• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permenko Ekon No 3 Tahun 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Permenko Ekon No 3 Tahun 2006"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN

PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

NOMOR : PER-03 /M.EKON/06/2006

TENTANG

TATA CARA DAN KRITERIA PENYUSUNAN DAFTAR

PRIORITAS PROYEK INFRASTRUKTUR KERJASAMA

PEMERINTAH DAN BADAN USAHA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA

KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Menimbang : a. bahwa penyediaan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan badan usaha perlu dilaksanakan berdasarkan urutan skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara terarah, terencana, terharmonisasi, tepat guna dan tepat sasaran;

b. bahwa penetapan proyek penyediaan in£rastruktur dalam daftar prioritas proyek infrastruktur perlu dilakukan berdasarkan tata cara dan kriteria tertentu;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur tentang Tata Cara Dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha;

Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

(2)

3. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur;

4. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2005;

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;

7. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER-0l/M.EKON/05/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur;

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.0l/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur;

9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.01/2005 tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENYUSUNAN DAFTAR PRIORITAS PROYEK INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal l

Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini yang dimaksud dengan:

1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah adalah pimpinan kementerian/ lembaga/ daerah yang ruang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

(3)

3. Sekretariat Komite adalah unsur pembantu Ketua Komite yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER0l/M.EKON/05/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.

4. Unit Pusat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (Public Private Partnership), yang selanjutnya disebut Unit Pusat Pengembangan PPP adalah organ Komite sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER-Ol/M.EKON/05/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.

5. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi.

6. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha.

7. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/ atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/ atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.

8. Daftar Prioritas Proyek Kerjasama, adalah daftar yang memuat Proyek Kerjasama yang diprioritaskan penyediaannya secara lintas sektor.

9. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

10. Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang diberikan oleh MenterijKepala LembagajKepala Daerah kepada Badan Usaha yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

BAB II

MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini dimaksudkan sebagai:

(4)

b. pedoman bagi organisasi Komite dalam melakukan evaluasi terhadap Proyek Kerjasama yang akan ditetapkan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.

Pasal 3

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini ditujukan untuk menciptakan koordinasi dalam Penyediaan Infrastruktur dengan memperhatikan kepentingan ekonomi secara makro.

Pasal 4

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mengatur mengenai:

a. tatacara pengajuan Proyek Kerjasama oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Komite untuk ditetapkan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama; dan

b. kriteria evaluasi Proyek Kerjasama untuk dapat ditetapkan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.

BAB III

TATA CARAP ENGAJUAN PROYEK KERJASAMA

DAN KRITERIA EVALUASI

Bagian Pertama

Pengajuan Usulan Proyek Kerjasama

Pasal 5

Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengajukan usulan Proyek Kerjasama kepada Komite untuk dimasukan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.

Pasal 6

Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:

a. pra-studi kelayakan;

b. dokumen lelang yang paling sedikit memuat; 1) rencana bentuk kerja sama;

2) rencana pembiayaan Proyek Kerjasama dan sumber dananya;

3) rencana penawaran kerjasama, yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian;

4) analisis risiko yang memuat alokasi risiko dan upaya mitigasi;

(5)

d. dokumen hasil konsultasi publik.

Bagian Kedua

Evaluasi Kelayakan Proyek Kerjasama

Pasal 7

(1) Komite melalui Sekretariat Komite memeriksa kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya usulan.

(2) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Komite dapat meminta tambahan dokumen kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

(3) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap, Sekretariat Komite meneruskan kepada Unit Pusat Pengembangan PPP untuk dievaluasi kelayakannya.

(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Unit Pusat Pengembangan PPP melalui Sekretariat Komite dapat meminta dokumen dan/ atau keterangan lain yang diperlukan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

Bagian Ketiga

Kriteria Evaluasi Kelayakan Proyek Kerjasama

Pasal 8

Evaluasi kelayakan Proyek Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. kesiapan aspek hukum, dimana Proyek Kerjasama yang diusulkan telah sesuai dengan hukum Republik Indonesia;

b. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c. kesesuaian dengan rencana strategis sektor;

d. kompetitif, dimana Proyek Kerjasama yang diusulkan menarik bagi Badan Usaha sehingga akan terjadi kompetisi pada proses pelelangan;

e. ketersediaan lahan, dimana lahan untuk pelaksanaan Proyek Kerjasama telah tersedia, atau dalam hal lahan yang diperlukan belum tersedia atas nama Pemerintah, telah ada dokumen resmi yang diterbitkan oleh Pemerintah yang memuat rencana terperinci atas pengadaan lahan, berikut antisipasi atau tindakan yang akan dilakukan dalam proses pengadaan lahan;

f. kesiapan konsep proyek, dimana struktur Proyek Kerjasama yang diajukan sesuai untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha;

(6)

h. kesiapan pengendalian dampak lingkungan, dimana usulan Proyek Kerjasama telah dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan;

i. kejelasan bentuk kerjasama, dimana usulan Proyek Kerjasama telah dilengkapi dengan usulan mengenai bentuk kerjasama dengan pola pembiayaan yang jelas;

J. kelengkapan dokumen lelang, dimana usulan Proyek Kerjasama telah dilengkapi dengan dokumen lelang yang mencakup informasi yang dibutuhkan oleh Badan Usaha, termasuk di dalamnya rancangan Perjanjian Kerjasama;

k. kemanfaatan dan kelayakan biaya ekonomi dan sosial, dimana usulan Proyek Kerjasama dapat memberikan manfaat, dan layak dari segi biaya ekonomi dan sosial sebagaimana dibuktikan dengan analisis yang terperinci mengenai manfaat dan biaya ekonomi dan sosial, yang mencakup analisis mengenai penangulangan masalah kesempatan kerja, peran dalam pengurangan kemiskinan, pengaruh terhadap tingkat produktifitas, peran dalam pengurangan kesenjangan antar daerah, dan pertumbuhan ekonomi secara makro;

l. kejelasan penanggulangan risiko, dimana risiko yang timbul dari pelaksanaan Proyek Kerjasama telah dianalisis secara terperinci dari segi alokasi risiko, taksiran besarnya risiko secara kuantitatif dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan tingkat risiko; dan

m. tingkat kelayakan proyek, dimana tingkat kelayakan Proyek Kerjasama telah dianalisis melalui suatu pra-studi kelayakan baik dari segi finansial dan teknis.

Bagian Keempat

Evaluasi Prioritas Proyek Kerjasama

Pasal 9

(1) Unit Pusat Pengembangan PPP melakukan evaluasi untuk menentukan prioritas Proyek Kerjasama dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.

(2) Dalam menetapkan urutan piroritas, Unit Pusat Pengembangan PPP mempertimbangkan:

a. analisis manfaat, biaya ekonomi dan sosial; dan b. harmonisasi dan/ atau integrasi antar sektor.

BAB IV

PENETAPAN DAFTAR PRIORITAS PROYEK KERJASAMA

Pasal 10

(7)

(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ~Jerisi daftar prioritas Proyek Kerjasama yang layak.

Pasal 11

(1) Berdasarkan rekomendasi Unit Pusat Pengembangan PPP, Komite menetapkan Proyek Kerjasama yang layak dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.

(2) Daftar Prioritas Proyek Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memuat:

a. Proyek Kerjasama yang diprioritaskan penyediaannya; dan

b. perkiraan jadwal pelaksanaan pelelangan masing-masing Proyek Kerjasama

(3) D~ftar Prioritas Proyek Kerjasama dapat diketahui publik.

(4) Usulan Proyek Kerjasama yang dianggap tidak layak untuk dimasukkan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama diberitahukan oleh Sekretariat Komite kepada Menteri/Kepaia Lembaga/Kepala Daerah disertai alasan-alasannya.

BAB V

PENUTUP

Pasal 12

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2006

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN

PERCEPATAN PENYEDIAAN

INFRASTRUKTUR

ttd.

Referensi

Dokumen terkait

Radityo Kuswihatmo, D0212086, BENCANA ASAP DALAM ESAI FOTO (Studi Analisis Semiotika terhadap Makna Dampak Bencana Asap dalam Esai Foto Jurnalistik “Riau Lautan

Rencana Program dan Kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kota Blitar pada Tahun 2017 telah disusun dalam dokumen RENJA

Penelitian tentang spermatologi dalam masalah infertilitas pasangan suami isteri dan dalam bidang andrologi klinik juga telah banyak dilakukan, namun penelitian

1) Persiapan yang dilakukan guru bimbingan dan konseling layanan informasi tentang minat belajar dengan mempersiapkan sesuatunya berkaitan dengan kegiatan yang

Sistem Informasi ini memiliki kemampuan untuk menyimpan file konfigurasi perangkat di setiap wilayah beserta link untuk menuju ke lokasi perangkatnya, menampilkan

“Ketamakan Rahwana dalam Struktur Cerita Banjaran Rahwana di Perum Harapan Baru Bekasi Barat” ialah penelitian yang dilakukan untuk menemukan, memahami

PP Wali Barokah Kediri, memiliki 3.994 santri. Para santri tersebut berasal dari seluruh penjuru wilayah di Indonesia. Di samping itu ada juga santri yang berasal

Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan kepada pemangku kepentingan khususnya kepala sekolah yaitu menerapkan teknik supervisi yang tepat (sesuai dengan