MANAJEMEN WISATA RELIGI
(Studi Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi atas Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh: Purwo Prilatmoko NIM F.1209.15303
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
Abstak
Latar belakang tesis ini berdasarkan pengamatan atas realitas kebutuhan manusia modern akan pariwisata yang begitu tinggi. Sementara dunia wisata modern telah berkembang sedemikian rupa dan mulai memasukkan unsur nilai-nilai dan pendidikan di dalamnya, yang sangat mungkin bersumber dari nilai-nilai yang negatif seperti hedonisme dan materialisme. Nilai-nilai Ajaran Islam sebagai Agama rahmatan lil alamin yang menempatkan wisata sebagai ibadah kepada Allah, diharapkan dapat mewarnai dunia pariwisata. Semua itu dapat terwujud lewat sistem manajemen yang baik. Wisata Religi Sunan Ampel sebagai pariwisata bernuansa nilai religius Islam diharapkan menerapkan manajemen yang baik, agar dapat mewujudkan harapan tersebut. Penelitian ini hendak meninjau bagaimana tahapan-tahapan manajemen yang telah dilakukan oleh pengelola Wisata Religi Sunan Ampel. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun mekanisme kontrol dan evaluasinya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, interpretif, dengan data dari wawancara dan observasi lapangan. Hasilnya sistem manajemen wisata religi Sunan Ampel masih terdapat kekurangan terutama dalam hal perencanaan. Hal itu bersumber dari kurang solidnya pengurus-pengurus yang aktif sekarang. Kendati demikian dalam pelaksanaan pelayanan wisata religi masih dapat dikatakan baik, terutama hal-hal yang bersifat fisik dan praktis. Sementara dari sisi kontrol dan evaluasi hanya baik dalam hal pelaksanaan praktis saja, sedangkan dalam hal mengevaluasi kinerja keseluruhan dan jangka panjang masih sangat kurang terlaksana.
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL... i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vii
ABSTRAK ... viii
UCAPAN TERIMAKASIH... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah... 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Kegunaan Penelitian ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 10
G. Metode Penelitian ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II KERANGKA TEORETIK... 20
A. Pengertian Manajemen Dakwah Wisata Religi... 20
1. Pengertian Manajemen... 20
2. Pengertian Dakwah ... 20
3. Pengertian Manajemen Dakwah ... 22
4. Pengertian Wisata ... 22
5. Pengertian Wisata Religi... 23
6. Pengertian Manajemen Dakwah Wisata Religi... 24
B. Kerangka Kerja Manajemen Dakwah Wisata Religi ... 24
a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan. ... 26
b. Merumuskan keadaan saat ini. ... 26
c. Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan. ... 27
d. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan... 28
2. Kerangka Kerja Pelaksanaan ... 28
a. Motivasi... 28
b. Komunikasi dalam Organisasi. ... 28
c. Kepemimpinan. ... 29
3. Kerangka Kerja Control dan Evaluasi ... 29
a. Penetapan Standar Pelaksanaan (Perencanaan)... 29
b. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan ... 30
c. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Nyata ... 30
d. Pembandingan Pelaksanaan Kegiatan dengan Standar dan Penganalisaan Penyimpangan-Penyimpangan. ... 30
e. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Perlu ... 31
BAB III WISATA RELIGI SUNAN AMPEL SURABAYA... 33
A. Sejarah Kedatangan Sunan Ampel... 33
B. Metode Dakwah Sunan Ampel ... 34
C. Ajaran Dan Peninggalan Sunan Ampel ... 37
D. Sejarah Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya... 41
BAB IV MANAJEMEN WISATA RELIGI SUNAN AMPEL SURABAYA ... 45
A. Perencanaan Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya ... 45
B. Pelaksanaan Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya... 79
C. Evaluasi Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya... 97
BAB V PENUTUP ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Keterbatasan Studi ... 106
C. Rekomendasi... 106
Daftar Tabel dan Gambar
Gambar 2.1 Proses Manajemen Berkelanjutan ... 33
Gambar 3.1 Peta Satelit Lokasi Wisata Religi Sunan Ampel. ... 42
Gambar 4.1 Prasasti SK Walikota Surabaya tentang Masjid Ampel Denta sebagai Bangunan Cagar Budaya... 48
Tabel 4.1Scaning Matrix SWOTMenentukan Alternatif Program ... 73
Gambar 4.2 Plakat Renovasi Masjid Agung Sunan Ampel ... 82
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1. Nilai Manajemen
Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit.1 Begitupun organisasi yang bergerak dibidang Agama, usaha dakwah menyiarkan ajaran Islam akan sia-sia dan gagal mencapai tujuan apabila tidak dimanajemeni dengan baik. Kegiatan lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-prinsip manajemen akan menumbuhkan citra positif, profesional dikalangan masyarakat, khususnya pengguna jasa profesi da’i tersebut.2
2. Nilai Dakwah
Kata dakwah secaraetimologis merupakan bentukmasdar berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang berarti memanggil, mengundang, mengajak, menyeru dan mendorong. Secaraterminologisdakwah artinya mengajak dan menyeru umat Islam menuju pedoman hidup yang diridhai oleh Allah SWT dalam bentuk amar
ma’ruf nahi munkar.3
Dakwah bertujuan untuk membentuk individu dan masyarakat yang menjadikan Islam sebagai pegangan dan pandangan hidup dalam segala sendi
1Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 6.
2Zaini Muchtarom,Dasar-Dasar Manajemen Dakwah,(Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996), 37 3 Ahmad Warsono Munawir,Kamus Al-Munawir Arab – Indonesia, Cet 14, (Surabaya: Pustaka
2
kehidupan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.4 Dakwah adalah kewajiban yang harus kita jalankan sepanjang masa, karena hanya manusia yang saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran saja yang tidak merugi.5
Selain itu Nabi Muhammad juga mengungkapkan bahwa kita harus senantiasa berdakwah dalam kondisi apapun dengan sekuat tenaga kita. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah Hadist dari Abu Said Alkhudry Radhiyallahu’anhu :
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda: “ Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim)6
Artinya berdakwah itu tidak kenal waktu dan tempat, apapun yang kita miliki dapat menjadi media atau sarana berdakwah. Berdakwah tidak hanya di Masjid, bisa lewat lembaga pendidikan, bahkan bisa juga di lokasi wisata. Sebagaimana akhir-akhir ini marak dikembangkan wisata-wisata religi seperti ziarah wali songo, masjid-masjid unik dan sebagainya, itu adalah bagian dari dakwah.
3. Nilai Wisata Religi
Pariwisata telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di era modern ini. Pariwisata tidak hanya menyalurkan hasrat bersenang-senang. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengembangkan pariwisata menjadi bernilai lebih bagi masyarakat. Salah satu bentuk yang berkembang adalah wisata edukasi, dimana unsur pendidikan dimasukkan ke dalam dunia pariwisata. Pengunjung akan
4Muh. Ali Aziz.Ilmu Dakwah, Ed. 1, Cet. 1 (Jakarta: Kencana, 2004), 69. 5alQur’an, 103:3
6Al – Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An – Nawawi,Riyadhus Shalihin, alih bahasa, H.
3
memperoleh pengetahuan yang bermanfaat sambil bersenang-senang. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara seperti itu akan lebih berkesan dan bermakna. Dakwah dan pendidikan sedikit banyak memiliki kesamaan dalam hal membentuk pengetahuan dan keyakinan dalam diri seseorang. Jika unsur pendidikan dapat dimasukkan ke dalam dunia pariwisata, maka unsur dakwah dapat pula dimasukkan ke dalam dunia pariwisata.
Pada masaNabi Muhammad, alQur’an sebagai materi dakwah menceritakan kisah umat-umat terdahulu agar dapat diambil pelajaran, sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat an-Nuur ayat 34 sebagai berikut:
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Qur’an Surat An-Nuur 34)7
alQur’an juga menganjurkan kita mendatangi situs-situs bersejarah, bekas-bekas peninggalan peradaban umat-umat terdahulu agar kita dapat mengambil pelajaran.8Artinya sejarah Para Nabi, Para Wali, Ulama’, Kyai, danTokoh-Tokoh Pejuang umat terdahulu, situs-situsnya, jejak-jejak peninggalannya, semuanya itu bisa menjadi syiar penyebaran nilai-nilai ajaran Islam bagi umat-umat sesudahnya. Setiap Agama memiliki tempat-tempat bersejarah yang disucikan untuk diziarahi, dikunjungi secara berkala. Orang-orang Nasrani mempunyai situs bersejarah “Bethlehem” tempat kelahiran Yesus di Nazaret, Yerusalem Selatan,
4
Palestina. Orang-orang Yahudi mengunjungi Kuil Sulaiman “Baitul Maqdis”, di Yerusalem, Palestina. Sedangkan Umat Islam setiap tahun mengunjungi Ka’bah
Baitullah, di Mekah, Arab Saudi. Mengunjungi situs bersejarah, tempat yang disucikan bagi umat beragama tersebut adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam Qur’an SuratAli Imron ayat 96-97 berikut:
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.9
Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 96-97 tersebut Allah mewajibkan setiap manusia mengunjungi “Rumah-Nya”, rumah ibadah tertua yang pernah dibangun di bumi. Tentu rumah tersebut mengandung nilai sejarah dari Nabi-Nabi terdahulu, diantaranya disebutkan dalam ayat tersebut adanya Maqam Ibrahim. Dengan mengunjungi“Rumah-Nya” tersebut manusia akan memperoleh manfaat kebaikan sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat al-Hajj ayat 27-28, sebagai berikut:
5
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
Berziarah mengunjungi tempat-tempat bersejarah termasuk didalamnya mengunjungi makam, rumah ibadah, dan tempat peninggalan Nabi-Nabi dan Wali-Wali Allah dapat memberikan manfaat bagi kita. Bahkan jika yang dikunjungi adalah makam orang tua kita yang menjadi sejarah kehidupan kita, ada nilai manfaat menambah kebaikan dan mengingatkan kampung akhirat. Sebagaimana hadits Rasulullah sebagai berikut:
“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah! Karena dengannya, akan bisa mengingatkan pada hari akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian. Maka barang siapa yang ingin berziarah maka lakukanlah, dan janganlah kalian mengatakan ‘hujr’ (ucapan-ucapan batil).” (H. R. Muslim)10
Berbagai perintah ajaran Islam dalam al-Qur’an dan Hadits tersebut di atas tentang mengunjungi atau ziarah ke rumah ibadah, maqom, makam, situs-situs peninggalan bersejarah adalah agar dapat mengambil hikmah dan pelajaran. Namun pada masa sekarang sangat jarang kita jumpai orang dapat mengambil pelajaran
6
dari mengunjungi situs-situs bersejarah tersebut, khususnya situs bersejarah yang berhubungan dengan dakwah Islam di Indonesia.
4. Kondisi Wisata Religi Sunan Ampel
Ziarah ke tempat-tempat bersejarah terkait dengan dakwah Islam di Indonesia bukannya jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Malah akhir-akhir ini semakin marak dilakukan karena sudah mengandung nilai ekonomi bagi usaha-usaha biro perjalanan wisata religi, umroh dan haji. Ziarah pun berubah status menjadi berwisata religi. Salah satunya yang penulis amati adalah situs Makam dan Masjid Sunan Ampel di daerah Surabaya Utara. Di hari-hari musim ziarah, hari libur, terutama hari minggu ada kurang lebih 10 sampai 20 bus peziarah yang datang dari berbagai daerah silih berganti. Jika rata-rata bus mengangkut 50 orang, maka kurang lebih 500 sampai 1000 orang yang datang berziarah ke makam Sunan Ampel dalam sehari itu. Apabila dilihat potensinya sebagai mad’u untuk dakwah penyebaran nilai-nilai Islam di situs wisata religi Sunan Ampel sangat besar potensinya. Sunan Ampel dipandang istimewa oleh para peziarah. Salah seorang pengurus Yayasan Masjid Sunan Ampel menuturkan,“Sunan Ampel adalah orang tua dan guru dari para Wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia.”.11
Para peziarah yang datang dari berbagai daerah tersebut kebanyakan terdiri atas bapak-bapak dan ibu-ibu usia setengah baya, jarang sekali remaja dan anak-anak, kecuali anak-anak yang sedang ikut orang tuanya. Jelas mereka semua adalah orang-orang muslim, karena yang dikunjungi adalah makam seorang penyebar agama Islam. Dari pakaian yang mereka kenakan, para peziarah terlihat sebagai
7
seorang muslim yang religius, tidak nampak sebagai orang yang sedang bersenang-senang berwisata. Mereka dengan suka rela dan dengan biaya sendiri datang ke tempat wisata religi ini, adalah wujud kesungguhan mereka menerima dan menjalankan ajaran Islam. Kondisi ini menguntungkan apabila dilakukan dakwah, karena mereka adalah orang-orang yang sudah siap dan mudah menerima ajaran Islam.
Untuk melayani para peziarah yang akan melaksanakan ibadah tersebut, perlu adanya manajemen yang baik. Masing-masing orang yang berziarah tersebut memiliki kebutuhan sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Ada yang baca alQur’an, baca Yasin, ada yang berdo’a, ada yang berdzikir, ada juga yang hanya melihat-lihat saja. Untuk para peziarah yang datang dari luar kota, bahkan luar pulau kemungkinan besar mereka juga sudah capek, lelah karena perjalanan, sehingga mereka lebih fokus berwisata, istirahat, mandi bersih-bersih, atau berbelanja. Mereka memerlukan pelayanan tempat istirahat, tempat bersih-bersih diri (toilet dan kamar mandi), tempat makan, dan pasar untuk berbelanja kebutuhan dan oleh-oleh. Memang waktu yang dimiliki para peziarah sangat singkat, rata-rata tiap robongan kurang dari 1 jam berada di sana, karena akan segera melanjutkan perjalanan ke makam-makam Wali berikutnya.
5. Kendala Manajemen Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel
8
Ta’miriyah, SMA Dr. Soetomo, yang biasanya rutin menjelang Ujian Nasional meminta mengadakanistighosahdi sana.12
Pernah suatu ketika ada kalangan akademis yang ingin penelitian di sana memohon untuk mendapatkan sumber-sumber kepustakaan di sana, pengurus terpaksa menolaknya karena mereka sendiri tidak memiliki sumber-sumber tersebut. Pernah diadakan upaya-upaya mengisi kekosongan itu dengan mengadakan seminar untuk mengungkap lebih dalam sejarah Sunan Ampel. Karena menurut pengurus sejarah Sunan Ampel itu sendiri paling sedikit datanya dibanding sejarah-sejarah Wali yang lain, kebanyakan hanya cerita tutur yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Upaya yang telah dimulai sejak tahun 1994 itu baru terlaksana dua kali seminar dan satu kali bendah buku. Rencananya hasil-hasil seminar itu akan dijadikan buku pedoman, yang akan menjadi rujukan resmi tentang sejarah Sunan Ampel.13
Dalam pengamatan penulis saat observasi studi pendahuluan memang terdapat hal-hal yang kurang tertangani dengan baik dalam Pengelolaan wisata religi Sunan Ampel tersebut. Salah satu contoh persoalan toilet atau kamar mandi. Antrian panjang para jama’ah ziarah terutama yang dari luar kota begitu ramai, mereka yang dari perjalanan jauh sangat membutuhkan sarana untuk membersihkan diri agar bisa beribadah secara khusu’. Selain jumlah kamar mandi yang terbatas, tidak sebanding dengan jumlah jama’ah yang membutuhkan, kondisinya juga kurang bersih dan kurang nyaman digunakan. Dibagian barat area makam, area
12Suja’i,Wawancara, Surabaya, 23 November 2016
9
parkir bus barat, terdapat bangunan masjid baru yang nampak tidak terawat, selain debu yang tebal di lantainya, juga banyak berserakan sampah bekas bungkus makanan yang tidak dibuang di tempatnya. Beberapa tembok disekitar situ dan sudut-sudut lain area makam tercium aroma pesing, pasti ada orang buang air di situ kemungkinan karena tidak tahan dengan antrian panjang ke toilet.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas wisata religi Sunan Ampel perlu dikelola dengan baik. Pengelolaan wisata religi tersebut memerlukan tahapan manajemen mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasinya. Manajemen wisata religi tersebut akan berpengaruh terhadap lancarnya ibadah para peziarah yang datang ke sana, yang artinya mengelola dengan baik lokasi wisata religi adalah bagian dari dakwah Islamiyah.
Dalam penelitian ini akan dibatasi pada deskripsi manajemen wisata religi. Artinya akan mendeskripsikan bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang telah terjadi pada pengelola wisata religi Sunan Ampel tersebut.
C. Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas rumusan masalah penelitian ini adalah,
1. Bagaimana perencanaan pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya? 2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya? 3. Bagaimana evaluasi pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya? D. Tujuan Penelitian
10
1. Untuk mengetahui perencanaan pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya.
3. Untuk mengetahui evaluasi pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya.
E. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memperkaya khazanah teoretis dalam disiplin ilmu manajemen dakwah. Terutama lebih spesifik pada dakwah lewat pengelolaan wisata religi.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel untuk manajemen ke depan yang lebih baik.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi wacana bagi lembaga-lembaga pengelola wisata religi agar dapat meningkatkan profesionalisme dalam manajemen lembaganya, guna persaingan dakwah yang lebih global lewat dunia pariwisata.
F. Penelitian Terdahulu
11
1. Pengelolaan Wisata Religi, Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah. Karya Ahsana Mustika Ati dari IAIN Wali Songo Semarang.14 Penelitian tersebut meskipun menggunakan teori manajemen sebagai pisau analisa, namun dalam pembahasan langkah-langkah manajemen kurang bisa ditekankan karena SDM pengelola wisata religi tersebut jumlahnya terbatas. Perbedaannya dengan penelitian ini akan tetap berpijak pada langkah-langkah manajemen.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata Religi Menara Sunan Kudus. Karya Fatimah Cahya Ningrum dari Universitas Muria Kudus, Kudus Jawa Tengah.15 Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur hal-hal apa saja yang menjadi daya tari dari wisata religi menara Sunan Kudus. Perbedaannya dengan penelitian ini, tinjauannya lebih ke arah pengembangan wisata secara ekonomis, bukan ke arah manajemen dakwah. 3. Metode Dakwah melalui Wisata Religi, Studi Kasus di Majelis Taklim
al-Khasanah, Desa Sukolilo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora. Karya Ainur Rohmah dari UIN Walisongo, Semarang.16 Penelitian tersebut lebih meneliti manajemen jama’ah majelis taklimnya, bukan meneliti pengelolaan tempat wisatanya.
G. Metode Penelitian
14Ahsana Mustika Ati,Pengelolaan Wisata Religi(Skripsi--IAIN Walisongo, Semarang, 2011). 15Fatimah Cahya Ningrum,Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata Religi Menara Sunan Kudus(Skripsi—Universitas Muria Kudus, Kudus, 2012).
16Ainur Rohmah,Metode Dakwah melalui Wisata Religi(Skripsi—UIN Walisongo, Semarang,
12
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Hal ini berkaitan dengan data yang diambil berupa kata narasi yang tidak dapat diangkakan. Karena data berupa deskripsi kata-kata maka analisanya juga dengan metode kualitatif. Penelitian ini dapat diartiakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.17Dalam penelitian kualitatif ini ada hal-hal yang perlu diterangkan sebagai bagian dari metode penelitian ini sebagai berikut: 1. Subyek Penelitian18
Sejak tahun 1970-an awal tanah wakaf, makam dan masjid yang didirikan Sunan Ampel dikelola oleh sebuah lembaga pengelola wakaf atau yang biasa disebut Nadzir. Nadzir pertama Masjid Agung Sunan Ampel adalah K.H. Mas Muhammad bin Yusuf. Beliau adalah seorang Kyai kharismatik, seorang
Muqaddam atau Mursyid dari Thariqat Tijaniyah di Jawa Timur19 yang juga memiliki nasab keturunan langsung dari Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel.20
Nadzir kedua dipegang oleh K.H. Nawawi Muhammad pendiri Lembaga Pengajaran dan Kursus Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel (LPBA MASA).21 Beliau menjabat sebagai Nadzir sampai beliau meninggal tahun 1998. Sepeninggal Nadzir 2 belum ada Nadzir 3 sebagai pelanjutnya, namun lembaga
ke-17Hadari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press),
63.
18Admin, “Sistem Informasi Masjid” dalamhttp:// www. simas.kemenag.go.id/ index.php/ profil/
masjid/ 564/ (5 Mei 2017)
19Admin, “Buku Tijaniyah Indonesia”, dalam http// www.cheikh-skiredj.com (3 Juni 2017), 190 20Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
November 2016.
13
Nadzir-an yang telah berbentuk Yayasan, yakni Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel tetap memiliki kepengurusan yang bisa dianggap sebagai “Pelanjut Nadzir”. Dalam penelitian ini yang dijadikan subyek penelitian adalah Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel yang masih aktif sampai tahun 2017 ini. Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya dikelola oleh Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel ini. Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel sejak tahun 1998 diketuai oleh K.H. Ubaidillah bin Muhammad bin Yusuf. Beliau adalah anak dari Nadzir ke-1 Pengelola Wakaf Tanah, Makam dan Masjid Agung Sunan Ampel. Sedangkan Ketua Takmir Masjid Agung Sunan Ampel adalah K.H. Mohammad Azmi Nawawi. Beliau adalah anak dari Nadzir ke-2 K.H. Nawawi Muhammad.
2. Obyek Penelitian
Sedangkan obyek dari penelitian dalam tesis ini adalah manajemen pengelolaan situs wisata religi Sunan Ampel Surabaya, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya.
3. Batasan Peristiwa
Dalam penelitian ini akan dibatasi pada variabel-variabel terkait manajemen pengelolaan wisata religi Sunan Ampel Surabaya tahun sampai 2017, tahun dimana penelitian ini dilaksanakan.
4. Variabel Penelitian
14
penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Indikator variabel sering disebut suatu konstruksi dari suatu instrumen, yang dalam membuatnya diperlukan berbagai konsep dan teori serta hasil penelitian yang memadai.
Definisi operasional adalah suatu penjelasan yang diberikan terhadap suatu variabel sehingga dapat diamati dan diukur. Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi dakwah pada wisata religi Sunan Ampel Surabaya
5. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya sebagai berikut:
a. KH. Zeid Muhammad Yusuf. Beliau adalah adik dari ketua Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel. Selain sebagai salah satu Takmir Masjid Agung Sunan Ampel, beliau adalah putra dari KH. Mas Muhammad bin Yusuf, Nadhir pertama dari Masjid Agung Sunan Ampel yang juga masih bernasab keturunan langsung dari Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel.22
22Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
15
b. Gus Ahmad Hifni Nawawi. Direktur Lembaga Pengajaran Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel (LPBA MASA). Beliau juga putra dari KH. Nawawi Muhammad, Nadhir kedua dari Masjid Agung Sunan Ampel.23 c. Asmawi, Koordinator Kebersihan.
d. Yacob, Tenisi Lapangan. e. Suja’i, Keamanan.
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber yang menunjang sebagai berikut:
a. Buku-buku tentang Sunan Ampel b. Situs-Situs Internet
c. Dokumentasi dari observasi di lokasi Wisata Religi Sunan Ampel 6. Metode Pengumpulan Data
Data primer didapat dari wawancara pada pengurus yang berwenang serta observasi langsung pada situs wisata religi Sunan Ampel. Data sekunder akan diperoleh lewat study pustaka atau penelusuran data-data internet.
7. Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (Bandung: 2012), dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa "Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, fleldnotes, and
23Ahmad Hifni Nawawi (Direktur LPBA MASA),Wawancara, Surabaya, 17 Desember 2016.
16
other materials that you accumulate to increase your own understanding of them
and to enable you to present what you have discovered to others". Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Sugiyono menambahkan bahwa analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain.
Maka data yang penulis dapatkan dalam penelitian ini akan penulis organisasikan, jabarkan ke dalam unit-unit berdasarkan kriteria tertentu, menggabungkan berbagai data tersebut kemudian penulis susun hingga menjadi pola-pola yang kemudian akan penulis simpulkan.
Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (Bandung: 2012), Susan Stainback, mengemukakan bahwa "Data analysis is critical ro the qualitative research process. lt is to recognition, study, and understanding of interrelationship and
concept in your data that hypotheses and assertions can be developed and
evaluated" Analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi. Spradley (1980) menyatakan bahwa:"Analysis of any kind involve a way of thinking. It refers to the systematic examination of something to determine its parts, the relation among
17
dalam penelitian jenis apapun, adalah merupakan cara berfikir. Hal itu berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan. Analisis adalah untuk mencari pola.
Sehingga berdasarkan pengertian di atas, metode analisis data yang penulis lakukan adalah dengan cara mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari berbagai sumber data kepustakaan, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa atau menghubungkan berbagai data yang penulis peroleh, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri penulis sendiri maupun orang lain.
Gunnar Karlsson (1993, dalam Friman M., dkk; 2004). Tahapan pengelolaan data meliputi:
a. Reduksi, menentukan fenomena yang relevan dari data dengan mengabaikan praduga, teori dan pengetahuan mengenai fenomena tersebut. b. Deskripsi, menggambarkan suatu fenomena dan menghindari interpretasi. c. Mencari esensi, membaca dengan penuh konsentrasi untuk mendapatkan
esensi suatu fenomena H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Bab 1 Pendahuluan. Terdiri atas sub-sub bab sebagai berikut:
18
manajemen dakwah itu juga meliputi dakwah lewat wisata religi. Kemudian terungkap kondisi obyek penelitian yang sangat potensial apabila menerapkan langkah-langkah manajemen dakwah.
b. Identifikasi dan Batasan Masalah. Setelah dipaparkan masalah-masalah yang ada di latar belakang, perlu diidentifikasi dan difokuskan batasan masalah apa yang hendak diangkat dalam penelitian ini.
c. Rumusan Masalah. Hasil dari identifikasi dan batasan masalah adalah menetapkan rumusan masalah apa yang hendak diteliti.
d. Tujuan Penelitian. Merujuk pada rumusan masalah, maka perlu diungkapkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian.
e. Keguanaan Penelitian. Mengungkapkan harapan kegunaan penelitian, apabila penelitian berhasil dilaksanakan.
f. Penelitian terdahulu. Memberi gambaran kedudukan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang telah terdahulu. g. Metode Penelitian. Mengungkapkan metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini, berdasarkan keadaan obyek penelitian, subyek penelitian, sifat data-data yang bisa diambil, serta cara mengelola dan menganalisa data.
h. Sistematika Pembahasan. Mengungkapkan alur pembahasan penyajian laporan penelitian ini.
19
untuk mendiskripsikan langkah-langkah manajemen pengelolaan wisata religi pada subyek penelitian.
3. Bab 3 Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya. Bab ini menyajikan dan menderkripsikan data-data tentang obyek dan subyek yang hendak diteliti. Mulai dari sejarah bagaimana obyek wisata religi Sunan Ampel bisa hadir, sampai sejarah pengelolaannya sampai sekarang.
4. Bab 4 Manajemen Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya. Pada bab ini teori yang telah dipaparkan di bab 2 digunakan untuk meninjau data-data yang telah dikumpulkan untuk diolah dan dianalisa.
21
BAB II
KERANGKA TEORETIK
A. Pengertian Manajemen Dakwah Wisata Religi
Untuk mengetahui pengertian Manajemen Dakwah Wisata Religi perlu diurai satu persatu pengertian dari tiap kata tersebut dalam pengertiannya masing-masing. 1. Pengertian Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter, manajemen mengacu pada proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan kerja secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Pengertian efisien menurut Robbins dan Coulter adalah mendapatkan output yang maksimal dari jumlah input yang minimal. Sedangkan, pengertian efisien menurut Robbins dan Coulter adalah menyelesaikan aktifitas yang membuat organisasi mencapai tujuannya.1
2. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa) dakwah berasal dari bahasa arab, yang berarti “panggilan, ajakan atau seruan”. Sedangakan menurut
terminologi dakwah adalah merupakan suatu usaha mepertahankan, melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah
SWT, dengan menjalankan syari’atnya sehingga mereka dapat hidup bahagia di
dunia dan akhirat.2
1Stephen P. Robbins dan Mary Coulter,Manajemen(Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia,
2005), 7.
22
Dalam pengertian integralistik dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh pengembang dakwah untuk mengubah
sasaran dakwah agar bersedia masuk kepada ajaran Allah SWT, dengan cara bertahap menuju kepribadian yang Islami.3
Sedangakan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali definisi tentang dakwah yang dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim antara lain:
a. Ahmad Ghalwasy dalam Munir dan Ilahi mengatakan bahwa, ilmu dakwah
adalah ilmu yang dipakai untuk mengetahui berbagai seni menyampaikan isi kandungan ajaran Islam, baik itu akidah, syari’at, maupun akhlak.4
b. Latif (2007:11) mengatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan
garis-garis akidah dan syariat serta akhlak Islamiyah.
Betapapun definisi-definisi diatas terlihat dengan redaksi yang berbeda,
namun dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah merupakan aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik individu maupun masyarakat dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Lebih dari itu, istilah dakwah mencakup
pengertian antara lain:5
a. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau
mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.
23
b. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.
c. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksananya dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode.
Yang mana usaha-usaha tersebut dilakukan tidak lain adalah dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia di dunia dan akhirat.
3. Pengertian Manajemen Dakwah
Peter F. Drucker, bapak ilmu manajemen menyatakan, lembaga tanpa manajemen hanya akan menjadi gerombolan orang banyak, dan tidak dapat disebut
lembaga.6Demikian pula lembaga dakwah jika ingin profesional dan berkembang luas, haruslah menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam lembaganya.
Manajemen dakwah adalah segala proses pemanfaatan sumber daya dakwah
berupa: manusia, uang, barang, mesin, metode, dan pasar untuk mencapai tujuan dakwah yakni dilaksanakannya ajaran Islam oleh sebanyak-banyaknya umat
manusia. 7Dalam cakupan pengertian tersebut tempat wisata, masjid, situs-situs menarik yang banyak dikunjungi orang adalah sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam berdakwah.
4. Pengertian Wisata
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomer 10 tahun 2009, Bab I
pasal 1 ayat 1 menyebutkan, Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
6Peter F. Drucker,Pengantar Manajemen, terj. Rochmulyati Hamzah (Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo, 1982), 5.
24
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.8
5. Pengertian Wisata Religi9
Alam raya dan seisinya ini adalah ayat-ayat Allah yang tidak tertulis atau
biasa kita sebut dengan ayat-ayatkauniyyah. Ayat artinya tanda, tanda itu artinya rambu, sedangkan rambu berfungsi sebagai petunjuk, seperti rambu-rambu lalulintas yang merupakan petunjuk jalan. Karenanya banyak ayat-ayat
al-Qur’an, yang mengandung kata-kata, “Berjalanlah dimuka bumi, dan lihatlah..”.
Ayat-ayat tersebut bermakna kita diperintahkan melihat ayat-ayat kauniyyah
tersebut agar menjadi petunjuk dalam kehidupan. Maka sebenarnya melihat-lihat alam semesta dan seisinya untuk mendapatkan petunjuk dari Allah itu adalah ibadah. Kita bisa memaknainya sebagai Wisata Religi, sedang Prof. Dr. M. Quraish
Shihab menyebutnya sebagai Wisata Ibadah.
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi (1866-1914) dalam Quraish Shihab
(1998) menjelaskan tentang perintah Allah dalam al-Qur’an mengenai Wisata Religi sebagai berikut:
“Saya telah menemukan sekian banyak pakar yang berpendapat bahwa kitab
suci memerintahkan manusia agar mengorbankan sebagian dari (masa) hidupnya untuk melakukan wisata dan perjalanan, agar ia dapat menemukan peninggalan-peninggalan lama, mengetahui kabar berita umat terdahulu, agar semua itu dapat menjadi pelajaran dan‘ibrah,yang dengannya dapat diketuk dengan keras otak-otak yang beku.”10
Penjelasan tersebut menekankan bahwa wisata yang menghasilkan pelajaran
bagi yang menjalaninya adalah merupakan ibadah yang diperintahkan oleh agama.
25
Bahkan disebutkan hendaklah ada pengorbanan dari sebagian hidup manusia untuk beribadah dengan cara berwisata, ini menunjukkan nilai penting dari suatu ibadah
wisata religi tersebut.
6. Pengertian Manajemen Dakwah Wisata Religi
Istilah manajemen memiliki persamaan arti dalam bahasa Arab dengan istilah al-idarah yang artinya kantor, atau dengan istilah tadbir dalam berbagai bentuk derivasinya yang berarti: penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan
persiapan. Tadbir secara terminologi memiliki arti sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum.11
Menurut Prof. Dr. Ismail Nawawi, apa yang dirumuskan oleh ilmu-ilmu manajemen dewasa ini sebenarnya telah dipraktekan semenjak jaman Nabi Muhammad dan para sahabatnya, hanya karena perbedaan istilah dan politik ilmu
pengetahuan yang menyebabkan tidak sepopuler ilmu manajemen tersebut.12 Dengan demikian penggunaan teori sebagaimana ilmu manajemen secara umum
dalam manajemen dakwah adalah hal yang bisa diterima. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini menggunakan teori manajeman sebagaimana terdapat dalam ilmu manajemen secara umum.
B. Kerangka Kerja Manajemen Dakwah Wisata Religi
Menurut Robbins dan Coulter terdapat empat jenis fungsi management
adalah sebagai berikut :13
11Ismail Nawawi,Manajemen Zakat dan Wakaf(Jakarta: VIV Press, 2013), 3. 12Ibid, 5.
13Stephen P. Robbins dan Mary Coulter,Manajemen(Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia,
26
1. Perencanaan (planning) adalah mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan
menyusun rencana guna mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.
2. Mengorganisasikan (organizing) mencakup proses menentukan tugas mana yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa dan pada tingkat mana
pengambilan keputusan diambil.
3. Kepemimpinan (leading) mencakup proses memotivasi karyawan, mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif dan memecahkan suatu masalah.
4. Pengawasan (controlling) mencakup kegiatan memantau aktivitas-aktivitas yang ada untuk memastikan bahwa semua mencapai apa yang telah direncanakan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang signifikan.
Zaini Muchtarom dalam bukunya, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, juga menguraikan langkah-langkah yang sama sebagai proses manajemen dakwah, meliputi: perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), penggerakan
(actuating), dan pengawasan (controlling)14
Empat fungsi manajemen di atas perlu dijabarkan tahapan-tahapan
lebih detail agar dapat menjadi kerangka teori yang menjadi pisau analisis dalam penelitian ini. Berurutan dimulai dari tahapan dasar membuat perencanaan.
27
1. Kerangka Kerja Perencanaan
Perencanaan adalah proses dasar manajemen dinama diputuskan tujuan cara
mewujudkan tujuan suatu kegiatan atau organisasi. Perencanaan memegang peranan yang lebih besar dibandingkan fungsi-fungsi manajemen yang lain karena
sebenarnya fungsi-fungsi manajemen yang lain hanyalah melaksanakan keputusan-keputusan dari perencanaan. 15 Menurut Hani Handoko tahapan-tahapan dasar untuk membuat suatu penencanaan adalah sebagai berikut:16
a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
Pada tahap ini memperjelas mengapa dan untuk apa organisasi
dibentuk. Tahap ini memperjelas tujuan organisasi secara umum dan jangka panjang. Pada tahap ini ditentukan misi dan visi organisasi, mencakup pernyataan-pernyataan falsafah maksud dan tujuan organisasi
yang dipengaruhi nilai-nilai budaya yang berkembang di organisasi.17 b. Merumuskan keadaan saat ini.
Suatu perencanaan disusun atas data yang lengkap mengenai sumber daya–sumber daya apa saja yang tersedia, yang dimiliki organisasi. Pada tahap ini terlebih dahulu lembaga mengembangkan profilenya saat ini,
yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan lembaga saat ini. Pada tahap ini harus dilakukan analisis internal lembaga meliputi perincian
kuantitas dan kualitas sumber daya-sumber daya milik lembaga yang tersedia. 18 Sumber daya – Sumber daya lembaga yang patut dietakan
15Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 77. 16Ibid, 79.
28
diantaranya meliputi sumber daya manusia (SDM), harta, dana atau aset yang dimiliki lembaga serta jaringan kemitraan yang dimiliki lembaga.
c. Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan.
Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan ini meliputi
faktor internal dan eksternal organisasi. Dari pendataan keadaan saat ini di atas dilakukan analisa identifikasi mana-mana yang bisa menjadi sumber daya penunjang dan yang potensi dimiliki di internal organisasi. Selain
sumber daya penunjang juga perlu membaca faktor-faktor apa saja yang memungkinkan memunculkan hambatan dan ancaman bagi kelangsungan
organisasi. Pada tahap ini dilakukan analisa lingkungan eksternal perusahaan seperti lingkungan ekonomi, teknologi, sosial-budaya, dan politik, dimana keadaan-keadaan eksternal tersebut dapat secara tidak
langsung mempengaruhi organisasi. Pada tahap ini analisa lebih dikhususkan lagi terhadap faktor ekternal yang berpotensi besar
berpengaruh secara langsung terhadap organisasi seperti: para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja, dan lembaga-lembaga keuangan, dan lain sebagainya.19
Selain analisis eksternal organisasi tahap selanjutnya dalam indentifikasi segala kemudahan dan hambatan adalah menganalisa internal
organisasi. Caranya adalah dengan membandingkan profile organisasi di atas dengan kekuatan dan kelemahan eksternal tersebut. Tujuan dari analisa ini adalah agar diketahui kekuatan-kekuatan dan
29
kelemahan strategis yang dimiliki organisasi dibandingkan dengan kondisi eksternal. Sebagai contoh akan diketahui kekuatan atau kelemahan
strategis dalam bidang: saluran distribusi, lokasi, teknologi, dan struktur organisasi.20
d. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Langkah selanjutnya mencakup identifikasi, penilaian dan pemilihan
berbagai alternatif strategi. Setelah tujuan jangka panjang dan alternatif strategi dipilih dan dtetapkan, tahap selanjutnya adalah menjabarkannya
kedalam sasaran-sasaran jangka pendek dan strategi-strategi operasional tahunan.21 Pada tahap ini dimunculkan alternatif-alternatif apa saja yang memungkinkan untuk dijadikan program-program organisasi untuk
mencapai tujuan.
2. Kerangka Kerja Pelaksanaan
Tahapan berikutnya adalah pengarahan dan pengembangan organisasi. Menurut Hani Handoko pengarahan dan pengembangan organisasi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:22
a. Motivasi.
Yakni upaya penggerakan SDM untuk menjalankan
program-program yang telah direncanakan. b. Komunikasi dalam Organisasi.
20Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 97. 21Ibid, 98.
30
Yaitu berbagai cara penyampaian pesan baik dari atas ke bawah maupun bawah ke atas.
c. Kepemimpinan.
Seni mempengaruhi orang lain yang dijalankan atasan kepada
bawahannya dalam sebuah organisasi. 3. Kerangka KerjaControldan Evaluasi
Terakhir tahapan pengawasan dan evaluasi. Pengawasan dapat didifinisikan
sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Yakni berupa upaya-upaya agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan yang
direncanakan. Ini memiliki arti bahwa pengawasan berhubungan erat dengan perencanaan, artinya segala apa yang direncanakan itulah apa yang menjadi bahan pengawasan.23
Organisasi perlu melakukan pengawasan dan evaluasi untuk menilai bahwa program-program yang telah direncanakan telah berjalan sebagaimana mestinya
dan segera diperbaiki apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan.24 Tahapan-tahapan dalam pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Standar Pelaksanaan (Perencanaan)25
Tahap pertama pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan. Ada tiga bentuk standar yakni, pertama standar fisik yang
meliputi kuantitas dan kualitas hal-hal yang bisa nampak secara fisik seperti jumlah pengunjung, dan sebagainya. Kedua standar moneter
23Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 359. 24Ibid, 375.
31
mencakup biaya, tenaga kerja, pendapatan dan sebagainya. Yang ketiga, standar waktu meliputi kecepatan dan batas waktu penyelesaian suatu
kegiatan.
b. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan26
Standar akan sia-sia dibuat jika tidak disertai cara mengukurnya. Pada tahap ini perlu ditentukan cara pengukuran pelaksanaan kegiatan yang mudah dan murah, agar bisa terlaksana oleh para karyawan. Maka
perlu ditentukan pertama, berapa kali sebuah pelaksanaan kegiatan harus diukur. Kedua dalam bentuk apa pengukuran dilakukan, laporan tertulis,
inspeksi visual, atau lewat telepon. Ketiga, siapa saja yang terlibat dalam proses pengukuran ini harus jelas kewenangan dan tanggungjawabnya. c. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Nyata27
Setelah ditentukan caranya sekarang tinggal pelaksanaannya yang harus tekun dan telaten, karena harus dilakukan berulang-ulang. Ada
beberapa cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan diantaranya: pengamatan (observasi), laporan-laporan baik lisan maupun tertulis, metode-metode otomatis (seperti CCTV misalnya) inspeksi pengujian
(tes), atau dengan pengambilan sampel.
d. Pembandingan Pelaksanaan Kegiatan dengan Standar dan Penganalisaan
Penyimpangan-Penyimpangan.28
26Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 364. 27Ibid
32
Tahap ini adalah tahap paling kritis dalam sistem pengawasan. Meskipun tahap ini tahap paling mudah untuk dilakukan karena tinggal
membandingkan saja, tetapi tahap ini bisa menjadi sangat kompleks ketika harus ditentukan apakah telah terjadi penyimpangan ataukah tidak. Pada
tahap ini penting dilakukan analisa secara mendalam untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan, karena ini akan menjadi dasar keputusan kebijakan selanjutnya.
e. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Perlu29
Jika hasil analisa ditemukan penyimpangan yang perlu diambil
tindakan koreksi, maka tindakan koreksi bisa meliputi: pertama, mengubah standar semula. Kedua, mengubah pengukuran pelaksanaan, misalnya inspeksi yang terlalu sering frekuensinya atau terlalu jarang bisa
ditingkatkan, atau mungkin merubah caranya. Ketiga, merubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasi adanya penyimpangan-penyimpangan
yang mungkin terlalu ketat atau terlalu longgar.
Seluruh proses manajemen dakwah tersebut di atas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berjalan terus menerus sebagai sebuah siklus empat
mata rantai yang berkesinambungan, hingga tercapai apa yang menjadi tujuan lembaga dakwah tersebut. Siklus tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut
ini:30
29Hani Handoko,Manajemen(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), 365.
33
Gambar 2.1 PROSES MANAJEMEN BERKELANJUTAN Pengorgani
sasian
Pelaksanaan
33
BAB III
WISATA RELIGI SUNAN AMPEL SURABAYA
A. Sejarah Kedatangan Sunan Ampel1
Siapa sebenarnya Sunan Ampel? Sunan Ampel hanyalah julukan, Sunan adalah gelar kewalian dari kata dalam bahasa Jawa Susuhunan yang artinya dijunjung tinggi. Sedangkan Ampel adalah nama daerah tempat tinggalnya yaitu
Ampeldenta atau Ampelgading, sekarang terletak di Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Kotamadya Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Nama
sebenarnya dari Sunan Ampel adalah Raden Rahmat lahir dan wafatnya kurang lebih tahun 1401–1481 M.
Ayahnya bernama Maulana Malik Ibrahim atau yang terkenal dengan sebutan
Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim atau Ibrahim Asmarakandi adalah seorang keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W. Sehingga
Sunan Ampel adalah keturunan dari Nabi Muhammad S.A.W. Sedangkan ibunya bernama Dewi Candra Wulan, seorang putri keturunan Raja Kerajaan Campa, kakak dari Dyah Dwarawati, istri Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Sehingga dari
sisi ibu, Sunan Ampel adalah kemenakan ipar dari Raja Majapahit. Hubungan-hubungan dalam silsilah ini pada kenyataannya dalam sejarah memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam usaha dakwah Sunan Ampel menyebarkan Agama Islam di Indonesia.
34
Raden Rahmat datang ke Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa sekitar tahun 1443. Banyak versi yang menceritakan tentang latar belakang Raden Rahmat
datang ke Pulau Jawa. Masykur Arif dalam bukunya Sejarah Lengkap Wali Sanga menghimpun dari berbagai sumber setidaknya ada 7 versi cerita, yaitu versi: Babad
Gresik, Hikayat Banjar, Hikayat Hasanuddin, Babad Tanah Jawi (Edisi Meinsma), Babad Ngampeldenta, Sejarah Banten, dan Kitab Walisana. Dari tujuh sumber cerita tersebut jika dirangkum keseluruhannya, maksud kedatangan Raden Rahmat
ke Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa adalah:
1. Menyebarkan ajaran Agama Islam atas persetujuan Raja Majapahit. Pada
awalnya raja meminta agar Raden Rahmat mendidik moral para bansawan dan kawula Majapahit, yang waktu itu dilanda kekacauan dan kerusakan moral. Setelah itu banyak juga rakyat jelata yang menjadi murid di pesantren yang
didirikan Raden Rahmat di Ampeldenta tersebut
2. Menjenguk bibinya yang menjadi Permaisuri Raja Majapahit
3. Mengungsi karena Kerajaan Campa diruntuhkan oleh Kerajaan Vietnam
B. Metode Dakwah Sunan Ampel2
Kisah-kisah dakwah Sunan Ampel yang tercatat dalam Babad maupun cerita
tutur masih banyak lestari tersiar sampai sekarang. Salah satu kisah menyebutkan keunikan cara dakwah Sunan Ampel yang “menukar” kipas dari akar-akar tumbuhan obat dengan kalimat syahadat. Banyak penduduk mendatanginya untuk
memeluk Agama Islam dengan mengucap dua kalimat syahadat, lalu akan
35
mendapatkan kipas dari akar tumbuhan obat yang dapat menyembuhkan penyakit batuk.
Sesampainya di daerah Ampel Gading Surabaya Raden Rahmat mendirikan masjid sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Hal ini mencontoh sebagaimana yang
dilakukan Nabi Muhammad sesampainya dari Hijrah ke Madinah. Raden Rahmat mendirikan masjid sebagai pusat dakwah dan pendidikan didekat pelabuhan Surabaya, ditepi sungai Kalimas yang menghubungkan pelabuhan Surabaya dengan
ibukota Majapahit lewat transportasi air sepanjang sungai Brantas.
Posisi tempat tersebut sangat strategis, misalnya tempat yang sekarang
menjadi pasar ikan Pabean, ditempat itu dulu ada pondok pesantren milik cucu ke-6 dari Sunan Ampel yakni Kyai Abdullah Mansyur. Karena tempatnya yang strategis sebagai jalur perdagangan dan transportasi air laut dan sungai, pada tahun
1765 diambil alih, oleh pemerintah dan VOC.3Melihat keterangan tersebut menjadi tergambar betapa dulu Sunan Ampel tidak sembarangan memilih tempat itu.
Bahkan menurutBabat Gresikdalam Masykur Arif,Sejarah Lengkap Wali Sanga,
tempat itu sebelumnya berair dan berlumpur namun dengan kemampuan “ilmu
geologi” yang dimiliki Sunan Ampel dan sahabat-sahabatnya seperti Mbah
Shonhaji yang mampu menentukan arah kiblat dengan tepat, tempat itu menjadi
kering dan bisa ditempati.4
Posisi tersebut sangat strategis, karena menjadi pintu gerbang keluar dan masuknya orang dari dan ke Majapahit yang waktu itu adalah kerajaan terbesar di
3Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
November 2016.
36
Nusantara. Dalam waktu singkat reputasi Sunan Ampel menyebar luas ke seluruh Nusantara. Banyak anak saudagar dan putra bangsawan kerajaan, berguru di
pesantren Ampeldenta. Salah satu contoh santri Sunan Ampel adalah Adipati Arya Damar dari Palembang, seluruh keluarga kerajaan dan rakyat Palembang
menyatakan diri masuk Islam.
Kedekatan Sunan Ampel dengan para bangsawan keluarga kerajaan adalah bagian dari strategi dakwah yang sengaja diciptakan untuk menyebarkan ajaran
Islam di bumi Nusantara ini. Hal ini dapat dilihat dari pola pernikahan anak-anak Sunan Ampel yang dinikahkan dengan keluarga kerajaan. Seperti putri Sunan
Ampel, Nyai Gede Pancuran dinikahkan dengan pangeran Ibrahim. Nyai Wilis dinikahkan dengan Khalipah Nuragah putra Sang Arya Pamur. Dewi Murthasimah dinikahkan dengan Raden Fatah. Pangeran Bonang dinikahkan dengan putri
Adipati Tuban. Pernikahan untuk membangun hubungan kekerabatan ini juga diteladani dari Nabi Muhammad S.A.W. Sesampainya Beliau dari Hijrah ke
Madinah, dibangunlah hubungan kekerabatan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshordengan pernikahan dan mengangkat persaudaraan.
Kesuksesan dakwah Sunan Ampel juga ditunjang kemampuan untuk
beradaptasi dengan budaya lokal penduduk setempat. Banyak istilah-istilah baru yang beliau ciptakan untuk beradaptasi dengan kebiasaan masyarakat setempat.
Mushola oleh Sunan Ampel disebutLanggaragar terdengar mirip denganSanggar. Shalat disebut Sembayang agar terdengar mirip dengan Sembah Hyang. Orang-orang yang menuntut ilmu disebut Santri agar mirip dengan Shatri, yaitu sebutan
37
dicontohkan oleh Nabi Muhammad dalam mengubah substansi dari gerakan dan rukun dalam sholat dan Haji yang sudah ada dipraktekkan oleh masyarakat Arab
jahiliyahsebelum kedatangan Islam.
Cara dakwah lain Sunan Ampel yang juga mencontoh Nabi Muhammad
adalah mengirim utusan dakwah ke daerah-daerah. Santri-santrinya yang telah berilmu tinggi diutus untuk membuka perkampungan baru dan berdakwah di sana. Raden Fatah diutus untuk membuka perkampungan dan berdakwah di daerah
Demak Bintara. Syekh Wali Lanang diutus ke Blambangan. Khalifah Kusen diutus ke Madura, dan lain seterusnya.
Yang tidak kalah penting adalah bahwa dakwah penyebaran agama Islam di seluruh Nusantara ini terorganisir dengan baik dalam suatu lembaga yang diberi nama Wali Sanga. Sunan Ampel pernah menjabat sebagai pimpinan Wali Sanga
menggantikan ayahnya Maulana Malik Ibrahim yang telah meninggal dunia. Pada masa kepemimpinannya dewan Wali Sanga terdiri atas: Sunan Giri, Sunan Kota
(Raden Patah, Raja Kerajaan Demak), Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Dewan Wali ini berfungsi sebagai pembuat kebijakan pengembangan dakwah Islam di Nusantara, termasuk
memberi masukan dan nasihat kepada Raja Kerajaan Demak dalam pembangunan negara. Kerajaan Demak waktu itu sekaligus sebagai markas Wali Sanga, sebagai
pusat pengembangan dakwah Islam di Nusantara.
C. Ajaran Dan Peninggalan Sunan Ampel5 a. Ajaran
38
Sebagaimana sejarah kedatangan Sunan Ampel yang disebutkan di atas, Sunan Ampel diminta atau setidaknya disetujui untuk berdakwah pada kalangan
bangsawan dan abdi kerajaan Majapahit adalah agar memperbaiki moral. Dimana saat itu banyak terjadi kerusakan moral dikalangan istana juga pada rakyat jelata
seperti minum-minuman keras, berjudi, memakai candu, main perempuan, dan sebagainya. Ajaran Sunan Ampel yang terkenal sampai sekarang tetang hidup bermoral dan bermartabat diantaranya falsafah hidup atau prinsip hidup “Moh
Limo”artinya “tidak mau lima hal”.Moh Limoitu terdiri atas:
1) Moh Mainyang artinya tidak mau berjudi
2) Moh Ngombeartinya tidak mau minum minuman keras 3) Moh Malingartinya tidak mau mencuri
4) Moh Madatartinya tidak mau menghisap candu
5) Moh Madonartinya tidak mau main perempuan, melacur, atau berzina b. Masjid
Peninggalan Sunan Ampel yang masih bisa kita saksikan sampai sekarang diantaranya Masjid Rahmat di daerah Kembang Kuning Surabaya. Dalam perjalanan dari pusat kerajaan Majapahit menuju ke Ampeldenta, Raden Rahmat
sempat singgah beberapa hari di daerah Kembang Kuning, di sana Raden Rahmat berdakwah dan sempat mendirikan langgar sebagai tempat ibadah. Langgar itu
sekarang telah dipugar menjadi masjid besar bernama Masjid Rahmat. Banyak kalangan menafsirkan Raden Rahmat meneladani Nabi Muhammad saat hijrah sebelum memasuki Madinah sempat singgah di suatu tempat dan mendirikan rumah
39
Masjid lain peninggalan Sunan Ampel tentu saja Masjid Ampel itu sendiri yang dibangun oleh Sunan Ampel sendiri beserta pengikut-pengikutnya seperti
MbahSholeh danMbahShonhaji. Masjid seluas 120 m x 180 m dengan arsitektur perpaduan Jawa, Cina, dan Arab itu dibangun sekitar tahun 1421 M. Masjid dengan
16 tiang penyangga kayu jati setinggi 17 meter ini memiliki pintu-pintu sebanyak 48 buah yang diyakini terbuat dari kayu-kayu yang masih asli peninggalan Sunan Ampel.
c. Sumur dan Gapura
Sumur sudah menjadi kebutuhan pokok kehidupan suatu penduduk yang
menetap di suatu daerah. Demikian halnya Sunan Ampel beserta pengikutnya yang tinggal menetap di daerah Ampeldenta menggali sumur untuk keperluan hidup dan untuk kebutuhan beribadah. Sampai sekarang masih ada sebuah sumur yang
diyakini digali oleh Sunan Ampel sendiri beserta pengikutnya, yang sekarang posisinya berada di dalam Masjid, karena masjid mengalami perluasan.
Mengenai Gapura, banyak versi mengenai gapura mana yang asli peninggalan Sunan Ampel. Ada yang menyebut jumlahnya 9 ada yang menyebut 5, ada yang menyebut yang asli buatan Sunan Ampel 3, ada yang menyebut yang asli 4, dan
sebaginya. Berikut kutipan pendapat Masykur Arif dalam bukunya, “Sejarah Lengkap Wali Sanga.”
Di kawasan Masjid Ampel, terdapat sembilan gapura (Pintu Gerbang). Ada beberapa nama yang disematkan pada gapura itu. Diantaranya adalahGapura Munggah (Pintu Naik), Gapura Poso (Pintu Puasa), Gapura Madep (Pintu Menghadap),danGapura Paneksen(Pintu Persaksian).Dari sembilan gapura yang melambangkan Sembilan Wali atau Wali Sanga itu terdapat tiga gapura yang diyakini sebagai bangunan asli peninggalan Sunan Ampel.6
40
d. Makam
Makam Sunan Ampel terletak di sebelah kanan depan masjid. Makam Sunan Ampel ini memiliki keunikan dibandingkan dengan makam-makam Sunan –Wali
yang lain, yaitu tidak terdapatcungkup(penutup) atau bangunan di atasnya, hanya dikelilingi pagar pembatas. Tidak adanya cungkup ini disebut-sebut sebagai
permintaan Sunan Ampel sendiri sebelum meninggal, sebagai simbol kesederhanaan dan sikap merakyat dari Sunan Ampel semasa hidupnya. Sesepuh pengurus makam Sunan Ampel menuturkan, pernah suatu hari oleh
generasi-generasi sesudahnya makam itu dibuatkan cungkup sebagai rasa penghormatan terhadap Sunan Ampel. Namun tidak lama ada kejadian alam berupa angin kencang
yang meniup menerbangkan cungkup tersebut hingga hilang entah kemana. Kejadian ini semakin meneguhkan keyakinan penduduk setempat bahwa Sunan Ampel sendiri yang menghendaki makamnya tanpa penutup apapun.
Selain makam Sunan Ampel di area tersebut juga terdapat makam-makam pengikut Sunan Ampel diantaranya makamMbahShonhaji atau yang lebih dikenal
dengan julukan Mbah Bolong. Sebutan tersebut dikarenakan suatu kisah keistimewaanMbahShonhaji yang mempu membuat lubang (bolong) yang apabila
diintip dari lubang itu yang terlihat adalah Ka’bah di Mekah, sebagai pertanda
bahwa arah kiblat masjid Ampel itu sudah lurus dengan Ka’bah yang ada di Mekah
Arab Saudi. Selain makam Mbah Bolong ada juga makam Mbah Sholeh yang
41
D. Sejarah Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya
Lokasi Wisata Religi Sunan Ampel terletak di jalan Ampel Suci nomer 45
Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Kotamadya Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Gambar 3.1 Peta Satelit Lokasi Wisata Religi Sunan Ampel. Sumber: google-map7 Untuk menuju lokasi makam dan masjid Sunan Ampel bisa melalui beberapa
jalan. Bisa lewat jalan Nyamplungan masuk ke gang-gang kecil seperti Gang Ampel Kembang, Gang Ampel Gading dan sebagainya. Bisa juga lewat jalan Sasak masuk ke Gang Ampel Suci, ini yang melewati pasar tradisional ala timur tengah.
Atau jika naik kendaraan roda empat dan ingin diparkir langsung di pelataran
7Google, “Google Map”dalam
42
parkiran Masjid Sunan Ampel bisa lewat jalan K.H. Mas Mansyur masuk ke jalan Petukangan Utara.
Peninggalan-peninggalan sunan ampel yang lestari sampai sekarang seperti Masjid, Gapura, Sumur, Makam Sunan Ampel, Makam Mbah Bolong, Makam
Mbah Shonhaji, Makam Nyi Ageng Manila dapat di saksikan secara langsung jika berkunjung ke sana.
Pengelolaan wisata religi sunan ampel di tangani oleh suatu yayasan bernama,
Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel. Sejarahnya dimulai sejak Sunan Ampel wafat tahun 1481. Sepeninggal Sunan Ampel, pusat pendidikan dan dakwah di
Ampeldenta mulai meredup. Saat itu kerajaan Islam pertama di jawa telah berdiri di Demak Bintoro. Sebelum Sunan Ampel meninggal pusat dakwah dewan Wali Sanga telah berpindah ke Demak.8Apalagi setelah keruntuhan kerajaan Majapahit,
Demak menjadi pusat pemerintahan terbesar di pulau jawa. Semenjak saat itu tidak terdengar kabar bagaimana keadaan pesantren Ampeldenta selanjutnya.
Kurang lebih 500 tahun kemudian, tepatnya tahun 1972, dibentuk suatu lembaga berbentuk Yayasan yang menjaga, merawat, dan mengelola makam dan masjid peninggalan Sunan Ampel tersebut. Lembaga yang bernama Yayasan
Masjid Agung Sunan Ampel tersebut pertama-tama diketuai oleh KH. Mas Muhammad Yusuf. Banyak keterangan yang menyebutkan KH. Mas Muhammad
Yusuf masih memiliki garis keturunan dari Sunan Ampel, sebagaimana keterangan putranya KH. Zeid Muhammad Yusuf berikut:
43
“Sebenarnya dipegang oleh kepengurusan takmir, memang oleh pihak keluarga. Ya katanya saya masih ada keturunan gitu. Namun kami bukan, oh masjid
ini dikuasai keluarga bukan gitu..”9
KH. Zeid Muhammad Yusuf juga menerangkan sebenarnya cucu-cucu Sunan
Ampel tetap melanjutkan mengelola pesantren yang didirikan kakeknya itu setelah Sunan Ampel meninggal. Namun pada masa pendudukan VOC di Surabaya banyak tempat-tempat milik Sunan Ampel yang ditukar guling dipindahkan ke tempat lain
untuk kemudian tempat itu digunakan kepentingan VOC. Seperti misalnya pasar ikan Pabean ditempat itu dulu ada pondok pesantren milik cucu ke-6 dari Sunan
Ampel yakni Kyai Abdullah Mansyur. Karena tempatnya yang strategis sebagai jalur perdagangan dan transportasi air laut dan sungai akhirnya diambil alih oleh pemerintah dan VOC.10
Sejak tahun 1970-an awal tanah wakaf, makam dan masjid yang didirikan Sunan Ampel dikelola oleh sebuah lembaga pengelola wakaf atau yang biasa
disebut Nadzir. Nadzir pertama Masjid Agung Sunan Ampel adalah K.H. Mas Muhammad bin Yusuf. Beliau adalah seorang Kyai kharismatik, seorang Muqaddam atau Mursyid dari Thariqat Tijaniyah di Jawa Timur11 yang juga
memiliki nasab keturunan langsung dari Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel.12
9Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
November 2016.
10Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
November 2016.
11Admin, “Buku Tijaniyah Indonesia”, dalam http// www.cheikh-skiredj.com (3 Juni 2017), 190 12Zeid Muhammad Yusuf (Takmir MASA Bidang Peribadatan),Wawancara, Surabaya, 30
44
Nadzir kedua dipegang oleh K.H. Nawawi Muhammad pendiri Lembaga Pengajaran dan Kursus Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel (LPBA MASA).13
Beliau menjabat sebagai Nadzir sampai beliau meninggal tahun 1998. Sepeninggal Nadzir ke-2 sampai tahun 2017 ini belum ada Nadzir ke-3 sebagai pelanjutnya,
namun lembaga ke-Nadzir-an yang telah berbentuk Yayasan, yakni Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel tetap memiliki kepengurusan yang bisa dianggap sebagai “Pelanjut Nadzir”.
Pelanjut Nadzir atau Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel yang masih aktif sampai tahun 2017 ini, sejak tahun 1998 diketuai oleh K.H. Ubaidillah
bin Muhammad bin Yusuf. Beliau adalah anak dari Nadzir ke-1 Pengelola Wakaf Tanah, Makam dan Masjid Agung Sunan Ampel. Sedangkan Ketua Takmir Masjid Agung Sunan Ampel adalah K.H. Mohammad Azmi Nawawi. Beliau adalah anak
dari Nadzir ke-2 K.H. Nawawi Muhammad. Struktur kepengurusan yang lain seperti ketua bidang peribadatan dan sejarah diketuai oleh K.H. Zeid Muhammad
Yusuf, adik K.H. Ubaidillah, anak dari Nadzir ke-1 K.H. Mas Muhammad Yusuf. Sedangkan bidang lain seperti Lembaga Pengajaran dan Kursus Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel (LPBA MASA) dikepalai oleh Gus Ahmad Hifni
Nawawi anak dari Nadzir ke-2 wakaf Sunan Ampel K.H. Nawawi Muhammad.14
13Admin, “Sejarah LPBA MASA”, dalam http//www.lpba-masa.blogspot.co.id (3 Juni 2017), 1. 14Ahmad Hifni Nawawi (Direktur LPBA Sunan Ampel),Wawancara, Surabaya, 17 Desember
45
BAB IV
MANAJEMEN WISATA RELIGI SUNAN AMPEL SURABAYA
A. Perencanaan Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya
Menurut Robbins dan CoulterPerencanaan (planning)adalah mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan menyusun rencana guna mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.1
1. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
Menurut Hani Handoko pada tahap ini memperjelas mengapa dan untuk apa
organisasi dibentuk. Tahap ini memperjelas tujuan organisasi secara umum dan jangka panjang.2 Berdasarkan keterangan-keterangan yang diperoleh di lapangan
pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel yang ada sekarang adalah “Pelanjut Nadzir” dari Nadzir-Nadzir yang pernah ada. Nadzir adalah pengelola wakaf. Semenjak meninggalnya Sunan Ampel dan anak-anak keturunannya, dari jaman
penjajahan, sampai masa orde lama, dan orde baru, baru tahun 1972 dibentuk lembaga Nadzir pengelola wakaf tanah, makam, dan masjid Sunan Ampel. Nadzir
pertama adalah K.H. Mas Muhammad bin Yusuf, Nadzir kedua adalah K.H.
1Stephen P. Robbins dan Mary Coulter,Manajemen(Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia,
2005), 7.