• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01686

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01686"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ANTESENDEN DAN KONSEKUENSI ANTISIPASI PASAR

MASA DEPAN: STUDI EMPIRIS USAHA BATIK DI JAWA

TENGAH

Sony Heru Priyanto

Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Jony O. Haryanto

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Agung Podo Moro University

Roos Kities Andadari

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Maria Rio Rita

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

sonecid@yahoo.com, roos.kities@staff.uksw.edu, maria.riorita@staff.uksw.edu

ABSTRACT

Batik is an Indonesian cultural products. To deal with the ASEAN Economic Community, batik entrepreneurs need to have the anticipation of future markets to increase their competitiveness. The aim of this study, first to know the effect of the background of entrepreneurs and entrepreneurship to anticipate future business. Second, to determine the consequences of future anticipation of the extra effort, customer value and market performance. Third, to know the process of entrepreneurship formation. For the first and second purpose of the studies, this research uses the positivistic paradigm by applying descriptive explanatory method. Population taken from three locations: Lasem, Pekalongan and Solo in Central Java, taken 50 businessmen respectively, employing quota sampling technique. Techniques of analysis using structural equation modeling. For the third goal, researchers use the paradigm of phenomenology by applying qualitative descriptive technique. It has been depth-observed for 6 participants from three locations.The results demonstrated that the background and entrepreneurial of businesses positively affect future anticipation. Meanwhile, anticipation of future positively affected the extra effort, customer value and market performance. This research also produced finding that entrepreneurial learning process in batik employers occurs through 3 learning process they are through parents, become employees and also through direct experience to be an entrepreneur. This is referred to as a hybrid entrepreneurship. Further research should be directed to investigate the role of infor mation technology in anticipating of the future and examine the role of hybrid entrepreneurship learning process, studied from various aspects

(2)

Batik merupakan produk budaya Indonesia. Untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN, pengusaha batik perlu memiliki antisipasi pasar masa depan untuk meningkatkan daya saingnya. Penelitian ini bertujuan, pertama untuk mengetahui pengaruh latar belakang dan kewirausahaan pengusaha batik pada antisipasi masa depan. Kedua, untuk mengetahui konsekuensi antisipasi masa depan terhadap upaya ekstra, nilai pelanggan dan kinerja pasar. Ketiga, untuk mengetahui proses terbentuknya kewirausahaan. Penelitian ini menggunakan paradigma positivistik dengan menerapkan jenis penelitian deskriptif eksplanasi untuk tujuan penelitian pertama dan kedua. Populasi diambil dari 3 lokasi yaitu Lasem, Pekalongan dan Solo Jawa Tengah, masing-masing diambil 50 pengusaha, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel kuota. Teknik analisis menggunakan model persamaan struktural. Sedangkan untuk tujuan ketiga, digunakan paradigma fenomenologi dengan menerapkan teknik deskriptif kualitatif. Telah diamati secara mendalam 6 partisipan dari 3 lokasi penelitian tersebut diatas.Temuan menunjukkan bahwa latar belakang dan kewirausahaan pelaku usaha berpengaruh positif terhadap antisipasi masa depan. Antisipasi masa depan mempengaruhi secara positif usaha ekstra, nilai pelanggan dan kinerja pasar. Riset ini juga menghasilkan temuan bahwa proses pembelajaran kewirausahaan pada pengusaha batik terjadi melalui 3 proses pembelajaran yaitu melalui orang tua, menjadi pegawai dan melalui pengalaman langsung menjadi pengusaha. Hal inilah yang disebut sebagai kewirausahaan hibrida. Penelitian mendatang perlu diarahkan untuk meneliti peranan teknologi informasi dalam antisipasi masa depan serta meneliti peranan proses pembelajaran kewirausahaan hibrida dilihat dari berbagai aspek

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Antisipasi masa depan merupakan persepsi pelanggan tentang semua kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang mencoba untuk memberikan solusi atas keinginan dan kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang. Mengingat masih terbatasnya penelitian dan literatur tentang antisipasi masa depan maka digunakanlah pendekatan dari futuristik atau futurologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang masa depan saat ini terus berkembang dan mendapatkan perhatian yang mendalam dari para akademisi (Mello, et.al, 2009). Meskipun ilmu ini akan memberikan implikasi yang sangat besar dalam dunia pemasaran, namun penelitian dan teori tentang masa depan masih sangat jarang dibahas dalam ranah ilmu pemasaran.

Riset sebelumnya mengenai antisipasi masa depan, belum secara modelling meneliti kaitan antara antisipasi masa depan dengan berbagai aspek sekaligus seperti upaya ekstra, nilai pelanggan dan kinerja pasar. Penelitian Morales (2005) dan Cardoso (1965) hanya meneliti kaitan antara upaya antispasi masa depan dan upaya ekstra. Sementara itu Destan, et.al (2006) hanya meneliti kaitan antara antisipasi masa depan dan kinerja usaha. Flint, Blocker & Boutin (2011) meneliti kaitan antara antisipasi masa depan dengan nilai dan kebutuhan pelanggan. Fontela, et al (2006) menyarankan untuk meneliti menggunakan analisis trend dan ekstrapolasi serta model structural terkait dengan antispasi masa depan untuk mengidentifikasi kejadian masa lalu dan (jika mungkin) sebab-akibat dasar, dan dengan demikian mengembangkan asumsi tentang kelanjutan mereka ke masa depan. Dalam konteks inilah, penelitian ini penting dilakukan.

Batik merupakan produk budaya Indonesia, yang berasal dari kreasi keraton pada jaman kerajaan. Dahulu belum menjadi aktivitas bisnis, namun hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan sandang para puteri keraton. Secara formal, UNESCO telah mengakui bahwa batik merupakan brand produk Indonesia. Ini berarti batik adalah Indonesia. Brand ini merupakan salah satu kekuatan untuk bermain di pasar dunia, khususnya Asean. Dengan adanya kesepakatan untuk membentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), batik harus menjadi salah satu andalan Indonesia untuk masuk dan diperdagangkan di MEA.

Dengan kondisi global seperti sekarang ini, bagaimana Jawa Tengah menyikapinya? Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang populer di Indonesia sebagai penghasil batik. Berdasarkan wilayah, di Jawa batik dikelompokkan dari wilayah produksinya yaitu Solo dan Yogya serta wilayah di luar Solo dan Yogya. Batik yang dikerjakan di luar wilayah Solo dan Yogya sering disebut sebagai batik pesisiran. Perbedaan antara ragam pesisiran dan non pesisiran adalah pada sifat ragam hias dan warnanya.1 Di Jawa Tengah, hampir semua kabupaten bisa menghasilkan batik, namun yang menonjol secara brand adalah Pekalongan, Solo dan Lasem.

Terkait dengan senjang penelitian mengenai antisipasi masa depan serta persoalan empiris yang terjadi di usaha batik, belum ada riset yang meneliti mengenai antisipasi masa depan yang

(4)

terkait dengan antesenden maupun konsekuensinya, baik dari sisi subyek riset maupun obyek risetnya. Untuk itulah riset ini dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa belum banyak yang melakukan riset yang mengkaitkan antara kewirausahaan, latar belakang pengusaha dan antisipasi masa depan serta bagaimana kepemilikan terhadap antisipasi masa depan dikaitkan dengan upaya yang ekstra, nilai pelanggan dan kinerja pasar. Penelitian ini bertujuan, pertama untuk mengetahui pengaruh latar belakang dan kewirausahaan pengusaha batik pada antisipasi masa depan. Kedua, untuk mengetahui konsekuensi antisipasi masa depan terhadap upaya ekstra, nilai pelanggan dan kinerja pasar. Ketiga, untuk mengetahui proses terbentuknya kewirausahaan yang memungkinkan pengusaha batik mampu mengantisipasi masa depan usahanya.

KAJIAN PUSTAKA

Antisipasi Masa Depan (F uture Anticipation)

Adam (2008) menyatakan bahwa masa depan merupakan bagian perusahaan untuk membentuknya. Hal ini diasumsikan sebagai sumber saat ini yang dapat digunakan untuk meraih keuntungan dan daya saing bagi perusahaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa menciptakan dan membentuk masa depan merupakan hak setiap manusia maupun perusahaan. Hal ini berarti bahwa perusahaan merupakan pembentuk dari masa depan. Fakta yang terjadi bahwa perusahaan membelanjakan uang dan dana dalam jumlah yang besar untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dalam rangka untuk memberikan nilai unggul pelanggan di masa depan. Perusahaan berlomba-lomba berinovasi dalam pengembangan produk dan jasa sebagai bagian dari antisipasi masa depan. Apabila perusahaan tidak melakukan antisipasi masa depan maka mereka hanya menunggu kematian mereka. Salah satu contoh yang menarik adalah Nokia yang merupakan pemimpin pasar selama beberapa dekade dalam pasar telepon genggam. Dikarenakan Nokia tidak memiliki kemauan yang kuat untuk melakukan inovasi yang merupakan kegiatan antisipasi masa depan maka pada akhirnya Iphone dn Blackberry mengambil pasar Nokia secara signifikan.

(5)

Berkaitan dengan antisipasi masa depan, Chang, et.al (2007) mengenalkan proses pencarian pelanggan potensial melalui analisa kebutuhan di masa depan. Proses ini dimulai dari penetapan profil pelanggan loyal dilanjutkan dengan pencarian pelanggan potensial dan akhirnya berujung kepada pencarian pelanggan potensial melalui prediksi tentang kebutuhan mereka di masa depan. Adapun gambar proses tersebut dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Proses Pencarian Pelanggan Potensial di Masa Depan (Chang et al., 2007)

(6)

untuk mengambil pasar potensial akan menjadi semakin besar yang berarti peningkatan kinerja pemasaran UMKM tersebut.

Kewirausahaan dan Antisipasi Masa Depan

Apa yang membedakan pengusaha dari non-pengusaha adalah cara pandang mereka terhadap dunia. Pengusaha sukses melihat kesempatan secara simultan, bersamaan dengan saat memperhitungkan risiko dalam lingkungan perubahan terus-menerus. Aktivitas kewirausahaan menekankan antisipasi dan seni eksplorasi di masa depan. Ada kaitan yang erat antara kepemilikan kewirausahaan seseorang dengan kemampuan mereka dalam mengantisipasi masa depan. Antisipasi masa depan disusun berbasis pada kemampuan diri pengusaha tersebut dalam hal kreasi, keberanian, dan imaginasinya (http://magazine.startus.cc/entrepreneurial-anticipation/).

Ketika seorang pengusaha merebut pada kesempatan yang baru, kemungkinan pasar baru diciptakan. Jika seorang pengusaha menciptakan produk baru, mereka akan menciptakan kemungkinan produk komplementer dan meningkatkan permintaan untuk input menjadi produk baru (tetapi juga dapat mengurangi permintaan barang lainnya). Jika seorang pengusaha menemukan sebuah proses yang lebih baik untuk memproduksi produk yang sudah ada, ini juga menciptakan peluang bagi pemasok masukan potensial. Dengan demikian, ini berarti setiap aktivitas kewirausahaan, akan menciptakan peluang dimasa yang akan datang, yang memungkinkan mereka mendapatkan peluang itu di masa yang akan datang (Holcombe, 2003).

Dari definisi-definisi mengenai kewirausahaan, tampak bahwa seseorang yang memiliki kewirausahaan di satu sisi, dia akan memiliki kemampuan mengantisipasi masa depan. Sisi lainnya, Schumpeter (1961) mengidentifikasikan bahwa seorang entrepreneur (wirausaha) memiliki ciri inisiatif, memiliki tanggung jawab atau wewenang dan berpandangan ke depan (berpengharapan = foresight). Lebih lanjut Schumpeter mengatakan bahwa entrepreneur berfungsi mengkombinasikan faktor yang produktif untuk diolah. Kombinasi faktor ini dilakukan pada kesempatan pertama sebelum orang lain menjalankannya. Pandangan ini serupa dengan pandangan John Bernard Say.

Mc Clelland (1961) mengungkap bahwa kewirausahaan memiliki karakteristik seperti moderaterisk taking as function of skill, energetic and/or novel instrumental activity, individual responsibility, knowledge of result of decision money as a measure result, anticipation of future possibilities, organization skill. Kewirausahaan adalah seseorang yang memiliki tindakan kreatif yang membangun nilai dari sesuatu yang tidak nampak sebelumnya. Hal tersebut merupakan upaya pengejaran kesempatan tanpa peduli terhadap sumberdaya atau ketiadaan sumberdaya di tangannya. Ini membutuhkan visi, kegemaran dan komitmen untuk memimpin yang lain mencapai visi tersebut. Kewirausahaan juga membutuhkan kemauan untuk menghitung dan mengambil resiko (Timmons, J.A., 1994; Lambing, et.al, 2000).

(7)

(Lambing, et.al, 2000). Stevenson (1983) mengkonseptualisasikan kewirausahaan sebagai suatu pendekatan manajemen yang berkeinginan besar terhadap pengejaran kesempatan dan eksploitasi kesempatan tanpa mempertimbangkan sumber daya yang sedang dikontrol.

Hipotesis 1. Kewirausahaan berpengaruh positif terhadap antisipasi masa depan

Latar Belakang Pengusaha dan Antisipasi Masa Depan

Menurut Hisrich dan Peters (1992), aspek personal terdiri dari childhood family environment, education, personal value, age, dan work history yang secara bersama-sama menjadi faktor pembentuk kewirausahaan seseorang. Dalam hal yang lain, aspek ini juga terkait dengan kemampuan mereka dalam mengantisipasi masa depan.

Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan stock of knowledge dari wirausaha. Pendidikan ini penting tidak hanya ketika memasuki dunia usaha, namun secara terus menerus perlu terus dikembangkan untuk mengatasi persoalan-persoalan bisnis yang terus berkembang. Meskipun dalam kenyataannya pendidikan formal tidak selalu memenuhi upaya membangun usaha baru – seperti yang ditunjukkan pengalaman dari usahawan sukses tetapi sekolah formalnya terhenti Andrew Carnigie, William Durant, Henry Ford dan Williem Lear – namun pendidikan menyediakan latar belakang yang baik. Yang lebih penting lagi sebenarnya bukan hanya lamanya pendidikan itu ditempuh, tetapi seberapa berbobotkah kualitas pendidikan tersebut sehingga bisa memperkaya diri seseorang (Hisrich dan Peters, 1992). Lee dan Tsang (2001) mengatakan walaupun ada suksestori pengusaha yang drop out tetapi menjadi pengusaha yang sukses, namun dengan semakin kompleksnya kondisi lingkungan bisnis dunia dibutuhkan pendidikan agar supaya bisa menjadi pengusaha yang berkualitas. Tingkat pendidikan khususnya untuk perusahaan besar berhubungan secara positif dengan pertumbuhan usaha. Cooper & Dunkelberg (1987); Thompson (1986) melaporkan pengusaha di Canada dan Amerika Serikat mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibanding populasi secara umum. Robinson & Sexton (1994) menemukan bahwa tingkat pendidikan berhubungan secara positif dengan pertumbuhan usaha (Lee dan Tsang, 2001), orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki stock of knowledge yang lebih luas dan informasi yang banyak, yang memampukan mereka mengenai peluang serta melakukan antisipasi masa depan dalam menjalankan usahanya. Kurikulum pendidikan yang didisain dengan tepat, akan memampukan peserta didik untuk mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan antisipasi masa depan dalam bentuk rencana aksi. Daily ecological practices allow the student to make connection with past experiences and the future by setting goal, delaying immediate gratification, anticipating future problem, learning from past experiences and evaluating actions (Struss, 1992)

(8)

juga mempengaruhi seseorang dalam mengantisipasi masa depan. Pertambahan umur sampai pada level tertentu, memampukan mereka untuk melihat peluang dan mengantisipasi masa depan

Pengalaman kerja. Prestasi dan kondisi kerja masa lalu sangat menentukan seseorang dalam proses mencerna masalah dan mengambil keputusan dalam kegiatan bisnisnya. Seseorang yang sering gagal dalam usahanya menjadi seorang yang apatis dan fatalistik sehingga untuk memulai sesuatu yang baru selalu ragu-ragu dan tidak berani. Mereka takut gagal dan takut menanggung resiko bisnis. Motivasinya tidak berkembang karena pengalaman masa lalu yang buruk (Hisrich dan Peters, 1992). Pengalaman pengusaha dibagi menjadi 3 komponen: enterpeneurial, industrial dan manajerial. Pengalaman enterpeneurial menunjuk pada sejumlah keterlibatan ventura sebelumnya dan peranan manajemen pada ventura yang lain (Stuart and Abbeti 1990:151). Industrial mengarah pada industri dimana ventura ada. Managerial adalah pengalaman total dalam manajemen tak peduli apa jenis industrinya. Studi baru-baru ini terfokus pada manajerial dan industrial. Gasse (1982) menunjukkan bahwa pengalaman pengusaha dapat mempengaruhi secara positif/ negatif terhadap pertumbuhan usaha. Pengalaman dahulu dapat membuat orang marah ketika perubahan strategi yang buruk terjadi. Sebagai contoh Stuart and Abbeti (1990) melaporkan dampak positif dari pengalaman manajerial.; Van de Van et al. (1984) dan Vesper (1980) masing-masing mengemukakan dampak positif dari pengalaman industrial; Dyke et al. (1992) melaporkan dampak positif dari pengalaman industrial dan manajerial.; Dushcesnau dan Gartner (1990) menggunakan konsep luasnya pengalaman manajerial yang menggabungkan keduanya dan menemukan kombinasi itu mempunyai dampak yang sukses pada usaha. Tampaknya bukti yang ada mendukung hubungan yang positif antara pengalaman dan performansi pengusaha (Lee dan Tsang, 2001). Pengalaman kerja yang luas dan panjang akan mempengaruhi perilaku kewirausahaan seseorang termasuk juga bagaimana mereka mengantisipasi masa depan (Watson dan Scott, 1998).

Hipotesis 2. Latar belakang pengusaha mempengaruhi antisipasi masa depan

Antisipasi Masa Depan, Nilai Pelanggan, Kinerja Pemasaran dan Upaya Ekstra

Nilai pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang perbedaan antara apa yang pelanggan dapatkan dengan apa yang harus dikorbankan untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Nilai pelanggan membantu perusahaan untuk melebarkan inovasinya guna mendapatkan nilai pelanggan yang dipersepsikan unggul (Kotler & Keller, 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, maka pelaku bisnis perlu membangun proposisi nilai pelanggan yang merupakan janji pelaku bisnis terhadap nilai apa yang akan diberikan kepada pelanggan.

(9)

nilai pelanggan di masa depan yang mereka terima berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan maupun loyalitas pelanggan. Hal ini menunjukkan pentingnya bagi semua industri dan UMKM untuk melakukan usaha antisipasi masa depan sehingga memberikan nilai pelanggan yang unggul, memberikan kepuasan dan menciptakan loyalitas pelanggan.

Sejalan dengan pemikiran di atas, Destan, et.al (2006) melakukan penelitian tentang UMKM di Amerika Serikat untuk memahami pentingnya melakukan antisipasi terhadap masa depan. Dalam kondisi persaingan yang terus bertumbuh sehingga menciptakan situasi yang kompleks dan turbulen maka UMKM perlu melakukan terobosan dan inovasi untuk dapat meningkatkan kinerja pemasaran mereka. Dengan melakukan aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan yang ada, terutama dengan pemasok dan pesaing akan membuat UMKM memiliki keunggulan komparatif untuk melakukan antisipasi masa depan. Lebih lanjut Mische (2009) menyatakan bahwa dengan berusaha untuk memahami masa depan akan membuat keterkaitan antara kognitif yang akhirnya berhubungan ke keputusan pembelian pelanggan. Apabila ada pelaku bisnis, yaitu perusahaan dan UMKM yang berusaha untuk mengantisipasi masa depan maka hal tersebut akan dihargai oleh pelanggan (Morales, 2005). Hal ini dikarenakan pelaku bisnis menempatkan pelanggan sebagai penggerak dalam bisnis mereka. Pelanggan yang menghargai usaha ekstra ini akan memutuskan untuk melakukan pembelian dengan pelaku bisnis tersebut. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori persuasi dan attribution theory.

Antisipasi masa depan merupakan bagian dari strategi pemasaran pelaku bisnis untuk persuasi bagi pelanggan. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian berkaitan dengan persuasi perusahaan kepada konsumen (Cardozo, 1965; Friedstat dan Wright, 1994; Kirmani dan Wright, 1989; Campbell dan Kirmani, 2000). Sedangkan penelitian tentang attribution theory juga sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Folkes, 1988; Weiner, 2000). Meskipun demikian, penelitian yang menggabungkan antara persuasi perusahaan dengan upaya ekstra masih sangat terbatas (Morales, 2005).

Penelitian Morales (2005) tentang upaya ekstra yang dikeluarkan oleh perusahaan merupakan penelitian yang pertama karena mengaitkan dengan motif netral dan persuasi. Hanya saja, penelitian tentang upaya ekstra secara umum bukan merupakan hal baru. Cardozo (1965) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu, upaya (effort) dan harapan (expectation) mempengaruhi evaluasi baik untuk produk dan pengalaman berbelanja. Ketika harapan terhadap produk atau layanan rendah, maka subyek merangking produk dan pengalaman dengan kurang baik. Pengeluaran untuk upaya yang tinggi memoderasi efek tersebut, dan bahkan bersifat kebalikan untuk pengalaman berbelanja. Jelasnya, pengeluaran untuk upaya yang lebih tinggi menghasilkan evaluasi inisial untuk produk yang lebih baik. Lebih lanjut, Cardozo (1965) juga menunjukkan bahwa harapan mempengaruhi evaluasi dan kepuasan terhadap suatu produk atau jasa. Harapan yang tinggi akan menyebabkan kepuasan lebih sulit tercapai karena seringkali tidak dapat terpenuhi dengan baik oleh perusahaan atau penyedia jasa. Sementara harapan yang rendah akan cenderung lebih dapat memuaskan konsumen karena relatif lebih mudah terpenuhi.

(10)

(Folkes, 1988). Tapi hal ini juga berlaku untuk kesuksesan atau hasil yang positif. Berkaitan dengan hal ini, Weiner (1974) menyatakan bahwa ketika sebuah perilaku dapat dikendalikan, maka manusia pada dasarnya memiliki respon moral dan emosional, misalnya seperti marah atau sebaliknya perasaan berterima kasih yang akan memotivasi mereka untuk menghukum atau memberikan penghargaan untuk itu. Jika dikaitkan dengan upaya ekstra perusahaan, maka konsumen akan menghukum perusahaan yang gagal untuk bekerja keras dan memberikan penghargaan untuk yang dapat bekerja dengan baik. Weiner (2000) menambahkan bahwa proses pencarian atribut secara penuh merupakan bagian berkelanjutan dari pemikiran untuk perasaan yang kemudian membawa pada suatu tindakan.

Teori kedua yang digunakan dalam penelitian Morales (2005) adalah equity theory yang menggaris bawahi prinsip resiprositas (Adams 1965). Menurut teori ini, pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk memberikan kebaikan (keuntungan) kepada orang yang berbuat baik kepada mereka (Regan, 1971). Lebih lanjut dijelaskan bahwa manusia tidak mau memiliki hutang kebaikan kepada orang lain. Jika dikaitkan dengan upaya ekstra, maka konsumen akan membalas kebaikan (upaya ekstra yang diberikan oleh perusahaan) dengan cara membeli atau paling tidak konsumen akan memiliki persepsi yang positif terhadap produk tersebut. Dalam teori ini dijelaskan bahwa konsumen akan membalas kebaikan hanya jika mereka merasa mendapat keuntungan secara langsung atau pribadi.

Adanya pertentangan antara equity theory (yang menyatakan bahwa konsumen hanya membalas kebaikan jika mereka mendapat keuntungan secara langsung dan pribadi) dengan attribution theory (yang menyatakan bahwa konsumen akan membalas kebaikan meskipun bersifat umum) telah mendorong Morales (2005) untuk melakukan penelitian lanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen tetap menghargai upaya ekstra perusahaan, meskipun bersifat umum dan tidak mengena secara langsung atau pribadi untuk konsumen. Hasil lain yang didapat adalah bahwa konsumen menghargai upaya ekstra yang dilakukan oleh perusahaan jika bermotif netral dan bukan motif persuasi. Hasil lainnya adalah bahwa perasaan berterima kasih memediasi upaya ekstra dan kemungkinan mengunjungi. Sementara perasaan bersalah semakin tinggi pada kondisi upaya ekstra.

Berkaitan dengan pembujukan atau persuasi terhadap konsumen, maka Campbell dan Kirmani (2000) telah melakukan identifikasi dan menguji faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pengetahuan persuasi oleh konsumen. Proposisi yang mereka ajukan adalah bahwa ketika konsumen memiliki sumber daya yang tidak terbatas, maka pengetahuan persuasi akan digunakan untuk mempengaruhi motif persuasi dan akan mempengaruhi evaluasi terhadap tenaga penjual. Mereka mengadopsi Persuasion Knowledge Model (PKM) dengan postulasi utama bahwa konsumen mengembangkan pengetahuan tentang persuasi dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk bersaing dengan bagian yang dipersuasi. Oleh karena penggunaan pengetahuan persuasi tergantung pada aksesibilitas dari motif persuasi, maka konsumen tidak akan menghargai perusahaan untuk upaya ekstra jika dilakukan dengan motif persuasi.

(11)

ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kirmani dan Wright (1989). Yang mengkonseptualisasikan proses dimana biaya iklan yang dipersepsi berperan sebagai petunjuk untuk kualitas. Folkes (1988) menekankan tentang pentingnya attribution theory dalam perilaku konsumen. Proposisi yang diajukan adalah dengan memahami tentang persepsi konsumen dan hubungan sebab-akibat yang merupakan pusat dalam perilaku konsumen, maka pemasar akan dapat menggunakannya sebagai dasar dalam melakukan aktivitas pemasaran. Folkes menjelaskan bahwa produk atau jasa dibeli oleh konsumen karena hubungan sebab-akibat tersebut. Sebagai ilustrasi adalah ketika konsumen membeli deodorant yang dipercaya dapat meningkatkan kehidupan sosial, sepatu atletik dapat meningkatkan kinerja, obat untuk meredakan sakit, dsb.

Dengan melakukan tinjauan literatur tentang attribution theory, Folkes ingin menunjukkan bahwa attribution theory sangat kaya dan merupakan pendekatan yang dikembangkan dengan baik berkaitan dengan isu-isu dalam perilaku konsumen. Penelitian-penelitian yang ada menerangkan hubungan antara perilaku dan sikap konsumen. Misalnya, penelitian tentang atribusi mengindikasikan kapan konsumen merekomendasikan produk ke konsumen lain dan kapan mereka melakukan komplain terhadap masalah yang ada. Attribution theory sendiri sebenarnya merupakan beberapa teori yang memiliki asumsi dasar yang sama. Menurut attribution theory, manusia akan mencari penyebab untuk kejadian yang ada (Heider, 1958; Kelley, 1967). Jika dikaitkan dengan upaya ekstra perusahaan, maka menurut attribution theory, konsumen akan menghargai perusahaan untuk upaya ekstra yang diberikan kepada konsumen meskipun bersifat umum.

Hasil penelitian Morales (2005) yang menjadi panduan dalam penelitian ini juga mendukung attribution theory, yaitu bahwa konsumen menghargai perusahaan untuk upaya ekstra yang diberikan kepada konsumen meskipun bersifat umum dan tidak menyentuh konsumen secara langsung atau pribadi. Kruger , et.al (2004) menunjukkan bahwa upaya dari perusahaan sering digunakan oleh konsumen untuk memahami kualitas produk atau layanan yang diberikan. Semakin tinggi upaya perusahaan, maka semakin tinggi pula kualitas yang dipersepsikan. Sejalan dengan Morales (2005), sekalipun sebenarnya tidak ada peningkatan kualitas, tapi jika perusahaan memberikan upaya ekstra, maka hal tersebut akan membuat konsumen mempersepsikan produk atau layanan perusahaan dengan lebih baik.

Hipotesis 3. Antisipasi masa depan mempengaruhi secara positif upaya ekstra

Hipotesis 4. Antisipasi masa depan mempengaruhi secara positif nilai pelanggan

Hipotesis 5. Antisipasi masa depan mempengaruhi secara positif kinerja pasar

METODE PENELITIAN

(12)

penyelidikannya (type of investigation), penelitian ini merupakan penelitian kausalitas yang bertujuan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel terkait dengan future anticipation seperti variabel kewirausahaan dan latar belakang pengusaha yang mempengaruhi kinerja usaha batik, melalui pengujian hipotesa (Sekaran, 2000). Untuk tujuan yang ketiga, digunakan paradigma fenomenologi dengan menerapkan teknik deskriptif kualitatif. Telah diamati secara mendalam 6 partisipan dari 3 lokasi penelitian tersebut diatas. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi langsung (naturalistic observation).

Penelitian ini dilakukan di tiga wilayah yang merupakan produsen batik seperti Pekalongan, Lasem dan Solo, Propinsi Jawa Tengah. Ketiga lokasi ini dipilih mengingat wilayah ini banyak terdapat UMKM Batik, baik yang sudah ekspor maupun yang belum melakukannya. Data diperoleh dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD), Teknik Delphi. Kuesioner. Observasi Wawancara Dokumentasi

Populasi dari penelitian ini adalah UMKM yang bergerak di usaha batik. Unit analisis dari penelitian ini adalah pengusaha yang bertanggung jawab terhadap pemasaran, bisa pemilik, pimpinannya, dan atau manajernya. Sampel yang akan digunakan sebagai unit analisis akan diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yang bertipe quota sampling.

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah variabel laten independen, variabel laten dependen, variabel terukur/indikator/manifes, variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel laten independen dibentuk dari variabel terukur. Hubungan antara variabel-variabel tersebut bersifat rekrusif, artinya hubungan yang tidak bolak-balik tetapi hubungannya searah. Ini berarti hubungannya adalah kausalitas. Variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan dari model penelitian yang akan diuji dalam penelitian ini seperti yang nampak dalam gambar dibawah.

(13)

ENTRE : Entrepreurship (Kewirausahaan)

BackGro : Backgground (Latar belakang Pengusaha) FA : Future Anticipation (Antisipasi Masa Depan)

Gambar 3. Konsekuensi Antisipasi Masa Depan

Keterangan:

FA : Future Anticipation (Antisipasi Masa Depan) EE : Extra Effort (Upaya Ekstra)

CV : Customer Value (Nilai Pelanggan) MP : Market Performance (Kinerja Pasar)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Profil UKM Batik Pekalongan

Selain kota Solo, salah satu kota yang memberikan pengaruh bagi Jawa Tengah adalah kota Pekalongan. Sama seperti kota Solo, Pekalongan menjadi salah satu kota penghasil batik dan sudah tidak asing lagi oleh banyak orang. Bahkan, hasil batik dari kota Pekalongan sudah diekspor sampai ke negara Australia, Amerika Serikan, dan Timur Tengah.

Sejarah Batik Pekalongan sendiri sudah dimulai sejak tahun 1800 yang lalu. Memang, sulit untuk memastikan dengan tepat kapan Batik Pekalongan mulai tercipta, akan tetapi sumber mengatakan bahwa Batik Pekalongan berkembang signifikan setelah perang pada tahun 1825-1830 pada kerajaan Mataram (www.pesonabatik.site40.net). Makin lama Batik Pekalongan semakin berkembang. Perkembangan Batik Pekalongan terjadi Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan, dan Wonopringgo. Batik Pekalongan diproduksi oleh rumah-rumah oleh masyarakat kota Pekalongan. Berbeda dengan batik-batik dari kota atau daerah lain yang banyak dikuasai oleh pengusaha dengan modal yang besar, Batik Pekalongan dikelola oleh masyarakat. Atau dapat dikatakan industri Batik Pekalongan dikendalikan oleh pengusaha-pengusaha kecil di kota Pekalongan.

FA

FA1 FA2 FA3 FA4 FA5 FA6 FA7 FA8

EE CV

MP EE3

1 EE3 EE2 EE1

CV1 1

CV2

MP6 1

MP5 MP4

MP3 MP2

(14)

Warna yang digunakan untuk membuat Batik Pekalongan adalah warna-warna cerah dan berpadu dengan beragam motif sebagai tanda multicultural beragam budaya yang ada di kota Pekalongan. Yakni budaya Cina, Melayu, Jepang, Belanda, dan Arab (www.indonesia.travel). Motif-motif Batik Pekalongan dipengaruhi oleh budaya-budaya yang dahulu tinggal dikota ini. Motif Batik Pekalongan dipengaruhi bunga Eropa, bunga Jepang, dan kaligrafi Arab. Namun tentunya masih dipengaruhi oleh motif asli kota Pekalongan seperti motif yang bernama batik Jlamprang. Keindahan Batik Pekalongan digambarkan dengan kemampuannya mengkombinasikan tujuh warna yang berpadu menjadi satu dalam motif batik yang dihasilkan.

Profil UKM Batik Lasem

Batik Lasem merupakan batik yang berbeda dan unik bila dibandingkan dengan dua jenis batik yang lain. Perbedaan dan keunikannya terletak pada sejarah yang mendasari terbentuknya batik ini, termasuk motif-motifnya. Batik Lasem tercipta akibat dari pengaruh dua budaya dari dua negara, yaitu budaya Jawa dan budaya Tionghoa yang berasal dari negara Cina. Berpadunya dua budaya yang berbeda ini menghasilkan batik denganciri khas yang berbeda dan unik dibandingkan dengan batik dari daerah yang lain.

Sejarah terciptanya Batik Lasem dimulai ketika seorang awak kapal yang dipimpin oleh Laksamana Chengho dan istrinya untuk sementara tinggal di Kota Lasem. Lasem sendiri berada di bagian Pantura atau pantai utara Pulau Jawa, Kabupaten Rembang. Mereka berdua yang awalnya menggagas unsur budaya Tionghoa mulai digambar pada motif batik. Hingga saat ini, motif Batik Lasem memiliki motif yang jauh berbeda dari yang lainnya. Tidak sama seperti batik Forstenlanden atau batik bermotif kerajaan yang berasal dari kota Solo dan Yogyakarta, motif-motif pada Batik Lasem contohnya motif-motif bambu, burung pheonix, kelelawar, naga, bunga seruni dan teratai. Selain motif yang memadukan dua budaya dari dua negara tersebut, masih ada motif lain yang menjadi motif andalan Batik Lasem. Motif tersebut ialah motif latoan dan batu pecah/ kricak (www.citilinkstory.com). Motif latoan adalah jenis tanaman yang banyak ditemui disekitar pantai dan biasanya dikonsumsi sebagai salah satu hidangan urap. Sedangkan motif batu pecah atau yang biasa disebut kricak merupakan motif yang diangkat dari sebuah sejarah masa kolonial Belanda. Motif ini menggambarkan anak-anak muda pada masa kerja paksa yang bertugas memecahkan batu untuk pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan yang panjangnya 1000 km. Karena telah bekerja dengan keras dan adanya serangan penyakit malaria dan influenza banyak dari pekerja yang meninggal. Akibatnya sebagai bentuk duka maka munculah motif batu pecah pada Batik Lasem sebagai tanda kesedihan warga pada masa itu.

(15)

Indonesia tidak hanya mampu mengekspresikan budaya lokal. Akan tetapi mampu mengkolaborasikan budaya dari Indonesai dan budaya negara lain yakni Cina melalui suku Tionghoa yang saat ini menetap dibanyak penjuru Indonesia.

Profil UKM Solo

Menurut pengusaha yang paham tentang batik, walaupun semua cluster menghasilkan batik namun ketiga wilayah batik di Jawa Tengah memiliki ciri produk yang berbeda. Sebagai produk budaya, batik merefleksikan situasi lingkungan masyarakat. Walaupun sama-sama batik, namun bila ditelusur ada perbedaan diantara ketiga batik dari Solo, Pekalongan dan Lasem. Untuk wilayah Solo, dulunya penduduk yang terlibat dalam kegiatan batik merupakan abdi dalem yang kemudian dilatih membuat batik untuk jarik dan selendang. Karena itu, di Solo motif batik banyak berhubungan erat dengan motif batik yang sering dipakai keluarga kraton. Keraton adalah tempat kedudukan penentu selera, baik di Jawa maupun di berbagai tempat lain di Nusantara. Hasil-hasil terbaik dari perajin akan dipesan keluarga keraton dan akan digunakan sendiri. Hal ini berdampak besar pada seni, terutama seni batik. Keraton dapat dikatakan berperan besar dalam menggerakkan penyempurnaan seni batik (Tirta, 2009: 48)

Pengujian Model

Setelah dilakukan pengumpulan data serta dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan SEM, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

(16)

Hypotheses t-value (Un)/Supported

H1: Kewirausahaan berpengaruh positif terhadap antisipasi masa depan

2.51 Supported

H2: Latar belakang pengusaha berpengaruh positif terhadap antisipasi masa depan

2.98 Supported

Kewirausahaan ternyata berpengaruh terhadap antisipasi masa depan pengusaha batik. Secara bersama-sama, variabel pengukur seperti motivasi untuk selalu maju, independensi, kreatif dan inovatif mempengari secara nyata antisipasi masa depan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.31. Untuk variabel pengukur risk taking (pengambilan resiko) bukan merupakan variabel pengukur dari kewirausahaan karena pada umumnya pengusaha batik telah turun temurun menjalankan usaha batik. Batik menjadi produk budaya sehingga hampir setiap orang yang ada dalam lingkungan industri batik memiliki pengambilan resiko yang tinggi. Dengan kata lain, variabel pengukur pengambilan resiko memiliki nilai yang relatif seragam, tidak menyebar secara normal sehingga tidak menyebabkan variasi dalam variabel laten kewirausahaan. Untuk variabel lainnya seperti keinginan untuk maju, independensi, kreatifitas dan inovasi merupakan pengukur dari variabel laten kewirausahaan.

Sementara itu, untuk latar belakang pengusaha, seluruh dimensi atau variabel pengukur signifikan, kecuali variabel pengukur umur dan pendidikan. Untuk variabel umur, tersebar secara flat atau garis lurus sehingga tidak memenuhi asas normalitas. Sementara itu untuk variabel pendidikan, mereka rata-rata berpendidikan rendah sehingga data tidak tersebar secara normal, namun lebih mengumpul disatu lokasi. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh hasil bahwa latar belakang pengusaha berpengaruh secara positif dan siginifikan terhadap antisipasi masa depan, dengan koefisien regresi sebesar 0.31.

Nilai-nilai kewirausahaan seperti keinginan untuk maju, independensi, kreatif dan inovatif mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti berimajinasi mengenai berbagai hal, tak terkecuali mengenai berbagai hal terkait masa depan. Seperti dikatakan oleh Mc Clelland (1961) bahwa seseorang yang memiliki kewirausahaan disatu sisi, mereka akan memiliki kemampuan mengantisipasi di masa depan terkait dengan berbagai hal, termasuk didalamnya adalah antisipasi masa depan pasarnya. Timmons, J.A., (1994) dan Lambing, et.al, (2000) mengatakan bahwa kewirausahaan adalah seseorang yang memiliki tindakan kreatif yang membangun nilai dari sesuatu yang tidak nampak sebelumnya. Hal tersebut merupakan upaya pengejaran kesempatan tanpa peduli terhadap sumberdaya atau ketiadaan sumberdaya di tangannya. Mereka memiliki visi, kegemaran dan komitmen untuk memimpin yang lain mencapai visi tersebut. Kewirausahaan juga membutuhkan kemauan untuk menghitung dan mengambil resiko terkait kejadian yang akan datang.

(17)

mampu melakukan pengelolaan terhadap tenaga kerja yang akan mereka gunakan terkait dengan kualifikasi, kompetensi, jumlah, arah pengembangan sumber daya manusia dalam perusahaan mereka; mereka juga mampu mengantisipasi masa depan terhadap kemungkinan persaingan yang akan terjadi serta menyesuiakan diri terhadap kondisi persaingan tersebut; mereka juga akan mampu merancang dan menetapkan harga yang memungkinkan konsumen puas dan loyal kepada mereka serta mereka mampu menetapkana harga yang akan meningkatkan brand image dan brand imagery, brand position dari produk dan perusahaannya.

Gambar 5. Hasil analisis konsekuensi antisipasi masa depan

Hypotheses t-value (Un)/Supported

H3: Future anticipation positively influences extra effort

5.36 Supported

H4: Future anticipation positively influences customer value

4.10 Supported

H5: Future anticipation positively influences market performance

(18)

Berdasarkan hasil analisis diatas ditemukan bahwa future anticipation (antisipasi masa depan) berpengaruh positif terhadap extra effort. Pada hasil pengujian hipotesis 3 ditemukan bahwa antisipasi masa depan yang dilakukan oleh perusahaan membuat perusahaan tersebut untuk memberikan extra effort bagi pelanggannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Morales (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan yang meletakkan pelanggan sebagai focal point akan memberikan upaya ekstra untuk pelanggannya. Perusahaan yang melihat antisipasi masa depan dengan melihat faktor politik, sosial, ekonomi, budaya dan teknologi akan membuat perusahaan tersebut melakukan upaya ekstra demi memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya.

Antisipasi masa depan juga berpengaruh positif terhadap customer value (nilai pelanggan) Pada hasil pengujian hipotesis 4 ditemukan bahwa perusahaan yang melakukan antisipasi masa depanm akan memberikan superior customer value kepada pelanggannya. Perusahaan tersebut memahami akan perubahan selera pelanggan dan perubahan struktur masyarakat sehingga perusahaan akan memberikan yang terbaik kepada pelanggannya yang tercermin dalam nilai pelanggan. Penelitian ini sejalan dengan temuan dari Destan, Yaprak & Cavusgil (2006) yang menyatakan bahwa semakin perusahaan tersebut berorientasi kepada masa depan maka semakin bagus nilai pelanggan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Pengusaha batik yang memahami masa depan akan memberikan superior customer value kepada pelanggannya melalui penciptaan motif ataupun desain batik yang unik.

Selain hasil diatas, ditemukan pula antisipasi masa depan berpengaruh positif terhadap market performance (kinerja pasar). Antisipasi masa depan yang dilakukan oleh perusahaan akan dihargai oleh pelanggannya. Bentuk penghargaan dari pelanggan ini berupa kepuasan dan loyalitas dari pelanggan kepada perusahaan. Hal ini tentunya memberikan dampak pembelian berulang yang berarti kenaikan penjualan yang berujung kepada peningkatan keuntungan perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan yang dipersepsikan melakukan future anticipation akan memberikan dampak positif kepada market performance perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Flint et al., (2011) yang menyatakan bahwa future anticipation akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Loyalitas inilah yang nantinya akan berujung kepada pembelian berulang sekaligus positive word of mouth kepada pelanggan yang lain sehingga akan meningkatkan market performance.

SIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Thaler (2000) mengatakan bahwa the true entrepreneur does not live merely in the context of the present. The entrepreneur and the enterprise exist now, but always with a view to

the context of the future. The implications of today’s decisions are realised tomorrow. Of course,

(19)

Selanjutnya, Thaler mengatakan sebagian besar dari masa depan akan menjadi akibat langsung dari keputusan tujuan yang diambil di masa sekarang. Prestasi dan peristiwa masa depan dipengaruhi oleh antisipasi, interpretasi, dan visi masa kini. Jika konteks menetapkan batas rasionalitas, sebagaimana dikatakan oleh Thaler (2000), masa depan konteks antisipasi akan menempatkan batasan pada kemanjuran rasionalitas kewirausahaan. Konteks antisipasi membutuhkan lebih dari kompetensi dalam rasionalitas; hal itu juga memerlukan kompetensi dalam estetika pengambilan keputusan kewirausahaan. Apa yang dikatakan Thaler ini, menunjukkan kaitan yang erat antara kemampuan kewirausahaan dan bagaimana mengantisipasi masa depan.

Riset ini – dengan menggunakan model persamaan struktural – memperdalam pandangann sebelumnya bahwa ada kaitan yang erat antara kewirausahaan, latar belakang pengusaha dengan antisipasi masa depan. Kewirausahaan dan latar belakang pengusaha sangat mempengaruhi kemampuan dalam mengantisipasi masa depan. Jika pengusaha memiliki kewirausanaan, mereka akan mampu mengantisipasi masa depan dalam enam aspek. Sementara itu, latar belakang keluarga juga mempengaruhi secara positif antisipasi masa depan pengusaha batik. Hasil lain terkait dengan konsekuensi kepemilikan kemampuan mengantisipasi masa depan menunjukkan bahwa model FMA bisa meningkatkan extra effort, customer value dan kinerja pemasaran. Dalam proses pembentukan kewirausahaan pengusaha batik, minimal ada 3 sumber belajar dari pengusaha batik. Pertama adalah sumber belajar dari orang tua. Kedua sumber belajar dari pengusaha lain sebagai karyawan dan sumber pengalaman pribadi sebagai pengusaha. Model ini sering disebut dengan hybrid entrepreneurship.

Rekomendasi

Penelitian masih terbatas pada upaya menjelaskan secara cross sectional dan kewirausahaan dalam aspek umum sehingga proses antisipasi masa depan seperti yang diharapkan Fontela (2006) belum bisa ditemukan. Masih sangat terbuka riset untuk mengeskplorasi kaitan antara proses kreatif dan inovatif, independensi, keberanian mengambil resiko, serta semangat untuk maju, baik secara siklus tahapan maupun secara longitudinal.

Disamping itu, peranan teknologi informasi sangat penting dalam proses antisipasi masa depan, dimana dalam riset ini belum diteliti. Untuk itu, penelitian mendatang perlu diarahkan untuk meneliti peranan teknologi informasi dalam antisipasi masa depan. Salah satu kajian yang layak dieksplorasi adalah peranan e-marketing dalam memperkuat antisipasi masa depan. Dalam konteks ini, belum banyak riset yang dilakukan.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Barbara. Future Matters: Futures Known, Created and Minded. 21st Century Society. 2008; 3 (2): 111-116.

Adams, J. Stacy. 1965. Inequity in Social Exchange. In Advances in Experimental Social Psychology. 1965 (2), ed. Larry Berkowitz. New York: Academic Press, 1-64.

Blaikie, N. Designing Social Research. 2000 (1) Ed. Polity Press, Cambridge.

Campbell, Margaret C. Dan Amna Kirmani. Consumers’ Use of Persuasion Knowledge: The Effects of Accessibility and Cognitive Capacity on Perceptions of an Influence Agent. Journal of Consumer Research. 2000; 27: 69-83.

Cardozo, R.N. An Experimental Study of Customer Effort, Expectation, and Satisfaction. Journal of Marketing Research. 1965; 2: 244-49.

Chang, Horng Jinh, Lun Ping Hung, Chia Ling Ho. An Anticipation Model of Potential Customers’ Purchasing Behavior Based on Clustering Analysis and Association Rules Analysis. Expert Systems With Application. 2007; 32: 753-764.

Cooper, A.C. and W.C. Dunkelberg. “Entrepreneurial Research: Old Questions, New Answers, and Methodological Issues.” American Journal of Small Business 3 (1987): 11-23. De Roo, Neal. Futurity in Phenomenology. Dissertation: The Graduate School of Arts and

Sciences. 2009. Department of Philosophy. Boston College.

Destan, Kandemir, Attila Yaprak, and Tamer S. Cavusgil. Alliance Orientation:Conceptualization, Measurement, and Impact on Market Performance. Journal of theAcademy of Marketing Science. 2006;34 (3): 324-340.

Duchesneau, D.A. and W.B. Gartner. “A Profile of New Venture Success and Failure in an Emerging Industry.” Journal of Business Venturing 5 (1990): 297-312.

Dyke, L. S., Fischer, E., & Reuber, A. R. (1992). An Inter-Industry Examination of the Impact of Owner Experience on Firm Performance. Journal of Small Business Management, 30(4), 72-87.

Ebert, R.W, and Ricky W. Griffin. 2010. Business Essentials. 2010. New Jersey: Prenticel Hall, Upper Saddle River.

Flint, Daniel J., Christoper P. Blocker, Philip J. Boutin Jr. Customer Value Anticipation, Customer Satisfaction and Loyalty: An Empirical Examination. Industrial Marketing Management. 2011; 40: 219-230.

Folkes, Valerie S. Recent Attribution Research in Consumer Behavior: A Review and New Directions. Journal of Consumer Research. 1988; 14: 548-65.

Fontela, E.; Guzmán, J.; Perez, M. and Santos, F. J. (2006): “The Art of Entrepreneurial Foresight”, Foresight, 8(6), 3-13.

Friedstad, Marian and Peter Wright. The Persuasion Knowledge Model: How People Cope With Persuasion Attempts. Journal of Consumer Research. 1994; 21, 1-31.

Gasse, Y. 1982. Elaborations on the psychology of the entrepreneur. In CA. Kent, D.L. Sexton, and K.H. Vesper, eds., Encyclopedia of Entrepreneurship. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, pp. 57-66.

(21)

Haryanto, Jony Oktavian. Model Baru Dalam Migrasi Pelanggan. Journal of Economics and Business. 2007; XIII (1): 36-48. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Heider, Fritz. The Psychology of Interpersonal Relations. 1958. New York: Wiley.

Hirsch, RD. and Michael P. Peters. 1992. Entrepreneurship, Starting, Developing, and Managing a New Enterprise 2nd edition. Irwin. USA.

Holcombe, Randall G. (2003). The Origins of Entrepreneurial Opportunities. The Review of Austrian Economics, 16:1, 25–43, 2003. Kluwer Academic Publishers. Manufactured in The NetherlandsHolcombe (2003)….

Chikamba, Alvin I. (2015). The Power Of Entrepreneurial Anticipation http://magazine.startus.cc/entrepreneurial-anticipation/

Kelley, Harold H. Attribution Theory in Social Psychology. In Nebraska Symposium of Motivation. 1967; 15: 192-238. ed. D Levine, Lincoln: University of Nebraska Press. Kotler, P., & Kettler, K.L. Marketing Management, 13th Ed. 2009. New Jersey: Pearson Prentice

Hall-Upper Saddle River.

Kirmani, Amna and Peter Wright. (1989). Money Talks: Perceived Advertising Expense and Expected Product Quality. Journal of Consumer Research. 1989; 16: 344-53.

Kruger, J., Wirtz, L.V.B., dan Altermatt, T.W. The effort heuristic. Journal of Experimental Social Psychology. 2004; 40: 91-97.

Lambing, Peggy dan Charles R. Kuehl, 2000. Enterpreneurship. Second Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey, USA.

Lee, Don Y. dan Eric WK Tsang, 2001. The effect of Entrepreneurial, Background and Network Activities on Venture Growth. Journal Of Management Studies Vol. 38 No. 4, 583-602.

McClelland, David C. (1961). Entrepreneur Behavior and Characteristics of Entrepreneurs. The Achieving Society. McClelland, David C. (1961). Entrepreneur Behavior and Characteristics of Entrepreneurs. The Achieving Society.

Mello, Zena R., Dilrani Bhadare, Emilene J. Fearn, Michael M. Galaviz, Elisabeth S. Hartmann, and Frank C. Worrel. The Window, The River, and The Novel: Examining Adolescents’ Conceptions of The Past, The Present, and The Future. Adolescence. 2009;44 (175): 539-556.

Mische, Ann. Projects and Possibilities: Researching Futures in Action. Sociological Forum. 2009; 24: 694-706.

Morales, Andrea C. Giving Firms an “E” for Effort: Consumer Responses to High-Effort Firms. Journal of Consumer Research. 2005; 31: 306-312.

Regan, D.T. Effects of a Favor and Liking on Compliance. Journal of Experimental Social Psychology. 1971; 3: 627-39.

Robinson, P. B., & Sexton, E. A. 1994. The effect of education and experience on self-employment success. Journal of Business Venturing, 9 (2), 141-156.

Stuart, R. and P.A. Abetti. 1990. Impact of Entrepreneurial and Management Experience on Early Performance. Journal of Business Venturing 5 (1990): 151-162.

(22)

Stevenson, HH,1983. A Perspective on Entrepreneurship Harvard business School Working Paper 9-384-131.

Thaler, R.H. (2000), From Homo Economicus to Homo Sapiens, Journal of Economic Perspectives, 14, 1, p. 133–41

Tirta, Iwan. Batik Sebuah Lakon. 2009. Jakarta: Gaya Favorit Press. Timmons, J.A. 1994. The Entrepreneurial Mind. Success, April 1994, 48.

Thompson P. 1986. Characteristics of Small Business Entrepreneur in Canada. Journal Of Small Business and Entrepreneeurship, Vol 4.No. 1. 1986. Pp 5-11

Van de Ven, A.H., Hudson, R., and D.M. Schroeder. 1984. Designing New Business Start-ups: Entrepreneurial, Organizational, and Ecological Considerations. Journal of Management 10 (1984): 87-107.

Vesper, K.A. 1980. New Venture Strategies. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1980.

Watson, Kathryn dan Sandra Hogarth-Scott, 1998. Small Business Start-Ups: Success Factors and Support Implications. International Journal Of Enterpreneurial Behaviour & Research Vol. 4 No. 3, 217-238.

Weiner, Bernard. An Attributional Interpretation of Expectancy-Value Theory in Cognitive Views of Human Motion, ed. Bernard Weiner. 1974. New York: Academic Press.

Weiner, Bernard. Attributional Thoughts and Consumer Behavior. Journal of Consumer Research. 2000; 27: 382-387.

(23)

LAMPIRAN

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label FA <--- ENTRE .993 .396 2.510 .012

FA <--- BACKGRO .356 .119 2.988 .003 INNO <--- ENTRE 1.000

CREA <--- ENTRE 1.167 .278 4.198 *** INDP <--- ENTRE 1.398 .360 3.887 *** RISK <--- ENTRE -.408 .304 -1.345 .179 NACH <--- ENTRE .662 .233 2.834 .005 Sass <--- BACKGRO 1.000

SGov <--- BACKGRO .999 .121 8.288 *** SosNet <--- BACKGRO .697 .102 6.822 *** TrainAM <--- BACKGRO 1.032 .124 8.302 *** TrainNB <--- BACKGRO .850 .124 6.842 *** TrainB <--- BACKGRO .663 .108 6.140 *** Experien <--- BACKGRO .210 .091 2.311 .021 Expend <--- BACKGRO .540 .219 2.464 .014 Educ <--- BACKGRO .111 .094 1.178 .239 Age <--- BACKGRO .160 .103 1.549 .121 Gender <--- BACKGRO .190 .086 2.198 .028

AMM <--- FA 1.000

AMB <--- FA .970 .216 4.487 *** AMTK <--- FA .686 .119 5.773 *** AMP <--- FA 1.153 .157 7.326 *** AMA <--- FA .916 .143 6.417 *** AMH <--- FA .235 .218 1.079 .281

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

(24)

Estimate Age <--- BACKGRO .140 Gender <--- BACKGRO .199

AMM <--- FA .684

AMB <--- FA .430

AMTK <--- FA .568

AMP <--- FA .809

AMA <--- FA .643

Gambar

Gambar 1. Proses Pencarian Pelanggan Potensial di Masa Depan (Chang et al., 2007)
Gambar 2. Antesenden Antisipasi Masa Depan terkait dengan Kewirausahaan dan Latar Belakang Pengusaha
Gambar 3. Konsekuensi Antisipasi Masa Depan
Gambar 4. Hasil analisis antesenden antisipasi masa depan
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

PP Bapor Korpri, Panitia Penyelenggara, Unit Nasional (Unitnas) Bapor Korpri, dan Pengurus Provinsi (Pengprov) Bapor Korpri, termasuk bagi seluruh kontingen peserta

Studi kelayakan selain memiliki manfaat bagi pihak luar, juga sangat bermanfaat bagi manajemen perusahaan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas atas gagasan usaha atau

Dasar-dasar Audit Internal Sektor Publik, Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik STAN Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

Data yang didapat dari proses wawancara yaitu diantaranya data mahasiswa yang digunakan untuk poses login mahasiswa sebagai responden, data lain mengenai daftar pertanyaan

Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan

kabayan dan berbisik  &gt; !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya yang ngat!r.  &gt; !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya

(1) Seksi Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, memiliki ikhtisar jabatan memimpin dan melaksanakan tugas seksi perencanaan dan

9 judul peran Muhammadiyah dalam pengembangan pendidikan Islam di masyarakat (pendekatan sosiologis di Kelurahan salaka) yaitu suatu penelitian tentang usaha atau kiprah