deskriptif kualitatif.13 Jenis penelitian ini digunakan

13

(22)

13

untuk meneliti pelaksanaan jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 Maret 2014 sampai tanggal 9 Mei 2014, bertempat di balai Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo

3. Data Yang Dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis paparkan dihalaman sebelumnya, maka data yang dikumpulkan meliputi:

a. Data yang melatar belakangi sistem jual beli Rempah-rempah yang

ditangguhkan.

b. Data mengenai proses pelaksanaan jual beli Rempah-rempah, yang

meliputi:

1) Pelaksanaan sistem dari jual beli Rempah-rempah

2) Pelaksanaan akad, ketentuan waktu, dan jumlah pembayaran awal

(dp).

3) Masalah-masalah yang timbul, bentuk masalah dan cara

penyelesaiannya.

4. Populasi dan Sample

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.14 Setiap orang yang akan melakukan penelitian sudah barang tentu memiliki objek yang akan menjadi sasarannya, maka dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh komponen yang merupakan subyek yang terlibat secara langsung dalam proses jual beli di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo yaitu jual beli dengan penangguhan harga tertinggi.

b. Sampel

14

(23)

14

Karena tidak mungkin seluruh populasi diteliti, maka cukup digunakan sampel untuk menggeneralisasikan atau mengambil kesimpulan dari populasi.15 Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sample (sampel keterwakilan).

Adapun purposive sampel disini adalah pelaku jual beli yang melibatkan penjual dan pembeli untuk memperoleh informasi yang tidak hanya sepihak. Untuk pengambilan sampel ini hanya diambil beberapa orang untuk mewakili dengan cara mengklasifikasian kedalam dua bagian, yaitu: dari segi umur dan pendidikan. Dari segi pendidikan diklasifikasikan kembali kedalam tingkat pendidikan mereka. Pengklasifikasian ini ditujukan pada tingkat SLTP dan SLTA. Sedangkan dari segi usia, dikelompokan dari umur 30-40 tahun dan 40-50 tahun.

5. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini merupakan sumber dari mana data akan diperoleh. Sumber data pada penelitian ini merupakan hasil penelusuran melalui sumber-sumber yang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

a.Sumber data primer yaitu sumber data utama yang langsung digunakan

penulis dalam penelitian. Apabila dilihat dari urgennya data, maka sumber data dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Masyarakat desa Sombro

Sumber data pada penelitian ini merupakan sumber dari mana data akan diperoleh. Sumber data pada penelitian ini merupakan hasil penelusuran yang berhubungan dengan penelitian ini. Yaitu meliputi warga atau masyarakat di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo. Jumlah warga yang melaksanakan pertanian Rempah-rempah dan penulis teliti selama ini.

2) Pelaksaan jual beli Rempah-rempah di Desa Sombro

15

(24)

15

Jumlah Pembeli yang peneliti teliti yaitu sebanyak 6 orang dan merupakan Pembeli secara besar

3) Kepala Desa di Desa Sombro.

b.Sumber data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan tentang data primer, meliputi:

1) Fiqh Muamalah. Nasrun Haroen.

2) Fiqh Muamalah. Rachmat Syafei. 3) Fiqh Sunnah jilid 4. Sayyid Sabiq.

4) Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Hartono.

5) Asas-Asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam). Ahmad azhar basyir.

6) Prosedur Penelitian. Suharsimi Arikunto.

7) Fiqh Islam Lengkap. Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi.

8) Kumpulan Hadist Qudsi, Imam An-Nawawi dan Al-Qasthalani. 9) Tafsir al- Misbah, Vol. 12, M. Quraish Shihab.

6.Metode Pengumpulan Data

Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang akurat di lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan obyek yang akan diteliti. Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa metode:

a.Metode Observasi

Metode observasi yaitu usaha-usaha mengumpulkan data dengan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomenafenomena yang di selidiki.16 Dalam hal ini, penulis

mengadakan pengamatan terhadap kondisi wilayah penelitian secara langsung serta mencatat peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek

16

(25)

16

penelitian. Observasi dilakukan di balai desa untuk mencari data yang berkaitan dengan demografi dan monografi kependudukan.

b.Metode Wawancara (Interview)

Metode interview yaitu suatu upaya untuk mendapatkan informasi atau data berupa jawaban pertanyaan (wawancara) dari para sumber.17 Interview perlu dilakukan sebagai upaya penggalian data dari nara sumber untuk mendapatkan informasi atau data secara langsung dan lebih

akurat dari orang-orang yang berkompeten (berkaitan atau

berkepentingan) terhadap transaksi jual-beli dengan penangguhan harga rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

c.Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif analisis, yakni sebuah metode analisis mendiskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu bersifat faktual secara sistematis dan akurat.18 Metode deskriptif diawali dengan konsep atau teori kemudian dilakukan pengumpulan data di lapangan dan selanjutnya dianalisis untuk menilai dan membuktikan kebenaran dari teori tersebut, apakah dapat diterima atau ditolak.

Hasil analisis kemudian disimpulkan dengan menggunakan pola pikir induktif yaitu mengemukakan fakta atau kenyataan bersifat khusus dari hasil penelitian tentang praktek Jual beli Rempah-rempah yang ditangguhkan pada tingkat harga tertinggi di Desa Sombro, kemudian menjelaskan teori-teori atau dalil yang bersifat umum tentang Jual beli Rempah-rempah yang ditangguhkan pada tingkat harga tertinggi dalam Islam, yang kemudian di analisa menggunakan teori-teori tersebut sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan.

17

Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989) 18

(26)

17

I. Sistematika Penulisan

Secara luas sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab yaitu:

Bab Pertama : Berisi pendahuluan untuk mengantarkan permasalahan skripsi secara keseluruhan. Pendahuluan pada bab pertama ini didasarkan pada bahasan masalah secara umum. Bab ini nantinya terdiri dari enam sub bab, yaitu latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, sitematika penulisan.

Bab Kedua : Akan dipaparkan kerangka teori dan bahasan untuk

mengantarkan kepada pembahasan tentang jual-beli dengan

penangguhan harga sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Yakni terdiri dari pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, macam-macam jual beli sistem jual beli rempah-rempah di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

Bab Ketiga : Karena penelitian ini berupa penelitian lapangan, maka penulis akan paparkan mengenai gambaran umum tentang Desa yang meliputi demografi dan monografi lokasi, kondisi sosial-ekonomi, serta pelaksanaan jual-beli, akad dan pelaksanaan jual beli di desa Sombro kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

(27)

18

(28)

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

A. Pengertian Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat, karena pada setiap pemenuhan kebutuhanya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini. Untuk mendapatkan makanan dan minuman misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar akan terbentuk akad jual beli.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, yang dimaksud dengan

Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Sedangkan Al-bai’ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran

benda dengan uang.18

Sedang menurut kitab Fath al-Muin kata al-Bai’ didefinisikan sebagai:

ةغل و

:

َ باَقُم

َل ُة

َش

ْي ٍء

ِب

َش

ْي ٍء

,

َو َش

ْر ًع

ُم ا

َق َ با

َل ُة

َم

ٍلا

َِِ

ٍلا

َع

َل

َو ى

ْج ِه

ََْ

ُص

ْو

ٍص

Artinya: Al bai’ menurut istilah bahasa: menukar sesuatu dengan sesuatu (yang lain) .Sedangkan menurut istilah syara’ ialah menukar sejumlah harta dengan harta (yang lain) dengan cara yang khusus.19

Kemudian dijelaskan pula dalam firman Allah SWT surah Al Fathir 29 yang berbunyi:

18

Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, Bandung:Fokusmedia, 2008 Hlm. 192

19

(29)

20

نِإ

َنَِذ لا

َنوُلْ تَ َ

َباَتِك

ِه للا

اوُماَقَأَو

َة ََ صلا

اوُقَفنَأَو

ا ِِ

ْمُاَْ قَزَر

ًاّرِس

ًةَيِن َََعَو

َنوُجْرَ َ

ًةَراَِِ

ن ل

َروُبَ ت

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terangterangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata Asy-syira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. Secara terminologi, para fuqaha menyampaikan definisi yang berbeda-beda antara lain, sebagai berikut:

1. Pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerima (ijab-qabul) dengan cara yang diizinkan.20

2. Pertukaran harta dengan harta21 dengan dilandasi saling rela, atau pemindahan

kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang diizinkan.22

3. Akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.23

Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari satu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

20

Moh Rifa'i, Kifayat al-Akhyar. Semarang : Toha Putra, thn, hlm. 183. 21

Harta adalah segala sesuatu yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan. Dinmakan dengan harta karena kecenderungan hati tabiat kepadanya.

22

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 5, Terj. Nor Hasanudin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007. hlm. 158-159

23

(30)

21

Dalam zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian peralatan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan

barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan itu.24

Sedangkan jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik benda itu ada di hadapan pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.25

B. Dasar Hukum Jual Beli (Perdagangan)

Hukum Islam dan masalah dagang belum berlaku secara resmi di Indonesia. Karena berhubung rakyat Indonesia mayoritas menganut agama Islam, maka bagi mereka yang patuh terhadap ajaran Islam, berusaha melaksanakan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-harinya seperti dalam kegiatan dagang dan jual beli. Disebutkan pula arti dari hukum dagang itu sendiri adalah:

“Peraturan-peraturan yang mengatur masalah-masalah perdagangan atau

soal-soal yang timbul karena tinngkah laku manusia dalam perniagaan.26

Al-bai’ atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an, al-Hadits, maupun

Ijma’ Ulama. Adapun Sumber-Sumber Hukum Dagang dalam Islam yang akan

dirinci diantaranya adalah:

1. Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an (himpunan-himpunan firman Illahi) yang diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW adalah dasar hukum yang abadi, mengemukakan kaidah-kaidah kuliah dan mendasar, mempunyai daya tahan sepanjang masa dan dapat

24

Drs. C. S. T. Kansil, S.H, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hal. 1

25

Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Rajawali Perss 2002, hlm. 70 26Hamzah Ya’qub,

(31)

22

diterapkan dalam setiap suasana dan lingkungan masyarakat. Sifatnya universal

dan komperhenship. Dan sebagai sumber hukum yang tertinggi, al-Qur’an telah

memberikan patokan-patokan dasar mengenai masalah jual beli dan perniagaan,

sementara perinciaannya dibentangkan dalam hadits.27 Dalam firman Allah SWT

dalam surah al-Baqoroh ayat 275 berbunyi:

َنَِذ لا

َنوُلُكْأََ

اَب رلا

ََ

َنوُموُقَ َ

َِإ

اَمَك

ُموُقَ َ

يِذ لا

ُهُط بَخَتَ َ

ُناَطْي شلا

َنِم

سَمْلا

َكِلَذ

ْمُه نَأِب

اوُلاَق

اَ ِّإ

ُعْيَ بْلا

ُلْثِم

اَب رلا

لَحَأَو

ُه للا

َعْيَ بْلا

َم رَحَو

اَب رلا

ْنَمَف

َُءاَج

ةَظِعْوَم

ْنِم

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba28 tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila29. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu30 (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.

Ayat tersebut menolak argumen kaum musyrikin yang menentang

disyari’atkannya jual beli dalam al-Qur’an. Kaum musyrikin tidak mengakui

konsep jual beli yang telah disyari’atkan Allah dalam al- Qur’an, dan

menganggapnya identik dan sama dengan sistem ribawi. Untuk itu, dalam ayat ini, Allah mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum, serta

27

Ibid, hlm. 24 28

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

29

Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. 30

(32)

23

menolak dan melarang konsep ribawi.31 Kemudian ditegaskan kembali dalam surah An-Nisaa’ ayat 29 yang berbunyi:

اَهُ ََأاََ

َنَِذ لا

اوَُماَء

ََ

اوُلُكْأَت

ْمُكَلاَوْمَأ

ْمُكَْ يَ ب

ِلِطاَبْلاِب

َِإ

ْنَأ

َنوُكَت

ًةَراَِِ

ْنَع

ٍضاَرَ ت

ْمُكِْم

َََو

اوُلُ تْقَ ت

ْمُكَسُفْ نَأ

نِإ

َه للا

َناَك

ْمُكِب

اًميِحَر

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-sukadi antara kamu...

Ayat ini menjelaskan perniagaan atau transaksi-transaksi dalam

mu’amalah yang dilakukan secara batil. Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah

SWT melarang kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara batil. Secara batil dalam konteks ini mempunyai arti yang sangat luas, diantaranya melakukan transaksi ekonomi yangbertentangan dengan syara’, seperti halnya melakukan transaksi berbasis riba (bunga), transaksi yang bersifat spekulatif (maisir, judi), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar (adanya uncertainty, risiko dalam transaksi) serta hal-hal lain yang bias dipersamakan dengan itu.32

2. Dalam Hadits

Dasar hukum jual beli dalam sunah Rasulullah SAW. Diantaranya adalah

hadits dari Rifa’ah Ibn Rafi’ bahwa:

َع ْن

ِر

َف

َةعا

ِنب

َر

ٍعفا

,

أ ن

لا

ِب

َص ل

ُلا ى

َع َل

ْي ِه

َو

َس َل

َم

َس َئ

َل

ُىأ

َكلا

ِبس

ْا

َطل

ًبي

َق ؟

َلا

: َع

َم ُل

رلا

َج

ِل

ِب َي ِد

ِ,

َو ُك

ُل

َب ٍعي

َم

ُب ْو

ٍر

( َر َو

ُا

َ بلا َز

ِرا

َو

َص

ح

َح ُه

َلا

ِكا

ِم)

Artinya: Dari Rifa’ah bin Rofiq, Nabi pernah ditanya? apakah profesi yang paling baik? Rasulullah menjawab: Usaha yang paling utama (afdal) adalah

31

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Mu’amalah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, Hlm. 71 32

(33)

24

hasil usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan hasil jual beli yang

mabrur.33(H.R. Bazar dan Shohih Al-Khakim)34

َح

د َ ث

َ

َص ا

َد َق

ُة َا

ْخ َ ب

َر َن

ِا ا

ُنب

ُع

َ ي ْ ي َ

َة َا

ْخ َ ب

َر َن

ِا ا

ُنب

ِبَا

َِن

ٍحي

َع

ْن

َع

ِدب

ِلا

ِنب

َك ِث

ٍي

َع

َا ن

ِب

ِا

ْ َه

ِلا

َع

ِا ن

ِنب

َع ب

ٍسا

َر

ِض

َي

ُلا

َع

ُه َم

َق ا

َلا

:

َق ِد

َم

لا

ُِب

َص ل

ُلا ى

َع َل

ْي ِه

َو َس

ل َم

َ

ا

ِد ْ َ َ

َة

َو ُ

َُ م

ْس ِل

ُف

َنو

ِب

لا ت

ْم ِر

سلا

َ َت

ِي

َو ثلا

ََ

َث

,

َ ف َق

َلا

:

َم ْن

َا

ْس َل

َف

ِف

َ ث

ِئْي

َف ِف

َك ى

ْي ٍل

َم ْع

ُل ْو ِم

َو َو

ْز ٍن

َم ْع

ُل ٍم

ِا

َل

َا

َج

ٍل

َم ْع ُل

ٍمو

Artinya: Diceritakan oleh Sadaqah dikabarkan dari ibnu Uyaiynah dikabarkan dari Ibnu Najih mengabarkan kepada kita dari Abdillah Ibnu Katsir dari Abi Minhal dari Ibnu Abbas ra. Berkata: Nabi SAW datang ke Madinah dan melihat penduduk di sana melakuklan jual beli salaf pada buah-buahan dengandua atau tiga tahun, maka nabi berkata: barang siapa melakukan jual beli salaf, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan

yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui. (HR. Bukhari)35

َح

د َ ث

َ

َ ا

َدا

:

َح

د َ ث

َ

َق ا

ِب ْي

َص

َة

َع ْن

ُس ْف

َي

َنا

َع

ْن

َا

ِب

َْ َر َة

َع

ْن

َْلا

َس

ِن

َع

ِن

لا

ِب

َص ل

ُلا ى

َع َل

ِهي

َو

َس ل

َم

َق

َلا

:

َا تل

ِجا

ُر

صلا

ُد

ُقو

ْا

َل

ِم

ُي

, َم

َع

ل ِب

ي

َْي

َو

صلا

د َْ

ِق

َي

َو

ُ ثلا

َه َد

ِءا

Artinya: Menceritakan kepada kita Hanad: menceritakan kepada kita Kobisoh, menceritakan kepada kita dari Sufyan, dari Abu Hamzah dari Hasan, dari Nabi SAW bersabda: pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, Siddiqin dan Syuhada.36

3. Dalam Ijma’

33

Maksud mabrur dalam hadis diatas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain.

34

Sayyid al-Imam Muhammad ibn Ismail al-Kahlani al-Sun’ani, Subul Salam Sarh Bulugh Al-Maram Minjami’ Adilati Al Ahkam, Kairo: Juz 3, Dar Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960,hlm. 4

35Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzabah Bukhari Ju’fi,

Shahih Bukhari, Beirut: Dar al Fikr, 1992, hlm. 61. 36

(34)

25

Ulama’ muslim sepakat (ijma’) atas kebolehan akad jual beli. Ijma’ ini

memberikan hikmah bahwa, kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun terdapat kompensasi yang harus diberikan.

Dengan disyari’atkannya jual beli merupakan salah satu cara untuk

merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya,

manusia tidak biasa hidup tanpa hubungan dan bantuan orang lain.37

Demikian pula yang didefisinikan dalam buku Fiqh Mu’amalah karangan

Rahmad syafi’i yang menyebutkan Ulama sepakat jual beli diperbolehkan

dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lain yang sesuai.38

Hukum jual beli:

a. Asal hukum jual beli adalah mubah (boleh)

b. Wajib umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa. c. Sunat, seperti jual beli kepada sahabat-sahabat atau famili yang dikasihi.

d. Haram, apabila melakukan jual beli yang terlarang.39 4. Ar-Ra’yu (Fikiran)

Ketika Muadz bin Jabal diutus oleh Rasulullah SAW ke negeri Yaman, terlebih dahulu dia ditanya, tentang prinsip apa yang dipergunakan dalam memutuskan perkara. Muadz akan menghukumi berdasarkan prinsip al-Qur’an atau sunnah rasul. Jika hal itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan sunnah Rasul, dia akan melakukan ijtihad dengan fikirannya. Prinsip itu dibenarkan oleh Nabi SAW. Dengan demikian ijtihad termasuk sumber hukum yang diakui dalam islam. Qiyas dimasukkan sebagai sumber hukum yang berdasar akal menurut

37Hamzah Ya’qub,

Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: Dipponegoro, 1992, hlm. 73 38Rahmat syafe’i,

Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 75 39

(35)

26

imam-imam mujtahiddin yang empat (Malik, Syafi’i, Hanafi, dan Ahmad bin Hambal).40

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

Yang dimaksud sesuai dengan ketetapan hukum ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak Syara’. Yang dimaksud dengan “benda” dapat mencakup pada pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunaannya menurut Syara'. Benda itu adakalanya bergerak (dapat dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapatdipindahkan), adakalanya dapat dibagi-bagi, dan adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, dan adakalanya terdapat perumpamaannya (mitsli) dan tidak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya, penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang Syara'.41

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam melaksanakan suatu perikatan (jual beli) terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk syahnya suatu pekerjaan.42 Sedang syarat

adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.43

Dalam menentukan rukun44 jual beli, terdapat perbedaan ulama hanafiah dengan

jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama hanafiah hanya satu, yaitu ijab

40Hamzah Ya’qub,

Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: Dipponegoro, 1992,hlm. 24 41

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 70 42

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm 966

43

Ibid, hlm. 1114

(36)

27

(ungkapan membeli dari pembeli) dan qobul (ungkapan menjual dari penjual). Jual beli dinyatakan sah apabila disertai dengan ijab dan qabul.45 Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:

1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembali)

2. Ada shighot (lafal ijab dan qobul) 3. Ada barang yang dibeli

4. Ada nilai tukar pengganti barang.46

Disebutkan pula rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab Kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad).

Akad adalah ikatan penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan syah sebelum ijab dan Kabul dilakukan sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijab Kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab Kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan Kabul.47 Sedang definisi akad itu

sendiri menurut kompilasi hukum ekonomi syari’ah buku ke-2 tentang akad bab I

ketentuan umum pasal 20 ayat (1) yang berbunyi:

Akad adalah kesepakatan dalam satu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk

melakukan dan untuk tidak melakukan perbuatan hukum tertentu48.

Adapun rukun akad disebutkan dalam kompilasi hukum ekonomi syari’ah

bab III pasal 22 yang berbunyi: Rukun akad terdiri atas :

1. Pihak-pihak yang berakad

45Jual beli dan mu’amalah

-mu’amalah lainnya diantara manusia adalah perkara-perkara yang didasarkan pada keridhaan dan keridhaan ini tidak dapat diketahui karena bentuknya yang

tersembunyinya. Karenanya syari’at menempatkan perkataan yang menunjukkan kerelaan dalam jiwa sebagai gantinyadan menggantungkan hukum-hukum kepadanya. Ijab adalah apa yang diucapkan terlebih dahulu dari salah satu pihak, dan qabul adalah apa yang diucapkan kemudian dari pihak lain. Tidak ada perbedaan baik yang mengucapkan ijab adalah penjual dan yangmengucapkan qabul adalah pembeli, ataukah sebaliknya.

46

Nasrun haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Paratama, 2007,hlm. 114-115 47

Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 70 48

(37)

28

2. Obyek akad

3. Tujuan pokok akad, dan

4. Kesepakatan.49

Masing-masing dari bentuk ini, mempunyai syarat yang ditentukan syara’

yang wajib dipenuhi, supaya akad ini menjadi sempurna. Syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam:

Pertama: Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu: syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam segala macam akad.

Kedua: Syarat-syarat yang sifatny khusus, yaitu: syarat-syarat yang disyaratkan

wujudnya dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain.50

Adapun syarat-sarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah sebagai berikut:

1. Syarat orang yang berakal

2. Syarat yang terkait dengan ijab dan qabul 3. Syarat barang yang dijual belikan

4. Syarat-syarat nilai tukar51

D. Macam-Macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi:

1. Ditinjau dari segi hukumnya jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan jual beli yang batal menurut hukum:

a. Jual beli yang sahih.

Apabila jual-beli itu disyari’atkan, memenuhi rukun atau syarat yang ditentukan, barang itu bukan milik orang lain, dan tidak terikatdengan khiyar, maka jual beli itu sahih dan mengikat kedua belah pihak. Jual beli yang sah dapat

49

Ibid, hlm. 19 50

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Cet. Ke-3, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 33

51

(38)

29

dilarang dalam Syariat bila melanggar ketentuan pokok yaitu, menyakiti penjual, pembeli, atau orang lain. Menyempitkan gerakan pasar, merusak ketentraman

umum.52

b. Jual beli yang batil.

Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau pada dasarnya dan sifatnya tidak di Syari’atkan, maka jual itu batil.

Jual beli yang batil itu sebagai berikut: 1) Jual-beli sesuatu yang tidak ada

Ulama’ fiqih sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang yang tidak ada

tidak syah. Misalnya jual beli buah-buahan yang baru berkembang atau menjual

anak sapi yang masih dalam perut induknya.53

2) Menjual barang yang tidak dapat diserahkan

Menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, tidak sah (batil). Umpamanya menjual barang yang hilang, atau burung peliharaan yang lepas dari sangkarnya.

3) Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan mengandung unsur tipuan

Menjual barang yang mengandung unsur tipuan tidak sah(batil). Umpamanya menjual barang yang kelihatanya baik namun terdapat cacat di dalam barang tersebut atau penjualan ikan yang masih di dalam kolam.

4) Jual-beli benda najis

Ulama sepakat tentang larangan jual-beli barang yang najis seperti anjing.

….

َع

ْن

َأ

ِب

َب

ْك

ٍر

ْب ِن

َع

ِدب

رلا

َْ ِن

َع

ْن

َأ

ِب

َم

ْس ُع

ٍدو

َلا

ْن

َص

يرا

َر

ِض

َي

ُلا

َع ْ

ُه :

َأ ن

َر

ُس

َلو

ِلا

َص ل

ى

ُلا

َع

َل ِهي

َو

َس َل

َم َ ن

َه َى

َع

ْن

ََ

ِن

َكلا

ْل

ِب

,

َو َم

ْه ِر

َ بلا ْغ

ي

,

َو ُح

ْل َو

ِنا

ْا

َكل

ِا

ِن

ىراخبلا اور

52

Gemala Dewi, Hukum perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm. 105. 53

(39)

30

Artinya: …. dari Abi Bakar Ibnu Abdirahman dari Abi Mas’ud Al Anshari RA: bahwa Rasulullah SAW melarang harga anjing (berjual-beli anjing),

bayaran pelacuran, dan upah tukang tenun.54

Larangan bayaran pelacuran adalah karena melacur adalah dosa besar dan perbuatan yang dikutuk oleh Allah, tenun adalah perbuatan musrik, sedangkan larangan harga anjing adalah karenaada sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah yang menyatakan bahwa bejana yang terkena jilatan anjing harus di cuci 7 kali.

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa nabi SAW bersabda: Apabila anjing minum di bejana salah seorang diantara kamu maka cucilah salah seorang

diantara kamu, maka cucilah ia 7 kali. (HR ahmad, bukhori dan Muslim)55

5) Jual-beli Al-‘urbun

Pembayaran uang muka dalam transaksi jual-beli, dikenal ulama’ fiqh

dengan istilah bai’ arbun adalah sejumlah uang muka yang dibayarkan

pemesan/calon pembeli yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesananya tersebut. Bila kemudian pemesan sepakat barang pesananya, maka terbentuklah transaksi jual beli dan uang muka tersebut merupakan bagian dari harga barang pesanan yang disepakati. Namun bila pemesan menolak untuk

membeli, maka uang muka tersebut menjadi milik penjual.56

6) Memperjual belikan air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang. Air tersebut adalah milik bersama umat manusia dan tidak boleh diperjual belikan. Menurut jumhul ulama air sumur pribadi, boleh diperjual belikan, karena air sumur itu milik pribadi, berdasarkan hasil usaha sendiri, uang hasil usaha itu dianggap imbalan atau upah atas jerih payah pemasok air tersebut.

54

Sohih Bukhori, Jus 11, Bairut Libanon, 1412 H, hlm. 59. 55

A Qodir Hasan, Terjemah Nailul Author Himpunan Hadis-Hadis Hukum, Jil 1. Surabaya, Bina Ilmu, 1978, hlm. 31.

56

(40)

31

2. Ditinjau dari segi obyek jual-beli

Dari segi benda yang dapat dijadikan obyek jual beli, jual beli dapat dibagi menjadi tiga bentuk:

a. Jual beli benda yang kelihatan.

Jual beli benda yang kelihatan adalah pada waktu melakukan jual beli, benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan.

b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian.

Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah bentuk jual-beli yang tidak tunai (kontan) maksudnya adalah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu sebagai imbalan harga

yang ditentukan pada waktu akad.57

c. Jual beli benda yang tidak ada.

Jual beli benda yang tidak ada dan tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.

3. Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek)

Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek) jual beli terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Dengan lisan. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad

yang dilakukan kebanyakan orang, bagi orang bisu dilakukan dengan isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan

57

(41)

32

kehendak. Hal yang dipandang dalam akad adalah kehendak dan pengertian bukan pernyataan.58

b. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan misalnya melalui via pos dan giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui pos dan giro, jual beli ini diperbolehkan oleh syara’.

c. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah muathah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab kabul, adanya perbuatan memberi dan menerima dari para pihak yang telah saling memahami perbuatan perikatan tersebut dan segala akibat hukumnya seperti seseorang mengambil rokok yang sudah ada bandrol harganya dan kemudian diberikan

kepada penjual uang pembayarannya.59

E. Jual Beli Dengan Sistem Penangguhan Harga

Mayoritas ulama’ membolehkan penjualan barang yang diutang kepada

orang yang berhutang. Sementara menjualnya kepada selain orang yang

berhutang, para ulama’ mazhab hanafi, hambali, dan zahiriah mengannggapnya

tidak syah karena orang yang menjual tidak bias menyerahkannya, kalaupun penyerahan disyaratkan sebagai kewajiban orang yang berhutang, jual beli ini tidak syah karena syarat penyerahan dibebankan kepada selain penjual sehingga menjadi syarat yang batal dan membatalkan jual beli.60

Penangguhan waktu adalah menggantungkan sesuatu pada peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik menangguhkan

58

Ibid, hlm. 77. 59

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Perdana Kencana Media, 2005, hlm. 64.

60

(42)

33

perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.61

Jual beli dengan sistem penangguhan harga atau menjual tanggungan

dengan tanggungan yakni menjual hutang dengan hutang menurut Prof. Dr.

Abdullah al-Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash-Shawi memiliki beberapa aplikasi. Hutang yang dijual itu tidak lepas dari keberadaannya sebagai pembayaran yang ditangguhkan, barang dagangan tertentu yang diserahkansecara tertunda, atau barang dagangan yang digambarkan kriterianya dan akan diserahkan juga secara tertunda. Masing-masing dari aplikasi itu memiliki hukum tersendiri. Berikut penjelasannya:

Aplikasi Pertama: Menjual harga yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga.

Di antaranya adalah menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran. Itu adalah bentuk yang disebut "Silakan tangguhkan pembayaran hutangmu, tapi tambah jumlahnya". Itu merupakan bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.

Aplikasi Kedua: Menjual harga yang ditangguhkan dengan Barang Dagangan Tertentu yang Juga Diserahterimakan Secara Tertunda Bentuk aplikasinya adalah bila seseorang menjual piutang-nya kepada orang yang punya hutang dengan barang dagangan tertentu (mobil misalnya) yang akan diterimanya secara tertunda. Cara ini tentu saja mirip dengan kisah Nabi yang membeli unta dari Jabir, dan Jabir meminta kepada Nabi untuk menyerahkan untanya itu di kota Madinah. Dan Rasulullah juga akan membayarkan nanti bila sampai di Al-Madinah. Transaksi itu terjadi pada salah satu perjalanan Nabi SAW.

Aplikasi Ketiga: Menjual harga yang ditangguhkan dengan Barang yang Digambarkan Kriterianya dan Diterima Secara Tertunda.

61

(43)

34

Bentuk aplikasinya adalah seseorang memiliki piutang atas seseorang secara tertunda, lalu ia membeli dari orang yang dihutanginya barang yang digambarkan kriterianya (sekarung beras misalnya) dan diterima secara tertunda pula. Ini termasuk bentuk jual beli As Salam. Kalau orang yang berhutang rela

untuk menyegerakan pembayaran yang menjadi tanggungannya, dan

menjadikannya sebagai pembayaran pesanan itu, maka ini boleh-boleh saja. Karena bentuk aplikasi ini sudah memenuhi persyaratan jual beli as-Salam yang termasuk di antara salah satu persyaratannya yang paling mengikat adalah: disegerakannya pembayaran harga modal. Karena yang berada dalam kepemilikan sama halnya dengan yang ada di tangan. Namun kalau orang yang berhutang tidak mau kalau menyegerakan pembayaran hutangnya yang menjadi

tanggungannya dan dijadikannya sebagai pembayaran as-Salam, maka bentuk

aplikasi jual beli ini tidak sah, karena salah satu syarat jual beli as- Salam tidak terpenuhi, yakni penyegeraan pembayaran modal barang.

Aplikasi Keempat: Menjual Barang yang Digambarkan Kriterianya Secara Tertunda dengan Barang yang Digambarkan Kriterianya Secara Tertunda Pula.

Bentuk aplikatifnya adalah seseorang menjual sejumlah mobil yang digambarkan kriterianya dan diserahkan secara tertunda dengan sejumlah Freezer yang juga digambarkan kriterianya dan diserahkan secara tertunda pula. Bentuk aplikasi jual beli ini ada dua kemungkinan: Dilaksanakan transaksinya seperti jual beli as-salam. Bila demikian, maka tidak boleh, karena salah satu dari syarat jual beli as-salam tidak terpenuhi, yakni pembayaran uang di muka. Dilakukan akad dengan bentuk seperti kontrak, dalam hal ini tampaknya tidak ada masalah bagi mereka yang berpendapat bahwa kontrak adalah bentuk akad jual beli tersendiri, tidak ada persyaratan harus adapembayaran di muka dalam lokasi transaksi.

(44)

35

makanan yang diserahkan secara tertunda. Kalau datang waktunya, orang yang harus menyerahkan makanan berkata: "Saya tidak mempunyai makanan. Jual saja lagi makanan yang seharusnya kuberikan itu kepadaku dengan pembayaran tertunda." Yang demikian itu pembayaran tertunda yang berbalik menjadi pembayaran tertunda lain. Kalau makanan itu sudah diserahkan dan dijual kepada orang lain, baru uangnya diserahkan, bukanlah termasuk menjual tanggungan dengan tanggungan.

Imam syafi’i dalam kitabnya Al-Umm juz IV dalam Bab Penangguhan

Pembayaran menerangkan bahwa Penangguhan waktu sering terjadi pada perjanjian jual beli terutama dengan cara pemesanan atau dalam Islam dikenal dengan jual beli Salam,

Gambar

 TABEL I
 TABEL II
  TABEL III Fasilitas pendidikan yang tersedia
TABEL V
+2

Referensi

Dokumen terkait

(SN) cukup rendah dari nilai rata-ratanya. Deviation Varianc e Statist ic Statist ic Statistic Statistic Statist ic Statist ic Std. Nilai R square pada tabel di

Pe- warnaan titik adalah pemberian warna pada setiap titik yang berada dalam suatu graf sedemikian hingga tidak ada warna yang sama antardua titik yang bertetangga.. Salah satu

Ikan nila termasuk ikan diurnal, dengan masa aktif ikan dalam mengambil makanan selama 24 jam adalah 2 kali, artinya dalam pemberian pakan selama 2 kali (pukul 08.00 dan 14.00 WIB)

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk  kegiatan pada -aktu libur) yang dilakukan di sekolahmadrasah ataupun

Penelitian yang berkaitan dengan penanganan keluhan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ah dan Wan (2006), jika bank berhasil menye- lesaikan konflik yang terjadi dengan

kegiatan eksplorasi pada kategori sangat baik dengan persentase 77,43%. Adapun kegiatan yang termasuk elabo- rasi adalah: a) memberikan tugas yang dapat mengembangkan

Skripsi berjudul “Profil Interferon-γ Pasca Injeksi Ekstrak Kelenjar Saliva Anopheles aconitus pada Mencit Balb/c sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV)