• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koordinasi sumber daya manusia oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam tinjauan George R. Terry.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Koordinasi sumber daya manusia oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam tinjauan George R. Terry."

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI SUMBER DAYA MANUSIA OLEH SULTAN MUHAMMAD AL-FATIH DALAM TINJAUAN GEORGE R. TERRY

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Muhammad Faisol Fadli

B74213051

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini dengan judul “Model Koordinasi Sultan Muhammad Al-Fatih”, merupakan penelitian kepustakaan (library reseach) berupa skripsi Koordinasi Sumber Daya Manusia oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam membuka peradaban di Kota Konstantinopel. Penulis menemukan masalah berupa, koordinasi sumber daya manusia yang dilakukan pada waktu sebelum, saat dan sesudah pembukaan kota Konstantinopel.

Sultan Murad II yang memimpin Kesultanan Utsmani sebelum Al-Fatih membangun organisasi untuk mempersiapkan penerusnya. Ia merencanakan beberapa strategi untuk membangun organisasi yang kokoh yang dapat dilanjutkan oleh kepemimpinan anaknya kelak, yakni Al-Fatih. Koordinasi dilakukan sebagai faktor utama dalam berjalannya tujuan orgaanisasi. Para bawahan dikoordinasi untuk melaksanakan tugasnya. Mereka dipimpin untuk mencapai tujuan organisasi di Kesultanan Utsmani. Persiapan dilakukan untuk membuka peradaban Konstantinopel.

Sultan Muhammad II (Al-Fatih) dapat melanjutkan tujuan ayahnya tersebut dengan perencanaan yang lebih matang. Ia berkoordinasi dengan menteri, gubernur, prajurit. Tujuannya adalah untuk membangun berbagai kawasan, militer, persenjataan, hingga berhasil mengumpulkan pasukan sebanyak 250.000 prajurit. Koordinasi yang dijalankan Sultan Al-Fatih ini adalah kunci uatama dalam penyerangan.

Sultan Muhammad II (Al-Fatih) telah melaksanakan peperangan tersebut dalam kurun waktu beberapa minggu. Koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani ini berjalan sesuai komando Sultan Al-Fatih. Namun koordinasi sumber daya manusia ini belum mampu menembus tembok kokoh Konstantinopel dan membuat musuh seolah-olah di atas angin. Sultan pun akhirnya mengevaluasi beberapa strategi dan membuat sesuatu hal yang tidak dipercaya oleh musuh. Ia membuat persiapan yang baik dan matang untuk dapat memenangkan pertempuran, hingga pada akhirnya ia dan pasukannya mampu untuk merebut dan menguasai kota Konstantinopel.

(7)
(8)

E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 5

F. Definisi Konsep ... 5

G. Metode Penelitian ... 6

H. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II KOORDINASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA ... 11

1.Pengertian Koordinasi dan Hubungan Kerja ... 11

A. Pengertian Koordinasi… ... 12

B. Prinsip Koordinasi… ... 17

C. Ciri-ciri Koordinasi … ... 19

D. Fungsi Koordinasi ... 22

2. Pengertian Sumber Daya Manusia ... 25

BAB III KOORDINASI PENAKLUKKAN KONSTANTINOPEL ... 28

(9)

1. Koordinasi Persiapan ... 28

1.1. Koordinasi Perencanaan oleh Sultan Murad II. ... 28

1.2. Profil Kota Konstantinopel. ... 39

1.3. Ekspedisi Penyerangan. ... 43

2. Koordinasi Peta Potensi. ... 48

2.1. Membangun Benteng. ... 49

2.2. Pengadaan Senjata. ... 52

2.3. Memperkuat Angkatan Laut. ... 54

3. Koordinasi Negosiasi. ... 56

3.1. Negosiasi dengan Negara Sekutu Konstantinopel. ... 56

3.2. Negosiasi dengan Kaisar Konstantinopel. ... 58

B. Koordinasi Saat Penaklukkan Konstantinopel ... 62

1. Koordinasi Penentuan Strategi … ... 62

1.1. Koordinasi Persiapan Penyerangan … ... 63

1.2. Koordinasi Penempatan Pasukan … ... 67

1.3. Peran Ulama’ dalam Penyerangan … ... 70

1.4. Penentuan Pasukan Angkatan Laut ... 72

2. Koordinasi Pelaksanaan Serangan ... 74

2.1. Kehebatan Meriam milik Sultan Muhammad II ... 74

2.2. Serangan Pasukan Darat ... 77

2.3. Serangan Armada Laut Utsmani... 82

3. Evaluasi Serangan. ... 91

3.1. Evaluasi oleh Khalil Pasha. ... 93

3.2. Evaluasi Komandan dan Pasukan Laut. ... 97

3.3. Hasil Evaluasi Pasukan Utsmani. ... 104

C. Koordinasi Sesudah Penaklukkan Konstantinopel ... 128

1. Koordinasi Pembangunan Peradaban ... 128

1.1. Pembangunan Tempat Ibadah. ... 133

1.2. Pembangunan Bidang Pendidikan. ... 135

1.3. Pembangunan Tempat Kesehatan. ... 139

(10)

1.5. Pembangunan Peraturan dan Hukum Negara. ... 143

1.6. Pembangunan Sistem Pertahanan Negara. ... 150

2. Koordinasi Ekspansi Pembuka Peradaban ... 153

2.1. Penaklukkan Negeri Kepemimpinan Dimatrius. ... 156

2.2. Menyatukan Anatolia. ... 159

2.3. Membuka Peradaban Bosnia. ... 161

2.4. Membuka Peradaban Negara Qaraman. ... 166

2.5. Pertempuran dengan Negeri Beograd. ... 169

2.6. Membuka Peradaban di Kepulauan Yunani. ... 173

BAB IV KOORDINASI GEORGE R. TERRY. ... 176

1. Koordinasi dalam Pembukaan Konstantinopel. ... 176

2. Sumber Daya Manusia di Kesultanan Usmani. ... 193

BAB V PENUTUP ... 200

A. Kesimpulan ... 200

B. Saran ... 201

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sulthan Muhammad II digelari sebagai Muhammad Al-Fatih merupakan salah

satu tokoh dalam sejarah kejayaan ummat Islam. Ia merupakan anak muda dari

keturunan dinasti Utsmaniyyah yang memiliki kekuasaan di wilayah Turki. Ia juga

merupakan seorang pemimpin yang ahli di bidang ilmu Agama, strategi militer,

politik kenegaraan, dan manajemen organisasi. Sulthan Al-Fatih merupakan tokoh

penting dalam pembukaan kota Konstantinopel di Romawi Timur. Saat usianya

belum mencapai 25 tahun, ia mampu memimpin barisan pasukannya untuk

membuktikan kebenaran kabar gembira Nabi. Selama 800 tahun dan 11 kali

percobaan pembukaan, umat Islam belum berhasil membuka kota Konstantinopel.

Hingga akhirnya, ia dan pasukannya datang dan mampu mewujudkan mimpi besar

umat Islam ini.1 Mimpi tersebut didasarkan pada hadis Nabi:

م يناع ف لاق شْيجْلا كل شْيجْلا مْعنلو اهريما ريم ْْا مْعنلف ةَينيطْنطْسقْلا َنحتْفتل ينلاسف كلَْلا ْْع نْْ ةَلْس

ةَينيطْنطْسقْلا ازغف هتْثَ حف

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”2

1

Syaikh Ramzi Al-Munyawi. 2011. Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hal 1.

2

H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335.

(13)

2

Hadis di atas menjelaskan, bahwa pembuka Konstantinopel merupakan

orang-orang yang terbaik. Sisi kebaikan pembukaan Konstantinopel dilihat dari dua sisi.

Pertama, sisi kepemimpinannya, yakni kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih yang menarik untuk dikaji. Sosok kepemimpinan Al-Fatih adalah kepemimpinan

terbaik yang disebutkan dalam Hadis ini. Kedua, sisi kepatuhan dari para pengikutnya, yakni kepatuhan, kepercayaan, kemauan, dan kemampuan yang terbaik.

Jika semua didasarkan pada sosok kepemimpinan yang terbaik, maka kemauan dan

kepatuhan akan muncul. Hadis di atas juga menyebutkan strategi militer, karena

militer merupakan simbol pertahanan, keamanan, keberanian, kewibawaan, dan

kekuatan. Dengan adanya militer yang terbaik, rakyat merasa aman, damai, dan

tentram. Oleh karena itu, pembebasan Konstantinopel tidak hanya melibatkan

kepemimpinan yang terbaik, melainkan juga strategi militer yang terencana. Dalam

hadis di atas, terdapat kata amir, yakni jabatan dengan otoritas tertinggi di bidang eksekutif yang mampu mengendalikan militer dan mengatur pemerintahan. Dalam hal

ini, Al-Fatih tidak hanya sebagai seorang Sultan, melainkan juga ia menonjol sebagai

seorang komandan militer.

Muhammad Al-Fatih merupakan pemimpin yang visioner. Visi besarnya

adalah memindahkan dan memperluas wilayah kekuasaannya di seluruh barisan

imperium benua Eropa. Oleh karena itu, ia memperhatikan lembaga pendidikan dan

riset ilmiah di seluruh penjuru negeri. Ia juga mendirikan perpustakaan-perpustakaan

besar untuk menunjang gagasan visi tersebut. Selain itu, ia membangun berbagai

(14)

3

rumah sakit, istana, masjid, dan pasar-pasar besar. Ia juga memperhatikan regulasi

perdagangan dan produksi yang didasarkan pada syariat Islam. Ia juga mengeluarkan

tata kelola sistem administrasi, terutama di bidang militer, kemaritiman, dan sistem

peradilan. Perhatiannya pada sistem peradilan dimaksudkan agar para hakim menjadi

terhormat dan mampu memutuskan perkara dengan adil.3

Keberhasilan Sultan Al-Fatih dalam pembangunan peradaban negerinya tidak

terlepas dari koordinasi. Bentuk koordinasi yang dibangun Al-Fatih adalah top down, yakni dari atasan menuju bawahan. Dalam hal ini, Al-Fatih memiliki jabatan sebagai

atasan yang memberikan pengaruh kepada para bawahan, baik pejabat tinggi,

menengah, maupun pejabat yang paling rendah. Koordinasi merupakan penyatuan

tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam suatu organisasi agar tidak simpang

siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan pada arah pencapaian tujuan secara

efisien. Dalam hal ini, tujuan besar dan srategis dirumuskan oleh Muhammad

Al-Fatih. Semua bawahan perlu memahami tujuan pemimpin dan melaksanakannya

dengan baik. Setelah itu, para bawahan merumuskan tujuan sendiri yang tidak

berbeda dengan tujuan besar tersebut. Al-Fatih melakukan evaluasi secara berkala,

hingga ia pernah menanyakan situasi kepada prajurit yang paling rendah. Cara

Al-Fatih melakukan koordinasi di atas menarik untuk ditelaah lebih dalam. Dalam hal

ini, telaah dibagi menjadi tiga bidang, yaitu koordinasi sebelum pembukaan

Konstantinopel, saat pembukaan, dan setelah pembukaan.

3

Syaikh Ramzi Al-Munyawi. 2011. Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hal 3.

(15)

4

B. Fokus Pembahasan

Latar belakang masalah di atas memunculkan rumusan masalah, yaitu

bagaimana koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani sebelum

pembukaan Konstantinopel, saat pembukaan, dan sesudah pembukaan?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk

menggambarkan koordinasi sumber daya manusia sebelum pembukaan

Konstantinopel, saat pembukaan, dan sesudah pembukaan.

D. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini terwujud, ada dua manfaat yang diharapkan. Manfaat

pertama adalah pengembangan teori. Dalam hal ini, teori koordinasi dikembangkan

melalui konteks sejarah. Hasil teori koordinasi bisa dijadikan sebagai pengembangan

mata kuliah teori organisasi yang diajarkan di Prodi Manajemen Dakwah. Manfaat

yang kedua adalah implementasi manajemen di beberapa lembaga Islam. Dalam hal

ini, koordinasi yang terbaik di masa lalu bisa diterapkan untuk lembaga-lembaga

Islam saat ini maupun yang akan datang.

(16)

5

E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Studi tentang penaklukkan Konstantinopel belum banyak dilakukan oleh

pihak manapun. Setelah penelusuran terhadap beberapa referensi dalam kategori

skripsi, jurnal, dan karya ilmiah ada satu penelitian tentang penaklukkan

Konstantinopel berupa skripsi. Penelitian itu dilakukan oleh Riza Nur F mahasiswa

UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2012 dengan judul „’Penaklukkan Konstantinopel”. Penelitian Riza Nur F ini hanya mengedepankan sisi sejarah, biografi, dan

kepemimpinan saat penaklukkan Konstantinopel. Namun demikian, studi ini tidak

memberikan analisis yang mendalam, terutama terkait dengan disiplin ilmu yang lain.

Penelitian ini mempertemukan konteks penaklukkan Konstantinopel dengan teori

manajemen. Dalam hal ini, fokusnya diarahkan pada model koordinasi. Karena itu,

penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

F. Definisi Konsep

Definisi konsep dari judul skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Koordinasi adalah penyatuan tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam

mencapai suatu tujuan secara efisien pada organisasi. Menurut Abdulrahman

yang dikutip Manila, koordinasi adalah menertibkan segenap kegiatan

manajemen maupun kegiatan-kegiatan satu dengan yang lainnya agar tidak

simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan kepada titik arah

(17)

6

pencapaian tujuan secara efisien.4 Dari dua definisi ini, koordinasi merupakan penyatuan tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam suatu organisasi agar

tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan pada arah

pencapaian tujuan secara efisien.

2. Sumber daya manusia adalah “pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Sebagaimana dikemukakan, bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi,

sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya

yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya.5

3. Sultan Muhammad Al-Fatih lahir di Edirne pada tanggal 29 Maret 1432.

Nama lengkapnya adalah Muhammad Tsani bin Murad. Ia mempunyai dua

orang guru, yaitu Syekh Ismail Al-Kurani dan Syekh Aaq Syamsuddin, yang

membimbing sampai pada kemenangan. Ia adalah Sultan ke-VII dari dinasti

Utsmani yang berhasil menaklukkan kota Konstantinopel. Kepemimpinannya

dalam pemerintahan berlangsung selama 28 tahun. Pada akhirnya ia

meninggal di usia 52 tahun pada tanggal 3 Mei 1481.

G. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah kepustakaan, karena data yang diambil

berupa gambaran dari sebuah fenomena. Jenis penelitian ini adalah literature (studi

4

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 43.

5

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 4.

(18)

7

pustaka), karena data-data fenomena yang diambil berasal dari dokumen tertulis,

buku-buku, dan jurnal.

Data penelitian ini bisa dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah data yang

mencantumkan tentang koordinasi sebelum pembukaan Konstantinopel. Data ini

meliputi, koordinasi riset, koordinasi peta potensi, dan koordinasi negosiasi. Jenis

kedua adalah data tentang koordinasi saat berlangsungnya pembukaan

Konstantinopel. Data ini meliputi: koordinasi penentuan strategi, koordinasi

pelaksanaan serangan, dan koordinasi evaluasi. Jenis data yang ketiga adalah tentang

koordinasi setelah pembukaan Konstantinopel. Data ini meliputi: koordinasi ekspansi

pembebasan dan koordinasi pembangunan peradaban. Seluruh data yang diambil

merupakan data yang bersifat sekunder, karena data-data diambil setelah proses

pemikiran orang lain.

Seluruh data tersebut bersumber dari buku-buku tentang pembebasan

Konstantinopel, antara lain:

1) Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk, karya Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2) Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel, karya Syaikh Ramzi Al

Munyawi.

3) Muhammad Al-Fatih 1453, karya Felix Y. Siauw.

4) Muhammad Al-Fatih Kisah Kontroversial Sang Penakluk Konstantinopel,

karya Mustafa Armagan.

(19)

8

Buku-buku yang menjadi sumber penunjang dari data sejarah tersebut adalah:

1) Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. Karya Susila Martoyo. 2) Manajemen Perusahaan. Karya Foster Douglas.

3) Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Karya Manila GK. 4) Manajemen Suatu Pengantar. Karya Panglaykim dan Hazil Tanzil. 5) Prinsip-Prinsip perilaku Organisasi. Karya Robbins Stephen P. 6) Perilaku dan Manajemen Organisasi. Karya Robert Konopaske dkk. 7) Perilaku Organisasi. Karya Sentot Imam W.

8) Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. Karya Susila Martoyo. 9) Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Karya Dann Sugandha.

Data-data di atas diambil dengan cara dokumentasi. Dokumentasi memiliki

arti, bahwa ada informasi dari tulisan-tulisan maupun gambaran yang kemudian

diolah kembali melalui tulisan itu. Tidak ada teknik pengumpulan data yang sesuai

dengan jenis studi kepustakaan selain dokumentasi.

Dalam tahapan penelitian, ada dua poin yang menjadi fokus untuk dianalisis.

Pertama, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan induksi. Induksi/induktif merupakan bentuk dari khusus ke umum. Bentuk khusus ini berasal dari buku-buku

yang menuju ke umum dan bersifat generalisasi pernyataan. Sifat-sifat umum tersebut

berasal dari informasi. Kedua, analisisnya ialah studi kritis/analisis kritis yang

(20)

9

membahas dan melihat fenomena dari sisi kelebihan, kekurangan, hingga menuju

pada latar belakangnya yang sesuai dengan konteks manajemen.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk menjadikan tulisan ini tersusun

secara sistematis, terarah, dan sesuai dengan bidang kajian yang diteliti. Penyusunan

hasil laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini disusun dalam lima bab sebagaimana

berikut.

Bab pertama adalah Pendahuluan. Bab ini mencakup masalah yang hendak

ditelaah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, konsep, serta pada bagaimana cara

memecahkan masalah.

Bab kedua adalah pembahasan tentang teori-teori koordinasi yang

dikemukakan oleh beberapa ahli. Koordinasi tersebut juga menguraikan tentang

prinsip, cirri-ciri, dan fungsi koordinasi pada organisasi yang dijalankan. Dalam bab

ini juga dijelaskan beberapa teori tentang sumber daya manusia untuk menambah

refrensi mengenai koordinasi sumber daya manusia.

Bab ketiga berisi tentang koordinasi sebelum, saat, dan sesudah pembebasan

Konstantinopel. Pada bab ini, ada beberapa sub bab yang menjadi fokus pembahasan,

yakni koordinasi persiapan, penentuan strategi, koordinasi pelaksanaan serangan,

negosiasi, dan koordinasi evaluasi. Dari sub bab tersebut, nantinya akan

(21)

10

memunculkan penjelasan tentang koordinasi sebelum, saat, dan sesudah pembebasan

Konstantinopel.

Bab keempat berisi tentang analisis dari koordinasi pasukan Utsmani dalam

pembebasan Konstantinopel. Sub bab yang dimunculkan dari bab ini menjelaskan

tentang koordinasi apa saja yang terjadi pada saat pembebasan Konstantinopel. Untuk

sub bab kedua menjelaskan tentang Sumber daya manusia yang ada di Kesultanan

Utsmani dalam mendukung pembeukaan Konstantinopel. Dua sub bab tersebut

masing-mesing menjelaskan peran pasukan Utsmani dalam pembukaan

Kosntantinopel.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi

pembaca yang mengambil intisari dari skripsi. Berisi kesimpulan, saran, keterbatasan

penelitian, dan rekomendasi.

(22)

BAB II

KOORDINASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pengertian Koordinasi dan Hubungan Kerja

Istilah koordinasi berasal dari kata Inggris coordination. Kata coordinate

terbentuk dari dua akar kata yaitu co dan ordinate yang mempunyai arti mengatur. Dengan demikian, dalam istilah koordinasi sudah terkandung makna pengaturan.

Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling terkait. Dengan

kata lain, koordinasi hanya dapat dicapai atau terjalin bila terjadi hubungan kerja

yang efektif.6

Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi yang mendukung

tercapainya koordinasi. Karena itu dikatakan, bahwa hasil akhir dari komunikasi

(hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan

berdaya guna (efektif dan efisien). Begitu pentingnya koordinasi, dikatakan oleh

Koontz dan O’Donnell yang dikutip Manila bahwa coordination is the essence of

managership. Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan (unit-unit) kerja organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai

6

(23)

12

kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai

tujuannya.7

A.Pengertian Koordinasi

Menurut Arifin Abdulrahman yang dikutip Manila, koordinasi adalah

kegiatan untuk menertibkan segenap kegiatan manajemen maupun kegiatan

kegiatan satu dengan yang lainnya agar tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan

dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian tujuan secara efisien. Menurut

George R. Terry yang dikutip Manila berpendapat, bahwa koordinasi adalah

pengerahan usaha-usaha yang teratur guna menciptakan jumlah, waktu dan arah

pelaksanaan yang tepat, agar menghasilkan tindakan terpadu serta harmoni yang

menuju ke arah sasaran yang telah ditetapkan.8 Sedangkan definisi menurut Mooney yang dikutip Jayanti adalah coordination as the achievement of orderly group efforts, and unity action is the pursuit of common purpose. (koordinasi sebagai pencapaian usaha kelompok secara teratur, dan kesatuan tindakan

merupakan usaha pencapaian tujuan bersama).9

(24)

13

Koordinasi merupakan bentuk kerjasama yang bertujuan untuk mencapai

keselarasan aktivitas-aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut

Handayaningrat yang dikutip Jayanti dibagi menjadi dua bagian yaitu:10

1. Koordinasi intern, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh atasan langsung,

dalam hal ini pemimpin wajib mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh para bawahannya. Dengan demikian, dapat diketahui bawahan

telah melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan kebijaksanaan atau tugas

pokok.

2. Koordinasi fungsional, yaitu yang dilakukan secara horizontal. Ini

disebabkan, karena sebuah unit organisasi tidak mungkin dapat dilakukan

sendiri tanpa bantuan unit lainnya.

Di dalam koordinasi-koordinasi tersebut dapat dilakukan dalam dua bagian

yaitu:11

1. Koordinasi fungsional intern, yaitu unit-unit dalam organisasi diperlukan

koordinasi secara horizontal, karena antara unit yang satu dengan yang

lainnya mempunyai hubungan kerja secara fungsional.

10Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).

11Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

(25)

14

2. Koordinasi fungsional ekstern, yaitu koordinasi antara organisasi satu dengan

yang lainnya, karena sebuah organisasi tidak mungkin menyelenggarakan

tugas tanpa bantuan dari organisasi lainnya.

Koordinasi merupakan penyatuan dan penyelarasan semua kegiatan,

menurut Athoillah yang dikutip Jayanti: Adanya koordinasi yang baik dapat

menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat atau

kesimpangsiuran dalam tindakan. Dengan adanya koordinasi yang baik, semua

bagian dan personal dapat bekerja sama menuju ke satu arah tujuan yang telah

ditetapkan.12

Koordinasi dalam manajemen sifatnya fundamental untuk memungkinkan

tercapainya manajemen yang berhasil. Mengapa demikian, karena koordinasi

tersebut bersangkutan secara harmonis. Pelaksanaan dan fungsi-fungsi organik

dari manajemen tersebut, agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai dengan

memuaskan. Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya „’coordinating’’ itu sinonim dengan „’managing’’. Dengan demikian, maka seorang „’manajer’’

adalah juga seorang „’koordinator’’. Sebab, dengan melaksanakan secara baik dari

keempat fungsi organik manajemen tersebut, sebenarnya „’coordinating’’ atau

12Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

(26)

15

pengkoordinasian tersebut sudah mencapai sasarannya. Itu berarti, bahwa tujuan

manajemen dapat dicapai secara efektif dan efisien.13

Koordinasi dibutuhkan, agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dan

sumber-sumber yang digunakan dapat secara efektif dan efisien. Koordinasi di dalam

mencapai sinergisitas ini juga terdapat unsur komunikasi dalam mencapainya, hal

ini dijelaskan oleh Handayaningrat yang dikutip Jayanti, yaitu:14 Hubungan kerja atau koordinasi adalah bentuk komunikasi administrasi yang membantu

tercapainya koordinasi. Oleh karena itu, hasil akhir daripada komunikasi

(hubungan kerja) adalah organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna

melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk mencapai tujuannya.

Selain pengertian koordinasi di atas, terdapat beberapa definisi koordinasi

menurut para ahli: Menurut Pearce dan Robinson yang dikutip Jayanti, koordinasi

adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu

usaha bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.15

Kebutuhan akan kegiatan koordinasi timbul apabila organisasinya

bertambah besar, berkembang pesat, dan kegiatannya bertambah kompleks.

Kompleksitas kegiatan tidak boleh sampai menimbulkan kekacauan kegiatan.

13

Susila Martoyo. 1988. Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. BPFE. Yogyakarta. hal137.

14Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).

(27)

16

Semua itu dapat diarahkan ke satu tujuan tertentu, yakni tujuan organisasi sebagai

keseluruhan. Di sini koordinasi memegang peranan yang penting.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kebutuhan koordinasi, antara

lain: pertama, adanya pembagian tugas dalam organisasi (division of labor).

Kedua, adanya jenjang dalam organisasi (vertical differentiation). Ketiga, adanya penggolongan unit-unit secara fungsional (functional differentitation). Keempat, adanya fungsi lini dan staf (line and staff function). Kelima, alokasi sumber dana dan daya yang terbatas (allocation of limited resourcer). Keenam, adanya kepribadian individu yang berbeda-beda (individual indifference).16

Koordinasi disebut juga kerjasama, akan tetapi sebenarnya lebih dari pada

sekedar kerjasama, karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi.

Sementara kerjasama merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau lebih

untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, kerjasama dapat terjadi tanpa

koordinasi, sedangkan dalam koordinasi pasti ada upaya kerjasama. Untuk

mencapai tujuan yang kolektif perlu dilakukan koordinasi yang baik, sehingga

kerja sama yang dilakukan dapat menghasilkan satu tujuan yang sama dan di

antara yang melakukan kerja sama bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

Koordinasi dapat terjadi apabila ada dua atau lebih, orang atau intansi yang

melakukan kerja sama, selain itu juga kordinasi tercipta karena pelaku kerja sama

satu sama lainnya saling mempengaruhi.

16

(28)

17

Menurut G.R. Terry yang dikutip Ramadani, koordinasi adalah suatu usaha

yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan

mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan

harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Melihat dari pedapat G.R. Terry di

atas, dapat disimpulkan koordinasi dapat tercapai apabila adanya kerja sama yang

singkron antara yang melakukan kerja sama. Sedangkan menurut Mc. Farland

yang dikutip Ramadani, koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan

mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan

menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan

pendapat G.R. Terry dan Mc. Farland yang dikutip Ramadani, dapat disimpulkan

koordinasi terjadi, karena adanya kerja sama dan peran pemimpin dalam

berinovasi.17

B.Prinsip Koordinasi

Menurut Mooney dan Reiley yang dikutip Manila, ada tiga hal yang dapat

ditemukan dalam suatu koordinasi, yaitu adanya prinsip, proses, dan hasil. Dalam

hal ini, yang dimaksud dengan prinsip, yaitu susunan yang teratur dari usaha

kelompok untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai tujuan bersama.

Penerapan prinsip kesatuan tindakan dilaksanakan melalui proses bertingkat secara

hirarkhi bergerak dari atas ke bawah berdasarkan rantai kewenangan dalam

17

(29)

18

struktur organisasi. Adanya kewenangan yang merupakan kekuasaan untuk

mengkoordinasikan. 18

Menurut Dann Suganda yang dikutip Manila, dalam bukunya mengenai

koordinasi, masalah-masalah yang dihadapi organisasi pemerintah dalam usaha

mengkoordinasikan, yaitu: 19

a. Kesalahan anggapan orang tentang organisasinya sendiri. Para anggotanya

menganggap, bahwa instansinya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari

instansi lain, sehingga sulit bagi mereka untuk merendahkan diri berada di

bawah koordinasi yang sederajat.

b. Anggapan orang yang keliru mengenai instansi induknya. Suatu instansi

vertikal sering menganggap, bahwa organisasi induknya yang meminta

loyalitasnya.

c. Tidak memahami apa arti korrdinasi itu. Sementara orang berpendapat bahwa

kewenangan koordinasi identik dengan kewenangan komando.

d. Kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat. Mereka

memandang, bahwa fungsi dan tugas pokok tidak mempunyai kaitan dengan

fungsi dan tugas pokok lainnya.

18

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 43.

19

(30)

19

C.Ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut: 20

a) Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Karena itu, koordinasi

adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Pimpinan yang

berhasil mencerminkan koordinasi yang telah dilakukannya dengan baik.

b) Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama. Hal ini disebabkan, karena kerja

sama merupakan syarat mutlak untuk terselenggaranya koordinasi yang baik.

c) Koordinasi adalah proses yang terus-menerus (continuing process). Artinya suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan

organisasi.

d) Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini karena koordinasi

adalah konsep yang diterapkan dalam kelompok bukan terhadap usaha

individu. Dengan kata lain, konsep ini diterapkan pada sejumlah individu

yang bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

e) Konsep kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Hal ini berarti, bahwa

pemimpin perlu mengatur usaha-usaha/tindakan dari setiap kegiatan individu,

sehingga diperoleh adanya keserasian dalam mencapai tujuan bersama.

f) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan yang meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu,

agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai satu kelompok dalam

bekerja.

20

(31)

20

Berdasarkan arti dan ciri-cirinya, pada hakikatnya koordinasi diartikan

sebagai berikut.21 Pertama, koordinasi adalah perwujudan dari kerja sama, saling membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab

masing-masing. Hal ini disebabkan, karena setiap satuan (unit) kerja, dalam

melaksanakan kegiatannya, tergantung pada bantuan dari satuan kerja yang lain.

Jadi, adanya saling ketergantungan atau interpendensi ini yang mendorong

diperlukannya kerja sama.

Kedua, koordinasi adalah akibat logis dari adanya „’prinsip pembagian habis sebuah tugas’’, di mana setiap satuan kerja hanya melaksanakan sebagian

tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

Ketiga, koordinasi diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, di mana bermacam-macam fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh

bermacam-macam satuan kerja yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan

(sinkron).

Keempat, koordinasi akibat adanya „’rentang kendali’’ (span of control), di mana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan

beragam kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, yang berada di

bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

21

(32)

21

Kelima, koordinasi diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk

berdasarkan atas „’prinsip jalur lini dan staf’’, karena organisasi semacam ini

mempunyai kelemahan pokok, yaitu masalah koordinasi.

Keenam, koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Karena itu, komunikasi administrasi yang disebut

hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya

koordinasi. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa koordinasi adalah hasil

akhir dari hubungan kerja (komunikasi).

Ketujuh, koordinasi dapat terwujud bila „’prinsip fungsionalitas’’ dianut, di

mana setiap satuan (unit) kerja hanya melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu

organisasi.

Sedangkan menurut Handayaningrat yang dikutip Jayanti, ciri-ciri dari

koordinasi adalah sebagai berikut: 22

(a) Tanggungjawab koordinasi terletak pada pimpinan

(b) Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama

(c) Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process)

(d) Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur

22Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi

dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

(33)

22

(e) Konsep kesatuan tindakan

(f) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama.

Sejalan dengan ciri-ciri diatas, diperlukan pula syarat-syarat dalam

mencapai koordinasi ini, yaitu menurut Hasibuan yang dikutip Jayanti,

mengatakan, bahwa syarat-syarat yang diperlukan dalam koordinasi adalah

sebagai berikut:23

(a) Perasaan untuk bekerjasama harus dilihat dari sudut begian-bagian bidang

pekerjaan (bukan orang per orang).

(b) Dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara

bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai

kemajuan

(c) Satu sama lain dalam setiap bagian harus menghargai

(d) Bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah

kegiatan menjadi bersemangat.

D.Fungsi koordinasi

I. Koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen. Dengan kata lain, bahwa

koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik,

23Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang

Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

(34)

23

pimpinan memiliki cirri khas bila dibandingkan dengan fungsi-fungsi organik

lainnya. Dikatakan khas karena fungsi koordinasi mencakup pula

fungsi-fungsi lainnya, seperti: perencanaan, staffing, motivasi, pengawasan, dan lain sebagainya.

II. Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme

prosedur kerja dari berbagai macam komponen dalam organisasi. Kelancaran

mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin. Hal itu ditujukan dalam

rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin

perselisihan (friction) yang timbul antara komponen dalam organisasi yang sama dan mengusahakan semaksimal mungkin kerja sama di antara

komponen-komponen tersebut.

III. Koordinasi merupakan usaha mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari

satuan kerja organisasi, sehingga organisasi dapat bergerak sebagai kesatuan

yang bulat untuk melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan

dalam mencapai tujuannya. Lebih jelasnya, koordinasi mengandung makna

adanya keterpaduan (integrasi) dan keserasian serta kesimultanan (sinkronasi)

seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan

prinsip; koordinasi, integrasi, dan sinkronasi.

IV. Koordinasi adalah faktor dominan yang perlu diperhatikan bagi kelangsungan

hidup suatu organisasi. Dikatakan sebagai faktor dominan, karena

kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu ditentukan oleh

(35)

24

pemimpin dikatakan sebagai pimpinan yang berhasil, apabila ia dapat

melakukan koordinasi dengan baik. Peningkatan kualitas koordinasi

merupakan usaha yang perlu dilakukan terus-menerus, karena masalahnya

bukan hanya masalah teknis semata-mata, tetapi juga tergantung dari sikap,

tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik sebagaimana yang telah

diuraikan di atas.

V. Koordinasi tetap memainkan peranan yang penting dalam merumuskan

pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab.24

Fungsi koordinasi menurut ketua LAN yang dikutip Jayanti adalah: 25

a) koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi

perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi, dan

pengawasan.

b) Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme

prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi

c) Koordinasi adalah usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari

satuan kerja unit organisasi

24

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 47.

25Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

(36)

25

d) Koordinasi adalah faktor dominan yang perlu diperhatikan bagi kelangsungan

hidup suatu organisasi

e) Koordinasi tetap mamainkan peranan yang penting dalam merumuskan

pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab

f) Pertumbuhan organisasi berarti penambahan beban kerja atau fungsi-fungsi

yang harus dilaksanakan organisasi yang bersangkutan

g) Timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari

pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu perlu

diperhatikan oleh organisasi dengan harapan para spesialisasi ini memainkan

peranan yang lepas kaitannya dengan hal-hal yang umum dan lebih luas.

2. Pengertian Sumber daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan terjemahan dari “human resources”,

namun, ada ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan “manpower”

(tenaga kerja). Bahkan, sebagian orang menyetarakan pengertian sumber daya

manusia dengan personal (personalia, kepegawaian, dan sebagainya). Sumber daya

manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan,

keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan

karya). Semua potensi SDM tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi

(37)

26

informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM, maka sulit

bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya.26

Werther dan Davis yang dikutip Sutrisno, menyatakan bahwa sumber

daya manusia adalah “pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai

tujuan-tujuan organisasi”. Sebagaimana dikemukakan, bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi, sedangkan dimensi pokok

manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya yang pada gilirannya akan

menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya.27

Sumber daya manusia berkualitas tinggi menurut Ndraha yang dikutip

Sutrisno, adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan, bukan saja nilai

komparatif, tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan

energi tertinggi seperti: intelligence, creatifity dan imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan

sebagainya.28

Menurut Hasibuan yang dikutip Syarif, bahwa Sumber Daya Manusia

adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu.

Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan

prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

Sumber Daya Manusia atau man power di singkat SDM merupakan yang dimiliki

26

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 3. 27

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 4. 28

(38)

27

setiap manusia. SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap manusia.

Kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM

atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa.

Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar), sedangkan

kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya

Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ).29

Menurut Abdurrahmat Fathoni yang dikutip Syarif menyatakan, Sumber

Daya Manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap

kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan

dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu, tenaga, dan kemampuanya

benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi, maupun

bagi kepentingan individu.30

29

Mamik dan Usman Syarif. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Zifatama Publisher. Sidoarjo. Hal 16.

30

(39)

BAB III

KOORDINASI PENAKLUKKAN KONSTANTINOPEL

A. Koordinasi Sebelum Penaklukkan Konstantinopel 1. Koordinasi Persiapan

1.1. Koordinasi Perencanaan oleh Murad II

Muhammad II adalah putra dari Sultan Murad II. Ia merupakan Sultan

dari dinasti Utsmani yang terkenal tegas, adil, dan dermawan. Ia mencintai

syair. Ia juga mencintai para ulama’. Ia menjadi raja pada usia yang sangat

muda, yakni 18 tahun. Ia membangun peradaban Islam untuk generasi

penerusnya, yaitu Muhammad II (Al-Fatih). Pembangunan peradaban Islam ini

juga dimaksudkan untuk membuka peradaban kota yang bernama

Konstantinopel.

Kepemimpinannya direalisasikan dengan pendirian madrasah bagi

generasi muda muslim, agar pendidikan karakter sudah terbentuk di usia dini.

Karakter ini membuahkan hasil untuk membuka sebuah negeri yang telah

dikabarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya, sebagaimana yang telah

dikemukakan di bab I.

Budaya pendidikan agama bagi generasi muda telah diterapkan secara

(40)

29

kelak bisa membuka peradaban Konstantinopel. Penanaman nilai-nilai agama

sejak dini menjadi pilar utama pembentukan budaya organisasi. Demikian ini

merupakan bentuk budaya organisasi yang berbasis sumber daya manusia.

Karakter umum pembentukan budaya organisasi adalah sebagai

berikut.31 Pertama, seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru. Dalam hal ini, organisasi yang dimaksud adalah Kesultanan

Utsmaniyyah. Sejak awal pendiriannya, para sultan melaksanakan ide besar

pendiri Kesultanan Utsmaniyyah, yaitu membuka peradaban kota

Konstantinopel.

Kedua, pendiri Kesultanan Utsmaniyyah menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi. Dalam hal ini,

pendiri Kesultanan Utsmaniyyah membentuk tiga kementerian yang dipimpin

seorang menteri yang terpercaya. Ketiga kementerian ini mempersiapkan

generasi muda untuk menjadi prajurit militer dalam membuka peradaban kota

Konstantinopel. Para sultan mempersiapkan generasi muda yang kelak menjadi

prajurit militer dalam membuka peradaban kota Konstantinopel.

Ketiga, kelompok inti bergerak untuk merealisasikan ide dan melengkapi segala sesuatu, sehingga organisasi bisa berjalan dengan baik

dalam mencari dana, memperoleh hak paten, badan hukum, menentukan

tempat, dan sebagainya. Ketiga kementerian yang telah terbentuk memiliki

31

(41)

30

program tersendiri sesuai dengan visi pendiri kesultanan Utsmaniyyah. Semua

program tersebut terfokus pada pertahanan negara. Karena itu, ada kementerian

yang bertugas untuk mempersiapkan persenjataan; adapula kementerian yang

membentuk mental prajurit; serta ada juga kementerian yang merumuskan

strategi pembukaan peradaban. Dalam Kesultanan Utsmaniyyah, SDM yang

terdidik sejak usia dini memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi kepada

pemimpinnya. Selain itu, mereka juga memiliki loyalitas yang tinggi pada

organisasi.

Keempat, pendiri dan kelompok inti secara bersama membangunkan dan membesarkan organisasi dengan kebiasaan positif dan produktif. Sejak

awal pendirian, Kesultanan Utsmaniyyah menekankan pendidikan keagamaan

sebagai kekuatan mental rakyatnya. Untuk itu, pendidikan agama menjadi

perhatian besar bagi Kesultanan. Hubungan antara pemerintah dan para ulama’

terjalin sendiri dengan baik. Pasukan Kesultanan Utsmaniyyah yang

dipersiapkan sejak usia dini telah terbiasa melakukan ibadah dengan tekun, baik

siang maupun malam.

Kelima, pembiasaan positif berjalan terus, sehingga kebiasaan itu telah melembaga menjadi budaya organisasi tanpa disadari. Kesultanan Utsmaniyyah

membuat pembiasaan kepada rakyatnya untuk melakukan ibadah dengan

contoh dari prajurit yang telah dibina sejak usia dini. Sasaran pembinaan pada

(42)

31

dari warganya, sehingga tujuan besar kesultanan didukung oleh semua kalangan

rakyatnya.

Budaya organisasi yang telah kuat di Kesultanan Utsmaniyyah dijaga

dan dilestarikan secara bersama antara pemimpin dengan rakyatnya. Siklus

pembentukan dan pelestariannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Siklus Budaya Organisasi 1

Gambar di atas menunjukkan adanya tujuh tahapan siklus dalam

pembentukan dan pelestarian budaya organisasi. Pertama, calon bawahan baru diseleksi secara cermat. Kesultanan Utsmaniyyah merekrut para pemuda

dengan cermat untuk dijadikan sebagai prajurit. Para pemuda tersebut berasal

dari kalangan terdidik di lembaga pendidikan Utsmaniyyah. Dalam hal ini,

(43)

32

karena kerjasama yang erat antara pemerintah dan pengelola lembaga

pendidikan berlangsung lebih intensif.

Kedua, kerendahan hati menimbulkan pengalaman untuk meningkatkan keterbukaan terhadap penerimaan norma dan nilai organisasi.

Pola pendidikan Kesultanan Utsmani berpengaruh pada penerimaan para

pemuda atas tujuan besar negara secara sukarela. Ini menunjukkan, bahwa

tujuan negara dibangun tidak menggunakan pendekatan doktrinal maupun

pemaksaan, melainkan dengan menumbuhkan kesadaran dan kerelaan. Saat

perekrutan militer dibuka, mereka antusias untuk mengikutinya. Motivasi

terbesar mereka adalah keinginan untuk membuktikan diri sebagai prajurit

terbaik sesuai sabda Nabi.

Ketiga, pelatihan mendalam melahirkan disiplin yang tinggi. Pemuda yang direkrut menjadi prajurit militer dididik menjadi orang yang mempunyai

disiplin tinggi. Para pemuda dididik untuk memperbanyak ibadah dengan

sedikit tidur, bangun lebih awal, dan memakan dari hasil yang halal. Akhirnya,

kepatuhan kepada komandan dilaksanakan tanpa bantahan. Lebih dari itu, para

prajurit menghormati pemimpin Muhammad Al-Fatih dengan penuh dedikasi

tinggi. Tidak ada kericuhan di antara sesama prajurit, baik dalam hal pembagian

gaji, makanan, serta tempat tinggal. Mereka hidup dengan kebersamaan yang

(44)

33

Keempat, adanya sistem penghargaan untuk memperkuat perilaku yang tinggi. Prajurit militer yang memiliki prestasi agama yang baik diberikan

penghargaan dengan naik jabatan untuk memperkuat perilakunya. Di antara

para prajutrit yang telah menghafalkan Al-Qur’an diangkat menjadi komandan kelompok. Ini menunjukkan, bahwa ukuran prestasi prajurit Kesultanan

Utsmaniyyah terletak di bidang keagamaan. Tentu saja, kemampuan militer

juga tidak diabaikan.

Kelima, ketaatan pada nilai memungkinkan rekonsiliasi dari pengorbanan personal. Para pemuda di Kesultanan Utsmani rela mengorbankan

masa mudanya demi mengikuti pendidikan militer yang diselenggarakan oleh

Kesultanan Utsmani. Selain itu, mereka juga rela meninggalkan kebersamaan

dengan kedua orang tua, demi hidup di lingkungan asrama. Ketika mereka telah

menjadi senior, mereka rela berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan para

junior. Semua pengorbanan ini merupakan bukti ketaatan mereka atas nilai

organisasi yang dibangun oleh Kesultanan Utsmani.

Keenam, kemampuan mengambil hikmah atas sejarah organisasi. Para prajurit dibekali sejarah pendahulunya yang belum bisa membuka peradaban

kota Kosntantinopel. Dengan begitu, para prajurit tergerak untuk merealisaikan

cita-cita yang belum terlaksana. Selama dalam pendidikan, para prajurit

dibekali pengetahuan mengenai rintangan dan hambatan yang menggagalkan

(45)

34

mereka juga dibekali strategi untuk mengatasi halangan maupun rintangan

tersebut. Di antaranya adalah sosok Abu Ayyub Al-Anshari yang memiliki

semangat untuk ikut berpartisipasi, walaupun usianya sudah renta.

Ketujuh, internal organisasi membentuk model peran bagi individu. Internal Kesultanan Utsmaniyyah membuat para prajuritnya dapat

meningkatkan kualitas pada dirinya. Prajurit Utsmaniyyah dibimbing oleh

ulama’ yang memiliki kedalaman ilmu agama. Akhirnya, setiap individu

prajurit memahami posisinya, tugasnya, rantai komandonya, dan nilai yang

harus ditaatinya.

Siklus di atas berakhir dengan kesadaran individu prajurit atas

posisinya. Kesadaran ini memainkan peran dalam mencapai tujuan besar

organisasi. Peran tersebut merupakan gambaran untuk melangkah pada

tingkatan berikutnya. Dalam hal ini, seleksi calon bawahan baru diukur melalui

kesadaran individu prajurit atas peranannya.

Bentuk budaya organisasi di atas dijadikan dasar untuk membuat

perencanaan organisasi oleh Kesultanan Utsmani. Perencanaan pembukaan kota

Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dilakukan oleh ayahnya, yaitu

Sultan Murad II.

Dalam organisasi yang dibangun oleh Sultan Murad II, semua rencana

(46)

35

Sultan Murad II didasarkan pada kajian atas kegagalannya dalam membuka

peradaban kota Konstantinopel. Kegagalan ini dikaji lebih dalam hingga

menemukan solusinya. Baginya, solusi untuk membuka peradaban kota

Konstantinopel adalah pembentukan budaya organisasi yang kuat.

Pembentukan budaya organisasi ini dimulai dengan persiapan manusia baru.

Dalam hal ini, Sultan Murad II membentuk pasukan baru dengan budaya

organisasi yang baru. Karena itu, Sultan Murad II terfokus pada perencanaan

jangka panjang, yaitu pembentukan pasukan baru yang kuat secara mental

maupun keahlian kemiliteran. Perencanaan jangka panjang ini dilalui oleh

beberapa perencanaan jangka pendek yang disusun melalui tahapan-tahapan.

Rencana jangka pendek dalam tahap pertama adalah perekrutan generasi muda

yang akan dipersiapkan sebagai pengganti militer generasi tua. Ia sendiri juga

mempersiapkan putranya Muhammad Al -Fatih untuk menjadi komandan atas

militer yang baru. Dengan demikian, Sultan Murad II melakukan perubahan

organisasi tanpa menghilangkan komponen-komponen organisasi yang telah

ada.

Untuk melaksanakan rencana jangka pendek tahap pertama, Sultan

Murad II melakukan koordinasi secara intensif dengan pejabat-pejabat

kesultanan di bawahnya serta para ulama’ di Kesultanan Utsmani. Para ulama’

mendapat kehormatan yang tinggi oleh Sultan Murad II. Karena itu, Sultan

(47)

36

para ulama’. Sultan Murad II sendiri yang datang kepada para ulama’. Sultan Murad II meminta para ulama’ untuk memberikan bekal keagamaan kepada

calon prajurit baru, terutama putranya Muhammad Al-Fatih yang disiapkan

sebagai komandan perang. Pelaksanaan rencana jangka pendek yang

melibatkan pemerintahan didelegasikan oleh Sultan Murad II kepada Khalil

Pasha, perdana menteri Kesultanan Utsmani. Dalam hal ini, perdana menteri

mengatur sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh lembaga pengkaderan

prajurit baru. Dengan demikian, ada dua bentuk koordinasi yang dilakukan oleh

Sultan Murad II, yaitu koordinasi langsung dan koordinasi tidak langsung.

Koordinasi langsung dilakukan oleh Sultan Murad II kepada para ulama’.

Koordinasi ini menumbuhkan dan memperkuat kepercayan rakyat kepada

Sultan Murad II. Koordinasi tidak langsung adalah koordinssi Sultan Murad II

yang diwakilkan oelh perdana menteri Khalil Pasha. Koordinasi ini

memberikan kepercayaan kepada pejabat negara hingga membuahkan loyalitas

kepada Kesultanan.

Oleh karena itu, koordinasi yang tepat dari semua rencana diperlukan,

sehingga ia mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Rencana jangka

pendek dan rencana jangka panjang berhasil dikoordinir dan diintegrasikan

sebaik mungkin.32 Rencana jangka panjang Sultan Muhammad Al-Fatih

dipersiapkan oleh ayahnya Murad II lebih awal. Dalam hal ini, pembentukan

32

(48)

37

karakter memiliki pengaruh yang besar terhadap komponen rencana yang lain.

Rencana yang paling besar adalah pembentukan karakter. Hal ini memerlukan

waktu yang amat lama serta dana yang tidak sedikit. Karena itu, pendanaan,

keamanan dalam negeri, sarana prasarana, logistik difokuskan untuk

pembentukan karakter generasi muda. Oleh karena itu, aspek rencana jangka

pendek diimplementasikan untuk rencana jangka panjang.

Organisasi tentu menginginkan agar dapat menjalankan koordinasi

yang efektif. Ini dapat dicapai dengan berbagai cara, yaitu: menyederhanakan

organisasi, bagian-bagian yang secara konstan berhubungan dan bekerja sama

dalam satu sistem. Lebih dari hal itu, perlu diadakan prosedur yang terang dan

jelas. Setiap orang mengetahui dan mengikutinya, sehingga waktu penyelesaian

tepat sesuai tanggal (deadline) penyelesaian. Hal berikutnya ialah memakai

metode komunikasi tertulis serta mengadakan rencana secara dini. Para

bawahan didorong agar mengadakan koordinasi secara sukarela (inisiatif

sendiri). Dengan demikian, koordinasi dapat dilakukan secara formal melalui

pimpinan, staf pembantu, dan panitia pejabat penghubung. Semuanya itu perlu

dikembangkan. Koordinasi yang baik ini diperlukan pada setiap organisasi.

Perlu adanya harmonisasi program-program dan kebijaksanaan-kebijaksanaan

dengan kroscek konsistensi dan sinkron waktu. Komunikasi yang efektif perlu

diciptakan, sedangkan supervise selalu dijalankan.33 Dengan cara ini koordinasi

33

(49)

38

di organisasi yang dipimpin Sultan Murad II dapat berjalan efektif dengan

melibatkan komunikasi dari para bawahannya. Saling keterkaitan koordinasi

tersebut dapat menciptakan komunikasi yang baik, sehingga tujuan yang

dihasilkan dapat maksimal.

Rencana tahap kedua adalah rumusan strategi pembukaan peradaban

kota Konstantinopel. Di antara strategi yang penting untuk dikaji adalah

gambaran kota Konstantinopel. Gambaran ini sesungguhnya telah dibuat oleh

sultan-sultan terdahulu serta dikembangkan oleh Sultan Murad II. Hanya saja,

gambaran tentang kota Konstantinopel belum dipahami oleh para prajurit baru.

Untuk itu, deskripsi tentang kota konstantinopel perlu dikemukakan, agar

rencana pembukaan kota Konstantinopel dipahami secara integral.

Perencanaan strategis organisasi lebih mudah dirumuskan dan tepat

sasaran bila memperhatikan kondisi geografis wilayah organisasi. Oleh karena

itu, studi tentang profil kota Konstantinopel tidak bisa diabaikan. Karena

sasaran jangka panjang Kesultanan Utsmaniyyah adalah kota Konstantinopel,

maka kondisi geografis Konstantinopel dikaji lebih dalam oleh para pemerintah

Kesultanan Utsmani. Peta dan kondisi kota Konstantinopel perlu digambarkan

(50)

39

1.2. Profil Kota Konstantinopel

Konstantinopel adalah sebuah negeri di Romawi Timur. Ia mempunyai

benteng yang megah dan maju di bidang perekonomian. Dalam sejarahnya,

Konstantinopel didirikan oleh pahlawan legendaris Yunani yang bernama Byzas.

Karena itu, kota ini mula-mula bernama Byzantium. Setelah itu, kota ini bernama

Konstantinopel pada 324 M. Nama ini dihubungkan dengan kaisar Konstantin

yang mengharapkannya sebagai kota yang diinginkan di seluruh dunia.

Kota tersebut merupakan kota dengan jalananan yang terbuat dari batu

porfiri dan gedung-gedungnya bermarmer di kanan kirinya. Terdapat tiang-tiang

dan alun-alun yang disediakan pada setiap sudut kota, lengkap dengan

taman-taman dan monumen-monumen kemenangan.

Konstantinopel terletak di posisi yang strategis. Letaknya terhampar di

daratan yang berbentuk segitiga seperti tanduk. Letak kota ini berada di sebelah

barat Selat Bosphorus yang memisahkan antara Benua Eropa dan Asia. Di sebelah

utara kota ini terdapat Teluk Tanduk Emas (Golden Horn), yaitu sebuah pelabuhan alami yang sempurna. Di seberang Selat Bosphorus terhampar daratan yang kaya

dengan hasil bumi, semenanjung Asia kecil atau lebih dikenal dengan nama

Anatolia. Dari selat Bosphorus ini, kapal-kapal dapat berlayar ke utara menuju

(51)

40

kota pelabuhan paling sibuk di dunia pada masanya. Kota ini mendapatkan

kesempatan terhormat menjadi bagian terpenting dari tiga peradaban besar

manusia. “The Gates of The East and West” adalah salah satu gelar yang

disematkan kepada kota ini.34 Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte mengatakan,

bahwa “Apabila dunia ini adalah sebuah negara, maka tempat yang paling layak

sebagai ibukotanya adalah Konstantinopel”.

Konstantinopel sebagai ibukota imperium terbesar pada masanya. Kota ini

dihuni oleh berbagai etnis dan bangsa yang didominasi etnis Yunani. Ada salah

satu bangunan di kota ini, yaitu hippodrome yang dapat menampung ratusan ribu orang untuk menyaksikan pacuan kuda. Kota ini juga penuh dengan barang-barang

berharga dari seluruh dunia yang terkumpul sebagai hadiah rampasan perang.

Barang berharga tersebut ialah kuda tembaga Alexander. Di sini pula, emas dan

perak berlimpah, Uang pajak dari negara jajahan juga terkumpul di kota ini.

Konstantinopel tidak saja menjadi ibukota terakhir Romawi, namun juga

menjadi ibukota Negara Kristen yang pertama. Kesan religius benar-benar terasa

ketika berada di kota Konstantinopel. Agama mengakar kuat dalam masyarakat.

Setiap monumen religius dihiasi dengan emas dan batu permata. Para rahib dan

pastor adalah profesi yang dihormati. Perayaan Kristen dilaksanakan dengan

megah. Setiap penduduk Konstantinopel percaya bahwa kota mereka dilindungi

oleh tuhan mereka, khususnya Bunda Maria yang menjadi penjaga suci kota.

34

(52)

41

Kaisar Byzantium sendiri dianggap sebagai wakil Yesus di dunia. Kotanya

dibangun seolah menyerupai surga dengan Katedral dan gereja yang jumlahnya

“lebih banyak daripada hari dalam satu tahun”. Tentu saja yang paling mewah

adalah Hagiah Sophia “Holy Wisdom Chruch”.

Hagiah Sophia merupakan gereja dengan tiga tingkat yang dibuat oleh

Kaisar Justinian. Pembangunan gereja ini membutuhkan waktu enam tahun dan

selesai pada 537 M. Pada saat itu, tidak ada bangunan lain yang dapat menyaingi

luas dan tinggi kubahnya. Pada abad ke-16, seorang arsitek Khilafah Utsmaniyyah

yang bernama Sinan membangun masjid Sultan Ahmed untuk menyaingi Hagiah

Sophia. Gereja yang bertatahkan emas dan permata membanjiri dinding. Ratusan

lukisan mozaik dan hasil seni lainnya menambah keindahan bangunan ini.

Orang-orang yang berada di dalamnya dibuat kagum. Mereka bagaikan “dihujani bintang

-bintang”.35

Dengan kekayaan seperti itu, wajar saja Konstantinopel menjadi kota yang

paling diperebutkan dan diinginkan. Kota ini yang diramalkan oleh Rasulullah

SAW akan ditaklukkan kaum Muslimin pada suatu hari nanti. Kabar tersebut

membuat para khalifah-khalifah sebelum Al-Fatih ingin mendapatkan kabar

gembira itu. Raja yang dapat menaklukkannya adalah sebaik-baik raja dan

tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Semua ingin mendapatkan Bisyarah Rasul SAW tersebut serta mendapatkan surganya Allah dalam perjuangan jihadnya.

35

(53)

42

Penaklukkan kota fenomenal itu telah dilakukan pada zaman dinasti Muawiyah

hingga dinasti Turki Utsmani di zaman Khalifah Murad II. Namun, kota dengan

benteng kuat tersebut belum dapat ditaklukkan oleh kaum muslimin. Berbagai

serangan dan senjata militer yang kuat menggempur kota Konstantinopel, tetapi

semuanya belum mampu membuat kota tersebut bertekuk lutut di hadapan

pasukan muslimin.

Kaum Muslimin bukan tidak mempunyai panglima hebat dan kuat secara

iman, tetapi belum saatnya Konstantinopel takluk. Nama-nama besar sebelum

Al-Fatih sudah pernah menggempur secara besar-besaran kota itu. Salah satu nama

panglima hebat itu adalah Abu Ayyub Al-Anshari. Ia adalah sahabat Rasulullah

SAW yang dimuliakan dan mempunyai ambisi untuk merebut Bisyarah Rasul SAW tentang penaklukkan Konstantinopel.

Abu Ayyub Al-Anshari menggempur tembok Konstantinopel selama siang

dan malam. Berbagai strategi militer dikerahkan dengan sekuat tenaga dan iman.

Sejarah mengatakan saat pengepungan Konstantinopel, ia sudah berusia hampir 80

tahun. Perjuangannya tersebut tidak lepas dari tekad dan keinginannya secara

mendalam dalam meraih kabar baik Rasulullah SAW. Namun, Konstantinopel

masih terlalu kuat oleh penyerangan yang dilakukannya. Tekad Abu Ayyub

terhadap penaklukkan tersebut di usia senjanya tidak lepas dari salah satu ayat di

(54)

43

dirinya yakin, bahwa yang ia lakukan saat itu akan berdampak baik bagi penerus

yang nantinya dapat menaklukkan kota Konstantinopel. Allah Ta’ala berfirman:

berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah Ayat 41).’’

1.3. Ekspedisi penyerangan

Semenjak naik tahta sebagai Sultan Utsmani, Muhammad II

memerintahkan orang-orang kepercayaannya untuk melihat Konstantinopel. Hal

itu dilakukan untuk mencari data-data yang valid tentang apa yang terjadi di kota

megah itu. Ia melihat mulai dari perkembangan hingga krisis yang terjadi di

internal musuh. Muhammad II menyatukan tujuan dengan berkoordinasi untuk

sebuah visi. Visi tersebut ialah meraih Bisyarah Rasulullah tentang Konstantinopel.

Visi yang dilaksanakan oleh Muhammad II ini relevan dengan ilmu

manajemen. Muhammad II merumuskan visi untuk membuat tujuannya lebih

efektif. Dalam ilmu manajemen, visi dalam organisasi dapat diartikan sebagai

(55)

44

oleh pemimpinnya. Sebelum misi, visi sebaiknya dikembangkan terlebih dahulu.

Beberapa manfaat dan keuntungan memiliki visi.

a) Guna memetakan dan mengendalikan arah serta tujuan organisasi. Visi akan

memberikan pedoman dasar sebuah organisasi. Visi yang jelas dan terarah

dapat membuat semua orang dalam organisasi mengerti tentang tujuan dasar

dari sebuah organisasi.

b) Meningkatkan motivasi dan kreativitas strategis organisasi. Visi juga dapat

memberikan motivasi kepada orang-orang di dalam organisasi. Visi serupa

dengan impian atau cita-cita. Seperti orang yang memiliki impian, organisasi

yang memiliki visi akan memiliki motivasi untuk mencapai impian tersebut.

c) Memberikan dasar dari perencanaan strategi. Visi juga bisa dijadikan dasar

sebelum menyusun perencanaan strategi yang menyeluruh. Oleh karena itu, visi

menjadi pembahasan dasar dari manajemen strategi.

d) Mengintegrasikan serta mengkoordinasi fungsi-fungsi yang ada dalam

organisasi. Visi sebuah organisasi dapat membuat orang-orang di dalamnya

menjadi terintegrasi karena satu visi yang sama.

e) Pemulihan saat terjadinya krisis. Organisasi yang memiliki krisis perlu

memiliki arah yang baru dengan sebuah visi yang baru sehingga dapat bangkit

Gambar

Gambar 4 : Alur Koordinasi Sumber DayaManusia di Kesultanan Utsmani  ....  197
Gambar 1: Siklus Budaya Organisasi 1
Gambar 2: Alur Koordinasi pasukan Utsmani.
gambar dan mengkoordinir para SDM yang bersangkutan. Sultan Muhammad II
+2

Referensi

Dokumen terkait