POLITIK KEKUASAAN KAMPUS
DALAM TINJAUAN PERILAKU SOSIAL
(Studi Tentang Pemilihan Umum Raya Dewan Eksekutif Mahasiswa
UIN Sunan Ampel Surabaya 2016 Perspektif Pilihan Rasional
James S. Coleman)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana IlmuSosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
AH. ROFIUL ASYHAR
NIM: B75213033
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J U R U S A N I L M U S O S I A L
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
ABSTRAK
Ah. Rofiul Asyhar, 2017, POLITIK KEKUASAAN KAMPUS TINJAUAN PERILAKU SOSIAL (Studi Tentang Pemilihan Umum Raya Dewan Eksekutif Mahasiswa UINSunan Ampel Surabaya 2016 Perspektif Pilihan Rasioal James S. Coleman).
Kata Kunci: Pemilihan Raya (PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertama bagaimana proses politik pemilihan raya (PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya 2016 dalam Tinjauan Perilaku Sosial. kedua bagaimana respon mahasiswa terhadap pemilihan umum raya mahasiswa (PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya 2016
Penelitian ini dilakukan di UIN Sunan Ampel Surabaya. Metode yang digunakan adalah motede deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Informan penelitian ini adalah ketua Komisi Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (KOPURWA), sebagian anggota Komisi Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (KOPURWA), ketua partai PRM (Partai Revolusi Mahasiswa), ketua partai PAREM (Partai Republik Mahasiswa), dan sebagian mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Teknik dalam melakukan analisis data menggunakan pengumpulan data dan penyajian data. Dalam analisis sosial teori, penelitian Politik Kekuasaan Kampus pada saat pemilihan umum raya mahasiswa (PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya menggunakan Teori Pilihan Rasional James S. Coleman.
ABSTRACT
Ah. Rofiul Asyhar, 2017, CAMPUS POLITICAL POWER, REVIEW OF SOCIAL BEHAVIOR (Study of the General Election of Student Executive Board of State Islamic University Sunan Ampel Surabaya 2016, in The Perspective of Rational Choice of James S. Coleman).
Keywords:General Election of Student Executive Board of Sunan Ampel State Islamic University Surabaya
The Issues that were examined in this study are, 1. How the political process of General Election used by Student Executive Board of UIN Sunan Ampel Surabaya in 2016 in the Review of Social Behavior. 2. How the respond of student toward Student’s General Election of Student Executive Board of State Islamic University Sunan Ampel Surabaya 2016.
This research was conducted at UIN Sunan Ampel Surabaya. The method used is qualitative descriptive with observation data collection techniques, interviews and documentation. The informants of this research are the head of the General Election Commission of Students (KOPURWA), some members of the General Election Commission of Students (KOPURWA), the chairman of the party PRM (Partai Revolusion Student), the chairman party of PAREM (Partai Republic Student), and some students UIN Sunan Ampel Surabaya. Techniques in performing data analysis using data collection and presentation of data. In the social analysis of the theory, the Political Research of Campus Power during the Student General Election (PEMIRA) Student Executive Board of UIN Sunan Ampel Surabaya uses Rational Choice Theory James S. Coleman.
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... v
ABSTRACT ... vi
E. Definisi Konseptual ... 12
F. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II : KERANGKA ANALISA POLITIK KEKUASAAN KAMPUS PERSPEKTIF PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN A. Penelitian Terdahulu ... 19
G. Tinjauan Politik Kekuasaan Kampus ... 24
B. Pilihan Rasional James S. Coleman ... 42
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50
C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 51
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 53
E. Teknik Pengumpulan Data ... 56
F. Teknik Analisis Data ... 59
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 61
BAB IV : POLITIK KEKUASAAN KAMPUS: STUDI TENTANG PEMILIHAN UMUM RAYA DEWAN EKSEKUTIF MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA 2016 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 77
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 109 B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara ... 117 2. Jadwal Penelitian ... 119 3. Biodata Peneliti ... 120 4. Lampiran-Lampiran
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1: Logo UIN Sunan Ampel ... 69
Gambar 4.1: Logo DEMA-U ... 71
Gambar 4.1: Logo Partai Revolusi Mahasiswa... 77
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Pergulatan kekuasaan, hingga kini, telah menjadi semacam takdir
kehidupan. Kekuasaan selalu saja, akan mendapatkan tantangan, penolakan,
sekaligus kurang percaya. Pilihan untuk berkuasa, pasti akan membawa
sejumlah resiko. Mandat bagi keberadaan kekuasaan tak lain adalah berlaku
adil, memihak kepentingan masyarakat sekaligus mampu menegakkan
hukum. Seseorang atau kelompok yang memegang kekuasaan, pada suatu
waktu, harus merelakan kepentingan pribadinya dikorbankan demi
kepentingan yang lebih besar, demi kepentingan kekuasaan politik1.
Demokrasi berarti kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. Siapa
rakyat yang dimaksud adalah kesemuanya berarti manusia. Di Barat maupun
di Timur, di Utara maupun Selatan, di negara maju maupun terbelakang,
demokrasi semakin dipuja. Dalam rangka ikut menjunjung tinggi kedaulatan.
Jika demokrasi mengatakan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, maka
barangkali perlu di bedakan antara demokrasi yang formal-prosedural dan
demokrasi material-substansial. Yang pertama bicara soal bentuk dan
termasuk di dalamnya aturan main tentang siapa yang berhak mengambil
keputusan, maka yang kedua soal “isi”, substansi, tentang “siapa yang harus
diuntungkan” dengan keputusan itu. Sejauh ini demokrasi sebagai doktrin
kedaulatan rakyat, nampaknya masih berkutat dan cenderung hanya berkutat
2
pada tingkatan yang pertama, tingkatan formal prosedural. Dan sebaliknya
dalam tingkatan material-substansial, masih atau bahkan semakin diabaikan2.
Maka isunya adalah bahwa yang penting suatu keputusan didukung oleh
suara rakyat. Apakah keputusan yang dicap sebagai suara rakyat itu
benar-benar menguntungkan oleh rakyat.
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan
diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular
sovereignty), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau dialog
dengan rakyat (political consultation), dan berdasarkan pada aturan
mayoritas3. Selain itu, demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang
kekuasaannya dalam mengambil keputusan untuk suatu negara ditetapkan
secara sah, bukan menurut golongan atau beberapa golongan, tetapi menurut
anggota-anggota dari suatu komunitas sebagai suatu keseluruhan.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa demokrasi
diartikan sebagai bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif, dan, legislatif) untuk diwujudkan dalam
tiga jenis lembaga negara yang saling mengerjakan fungsinya masing-masing
tanpa keterkaitan (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu
sama lain.
2Masyhur Amin, Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial, (Jakarta:LKPSM,1993),4.
3
Kesejajaran dan independen ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis
lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga-lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan
yudikatif, dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia)
yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif.
Mekanisme checks and balances dalam suatu demokrasi merupakan
hal yang wajar, bahkan sangat diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan
kekuasaan oleh seseorang ataupun oleh sebuah institusi. Karena dengan
mekanisme seperti ini, antara institusi yang satu dengan yang lain akan saling
mengontrol atau mengawasi, bahkan saling mengisi4.
Selain itu dalam suatu negara demokrasi harus ada pemilihan umum.
Pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah
satu kriteria negara demokratis adalah adanya pemilihan umum yang bebas5.
Pemilu dalam negara Indonesia merupakan suatu proses pergantian
kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan
prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip-prinsip dalam pemilihan umum
yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan
yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara
4 Afan Gafar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Cetakan III (Yogjakarta: Pusaka Pelajar, 2002), 89.
4
berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.
Suasana kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi umat manusia
termasuk manusia Indonesia, karena itu demokrasi tidak boleh menjadi
gagasan yang utopis dan berada dalam alam retorika semata, melainkan
sebagai sesuatu yang mendesak dan harus untuk diimplementasikan dalam
interaksi sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan6. Dari
prinsip-prinsip pemilu, kita juga dapat mengetahui bahwa pemilu merupakan
kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan
kekuasaan dalam sebuah negara.
Demokrasi tidak hanya diterapkan di negara akan tetapi dalam dunia
kampus juga diterapkan sistem tersebut. Demokrasi kampus merupakan
sebuah sistem keorganisasian dimana kekuasaan berada di tangan mahasiswa
sebagai rakyat dalam dunia kampus. Layaknya sebuah negara yang
mempunyai susunan kepemerintahan, di kampus juga terdapat susunan
kepemerintahan sendiri, atau yang sering disebut dengan keorganisasian
kampus. Susunan dan istilah yang digunakan hampir sama dengan susunan
dalam sistem pemerintah.
Pemilu merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dalam
membangun tradisi demokrasi di kampus yang diharapkan dapat
memperbaiki sistem pemerintahan baik di tingkat atas maupun bawah. Suatu
pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahan
5
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi7. Demokrasi harus dimulai dari
pemberdayaan politik mahasiswa. Dalam proses ini semua unsur mahasiswa
harus dilibatkan tanpa mengenal golongan manapun. Dan yang terpenting
masyarakat kampus harus memulai untuk berdemokrasi menemukan
konsep-konsep demokratisasi sejak dini agar nantinya mampu merealisasikan kepada
masyarakat sekitarnya.
Kesamaan sistem pemerintahan tersebut juga mengakibatkan adanya
beberapa kesamaan istilah-istilah. Misalnya dalam negara ada istilah Presiden
sebagai pemimpin negara, dalam kampus juga ada istilah Presiden, namun
istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi pemimpin Dewan Eksekutif
Mahasiswa Universitas (DEMA-U). Seperti contoh adanya Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), dalam kampus juga ada Musyawarah Senat
Mahasiswa (MUSEMA). Ada Gubernur dalam kampus juga ada Dewan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) , Senat Mahasiswa (SEMA-F),
Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ).
Beberapa istilah tersebut merupakan istilah yang ada dalam
keorganisasian mahasiswa yang jabatannya juga sama dengan sistem yang
ada di negara. Dan dari posisi-posisi itu yang sering kita artikan sebagai wakil
rakyat (mahasiswa) dalam lingkungan kampus.
Namun dalam prakteknya, para mahasiswa yang mempunyai
wewenang di DEMA, SEMA, dan yang lainnya belum bisa menjalankan
tugasnya secara maksimal. Mereka bahkan bisa dikatakan belum memihak
6
terhadap mahasiswa. Mereka menjalankan tugasnya hanya untuk kepentingan
individual dan kelompok. Bahkan mahasiswa hampir tidak dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan atau keputusan. Untuk berkomunikasi antara mereka
dengan mahasiswa hampir tidak pernah. Mereka seharusnya tanggap dan
respek terhadap kondisi mahasiswa. Jika di lihat masih banyak program kerja
atau kegiatan yang belum bisa merangkul atau melibatkan sebagian besar
mahasiswa UIN Sunan Ampel. Hal ini dikarenakan mereka yang berada di
posisi wakil mahasiswa ditumpangi oleh partai politik mahasiswa. Dalam
kampus UIN Sunan Ampel sebenaranya terdapat banyak partai-partai
mahasiswa antara lain Partai Revolusi Mahasiswa (PRM), Partai Republik
Mahasiswa (PAREM), Partai Matahari Terbit (PMT), Partai Progresif
Mahasiswa (PPM), Partai Demokrasi Mahasiswa (PDM) dan masih banyak
lagi partai yang di UINSA. Di dalam partai mahasiswa tersebut ditumpangi
oleh organisas ekstra kampus mahasiswa yaitu organisasi PMII, HMI, GMNI
dan lainnya. Oleh karena itu posisi-posisi tersebut banyak diperebutkan.
Karena inti dari tujuan mereka adalah bagaimana merebut sebuah kekuasaan.
Hal ini yang mengakibatkan moment pemilu selalu menjadi bahan rebutan
bagi partai politik untuk meraih kekuasaan di kampus.
Di setiap tahun Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (PEMIRA) Dewan
Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) akan selalu terjadi, baik secara
sadar maupun tanpa sadar. Tidak dapat dihindari mengenai kesiapan dengan
apa yang akan terjadi nantinya. Alasan berpolitik selalu menjadi berita segar
7
dalam pemilihan. Tetapi seiring berjalanya hal tersebut, masih banyak yang
menjadi bahan pertanyaan dipikiran selain berpikir tentang kekuasaan. Jika
berbicara tentang kekuasaan maka segala cara akan dilakukan oleh seseorang
untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Inilah yang menyebabkan pemilu di
kampus ini berjalan tidak sehat.
Pada umumnya Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (PEMIRA) yang
ada di UIN Sunan Ampel juga mempunyai regulasi undang-undang yang
mengatur jalannya sebuah Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (PEMIRA) dan
syarat-syarat pendaftaran calon Partai Politik Mahasiswa (PPM). Kedua
undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. karena Undang-undang tersebut merupakan pedoman
pelaksanaan Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (PEMIRA) di UIN Sunan
Ampel. Sebelum adanya perumusan dan disepakatinya kedua undang-undang
tersebut terdapat kongres atau musyawarah yang bernama Kongres Keluarga
Besar Mahasiswa Universitas yang disingkat KBMU yang diikuti oleh
masing-masing dua perwakilan mahasiswa dari semua organisasi intra
kampus yang diadakan setiap tahun sekali. Secara global kongres ini
bertujuan menetapkan sistem dan undang-undang keorganisasian mahasiswa.
Sistem inilah yang nantinya juga menjadi pegangan dan rujukan bagi
organisasi intra kampus seperti pengurus MUSEMA, DEMA, SEMA, HMP
(Himpunan Mahasiswa Prodi), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan lainnya
8
Raya Mahasiswa (KOPURWA) dan anggotanya dalam proses
penyelenggaraan pemilu.
Dalam perumusan undang-undang pada saat Kongres Besar
Mahasiswa Universitas (KBMU) terdapat beberapa aturan terkait partai
politik mahasiswa, anatra lain: mengatur syarat terbentuknya partai, tugas,
hak, kewajiban, keuangan, pengawasan dan sangsi. Dan dalam
undang-undang tentang pemilihan umum juga mempunyai aturan-aturan sendiri,
antara lain mengatur tugas dan tanggung jawab Komisi Pemilihhan Umum
Raya Mahasiswa (KOPURWA), tempat pemilihan (TPS) dan jumlah kursi,
pelaksaan dan keorganisasian, pemantauan dan pengawasan pemilu, serta hak
pilih dan pencalonan. Dalam Kongres Besar Mahasiswa (KBMU) tersebut
yang mengatur sistem pemilu dan partai politik dengan berlandaskan asas
demokrasi.
Namun dalam praktenya pada penyelenggaraan Pemilihan Umum
Raya Mahasiswa (PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN
Sunan Ampel Surabaya 2016, untuk memenangkan sebuah kepemimpinan
Dewan Eksekutif Mahasiswa tahun 2016, mulai dari Kongres Besar
Mahasiswa (KBMU), pembentukan Komisi Pemilihan Umum Raya
Mahasiswa (KOPURWA), persyaratan-persyaratan untuk mencalonkan
hingga kebijakan-kebijakan yang di buat hanya menguntungkan satu calon
saja. Dalam proses pemilihan tersebut terdapat politik kekuasaan yang ada
dalam penyelenggaraannya antara lain dominasi sistem. Karena kebanyakan
9
tidak menjabat di organisasi intra adalah dari organisasi ekstra seperti PMII,
HMI, GMNI dan organisasi lain. apalagi jika diukur dengan proses
pelaksaannya pada saat pemilihan. Jadi tolak ukur untuk memenangkan
kepemimpinan organisasi intra kampus Dewan Eksekutif Mahasiswa
(DEMA) UIN Sunan Ampel adalah siapa yang mendominasi di struktur
organisasi intra tersebut maka mereka yang memiliki peluang besar untuk
memenangkannya.
Hal ini dalam praktek sistem Pemilihan Umum Raya Mahasiswa
(PEMIRA) Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Ampel
Surabaya 2016, masih banyak terdapat kritikan dari beberapa pihak terhadap
penyelenggaraan pemilu, baik itu dari kubu partai, mahasiswa dan lain
sebagainya. Tidak hanya itu penyelenggaraan Pemilihan Umum Raya
Mahasiswa (PEMIRA) tersebut juga menimbulkan konflik antar partai,
mahasiswa dan Komisi Pemilian Umum Raya Mahasiswa (KOPURWA),
bahkan banyak kritikan yang datang dari media masa kampus terhadap proses
penyelenggaraan pemilu.
Jadi, Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (PEMIRA) secara sehat yang di gemborkan masih minim dengan realitas yang ada. Sejauh ini pemilih yang
tidak membawa bendera dibelakangnya atau yang biasa disebut dengan
mahasiswa abu-abu selalu menjadi sasaran empuk perebutan massa.
Desas-desus muncul dari berbagai kubu. Saling tuding satu sama lain menimbulkan
banyak permasalahan di berbagai pihak. Bahkan terlalu banyak provokasi
10
oleh KOPURWA memaksa para kandidiat dan tim suksesnya untuk
menyusun beberapa strategi sebagai cara untuk memenangkan pemilu, hal ini
dikarenakan jarak waktu sosialisasi dan pencoblosan sangat singkat, dan ini
menjadi problema tersendiri, bagi mahasiswa selaku pemilih. Golput pun
tidak jarang menjadi pilihan mahasiswa. Karena rasa apatis, dan tidak tahu
apa dan siapa yang harus dipilih. Secara sosiologis dalam tindakan seseorang
atau kelompok dalam perebutan kekuasaan yang dilakukan para aktor
(organisasi ekstra) yang mendominasi di kampus tersebut bisa saja
mempengaruhi tingkat partisapan dan pembelajaran mahasiswa agar
bersimpati pada calon tertentu atau tidak. karena ilmu politik tidak lepas
hubungannya dengan masyarakat.
Maka melihat fenomena di atas, menarik untuk diteliti POLITIK KEKUASAAN KAMPUS DALAM TINJAUAN PERILAKU SOSIAL (Studi Tentang Pemilihan Umum Raya Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya 2016 Perspektif Pilihan Rasional
James S. Coleman) untuk melihat lebih jauh bagaimana proses pertarunga kekuasaan politik kampus dalam ajang pemilihan Dewan Eksekutif
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Apakah proses pemilu raya DEMA
UIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2016 sudah mencerminkan pemilu yang
demokratis sesuai dengan pemilu pada umumnya dengan perspektif
11
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses politik dalam Pemilihan Umum Raya Mahasiswa
Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya 2016?
2. Bagaimana respon mahasiswa terhadap Pemilihan Umum Raya
Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
2016?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami:
1. Proses politik kekuasaan kampus dalam Pemilihan Umum Raya
Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun 2016.
2. Respon mahasiswa terhadap Pemilihan Umum Raya mahasiswa Dewan
Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya 2016.
D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah:
1. Bagi Akademisi
Dapat mengetahui bagaimana proses dan respon mahasiswa
terhadap politik kekuasaan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya dalam
pemilihan umum raya mahasiswa periode 2016 dan menganalisisnya
12
2. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh,
khususnya dalam usaha menerapkan teori-teori yang sudah diperoleh dari
perkuliahan sebagai analisis masalah dalam penelitian.
E. Definisi Konseptual 1. Politik
Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Orang
Yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya dengan suatu
usaha untuk mencapai masyarakat politik yang terbaik8.
Namun pada umumnya politik dikatakan sebagai usaha untuk
menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagai
besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama
yang harmonis. Usaha untuk menggapai the good life ini menyangkut
bermacam-macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses
penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu.
Dalam kegiatan ini dapat menimbuklkan konflik karena nilai-nilai
(baik yang materil maupun yang mental). Di negara demokrasi, kegiatan
ini juga memerlukan kerja sama kerena kehidupan manusia bersifat
kolektif. Dalam rangka ini politik pada dasarnya dapat dilihat sebagai
usaha penyelesaian konflik atau konsensus.
Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaannya, kegiatan
politik, disamping segi-segi yang baik, juga mencakup segi-segi yang
13
negatif. Disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik
naluri yang baik maupun naluri manusia yang buruk.
Peter Merkl merumuskan pengertian politik yang buruk yaitu
perebutan kekuasaan, kedudukan dan kekayaan untuk kepentingan diri
sendiri. Singkatnya politik adalah perebutan kuasaan, takhta dan harta.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatau kelompok
untuk memengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan
keinginan para pelaku.
Definisi kekuasaan menurut para ahli, seperti W. Connoly (1983)
dan S. Lukes (1974) 9 menganggap bahwa kekuasaan sebagai suatu
konsep yang dipertentangkan (a contested concep) yang artinya
merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus.
Menurut ahli sosiolog Max Weber dalam buku Wirtschaft und
Gessellshaft (1922) 10. Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu
hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami
perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini.
3. Kampus
Kampus adalah tempat semua kegiatan belajar mengajar di
Perguruan Tinggi11.
9 Ibid,17.
10 Ibid,60.
14
4. Perilaku Sosial
Dalam paradigma perilaku sosial12 ini, adalah tingkah laku
individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan
yang menghasilkan akibat-akibat dan perubahan itu menimbulakan
pengaruh terhadap perubahan individu. Jadi terdapat hubungan
fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam
lingkungan aktor. Biasanya dalam perilaku sosial ini, manusia dikontrol
oleh norma.
Paradigma perilaku sosial ini dalam metodenya antara lain,
menggunakan. Intervensi, kuisioner dan observasi. Ada dua teori yang
termasuk kedalam paradigma perilaku sosial ini.
a. Behavior teori, (teori ini memusatkan perhatian pada hubugan
antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan
aktor dengan tingkah laku aktor lain).
b. Exchange teori, (teori ini dibangun dengan maksud sebagai reaksi
terhadap paradigma fakta sosial).
5. Pemilihan Umum Raya
Pemilihan umum raya sama halnya dengan pemilihan umum lainnya.
Yang membedakanya adalah tempat dan pelakunya. Pemilu raya dilakukan
dalam wilayah kampus yang pelakunya adalah mahasiswa, sedangkan
pemilihan umum diselenggarakan dalam suatu negara dan pelakunya adalah
warga negara tersebut.
15
Menurut Ali Murtopo dalam Pito13, pemilihan umum atau pemilu
adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya
dan merupakan lembaga demokrasi. Sedangkan menurut Aurel Croissant
dkk, pemilihan umum adalah bagian dari demokrasi. Tetapi pemilu saja
tidak menjamin demokrasi karena demokrasi memerlukan lebih dari sekedar
pemilu. Namun demokrasi perwakilan tergantung pada pemilu. Pemilu
bukan hanya mencerminkan kehendak rakyat dan mengintegrasikan warga
negara ke dalam proses politik saja, melainkan meligitimasi dan mengontrol
kekuasaan pemerintah14.
Pemilu Umum Raya yang selanjutnya disebut pemilu raya adalah
media pergantian pengurus dalam pemerintahan mahasiswa di Fakultas dan
Institut/universitas. Jadi pemilihan umum raya adalah istilah dari pemilu
yang diselenggarakan oleh mahasiswa dalam suatu kampus sebagai syarat
sistem demokrasi untuk mengadakan pergantian kepengurusan yang baik
dalam tingkat fakultas maupun tingkat institut.
6. Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Adalah Organisasi intra mahasiswa yang melekat pada pribadi
kampus UIN Sunan Ampel, dan memiliki kedudukan resmi di
lingkungan kampus tersebut. Organisasi ini mendapat pendanaan kegiatan
kemahasiswaan secara mandiri, dari pengelola perguruan tinggi UIN
Sunan Ampel dan dari Kementerian/Lembaga Pemerintah dan non
pemerintah untuk memajukan program kerja serta kemajuannya lainya.
13Toni Andrianus Pito,dkk, Mengenal teori-teori politik dari sistem politik sampai korupsi, Cet 1(Bandung: Penerbit Nuansa,2006), 299.
16
7. Politik Kekuasaan Kampus Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Lingkungan kampus merupakan simulasi dari kehidupan
masyarakat. Segala apa yang terjadi di dalam masyarakat juga terjadi di
lingkungan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya, termasuk budaya
berpolitik. Kampus UIN Sunan Ampel merupakan miniatur negara,
seperti pemerintahan demokrasi yang sebenarnya. Di dalam kampus UIN
Sunan Ampel dalam lembaga mahasiswa juga ada yang namanya
lembaga eksekutif dan legislatif. Atau biasa disebut DEMA (Dewan
Eksekutif Mahasiswa) dan SEMA (Senat Mahasiswa). Dalam lembaga
tersebut tidak lepas yang namanya aroma politik. Budaya politik justru
mendapat tempat tersendiri di kampus ini. Bahkan organisasi-organisasi
ektra mahasiswa seperti, PMII, HMI, GMNI, dan lainnya yang
mempunyai kepentingan peran dan tujuan dalam dunia perpolikikan di
kampus. yaitu untuk menguasai pengkaderan yang ada di lingkungan
kampus khususnya mahasiswa. Maka dari itu, organisasi ektra mahasiswa
berbondong-bondong merebutkan jajaran kursi tertinggi lembaga
17
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penelitian memberikan gambaran tentang latar
belakang masalah yang akan diteliti. Selanjutnya, penelitian
menentukan fokus penelitian atau rumusan masalah dan
menyertakan tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
konseptual, sistematika penelitian.
BAB II : KERANGKA ANALISA POLITIK KEKUASAAN KAMPUS PERSPEKTIF PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Serta peneliti memberikan gambaran tentang kajian pustaka yang
di arahkan pada penyajian informasi terkait yang mendukung
gambaran umum tema penelitian, kajian pustaka harus
digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus
memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam
menganalisis masalah yang akan dipergunakan guna adanya
implementasi judul penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang metode
18
yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan, yang memuat apa
yang benar-benar peneliti lakukan di lapangan.
BAB VI :POLITIK KEKUASAAN KAMPUS: STUDI TENTANG PEMILIHAN RAYA DEWAN EKSEKUTIF MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA 2016
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data
yang telah di analisis dan di sajikan. Selanjutnya peneliti akan
menganalisa dengan menggunakan teori-teori yang relevan
dengan tema penelitian. Peneliti juga memberikan gambaran
tentang data-data yang di peroleh, baik data primer maupun data
sekunder. Penyajian data akan di buat secara tertulis dan juga di
sertakan gambar-gambar atau tabel yang mendukung data. Dan
selanjutnya, akan di lakukan analisa data dengan menggunakan
teori yang sesuai penelitian.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari setiap
permasalahan dalam penelitian. Kesimpulan ini menjadi hal
terpenting pada bab penutup ini. Selain itu, peneliti juga
memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan
penelitian ini. Pada bab ini, menyertakan saran dan rekomendasi
BAB II
KERANGKA ANALISA POLITIK KEKUASAAN KAMPUS PERSPEKTIF PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN
A. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa karya tulis dari hasil penelitian yang terkait dengan judul
skripsi ini tentang
1. Skripsi Abdul Khalim, Dinamika Politik Mahasiswa (Studi Penolakan
Aliansi Partai Mahasiswa Untuk Perubahan dalam Pelaksanaan
Pemilihan Umum Mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun
2013)1.
Isi pokok skripsi: bahwa aksi penolakan yang dilakukan APMP
terhadap pelaksanaan Pemilwa UIN Sunan Kalijaga Tahun 2013
dilandasi oleh dua faktor yaitu faktor subyektif dan faktor obyektif.
Faktor subyektif adalah kesadaran politik mahasiswa, perjuangan
ideologi partai politik mahasiswa, kepentingan untuk melakukan
perubahan dan menemukan sosok musuh bersama. Sementara faktor
obyektif adalah pembentukan undang-undang pemilwa yang tidak
aspiratif, partisipatoris, ketidak transparanan dalam pembentukan KPUM,
tidak dilibatkan dalam proses agenda Pemilwa dan dominasi partai
penguasa.
Kesamaan penelitian ini adalah membahas tentang politik
mahasiswa dalam pemilihan yang ada di kampus. Sedangkan perbedaan
20
penelitian ini adalah fokusnya, yaitu penelitian membahas tentang aksi
penolakan yang dilakukan APMP terhadap pelaksanaan pemilwa,
sedangkan penulis mengkaji masalah perebutan kekuasaan dan respon
mahasiswa pada saat pemira dengan tinjauan sosiologi pilihan rasional.
2. Skripsi Rahmatul Amaliyah, Strategi Pemenangan Pasangan Abdul
Khalid dan Siswadi (Aksi) dalam Pemilihan Umum Mahasiswa
(PEMILWA) UIN SUNAN KALIJAGA 20112.
Isi pokok skripsi: bahwa strategi pemenangan pasangan AKSI
dalam kontestasi Pemilwa UIN Sunan Kalijaga 2011, dimana terdapat
beberapa strategi yang dilakukan untuk proses pemenangan tersebut,
diantaranya: pertama, strategi keilmuan dengan mengajak pemilih
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga berdialektika tentang keilmuan maupun
tentang pendidikan politik bukan berbicara tentang politik praktis.
Kedua: melalui pendekatan ideologi partai. Dengan ideologi,
kekompakan simpatisasi partai maupun pemilih dapat diikat dalam satu
kesatuan tujuan. Ketiga, menjadi fakultas baru sebagai media untuk
mensosialisasikan visi, misi dan progam pasangan. Berangkat dari
mahasiswa fakultas yang terhitung baru, menjadikan harapan baru pula
dalam dinamika politik mahasiswa di kampus UIN Sunan Kalijaga.
Kesamaan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat masalah
pemilihan umum mahasiswa (PEMILWA) atau pemilihan raya
(PEMIRA) yang terjadi di kampus. Sedangkan perbedaannya adalah
21
tempat dan kajiannya. Perbedaan tempat, Pemilwa di UIN Sunan kalijaga
yogyakarta dan Pemira di UIN Sunan ampel surabaya. Perbedaan kajian,
penelitian ini mengkaji pada strategi pemenangan pasangan AKSI dalam
pemilwa UIN Sunan Kalijaga tahun 2011, penelitian penulis berfokus
pada proses perubutan kekuasaan dalam pemilihan raya UIN Sunan
Ampel Surabaya 2016.
3. Jurnal Dyah Ayu Herlyne Luvitasari, Partisipasi Politik Mahasiswa
dalam Pemilihan Umum Raya Jurusan Tahun 2013 Sebagai Upaya
Pembentukan Kehidupan Demokrasi di Lingkungan PMPKN FIS
UNESA3.
Isi pokok: bahwa untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi politik
mahasiswa PMP-KN FIS UNESA dalam Pemilihan Umum Raya
(PEMIRA) Himpunan Mahasiswa Program Studi ( HIMAPRO) jurusan
PMP-KN tahun 2013 dan persepsi mahasiswa PMP-KN FIS UNESA
terhadap peran kegiatan PEMIRA HIMAPRO jurusan PMP-KN tahun
2013 dalam perwujudan nilai-nilai demokrasi. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif. Penelitian ini menghasilkan data partisipasi politik
mahasiswa PMP-KN angkatan 2007 rendah (33,84%) dan termasuk
partisipasi politik tertekan (apatis), partisipasi politik mahasiswa
PMP-KN angkatan 2008 rendah (46,90%) dan termasuk partisipasi politik
militant radikal, partisipasi politik mahasiswa PMP-KN angkatan 2009
rendah (47,02) dan termasuk partisipasi politik militant radikal,
22
partisipasi politik mahasiswa PMP-KN angkatan 2010 tinggi (51,69%)
dan termasuk partisipasi politik militant radikal, partisipasi politik
mahasiswa PMP-KN angkatan 2011 tinggi (56,72%) dan termasuk
partisipasi politik aktif, partisipasi politik mahasiswa PMP-KN angkatan
2012 tinggi (69,43%) dan termasuk partisipasi politik aktif. Hasil kedua
yang diperoleh dalam penelitian ini adalah persepsi mahasiswa PMP-KN
FIS UNESA menyatakan bahwa kegiatan PEMIRA HIMAPRO jurusan
PMP-KN tahun 2013 berperan dalam perwujudan nilai-nilai demokrasi.
Kesamaan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat tema
tentang politik mahasiswa. Perbedaan penelitian adalah tempat, kajian
dan metode penelitian. Perbedaan tempat, penelitian ini bertempat di
UNESA dan penulis meneliti di UIN Sunan Ampel Surabaya. Perbedaan
kajian penelitian mengkaji masalah Partisipasi Politik Mahasiswa dalam
Pemilihan Umum Raya Jurusan Tahun 2013 Sebagai Upaya
Pembentukan Kehidupan Demokrasi. Penulis meneliti tentang masalah
perebutan kekuasaan kampus. Dan terakhir perbedaan metode penelitian.
Peneliti memakai metode penelitian kuantitatif, sedangkan penulis
memakai metode penelitian kaalitatif.
4. Skripsi Saepudin, MODEL PEMBELAJARAN DEMOKRASI
23
(Studi Kasus Terhadap Organisasi Kemahasiswaan di Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung)4.
Isi pokok skripsi ini, membahas tentang penyelenggaraan
pemilihan pimpinan organisasi di Ormawa tingkat Universitas melalui
mekanisme Pemilihan Umum (PEMIRA). Akan tetapi tingkat partisipasi
mahasiswa dalam penyelenggaraan Pemilu Raya Presiden dan Wakil
Presiden BEM REMA UPI masih dirasa kurang, hal tersebut nampak dari
jumlah pemilih yang memberikan suaranya dalam Pemilu. Dari 36.024
mahasiswa UPI yang terdaftar dalam Daftar Pemilih tetap (DPT) hanya
9.502 mahasiswa yang memberikan suara dalam Pemira. Kemelekan
politik sebagian pemilih dalam menentukan pilihan masih rendah, dalam
arti tidak semua pemilih melihat sosok pilihannya dari kapabilitas dan
eksistensinya sebagai aktivis mahasiswa. akan tetapi dari fisik calon serta
dari kedekatan antara pemilih dengan calon. Untuk meningkatkan
kemelekan politik mahasiswa, Ormawa di UPI menyelenggarakan
diskusi politik yang dikemas melalui kegiatan kajian yang membahas
isu-isu kampus sampai pada isu-isu-isu-isu seputar permasalahan politik di
Indonesia, seminar pendidikan politik, pelatihan legislatif mahasiswa,
dan lain sebagainya.
Permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan organisasi
kemahasiswaan adalah gejala apatisme mahasiswa terhadap organisasi
(BEM REMA UPI) yang disebabkan oleh kurangnya pembinaan
24
kemahasiswaan oleh lembaga, kurangnya minat mahasiswa untuk
bergabung dalam organisasi, menurunnya tingkat kepercayaan
mahasiswa terhadap kinerja BEM REMA UPI, serta pembentukan
paradigma cepat lulus oleh Universitas. Pembelajaran demokrasi melalui
pengembangan organisasi kemahasiswaan dapat dilakukan dengan
menerapkan student organization models.
Kesamaan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat masalah
pemilihan umum mahasiswa (PEMIRA) yang terjadi di kampus.
Sedangkan perbedaannya adalah tempat dan kajiannya. Perbedaan
tempat, Peneliti betempat di Universitas Pendidikan Indonesia di
Bandung dan Penulis bertempat di UIN Sunan ampel surabaya.
Perbedaan kajian, penelitian ini mengkaji pada Pembelajaran demokrasi
melalui pengembangan organisasi kemahasiswaan, penelitian penulis
berfokus pada demokrasi sebagai proses perubutan kekuasaan.
B. Tinjauan Politik Kekuasaan Kampus 1. Politik
Sejak akhir abad XIX (ke-19) ilmu politik, secara bertahap
semakin kuat posisi dan kedudukannya, walaupun agak lambat
perkembangannya secara metodologi ilmiah pada masa lampau. Telah
pula ditegaskan keabsahan dan kemandiriannya sebagai suatu disiplin
ilmu tersendiri. Jadi jika ditinjau dari tahap perkembangannya sebagai
ilmu memang tak dapat disangkal bahwa ilmu politik agak tertinggal jika
25
Lalu mengapa ada pakar ilmu politik yang menyebut ilmu ini
sebagai ratu ilmu kemasyarakatan? Kemungkinan alasannya antara lain,
karena ilmu politik mempelajari serta memusatkan kajiannya pada
hal-ihwah yang menyangkut gejala-gejala yang paling hakiki dan yang
mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perjuangan untuk kekuasaan
(struggle for power), atau minimal perjuangan untuk hidup (struggle for
life) di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Selain itu, ilmu poitik
juga mempelajari negara dan pemerintahan yang merupakan organisasi
pada peringkat tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara bagi umat manusia. Hasrat untuk memperoleh kekuasaan, tak
dapat dihindari ada pada setiap manusia. Namun, hubungan-hubungan
antara menusia yang berdasarkan hasrat yang satu ini perlu pengaturan
dan pengendalian.
Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang politik. Di awal perlu
dibahas tentang pengertian politik. Ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari politik atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai
kehodupan yang lebih baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gernah
ripah loh jinawi5.
Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak
dahulu masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat
masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber kehidupan, atau perlu
dicari suatu cara untuk distribusi sumber daya agar semua warga merasa
26
bahagia dan puas. Ini adalah politik6. Aristoteles memulai pembahasan dalam bukunya politics (ditulis tahun 335 SM), dengan kata-kata bahwa
“secara alamiah manusia adalah makhluk yang berpolitik” atau disebut
dengan zoon politikon. Yang dimaksud Aristoteles adalah bahwa politik
merupakan hakikat keberadaan manusia dalam bermasyarakat. Jika dua
orang atau lebih berinteraksi satu sama lain dalam menjalani kehidupan
di dunia, maka mereka tidak lepas dari keterlibatan dalam hubungan
yang bersifat politik.
Oleh karena itu, politik pada hakikatnya adalah bagian dari pada
umat manusia. Dan tidak bisa dipisahkan dari keterpaduannya dengan
berbagai aspek kehidupan. Setiap manusia melakukan hal-hal yang
bersifat politik serta berada dalam lingkungan yang disebut “sistem
politik”7.
Jika melihat definisi-definisi ilmu politik, yang sampai kini cukup
banyak ragamnya, dapat kita simpulkan bahwa ilmu politik adalah
hubungan antara manusia satu sama lain dalam bentuk adanya
pemahaman, penghayatan, sampai pengaturan mengenai hal-hal untuk
memperoleh, mempertahankan dan menyelenggarakan kekuasaan dalam
kehidupan masyarakat. Baik timbul dari hasrat manusia sendiri maupun
yang timbul dari proses interaksi di dalam masyarakat atau kesatuan
yang terorganisasi.
6 Ibid,14
27
Secara garis besar politik adalah berkenaan dengan kekuasaan
pengaruh, kewenangan pengaturan, dan ketaatan atau ketertiban. Maka
hal-hal yang menyangkut politik antara lain:
a. Kekuasaan (power)
b. Kewenangan (authority)
c. Ketaatan atau ketertiban (order)
Ilmu politik dalam hal yang sempit, memang menyangkut
hal-hal tentang negara dan pemerintahan. Namun, dalam arti yang luas
adalah mencakup sekitar 5 objek, sasaran atau pusat perhatian yaitu:
a. Negara (state)
b. Kekuasaan (power)
c. Pengambilan keputusan ( decisionmaking)
d. Kebijaksanaan (policy)
e. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)
1) Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang
memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Negara sebagai inti dari ilmu politik, memusatkan perhatiannyya
pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk formalnya.
Roger F.soltau misalnya, dalam bukunya yang berjudul
introduktion to politich mengatakan bahwa “ilmu politik
28
yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara
dengan warganya serta hubungan antar negara.
2) Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok
untuk mengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai
dengan keinginan para pelaku.
Kekuasaan sebagai inti dari politik. Bahwa politik
menyangkut masalah tentang merebutkan dan mempertahankan
kekuasaan. Biasaanya dianggap sebagai perjuangan kekuasaan
dengan mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh
masyarakat.
3) Pengambilan keputusan
Keputusan adalah hasil dari membuat pilihan di antara
beberapa alternatif, sedangkan istilah penggambilan keputusan
menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
Pengambila keputusan sebagai konsep pokok dari politik
menyangkut keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan
masyarakat, dan dapat pula menyangkut kebijakan-kebijakan yang
diambil secara kolektif mengikat seluruh masyarakat.
Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, dapat pula
29
4) Kebijakan umum
Kebijaka adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil
oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih
tjuan dan cara untuk mencapai tujuan itu, pada prinsipnya, pihak
yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai keputusan untuk
melaksanakannya.
Kebijakan umum menganggap bahwa setiap masyarakat
mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini ingin
dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan
rencana-rencana yang mengikat, yang dituangkan dalam kebijakan
oleh pihak yang berwenang dalam hal pemerintahan.
5) Pembagian atau alokasi
Pembagian dan alokasi adalah pembagian dan penjatahan
nilai-nilai dalam masyarakat. Politik tidak lain dan tidak bukan
adalah Pembagian dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat.
Yang ditekankan oleh mereka adalah bahwa bagian ini sering tidak
merata dan karena itu menyebabkan konflik.
Dalam ilmu sosial, nilai adalah sesuatu yang dianggap baik
dan benar, diinginkan, mempunyai harga dan oleh karenanya
dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin dimiliki oleh manusia.
Nilai ini dapat bersifat absrak seperti penilaian atau suatu asas
30
mimbar. Nilai juga bisa bersifat konkret (material), seperti
kekayaan8.
2. Kekuasaan Sebagai Konsep Ilmu Politik
Diantara konsep politik yang banyak dibahas adalah kekuasaan.
Hal ini tidak mengerankan sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu
sosial pada umumnya dan dalam ilmu politik khususnya, malahan
pada suatu ketika politik dianggap identik dengan kekuasaan.
Biasanya kekuasaan diselenggarakan melalui isyarat yang jelas.
Ini sering dinamakan kekuasaan manifes (manifest power). Namun
kadang-kadang isyarat itu tidak ada.
Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi. Cara
untuk menyelenggaraka kekusaan berbeda-beda. Upaya yang paling
ampuh adalah kekerasan fisik. Kekuasaan dapat juga diselenggarakan
lewat kuersi (ceorcion), yaitu melalui ancaman akan diadakan sanksi.
Suatu upaya yang sedikit lebih lunak adalah melalui persuasi yaitu
proses penyakinan, argumentasi atau menunjuk pada pendapat seorang
ahli. Selain itu dapat digunakan pula cara lain. Cara lain ini adalah
dengan tidak mengatakan denda tetapi member ganjaran (reward) atau
isentif, imbalan, atau kompensasi.
3. Politik Sumber Kekuasaan
Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau
kepercayaan. Selanjutnya kita perlu membedakan antara dua istilah
31
yang menyangkut konsep yaitu scope of power dan domain of power.
Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk pada kegiatan,
perilaku, serta sikap dan keputusan yang menjadi obyek dari
kekuasaan. Dan istilah kekuasaan (domain of power) menjawab
pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok
yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau
kolektivitas yang kena kekuasaan.
Dalam suatu hubungan kekuasaan (power relationship) selalu
ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain. Jadi, selalu ada
hubungan tidak seimbang atau asimetris. Ketidakseimbangan ini
sering menimbulkan ketergantungan (dependency) dan lebih timpang
hubungan ini, lebih besar pula sifat ketergantungannya. Hal ini oleh
generasi pemikir dekade 20-an sering disebut sebagai dominasi,
hegemoni dan penundukan.
4. Otoritas/Wewenang dan Legitimasi Sebagai Sumber Kekuasaan Ada beberapa pengertian yang erat dengan kekuasaan, yaitu
otoritas, wewenang dan legitimasi atau keabsahan. Seperti dengan
konsep kekuasaan, disini pun bermacam-macam perumusan
penemuan. Perumusan yang paling mengenai sasaran adalah definisi
yang dikemukakan oleh Robert Bierstedt dalam karangannya An
Analysis of Social Power yang mengatakan bahwa wewenang adalah
kekuasaan yang di lembagakan (institutionalized power). Dengan nada
32
dalam buku power and society wewenang adalah kekuasaan formal
(formal power). Dianggap bahwa yang mempunyai wewenang
(authoroty) berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat
paeraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan
terhadap peraturan-peraturannya.
Selain konsep wewenang juga dikenal konsep legitimasi
(legitimacy) yang terutama penting dalam suatu sistem politik.
Legitimasi atau keabsahan adalah keyakinan anggota-anggotan
masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok,
atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran ini
berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan
asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam
masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur yang
sah. Jadi, mereka diperintah menganggap bahwa sudah wajar
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluaran oleh
penguasa dipatuhi. Dilihat dari sudut penguasa, dapat disebut disini
ucapan A.M. Lipset legitimasi mencakup kemampuan untuk
membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa
lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang peling wajar
untuk masyarakat itu.
Jika suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai
dasar-dasar dan tujuan-tujuan masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan
33
setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimum. Maka dari itu
pemimpin dari suatu sistem politik akan selalu mencoba membangun
dan mempertahankan keabsahan di kalangan rakyat karena hal itu
merupakan dukungan yang paling mantap.
5. Kekuasaan Sebagai Pengaruh
kekuasaan adalah pengaruh. Pada umumnya masyarakat
berpendapat bahwa kekuasaan dapat mengadakan sanksi dan
pengaruh. Namun dalam forum diskusi ilmiah sering dipertayakan
apakah kekuasaan dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda,
dan apakah satu diantaranya merupakan konsep pokok. Jika benar
demikian yang manakah yang pengertian pokok.
Kekuasaan adalah untuk memengaruhi kebijakan-kebijakan
orang lain melalui sanksi yang sangat berat yang akan benar-benar
dilaksanakan atau berupa ancaman sanksi. Pengaruh adalah suatu tipe
kekuasaan yang, jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak
dengan cara tententu, dapat dikataan terdorong untuk bertindak
demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan
motivasi yang mendorongnya.
Pengaruh biasanya tidak merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan perilaku seseorang dan sering bersaing dengan faktor
lain. Bagi pelaku yang dipengaruhi masih terbuka alternatif lain untu
bertindak. Akan tetapi, sekalipun pengaruh sering kurang efektif
34
unsur psikologis dan menyentuh hati dan karena itu sering kali cukup
berhasil9.
6. Konsep Gramsci Tentang Hegemoni Kekerasan dan Konsensus
Hegemoni adalah suatu kelas dan anggotanya menjalankan
kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan cara kekerasan
dan persuasi10. Gramsci menggunakan centaur metologi yunani yaitu setengah binatang setengah manusia, sebagai simbol dari suatu
tindakan politik. Antara lain, kekuatan dan konsensus, otoritas dan
hegemoni, kekerasan dan kesopanan. Hegemoni bukanlah hubungan
dominasi dengan menggunakn kekuasaan, melainkan hubungan
persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologi.
Hegemoni adalah suatu organisasi konsensus. Gramsci menggunakan
kata direzione (kepemimpinan, pengarahan) secara pergantian dengan
egemonia (hegemoni) dan berlawanan dengan dominazione
(dominasi).
7. Hubungan Masyarakat Dengan Proses Politik a. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan bagian dari kajian politik
dalam pengertian proses. Oleh karena itu, pengertian sosialisasi
politik senantiasa berkaitan dengan segenap proses dalam
kehidupan politik. Sosialisasi secara mendasar adalah proses hasil
35
belajar dari suatu pengalaman11. Sosialisasi memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dalam batas yang luas,
baik terkait dengan pengetahuan atau informasi, motif atau nilai
maupun sikap.
Dengan demikian, pengertian sosialisasi politik sedekit
banyak tidak bisa lepas darii pengertian-pengertian sosialisasi.
Sosialisasi politik adalah proses pengenalan sistem politik pada
seseorang, kelompok atau masyarakat serta respon yang mereka
berikan terhadap gejala-gejala politik yang ada dan mereka
hadapi. Lebih sederhana lagi, sosialisasi politik adalah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
Sikap dan orientasi ini mendapatkan pengaruh kuat terhadap
tingkah partisipasi politik.
Dari segi bentuk dan metode penyampaian pesan politik,
sosialisasi politik dibagi menjadi dua kategori. Yaitu:
1. pendidikan politik.
2. indoktrinisasi politik.
Pendidikan politik merupakan suatu proses yang dialogik
antara pemberi dan penerima pesan. Mulai proses ini masyarakat
mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma dan simbol politik
negara dari berbagai pihak sistem politik.
36
Pendidikan politik cenderung hidup dan berkembang
dalam masyarakat dan sistem politik demokrasi. Fungsi lembaga
politik atau partai politik yang berada dalam payung sistem
politik demokrasi adalah pendidikan politik. Dengan demikian
sistem politik demokrasi, partai politik sesungguhnya memiliki
fungsi sosialisasi.
Indoktrinisasi politik adalah proses sepihak ketika
penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat
untuk menerima nilai, norma dan simbol yang mereka anggap
sebagai ideal dan baik.
b. Partisipasi Politik
Penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi yang
lebih luas dalam proses politik yaitu, adanya modernisasi disemua
bidang, perubahan struktur kelas, pengaruh kaum intelektual atau
kominikasi modern, konflik antar kelompok pemimpin politik dan
keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Secara spesifik, kita dapat melihat
seorang individu dalam memberikan partisipasi politik.
Adapun definisi partisipasi politik menurut para ahli
sebagai berikut12:
Samuel Huntington dan Joan M. Nelson adalah kegiatan
warga preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi
37
pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Konsepnya berupa
kegiatan bukan sikap-sikap dan kepercayaan, memiliki tujuan
memengaruhi kebijakan publik dan dilakukan oleh negara
preman.
Michael Rush dan Philip Althoff adalah keterlibatan
individu sampai macam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
Konsepnya berupa keterliibatan individu dalam sistem politik dan
memiliki tingkatan partisipasi.
Miriam Budiarjo adalah kegiatan seseorang atau
kelompok untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan politik
yaitu dengan cara memilih pemimpin negara dan secara langsung
atau tidak langsung, memengaruhi kebijaka pemerintahan.
Konsepnya berupa kegiatan idividu atau kelompok dan bertujuan
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan
publik atau memengaruhi kebijakan publik.
Berdasarkan beberapa definisi diatas terdapat substansi
mengenai partisipasi politik antara lain:
1) Kegiatan nyata.
2) Bersifat sukarela.
3) Dilakukan oleh warga negara atau masyarakat biasa baik
individu maupun kelompok.
4) Memiliki tujuan ikut serta dalam kehidupan politik,
38
5) Memiliki tingkatan partisipasi.
c. Demokrasi
Demokrasi merupakan suatu perkembangan sekaligus
pilihan dari sistem politik yang digunakan dalam suatu negara.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos artinya rakyat
atau penduduk setempat dan kartos yang artinya pemerintahan.
Secara bahasa demokrasi adalah pemerintahan rakyat banyak.
Dan manurut istilah adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
untuk rakyat. Jadi kekuasaan negara berada ditangan rakyat dan
segala tindakan negara ditentukan oleh kehendak rakyat13.
Dalam pelaksanaannya, demokrasi sangat membutuhkan
berbagai lembaga politik yang dapat menompang
keberlangsungan suatu sistem demokrasi yang baik. Ada 6
lembaga yang dibutuhkan dalam penerapan sistem demokrasi
yakni:
1) Para pejabat yang dipilih.
2) Pemilihan umum.
3) Kebebasan berpendapat.
4) Akses informasi alternatif.
5) Otonomi asosiasional.
6) Hak kewarganegaraan yang inklusif.
39
8. Kampus Sebagai Kantong Perubahan
Pembicaraan tentang kampus segera mengingat seseorang akan
kehidupan ilmiah dengan ciri utama kebebasan berfikir dan
berpendapat, kreatifitas, argumentatif, tekun dan melihat jauh kedepan
sambil mencari manfaat praktis dari suatu ide atau penemuan14. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kampus adalah tempat
semua kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi15. Perpaduan ciri tersebut dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup
tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang
menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat atau
sering sebut dengan agen of change and control.
Peran kampus sebagai pusat pembaharuan masyarakat telah
menjadi fokus baru kehidupan kampus sampai awal kemerdekaan.
Revolusi dan kemerdekaan dengan segala aspirasi serta inisiatif yang
dibuahkannya telah memberikan peran aktif maupun pasif kampus di
dalam proses politik.
Tinjauan terhadap intelektual kampus dengan lingkungannya
yaitu masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadapnya
membawa kita kepada dua kemungkinan. Pertama, kampus
mengambil inisiatif melalui penawaran karya, gerakan pembaharuan
sampai gerakan politik. Dan kedua, kampus bersikap pasif maksutnya
hanya menanpung dan memberikan reaksi kepada inisiatif pihak luar
40
sehingga kampus dijadikan arena kekuatan-kekuatan politik atau
patner yang sederajat dengan birokrasi16. 9. Makna Politik Dari Organisasi Mahasiswa
Selain ilmu, apakah yang menarik diperbincangkan bagi
kalangan aktifis mahasiswa? Jawaban yang muncul pertama kali
adalah politik. Ya, politik tidak bisa lepas dari aktifis kampus. Selain
politik sebagai alat mewujudkan cita-cita organisasi, politik juga
memiliki pelajaran implementasi pelatihan kepemimpina yang digeluti
mahasiswa.
Tidak asing lagi, organisasi mahasiswa seperti PMII, HMI,
GMNI, PMKRI dan organisasi mahasiswa lainnya, yang pertama
diajarkan adalah memberikan nilai-nilai dasar masing-masing
organisasi. Karena organisasi membutuhkan proses regenerasi,
tentunya diperlukan pelatihan kepemimpinan, berlomba-lomba
menjadi pucuk pimpinan dalam suatu organisasi adalah fenomena
yang lazim dikalangan aktifis.
Dinamika pergerakan adalah bagian dari proses politik. Makna
politik memang banyak, setiap orang memiliki kesimpulan tersendiri
dalam mengartikan politik. Salah satu arti politik bagi kalangan aktifis
adalah sebagai alat perjuangan17. Ya, politik diartikan sebagai alat memperjuangkan ideologi organisasi. Dengan politik, perwakilan
organisasi bisa dikirimkan menduduki posisi strategis. Sebagai
41
contoh, dalam memperebutkan kepengurusan senat mahasiswa biasa
akan diwarnai dari aktifis barbagai organisasi. Saat itulah mereka akan
merebutkan posisi tertinggi.
Siapa yang menag dalam kompetesi merebutkan senat, itulah
yang akan mudah mewujudkan misi organisasi. Alasannya jelas,
dengan merebutkan sektor di senat mahasiswa, organisasi memiliki
wewenang membuat kebijakan. Kebijakan itulah yang dimanfaatkan
sebagai penyalur misi organisasi.
Proses merebutkan senat, proses membuat kebijakan, bagaimana
stategi kebijakan, hingga siapa sasaran kebijakan adalah bagian dari
politik. Atau tepatnya, bagi kalangan mahasiswa adalah proses belajar
politik.
Proses politik mahasiswa biasanya terjadi.
Kontruksi-dekontruksi-rekontruksi adalah bagian tak terpisahkan bagi pelajaran
politik mahasiswa. Apalagi konflik, adalah bagian yang harus ada
dalam sebuah proses politik. Tujuannya, membuat karakter dan mental
pemimpin dalam berorganisasi. Bahkan kritik pribadi.
Sedikitnya begitulah fungsi politik bagi kalangan aktifis
mahasiswa. Mereka akan mampu memahami banyak watak dan kultur
dari banyak orang. Itulah pentingnya belajar politik.
42
C. Pilihan Rasional James S. Coleman
Dalam penelitian ini menggunakan teori Pilihan Raional James S.
Coleman. Teori Pilihan Rasional secara umum berada pada posisi marginal
dalam arus utama teori sosiologi. Teori pilihan rasional menjadi salah satu
teori “panas” dalam sosiologi kontemporer.
Coleman berargumen bahwa sosiologi seharusnya memusatkan
perhatian pada sistem sosial namun fenomena makro tersebut harus
dijelaskan oleh faktor di dalamnya, dengan individu sebagai prototepinya. Ia
lebih suka bekerja pada level ini karena beberapa alasan, termasuk fakta
bahwa biasanya data dikumpulkan pada level individu dan selanjutnya harus
disusun agar berkembang pada level sistem. Di antara alasan memilih fokus
pada level individu adalah bahwa individulah tempat “ intervensi” pada
awalnya untuk menciptakan perubahan sosial. Inti perspektif Coleman
adalah gagasan bahwa teori sosial tak hanya merupakan latihan akademis,
tetapi harus dapat mempengaruhi kehidupan sosial melalui “intervensi”
tersebut18.
Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan
dasarnya bahwa “tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan
juga tindakan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi)”. Namun
kemudian coleman berargumen bahwa untuk maksud yang sangat teoritis, ia
memerlukan konsep yang yang lebih tepat mengenai aktor rasional yang
berasal dari ilmu ekonomi, konsep yang melihat aktor memilih
43
tindakan yang akan memaksimalkan keuntungan, atau pemuasan kebutuhan
dan keinginannya.
Ada dua elemen kunci dalam teorinya yaitu aktor dan sumber daya.
Sumber daya adalah hal-hal yang dikendalikan aktor dan yang
diinginkannya. Berdasarkan dua elemen ini, Coleman memerinci bagaimana
interaksi keduanya mengarah pada level sistem :
Basis minimal bagi sistem tindakan sosial adalah dua aktor, yang
masing-masing memiliki kontrol atas sumber daya kepentingan satu sama
lain. Adalah kepentingan setiap orang akan sumber daya agar berada di
bawah kontrol orang lain, yang bawa keduanya, sebagai aktor yang memiliki
tujuan, terlibat dalam tindakan yang melibatkan satu sama lain. Satu sistem
tindakan adalah struktur ini, bersama dengan fakta bahwa aktor memiliki
tujuan, masing-masing memiliki tujuan untuk memaksimalkan realisasi
kepentingannya, yang memeberikan karakter interdependen, atau karakter
sistemis, kepada tindakan-tindakan mereka19.
Coleman mengakui bahwa dalam kehidupan nyata orang tak selalu
berperilaku rasional, tetapi ia merasa bahwa hal ini hampir tak berpengaruh
pada teorinya. Ia berasumsi bahwa ramalan teoritis yang ia buat adalah
untuk melihat apakah aktor bertindak tepat menurut rasionalitas atau
menyimpang dari cara-cara yang diamati (menyimpang dari rasionalitas).
Tindakan rasional individu dilanjutkannya dengan memusatkan
perhatian pada masalah hubungan makro-mikro atau bagaimana cara