61 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Singkat Gereja Masehi Injili di Timor
4.1.1 Gambaran Pelayanan GMIT
GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk organisasi yang terdiri dari Sinode, Klasis dan Jemaat sebagai satu kesatuan yang utuh. Sistem Presbiterial-Sinodal adalah system pelayanan yang dianut oleh GMIT. Dalam menjalankan misi pelayanannya, GMIT mengacu pada prinsip Presbiterial Sinodal yang menjunjung tinggi unsur kemajelisan, kebersamaan, kesetaraan dalam permusyawaratan. Rumusan ini menunjukan sustu sistem kepemimpinan yang bersifat kolektif baik pada aras jemaat, klasis maupun sinode (Tata GMIT, 2010).
62
pada persekutuan, prinsip presbiterial sinodal tidak mengenal hirarki dalam relasi antara sinode, klasis dan jemaat. Masing-masing aras gereja bertanggung-jawab dan berwewenang atas pelayanan dalam lingkup pelayanannya (Tata Gereja GMIT, 2010).
Adapun Pelayanan GMIT kepada umat mencakup 5 bidang pelayanan, yaitu:
1). Koinonia: Dimana GMIT harus menjadi teladan dalam mengembangkan persekutuan yang bersifat terbuka dan menjunjung tinggi kesetaraan, semua umat manusia, termasuk seluruh ciptaan.
2). Marturia: GMIT terpanggil untuk menjalankan tugas, memberitakan dan menjadi saksi dari berita kabar baik yang disampaikan. Tugas kesaksian gereja, harus dinyatakan baik dalam kehidupan bergereja, maupun dalam kesaksian ditengah-tengah masyarakat.
63
GMIT terpanggil untuk melawan segala bentuk ketidakadilan terhadap umat manusia.
4). Liturgia: bidang pelayanan yang menolong umat mendapatkan pengalaman bersama Allah dan mengekspresikan hubungan dengan Allah lewat ibadah.
5). Oikonomia: bidang pelayanan yang mencakup jawab penataan internal GMIT maupun mencakup tanggung-jawab penataan masyarakat dan alam ciptaan Allah (Tata GMIT, 2010).
64
bertanggung-jawab kepada jemaat-jemaat dalam persidangan klasis.
Prinsip kelembagaan GMIT memberikan gambaran bahwa GMIT secara organisasi mengakui adanya kepemimpinan kolektif atau yang disebut dengan kemajelisan. Keputusan-keputusan yang diambil baik di aras jemaat, klasis maupun sinode adalah keputusan bersama.
4.1.2 Pendeta Menurut GMIT
Jumlah pendeta GMIT yang pada saat ini telah mencapai 1.162 orang dan jumlah jemaat mencapai 2.504 jemaat, dengan luas wilayah yang mencakup 44 Klasis (Lap. MS-GMIT,2011).
65
bertanggung-jawab melaksanakan tugas-tugas organisasi sebagai pemimpin dalam jemaat (MS- GMIT, 2012).
Peraturan Pokok GMIT tentang Jabatan dan Kekaryawanan, menjelaskan bahwa kedudukan setiap jabatan pelayan (pendeta, penatua, diaken, pengajar) adalah setara dan saling menunjang atau menopang. Hubungan antara jabatan dikoordinasikan oleh mejelis tiap-tiap aras. Hubungan antar jabatan dikoordinasikan oleh mejelis di tiap-tiap aras. Hubungan antara jabatan keorganisasian di tiap-tiap aras adalah bersifat penugasan dan konsultasi. GMIT menjunjung tinggi pola kepemimpinan yang bersifat kebersamaan, kesetaraan dalam kemajelisan.
Berikut akan dipaparkan hak dan kewajiban pendeta sebagai karuawan GMIT menurut Peraturan Pokok GMIT tentang jabatan dan kekaryawanan Bab XIV, pasal 67 ayat 2 adalah: setiap karyawan memiliki hak dan kewajiban antara lain:
66
2. Penghargaan terhadap produktifitas dan prestasi kerja;
3. Cuti
4. Biaya perawatan ketika sakit atau tertimpa kecelakaan; hak yang sama juga untuk anggota keluarga inti yang menjadi tanggungan karyawan yang bersangkutan;
5. Tunjangan karena cacat jasmani atau rohani yang dialami ketika sedang melaksanakan tugas sehingga tidak dapat lagi bekerja secara tetap;
6. Uang duka bagi keluarganya apabila yang bersangkutan meninggal dunia ketika sedang melaksanakan tugas;
7. Kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan dan latihan yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya;
8. Fasilitas kerja yang menopang efektifitas dan produktifitas kerja;
9. Pensiun
67 1. Menjunjung tinggi pengakuan iman;
2. Menaati Tata Gereja;
3. Menjaga persekutuan dan keutuhan gereja;
4. Menyimpan rahasia pelayanan
5. Menjalankan tugas di mana dan kapan saja berdasarkan pengaturan lembaga atau pejabat gereja yang berwenang karena tuntutan pelayanan gereja;
6. Setiap karyawan mempertanggung-jawabkan pelayannyaa kepada Tuhan melalui Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan Sinode sesuai dengan lingkup pelayanannya.
68 4.2 Gambaran Umum Responden
Penelitian mengenai harapan jemaat desa dan kota terhadap pelayanan pendeta yang dilakukan di jemaat di Gereja Masehi Injili di Timur, khususnya pada Klasis Alor Tengah Utara. wilayah pelayanan Klasis Alor Tengah Utara adalah wilayah yang sangat luas dengan medan pelayanan yang terletak dikota dan didesa, adapun wilayah pelayanan ada di kota mudah dijangkau sedangkan di desa medan pelayanannya berbukit-bukit dan tidak rata ditambah lagi dengan kurangnya sarana transportasi yang ada sehingga cukup menyulitkan untuk dijangkau. Sebagian besar wilayah pelayanan tersebar di 3 kecamatan dan hanya sedikit yang masuk dalam wilayah kecamatan Alor selatan yakni sebagian kecil wilayah pelayanan Mahuting Selatan. Klasis ALTAR memiliki 9 Jemaat Mandiri dan 8 Jemaat bermata Jemaat, dengan pembagian sebagai berikut:
69
Baumi, Jemaat Padangtia Batunirwala dan Jemaat Maranatha Waimi.
Jemaat bermata Jemaat antara lain: Jemaat Mahuting Barat, Jemaat Mahuting Selatan, Jemaat Lembur Tengah, Jemaat Lembur Selatan, Jemaat Lembur Timur, Jemaat Likwatang, Jemaat Lulangkang, Jemaat Gerbang Indah.
Sehingga penelitian ini dilatarbelakangi oleh harapan jemaat terhadap karakteristik pendeta dalam hal ini mengenai komitmen, gaya kepemimpinan, dan kemampuan komunikasi dalam menjalankan pelayanannya baik di kota maupun di desa.
4.3 Perbedaan Karakter Masyarakat Kota dan Desa.
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community).
70
kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.
Perbedaan cirri antara kedua system tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Msayarakat Pedesaan:
1. Perilaku homogeny
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebesamaan
3. Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
4. Isolasi social sehingga statik
71
6. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7. Kolektivisme
Msayarakat Kota:
1. Perilaku heterogen
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
3. Perilaku yang beorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4. Mobilitas social, sehingga dinamik
5. Kebaura dan diversifikasi cultural
6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai secular
7. individualisme
72
pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
4.4 HASIL PENELITIAN
a. Hasil Penelitian Harapan Jemaat Kota Terhadap
Kualitas Karakter dalam Gaya Kepemimpinan dan
Komitmen Pendeta
73
pendeta yang tidak lagi mencapai standar pelayanan yang diharapkan jemaat.
Hasil penelitian di jemaat kota, mereka mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:
"Kami menganggap pendeta sebagai hamba Tuhan yang
sudah diberkati dan akan memimpin kami menuju jalan
keselamatan. Namun, kami mengharapkan pemimpin yang tidak
hanya melayani kebutuhan rohani kami saja, tetapi juga peka
terhadap kehidupan jemaat dan mampu mengatasi pergumulan
yang dihadapi oleh jemaat” (Resp. A).
“Kami ingin pendeta yang mampu memimpin jemaat, pendeta
yang tahu tentang aturan gereja. Kami berharap pendeta mau
menjadi pemimpin yang mau melihat atau mendengar keluhan
jemaat serta bersama jemaat atasi keluhan yang kami hadapi
seperti dalam pengembangan ekonomi jemaat, dalam kelestarian
lingkungan hidup, dalam mengatasi pergaulan muda-mudi yang
semakin bebas dan negatif” (Resp. B).
74
semata-mata hanya menjalankan system pelayanan tetapi mampu memberdayakan SDM yang ada. Jemaat berharap agar gereja khususnya pendeta mampu menyeimbangkan pelayanan dan upaya mengelolah SDA untuk kesejahteraan ekonomi. Jadi, tidak hanya iman dan kesalamatn jemaat yang menjadi visi utama gereja tetapi kesejahteraan kehidupan ekonomi jemaat juga perlu menjadi perhatian penting gereja.
Adapun kehidupan pemuda dan pemudi gereja dengan berkembangnya jemaat membuat pergaulan pemuda jemaat semakin menuju kearah yang negative. Sehingga, jemaat membutuhkan pendeta yang mampu mengayomi dan menuntun pemuda gereja agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang semakin jahat.
Pendeta yang mengertai dan tahu tentang peratura-peraturan gereja namun, dalam kenyataan pelayanan, sebagian pendeta mengabaikan peraturan tersebut dan melakukan sesuai kemauannya.
Jemaat berharap agar, pendeta dalam menjalankan
75
harus mengutamakan jemaat sebagai tanggung-jawab
pelayanan bukan sebagai beban” (Resp. C).
Gaji sebagai salah satu hak yang wajjib diterima oleh pendeta atas tugas pelayanan yang telah dilaksanakan namun, bagi jemaat pendeta jangan hanya menuntut gajinya saja tetapi pelayanan tidak dilaksanakan secara total.
Dalam memimpin jemaat juga mengharapkan pendeta yang mampu memimpin dengan baik dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
"Dalam berkhotbah, pendeta janganlah menceritakan kembali isi dalam , isi khotbah pun harus menarik
sehingga jemaat tidak mengantuk. Kemampuan
berkomunikasi dalam memimpin rapat di jemaat,
pendeta sebagai pemimpin rapat harus bisa dan
mampu menyampaikan apa yang menurut pendeta
harus disampaikan dan sebaliknya mampu
mendengarkan dan menyalurkan aspirasi, ide-ide dan
saran jemaat. Pendeta harus pintar dalam berbicara
dan mampu menanggapi perkembangan iptek yang
76
lebih meluangkan waktu untuk membina anak sekolah
minggu, dan juga pemuda, pendeta harus bisa
membangun komunikasi yang baik dengan mereka.
Pendeta tidak hanya menasehati dan berkhotbah
untuk jemaat, tetapi pendeta juga harus
mendengarkan apa yang menjadi harapan jemaat.
Pendeta harus bisa mengkomunikasikan firman Allah
dengan baik kepada jemaat, bukan
mengkomunikasikan hal-hal negatif yang dapat
menimbulkan konflik dan perpecahan dalam jemaat"
(Resp. D).
Hasil penelitian di jemaat kota, jemaat mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam komitmen adalah sebagai berikut:
jemaat ingin supaya pendeta itu selalu ada dalam jemaat dan
selalu jemaat dalam segala kondisi sesuai dengan tugas dan
panggilan. Jemaat berharap pendeta menjalankan komitmen
yaitu „satu kata, satu perbuatan' artinya bahwa pendeta
harus berani katakan salah itu salah dan katakan benar jika
77
Hal ini menunjukan bahwa, pendeta bertanggung-jawab kepada jemaat. Oleh karena itu, dalam kondisi atau situasi apapun pendeta harus siap melayani jemaat, dan harus lebih mengutamakan kepentingan jemaat.
“Ada juga harapan lain dari jemaat terhadap komitmen
pendeta adalah, komitmen dalam mengimplementasikan
firman yang dikhotbahkan, bersedia melayani jemaat tanpa
harus melihat status sosial, berkomitmen untuk
menjalankan aturan dan tata GMIT dengan baik dan benar”
(Resp. F).
Hal ini membuktikan bahwa, keteladan seorang pendeta dalam menjalankan firman merupakan hal yang penting. Karena, berkhotbah atau menyusun sebuah khotbah merupakan hal yang tidak terlalu sulit, tetapi yang diharapkan jemaat adalah tindakan nyata pendeta dalam menjalankan firman yang dikhotbahkan adalah hal yang penting.
78
ditingkatkan dan 30% jemaat yang beranggapan bahwa kualitas pelayanan pendeta sudah baik, karena pendeta adalah hamba Tuhan sehingga apa yang mereka kerjakan tidak perlu diragukan lagi.
b. Hasil Penelitian di Jemaat Desa Tentang Harapan
Jemaat Terhadap Gaya Kepemimpinan dan Komitmen
Pendeta
Dalam gereja, pendeta yang menjadi seorang pemimpin gereja memiliki pengaruh yang kuat yang dijalankan dalam situasi tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi yaitu lewat khotbah dan lain sebagainya kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Namun, dalam kenyataannya pendeta menggunakan pengaruh tersebut tidak semata-mata untuk peyanan, tetapi terkadang pendeta menggunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang mendukung pendeta.
79
"Pelayanan mereka sebagai seorang pendeta belum memiliki
sifat pemimpin yang sesungguhnya. Pendeta masih menjadi
pemimpin yang hanya mementingkan pribadi sendiri dari
pada kepentingan pelayanan” (Resp. A).
“Pendeta sebagai pemimpin gereja, harus bisa bekerjasama
dengan anggota majelis dan memiliki sifat sebagai seorang
pemimpin dan mampu memelihara dan mendengarkan
jemaatnya dalam menggambil keputusan atau menyelasaikan
masalah, jangan hanya mau melakukan sesuatu sesuka hati
tanpa ada pertimbangan” (Resp. B).
“Pemimpin yang hadir tepat waktu dalam kegiatan-kegiatan
gereja, bukan jemaat yang datang lebih dahulu dan
menunggu pendeta" (Resp. C).
Peran dan kualitas karakter pendeta di desa sangat dibutuhkan. Jemaat didesa mebuthkan pendeta yang mau mendengarkan pergumulan jemaat dan mampu mengambil tindakan.
80
"Dalam berkhotbah, jangan terlalu menggunakan istilah
dan bahasa yang sulit dipahami dan dimengerti oleh
jemaat. Jemaat berharap pendeta dalam khotbahnya
jangan berbelit-belit, langsung katakan apa yang harus
kami lakukan dan apa yang tidak boleh kami lakukan yang
akan menimbulkan dosa dan sesat. Terkadang khotbah
pendeta terlalu panjang lebar dan membuat jemaat tunggu.
Bila perlu dalam berkhotbah kalau bisa pendeta
menggunakan alat peraga atau gambar yang menarik,
karena sebagian jemaat latar belakang pendidikannya
adalah tidak tamat SD dan bahkan ada yang tidak sekolah,
tidak bisa membaca dan menulis" (Resp. C).
Berdasarkan hasil penelitian di jemaat desa, jemaat mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam komitmen pelayanan adalah sebagai berikut:
“Kami jemaat desa, mengharapkan pendeta bersedia tinggal
bersama dengan jemaat di rumah pelayan. Pada tahun sebelumnya
ada pendeta yang tidak mau menetap dijemaat karena wilayah yang
sulit dijangkau serta kurangnya fasilitas di desa. Namun saat ini,
pendeta yang baru di thabis dan ditempatkan di desa mau dan
81
pendeta untuk siap melayani dimana saja itu tetap di pegang teguh
agar jemaat tidak kecewa” (Resp. D).
Dari hasil penelitian, 55 % jemaat merasa bahwa kualitas pelayanan pendeta sudah baik. 45% mengatakan bahwa, kepemimpinan dan komitmen perlu ditngkatkan oleh pendeta.
4.5. PEMBAHASAN
4.5.1 Harapan Jemaat Kota Terhadap Kualitas Pendeta
dalam Gaya Kepemimpinan dan Komitmen.
Ketika seorang pendeta yang adalah pemimpin dalam jemaat menjadi teladan yang baik bagi jemaatnya dan membangun kerjasama yang yang baik dengan rekan sekerjanya maka secara langsung karakter serta kualitas pendeta akan dinilai baik oleh jemaat. Namun, jika hal demikian tidak mampu dilakukan oleh pendeta maka jemaat akan menilai kualitas pendeta dalam melayani mengalami penurunan. Berdasarkan data MS-GMIT (24-27 September
2012), kualitas kinerja para karyawan gereja (pendeta)
82
bahwa sekitar 90% dan masalah yang diselesaikan
berhubungan dengan kinerja pendeta.
Melihat dari data di atas dan berdasarkan hasil penelitian
pertama maka, penulis melihat bahwa menurunnya kualitas
karakter pendeta sehingga menimbulkan harapan-harapan
positif dari jemaat terhadap pendetanya, agar mampu
merubah kualitas karakter yang lebih baik lagi untuk
mencapai tujuan pelayanan seperti yang dikemukakan
(Snyder & Anderson, 2000).
Seperti yang telah di bahas di bab pertama bahwa, tinggi
rendahnya kualitas seorang pemimpin dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan dan komitmen pemimpin dalam menjalankan
sebuah organisasi. Oleh karena itu, menurunnya kualitas
pendeta salah satunya disebabkan oleh faktor eksternal yaitu dalam diri pendeta sendiri yaitu, gaya kepemimpinan yang digunakan dan komitmen awal yang menjadi landasan pendeta dalam mengemban tugas pelayanan.
83
84
pelayanan diakonia GMIT terpanggil untuk melawan segala bentuk ketidakadilan terhadap umat manusia.
85
86
komunikasi. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan pendeta dalam komunikasi, yaitu mengkomunikasikan informasi, mendengarkan, dan berkomunikasi dengan tindakan dan sikap. Artinya bahwa, pendeta harus mampu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan kepada jemaat, kemudian pendeta harus mampu mendengarkan respon balik dari jemaat (pergumulan jemaat atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh jemaat), dan setelah itu jemaat membutuhkan tindakan nyata dari pendeta terhadap pergumulan yang mereka hadapi.
87
dan bisa dimengerti dan mampu menyampaikan sekreatif mungkin agar jemaat tidak bosan dalam mendengarkan khotbah tersebut.
Karakter yang dimiliki masyarakat kota bermacam-macam dari lapisan/tingkatana hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain, maka dibutuhkan pendeta yang smart, yang mampu memimpin dan memiliki kemampuan mengelolah keberagaman karakter masyarakat (jemaat) sehingga tidak menimbulkan konflik, ketidakadilan dan bahkan perpecahan. Hal ini terkait dengan lima atribut yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan pendeta yaitu, keberanian. Jemaat kota dengan latarbelakang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda-beda sehingga terkadang pendeta mendapatkan kritikan yang cukup keras sehingga dibutuhkan pemimpin yang berani mengambil resiko dikritik.
88
demokratis saja yang dibutuhkan pendeta untuk melayani di kota, tetapi gaya kepemimpinan melayani juga adalah hal utama yang sangat perlu dimiliki oleh pendeta. Sehingga penulis setuju dengan pendapat (Nuryati, 2004) dibutuhkan pendeta yang memiliki kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani. Dengan ketulusan dalam memimpin maka segala perbedaan itu akan memperkaya warna dalam dunia pelayanan.
89
Dalam jemaat kota tidak hanya terdapat jemaat yang tingkat ekonomi, pendidikan dan sosialnya yang tinggi. Di jemaat kota juga terdapat jemaat yang sosial dan ekonominya rendah. Sehingga dibutuhkan pendeta yang memiliki karakter atau sikap peduli seperti yang ditekankan Klann (2007) dari salah satu atribut yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu, kepedulian. Peduli terhadap kaum minoritas dalam gereja, peduli terhadap kaum yang tersisihkan karena perbedaan status dan tingkatan ekonomi. Memiliki komitmen untuk bersikap adil dan membela keadilan dan mampu menyelesaikan masalah dalam jemaat tanpa memihak dalam suatu golongan tertentu.
90
a. Jumlah jemaat yang banyak, sedangkan pendeta yang melayani hanya satu pendeta, sehingga untuk berkomitmen agar selalu ada dengan jemaat dalam situasi dan kondisi apapun sulit dijalankan.
b. Permasalahan dalam jemaat yang begitu kompleks.
c. kegiatan-kegiatan gereja yang beragam seperti (Ibadah Rumah Tangga/Pemuda/PAR/Kaum Bapak/Kaum Ibu, acara syukuran, pembinaan katekisasi, dan lain sebagainya), sehingga pendeta sulit membagi diri dan waktunya untuk ikut dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
91
organisasi atau lembaga gereja yang dipimpinnya dapat mencapai sasarannya. kualitas karakter pendeta dalam hal ini gaya kepemimpinan dan komitmen dalam pelayanan yang baik mengarah pada harapan yang positif dari warga jemaat. Sehingga tidak terdapat kerenggangan antara warga jemaat dengan pendeta dalam kehidupan berjemaat.
4.5.2 Harapan Jemaat Desa Terhadap Kualitas Pendeta dalam
Gaya Kepemimpinan dan Komitmen.
92
dengan budaya dan lingkungan tersebut. Pemimpin yang fleksibel dan mampu beradaptasi (Klann, 2007).
93
Seperti yang dijelaskan tentang wilayah pelayanan jemaat di desa berbukit-bukit dan sulit untuk dijangkau, sehingga mengutip dari peraturan GMIT tentang syarat menjadi pendeta yang memiliki komitmen tinggi dan siap ditempatkan dimana saja maka hal ini menjadi kewajiban setiap pendeta untuk bersedia melayani dimanapun di ditempatkan.
Dari hasil penelitian, maka jemaat berpendapat bahwa, pada tahun-tahun sebelumnya, pendeta tidak bersedia tinggal bersama dengan jemaat karena wilayah yang sulit dijangkau serta kurangnya fasilitas di desa. Namun saat ini, pendeta yang baru di thabis dan ditempatkan di desa mau dan bersedia tinggal bersama jemaat. Jemaat berharap agar, komitmen pendeta untuk siap melayani dimana saja itu tetap di pegang teguh agar jemaat tidak kecewa.
94
Pertama adalah atribut keberanian. Pendeta harus mempu dan berani melakukan perubahan yang baik dalam pelayanan, kebiasaan yang positif perlu dipertahankan sedangkan kebiasaan yang negative perlu dihilangkan. Berani mengembangkan SDM demi mengembangkan ekonomi jemaat sehingga kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani jemaat dapat terpenuhi dan seimbang.
95
4.5.3 Persamaan dan Perbedaan Harapan Jemaat Kota dan
Desa Terhadap Kualitas Gaya Kepmimpinan dan Komitmen
Pendeta
Dari hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa, harapan jemaat di kota berbeda dengan jemaat yang di desa. Jemaat kota mengharapkan pendeta yang smart dalam berkhotbah, smart dalam mengelolah organisasi gereja, berpenampilan menarik, aktif dalam kegiatan di gereja, mementingkan kepentingan jemaat dan tidak otoriter dalam memimpin mampu membawa jemaatnya menghadapi perkembangan iptek yang semakin berkembang pesat, mengerti tentang ajaran atau Tata GMIT serta menjalankan Tata GMIT dengan baik dan benar.
96
Sedangkan jemaat di desa mengharapkan pendeta yang mau mendengar keluhan mereka, pendeta yang mampu bersikap adil dalam menyelesaikan masalah, berkomitmen untuk mau melayani dan tinggal dengan jemaat, pendeta yang mampu mengembangkan ekonomi jemaat untuk kesejahteraan jemaatnya, pendeta yang mau berkunjung ke jemaat, pendeta yang mau bertindak bukan pendeta yang hanya berbicara.
Penulis setuju dengan Spears (2004), bahwa menjadi seorang pemimpin gereja harus bisa mendengar, empati, konseptualisasi, dan memlihat ke masa depan. Pendeta juga harus memiliki kasih yang murni, mengutamakan orang lain, melayani dan peka.
97