NILAI-NILAI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM
PENGOBATAN TRADISIONAL
(Studi Kasus di Yayasan Asy-
Syifa’
Dusun Banggle Desa
Dapurkejambon Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Oleh :
LAILATUN NIKMAH
NIM. E02213012
JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ’’Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan Asy-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional (Studi Kasus di Yayasan Asy-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang).
Guna menjawab permasalahan di atas, maka data penelitian ini dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara dokumentasi, dan tidak berupa angka-angka, dengan metode analisis data Studi Kasus dengan rancangan Singgle Case, dengan teknik pengolahan data yakni, pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah proses pengobatan tradisional di yayasan asy- syifa’ menggunakan semua jenis ketrampilan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076 //MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural, sedangkan fungsi nilai-nilai islam dan budaya lokal yang diterapkan pada masyarakat oleh yayasan as
syifa’ adalah masyarakat mampu mempertebal keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT, tidak bertentangan dengan akal sehat serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemudharatan, dapat menumbuhkan kepercayaan pada hal-hal yang gaib yang memang dapat diakui eksistensinya karena diadopsinya budaya lokal seperti llmu bela diri dan meditasi yang dipadukan dengan energi prana, seperti menolak bala’, menyembuhkan dari gangguan jin dan lain sebagainya.
Berdasarkan penelitian di atas, diharapkan Yayasan Asy-Syifa’ bisa berkembang pesat serta mampu memberikan edukasi pada praktisi-praktisi lain untuk melakukan pengobatan tradisional dengan orientasi ketauhidan yang dipadukan dengan budaya lokal.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ……… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
PENGESAHAN ……… iii
PERNYATAAN KEASLIAN ……… iv
PERSEMBAHAN ……… v
MOTTO ……… vi
ABSTRAK ……… vii
KATA PENGANTAR ……… viii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TRANSILITERASI ……… Xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Kajian Pustaka 5
E. Kegunaan Hasil Penelitian / Teoritis 8
F. Penegasan Judul 9
G. Metode Penelitian 10
H. Sistematika Pembahasan 20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Islam 22
B. Budaya Lokal 37
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Letak Geografis Yayasan Asy-Syifa’ 52
B. Sejarah Berdirinya Yayasan Asy-Syifa’ 54
C. Aktifitas Keagamaan Yayasan Asy-Syifa’ 55
D.Perkembangan Yayasan Asy-syifa’ 57
BAB IV PENGOBATAN TRADISIONAL
A. Proses Pengobatan Tradisional pada Yayasan Asy-Syifa’ 64
B. Fungsi Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal pada Yayasan Asy-Syifa’ 73
BAB V ANALISA DATA
A. Analisis Proses Pengobatan Tradisional pada yayasan asy-syifa’ 77
B. Analisis Fungsi Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal pada yayasan asy-syifa’
81
BAB VI PENUTUP
A.Kesimpulan 83
B. Saran 84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena beragama dalam kehidupan manusia adalah fenomena yang
universal, unik, dan penuh misteri, sekalipun hanya kepercayaan kepada yang
ghaib, sakral, atau melakukan ritual dan mengalami kehidupan transendental.
Ekspresi religius telah ada di kalangan masyarakat primitif maupun modern.
Dalam masyarakat primitif, kehidupan beragama merupakan sosial budaya,
sedangkan dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu
aspek saja dari kehidupan sehari-hari. Namun demikian, tidak ada aspek
kebudayaan lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas
terhadap kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama
mewarnai dan membentuk suatu budaya.
Kata mistik berasal dari bahasa Yunani Meyein, yang artinya ’’menutup
mata”. Kata mistik biasanya digunakan untuk menunjukkan hal-hal yang
berkaitan dengan pengetahuan tentang misteri. Namun demikian, istilah tersebut
telah disimpangkan dan diperluas artinya untuk mencakup manifestasi-manifestasi
keagamaan yang dengan secara kuat ditandai dengan subjektivitas individualistik
dan dikuasai oleh mentalitas yang tidak dapat melihat apa-apa yang di atas
pandangan-pandangan eksoterisme.1
1
Mistisisme dalam Islam disebut dengan Tasawuf, dan oleh para orientalis Barat disebut dengan Sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis khusus
dipakai dalam mistisisme Islam, dan tidak dipakai dalam agama-agama lain.2
Telah disadari bahwa dalam kata mistik terkandung sesuatu yang misteri yang
tidak dapat dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual.3
Ninian Smart dalam History of Mysticism, The Ensiclopedia of Phylosophy
membedakan antara pengalaman mistik dengan pengalaman kenabian. Ciri dari
pengalaman kenabian adalah dengan merasakan kehadiran Tuhan (The Mysterium Tremendum et Fascinous), sedang pengalaman mistik introvert, di antara cirinya
adalah merasakan berhubungan dengan yang transenden dan rasa berhubungan itu
menimbulkan rasa bahagia.4
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh
terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.
Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdo’a, memuja dan
lainnya. Karena keinginan, petunjuk dan ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi
kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan
selamat.5
Melihat fenomena seperti ini, maka muncullah lembaga-lembaga
kesehatan terapi yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengatasi
2
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm 56.
3
Titus Burchardt, An Introduction to Shufi Doctrine, alih bahasa Azyumardi Azra, Mengenal Ajaran-ajaran Kaum Sufi, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, cet. 1, 1984), hlm. 24.
4
Romdon, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, cet. II, 1995), hlm. 8.
5
ketegangan jiwa, yaitu dengan mengkolaborasikan antara pengobatan alternatif
dengan ajaran agama Islam, sehingga dari hasil pengkolaborasian kedua aspek ini,
yaitu pengobatan alternatif dan ajaran agama Islam dapat membantu pasien dalam
mengatasi segala persoalan hidup dan tentunya pasien dapat hidup sehat kembali,
baik itu secara fisik maupun mental.
Dalam rangka penulisan skripsi ini, peneliti memfokuskan penelitian di
yayasan AS-Syifa’, karena diantara sekian banyak lembaga kesehatan yang ada, pengobatan tradisional yang ada di yayasan AS-Syifa’ yang merupakan tempat dimana pasien memperoleh pertolongan dalam penyembuhan dari gangguan fisik
maupun mental, yaitu dengan memadukan antara pengobatan alternatif (meditasi
dan energi prana) dengan ajaran agama Islam. Dengan mengucapkan dzikir dan
doa dalam setiap pengobatan, dan ada yang mengatakan bahwa pengobatan di
yayasan AS-Syifa’ dipercaya karena manjur bahkan bisa menyembuhkan orang sakit, diharapkan nantinya pasien dapat lebih sabar dan lebih bertawakal dalam
menghadapi, mengatasi dan memecahkan setiap persoalan-persoalan kehidupan
dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dan Islam selalu
dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat kebenaran, mengingat pada dasarnya
manusia adalah makhluk religius.
Unsur spiritual dalam pengobatan tradisional ini lebih ditekankan dalam
upaya untuk meningkatkan semangat hidup pasien agar tidak merasa cemas dalam
menghadapi masalah-masalah hidup yang selalu datang. Untuk itu di yayasan
AS-Syifa’ ingin membantu pasien yang mengalami gangguan fisik maupun mental
Diterangkan dalam firman Allah :
مِلاَع
ِبْيَغْلا
اَف
رِهْظ ي
ىَلَع
ِهِبْيَغ
اًدَحَأ
Artinya :
(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. (QS. Al-Jin: 26).6
Melihat betapa pentingnya agama dalam diri manusia, maka penulis akan
membahas tentang psikoterapi Islam yang merupakan salah satu metode
pengobatan kejiwaan terhadap masyarakat muslim dengan berdasar pada Al
Qur'an dan Al Hadits. Ini sangat efektif dalam mengatasi ketegangan dan
kegoncangan jiwa, hilangnya makna hidup, cemas dan sebagainya dengan
mengaplikasikan dan mensistematisasi praktek-praktek tersebut dalam kerangka
ilmiah.
Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menemukan permasalahan yang
menarik dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’. Peneliti tertarik
dalam pengobatan tradisional karena ingin mengetahui lebih dalam tentang
pengobatan di yayasan AS-Syifa’, di mana yayasan AS-Syifa' dalam pengobatan
tradisionalnya pada pasien mempunyai kepercayaan tersendiri. Di samping itu,
pengobatan ini juga menggunakan ritual yang mana setiap pasienya yang datang
akan diberi air yang ada do'anya. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul ’’ Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan
Tradisional (Studi Kasus di Yayasan AS-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon
Kec. Jombang Kab. Jombang)’’.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas maka
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses pengobatan tradisional pada Yayasan As-Syifa’ Dsn.
Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang ?
2. Bagaimana fungsi nilai-nilai Islam dan budaya lokal pada Yayasan
As-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagaimana berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengobatan tradisional pada yayasan AS-Syifa’
Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dan budaya lokal pada Yayasan
As-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon Kec. Jombang Kab. Jombang.
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti, sehingga terlihat jelas
bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada. Penelitian ini tentu tidak lepas
dari penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan juga referensi.
Adapun penelitian yang telah ada dan berkaitan dengan judul yang diteliti, seperti
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sri Astutik jurusan bimbingan
dan konseling islam fakultas dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul
Penanganan Psikopatologi Dengan Psikoterapi Islam. dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada sasaran atau obyek psikopatologi menurut tinjauan
psikologi kontemporer dengan patologi-patologi yang terkait dengan gangguna
mental dan fisik jasmaniah. Fokus penyembuhan, perawatan atau pengobatan
dalam psikoterapi Islam adalah manusia secara utuh, yakni yang berkaitan dengan
gangguan pada mental, spiritual, moral dan akhlaq, serta fisik (jasmaniah)
sekaligus.7
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ros Mayasari yang berjudul Islam Dan Psikoterapi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada pada ajaran Islam dengan pendalaman materi dengan harapan seseorang setelah bisa
mendalami ajaran Islam nantinya orang akan mendapatkan ketenangan jiwa tanpa
ada rasa gelisah dan tidak mempunyai rasa dendam dan iri hati. 8
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zaini STAIN Kudus, Jawa
Tengah yang berjudul Shalat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan Dalam Perspektif Psikoterapi Islam. Dalam penelitian ini peneliti
memfokuskan pada sholat. karena menurut peneliti Ritual shalat memiliki faidah
yang sangat besar. Ibadah tersebut mampu menciptakan rasa tenang dan tenteram
dalam jiwa, menghilangkan perasaan berdosa pada diri seseorang, menyingkirkan
7
Sri Astutik, Penanganan Psikopatologi Dengan Psikoterapi Islami, (Jurnal- -Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).
8
perasaan takut, gelisah, dan cemas, memberikan kekuatan spiritual yang dapat
membantu proses penyembuhan berbagai penyakit fisik maupun psikis.9
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah yang berjudul
Dialektika Islam dan Budaya Lokal: Potret Budaya Melayu Riau. Dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan pada ajaran Islam dengan pendalaman materi.
Bahwa melayu identik dengan Islam. Karena adanya pepatah adat yang
menyebutkan “syarak mengata adat memakai”, yang mengandung arti bahwa adat
merupakan operasional dari nilai-nilai Islam. Di samping itu adat dalam
kebudayaan Melayu bersumber dari Islam dan tidak boleh ada pertentangan adat
dengan Islam, jika terdapat pertentangan maka adatlah yang harus mengalah. Hal
ini diungkapkan dalam pepatah adat “adat bersendi syarak, syarak bersendi
kitabullah”.10
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Irfan Syuhudi, M.
Yamin Sani, M. Basir Said yang berjudul Etnografi Dukun: Studi Antropologi
Tentang Praktik Pengobatan Dukun di Kota Makassar. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dukun yang tidak menggunakan jasa media sosial
tetapi tetap mempunyai banyak pasien. Dukun mengobati penyakit medis dan non
medis (akibat gangguan makhluk halus berupa jin dan setan) dengan cara-cara
tradisional berupa doa-doa, air putih yang diisi doa-doa, ramuan dari
tumbuh-tumbuhan, menekan titik-titik syaraf pada bagian tubuh, serta kekuatan
supranatural. Dukun juga menerapkan beberapa strategi budaya untuk
9 Ahmad Zaini, Shalat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan Dalam Perspektif Psikoterapi Islam, (Jurnal- -STAIN Kudus Jawa Tengah, 2015).
10
mempertahankan pasiennya. Pengobatan tradisional perlu terus dilestarikan
karena merupakan salah satu kearifan lokal.11
Berdasarkan pada beberapa kajian pustaka di atas, belum ditemukan kajian
yang membahas tentang ’’ Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan
Tradisional (Studi Kasus di Yayasan AS-Syifa’ Dsn. Banggle Ds. Dapurkejambon
Kec. Jombang Kab. Jombang)’’.
E. Kegunaan Hasil Penelitian / Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikitnya dua hasil sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran dan
bahan rujukan penelitian selanjutnya yang lebih kompleks. Manfaat
lainnya sebagai sarana pengembangan pengetahuan ilmiah, dan diharapkan
dapat mempercayai pengobatan tradisional, guna mendapatkan keberkahan
dalam dirinya, serta sebagai pengembangan untuk prodi studi agama
agama.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini kiranya dapat diketahui bahwa tidak ada aspek
kebudayaan lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas
terhadap kehidupan manusia. tidak mengherankan kalau dikatakan agama
mewarnai dan membentuk suatu budaya, serta kepercayaan terhadap
11
keyakinan adanya mistis, kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan
terhadap segala gejala alam.
F. Penegasan Judul
1. Nilai-Nilai: Suatu keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar bagi
seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai
suatu yang bermakna bagi kehidupannya.12
2. Islam: Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada ummat
manusia melalui Nabi Muhammad SAW.13
3. Budaya: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.14
4. Lokal: Pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem
kepercayaan, Norma, dan budaya, serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos
yang dianut dalam jangka waktu yang lama.15
5. Pengobatan Tradisional: Metode pengobatan yang digunakan dalam berbagai
masyarakat sejak jaman dahulu yang diturunkan dan dikembangkan secara
bertahap dari generasi kegenarasi berdasarkan tingkat pemahaman manusia
terhadap pengetahuan dari masa ke masa.16
12
http// Pengertian dan Konsep Nilai dalam Islam, akses Minggu, 12 Februari 2017.
13
Harun Nasution, Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 17.
14
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 180.
15
http// Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal Oleh Dadang Respati Puguh, akses Minggu, 12 Februari 2017.
16
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (metode), dimana
peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau
dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang
seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai
catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan
catatan-catatan dan tidak berupa angka-angka.17
Tujuan dalam penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan
realitas empiris dari pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’ secara
mendalam, rinci dan tuntas. Kegiatan penelitian ini adalah mendeskripsikan
secara intensif dan terperinci tentang gejala dan fenomena sosial yang berada
di yayasan AS-Syifa’ yaitu mengenai masalah yang berkaitan dengan sejarah,
kepercayaan, ritual. Dengan demikian, penelitian ini berjenis deskriptif
analisis, karena hasil dari penelitian ini berupa data deskriptif dalam bentuk
kata tertulis atau lisan dan perilaku dari orang-orang yang diamati serta
hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah pengobatan tradisional.
Berdasarkan penjelasan di atas dalam penelitian deskriptif kualitatif,
penulis berusaha untuk mencari tahu, menggambarkan data, mendeskripsikan
suatu kejadian atau informasi yang kemudian diidentifikasi (diteliti) dan
dievaluasi (dikoreksi). Oleh karena itu penulis ingin mengetahui bagaimana
17
Nilai-Nilai Islam dan Budaya Lokal dalam Pengobatan Tradisional di
yayasan AS-Syifa’.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan oleh peneliti adalah data
yang berkaitan dengan, sejarah, latar belakang berdirinya yayasan AS-Syifa’,
kepercayaan yang digunakan untuk pengobatan tradisional, ritual dalam
pengobatan. Data-data diatas peneliti dapatkan dari sumber data yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data
yang dapat memberikan data penelitian secara langsung.18 Sedangkan sumber
data sekunder adalah sumber yang mampu atau dapat memberikan informasi
atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok.19
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer dari penelitian ini adalah dari stakeholder
(pelaku yayasan) yang ada di yayasan AS-Syifa’, client yang melakukan
pengobatan dan orang-orang yang berkaitan dalam penelitian ini. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung mengenai
permasalahan yang penulis teliti yakni tentang pengobatan tradisional pada
client, dimana objek penelitian tersebut adalah yayasan AS-Syifa’ yang
berada di kota Jombang. Narasumber yang diwawancarai adalah Terapis,
client, dan masyarakat sekitar.
18
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), 87.
19
b. Sumber Data Sekunder
Penelitian menggunakan sumber data sekunder ini untuk
memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan
dari data primer. Salah satu metode dalam pengumpulan data sekunder
adalah dokumen, dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu. Dapat berupa
rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip, database, surat-surat,
rekaman, gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan
masalah psikoterapi Islam. Banyak peristiwa yang telah lama terjadi bisa
diteliti dan dipahami atas dasar dokumen atau arsip. Data dalam penelitian
kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara di yayasan AS-Syifa’. Akan
tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources, diantaranya dokumen, foto dan bahan statistic yang dimiliki yayasan AS-Syifa’.
Menurut Sugiyono studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan
kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika
melibatkan/menggunakan studi dokumen ini dalam metode penelitian
kualitatifnya.20
3. Metode Pengumpulan Data
20
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, Sesuai dengan prosedur
tersebut, maka cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga
teknik pengumpulan data yaitu; 1) observasi (observation), 2) wawancara
(interview), dan 3) dokumentasi. Teknik pengumpulan data ini selanjutnya
dikelompokkan dalam dua cara pokok yaitu metode interaktif yang meliputi
observasi dan wawancara, antara lain:
a. Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
pada obyek penelitian. 21 Metode observasi yaitu studi yang sengaja
dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan
jalan pengamatan dan pencatatan.22
Terdapat bermacam-macam observasi, yaitu:
1. Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleeh sumber data, dan ikut
merasakan suka dukanya. Observasi ini dibagi lagi menjadi empat,
diantaranya:
21
Hadari Nawawi dan M. Martini, Instrumen Penelitian Bidang Sosial(Jogjakarta:Gadjah Mada Press,2006), 98.
22
a. Partisipasi aktif: Dalam hal ini peneliti datang di tempat
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut.
b. Partisipasi moderat: Peneliti dalam mengumpulkan data ikut
observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan tetapi tidak semuanya.
c. Partisipasi aktif: Peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan
oleh narasumber tetapi belum sepenuhnya lengkap.
d. Partisipasi lengkap: Peneliti sudah terlibat sepenuhnya
terhadap apa yang dilakukan sumber data.
Dalam penelitian ini, Observasi dilakukan secara sistematis
(berkerangka) mulai dari metode yang digunakan dalam observasi
sampai cara-cara pencatatannya. Dalam penelitian ini menggunakan
observasi partisipasi aktif yakni peneliti memantau gejala pada obyek
penelitian yang akan diteliti, namun peneliti tidak ikut andil dan
observasi tersebut mengenai proses dan fungsi Nilai-Nilai Islam dan
Budaya Lokal yang diterapkan dalam Pengobatan Tradisional di
Yayasan AS-Syifa’.
b. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang digunakan
penelitian untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
komunikasi langsung dengan subjek penelitian, baik dalam situasi
sebenarnya ataupun dalam situasi buatan.23 Berguna untuk melengkapi
23
metode observasi lapangan. Sedangkan data-data yang tidak diperoleh
dari wawancara dalam teknik ini digunakan teknik wawancara
mendalam tanpa struktur. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan interview yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.24
Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi
langsung yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan
oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara
lisan oleh interview.25 Wawancara ditujukan pada penerapis, anak
penerapis, keluarga penerapis, client, keluarga client, dan masyarakat
sekitar, serta dokumen-dokumen yang ada di yayasan AS-Syifa’ yang
berkenaan dengan pengobatan tradisional terhadap client, guna
memperoleh data yang sesuai dengan fokus penelitian.
Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah
wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah merupakan
model pilihan apabila pewawancara mengetahui apa yang tidak
diketahuinya, dengan merumuskan atau membuat
pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu dan informan diharapkan menjawab dalam
hal-hal kerangka wawancara dan definisi serta ketentuan dari masalah.
Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada di tangan pewawancara
dan jawaban terletak pada informan, sehingga hal tersebut digunakan
untuk menggali data tentang (1). Sejarah berdirinya yayasan
24
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003), 117.
25
Syifa’, (2). Kepercayaan yang dipakai pengobatan tradisional, (3)
Ritual apa saja yang dilakukan pada waktu pengobatan tradisional di
yayasan AS-Syifa’. Dalam kegiatan ini, peneliti tidak menggunakan
instrumen wawancara terstandar. Sebelum wawancara dilakukan,
terlebih dahulu membuat dan menyusun pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan fokus penelitian yang akan dipertanyakan kepada informan.
Selain itu, pewawancara juga menyelipkan pertanyaan-pertanyaan
pendalaman di saat berlangsungnya wawancara dengan tujuan untuk
menggali data yang lebih mendalam lagi tentang hal-hal yang
diwawancarakan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimulai dari hal-hal
yang bersifat umum dan mengarah pada hal-hal yang khusus.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan tertulis mengenai berbagai kegiatan
atau kejadian yang dari segi waktu relatif belum terlalu lama.26
Adapun kegiatan tertulis atau arsip-arsip yang ditelaah dalam
penelitian ini ialah arsip-arsip yang disimpan oleh yayasan AS-Syifa’,
penerapis, maupun yang berada di tangan perorangan, yang berupa
dokumen-dokumen sejarah, biografi, kepercayaan, ritual, rekaman
berwujud foto dan rekaman dengar. Dokumen-dokumen yang
diperoleh kemudian diseleksi sesuai dengan fokus penelitian.
Metode pengumpulan data di atas digunakan secara simultan,
dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu dengan
26
data yang lain. Peneliti berusaha memperoleh keabsahan data sebaik
mungkin. Sebagai alat pengumpul data adalah tape recorder,
camera/foto, dan lembar catatan lapangan.
Diantara dokumen-dokumen yang akan dianalisis meliputi: (1).
Catatan sejarah berdiri dan perkembangannya, (2). Foto-foto yang
menjadi dokumen, terutama yang berkaitan dengan pengobatan
tradisional, (3). Standar operasional prosedur di yayasan AS-Syifa’.
4. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analisis data kualitatif bersifat iterative (berkelanjutan) dan dikerjakan
selama penelitian. Analisis data dilaksanakan mulai dari pengumpulan data
dan setelah data terkumpul.27
Sebelum data dianalisis, adapun langkah-langkah teknik pengolahan
data Menurut Miles Huberman yakni, dengan mengumpulkan data hingga
penelitian itu berakhir secara simultan terus menerus. Selanjutnya,
interpretasi dan penafsiran data dilakukan dengan mengacu kepada rujukan
teoretis yang berhubungan atau berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Analisis data meliputi (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Mengambil
kesimpulan lalu diferifikasi.28
27
Imam Suprayogo, dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 192.
28
Cara mencari data melalui,
Model analisis Interaktif: Miles dan Huberman
a. Proses Reduksi data
Proses Reduksi data ialah suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, membuang data yang tidak diperlukan,
dan mengorganisasikan data yang sedemikian rupa sehingga diperoleh
kesimpulan akhir dan diverifikasi. Laporan-laporan reduksi,
dirangkum, dipilih hal-hal pokok, dan difokuskan mana yang penting
dicari tema atau polanya dan disusun lebih sistematis.29
Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung. Peneliti mengumpulkan semua data hasil penelitian yang
berupa wawancara, foto-foto, dokumen-dokumen yayasan AS-Syifa’
serta catatan penting lainnya yang berkaitan dengan pengobatan
tradisional di yayasan AS-Syifa’ Jombang. Selanjutnya, peneliti
memilih data yang penting dan menyusunnya secara sistematis dan
disederhanakan.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data atau menyajikan data. Dengan mendisplaykan
29
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), 129.
Pengumpulan Data Reduksi Data
data atau menyajikannya, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah difahami tersebut.30
c. Penarikan kesimpulan
Menarik kesimpulan haruslah selalu mendasarkan diri atas
semua data-data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Dengan
kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas
angan-angan atau keinginan peneliti.
Kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses
penelitian berlangsung, yaitu pada awal peneliti mengadakan
penelitian di yayasan AS-Syifa’ dan selama proses pengumpulan data.
Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus
menerus akan diperoleh kesimpulan yang bersifat menyeluruh
(komprehensif). Dengan demikian, peneliti melakukan kesimpulan
secara terus menerus, sehingga akan memperoleh kesimpulan yang
bersifat menyeluruh dan semakin mendalam. Dan pada akhirnya,
peneliti melakukan kesimpulan secara terus menerus selama penelitian
berlangsung di yayasan AS-Syifa’ Jombang. Agar dalam meneliti
penelitian ini peneliti bisa mendalami mengenai nilai-nilai Islam dan
budaya lokal dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’.
30
H. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar sistematika penulisan untuk penelitian ini terdiri atas 6
Bab. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama,Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kegunaan hasil penelitian, penegasan
judul, metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab Kedua, merupakan bab tentang landasan teoritik dalam penelitian ini.
Bab ini akan ditujukan untuk membahas tentang wacana teoritik yang digunakan
sebagai dasar dan tujuan di dalam melakukan penelitian. Selain itu, bab ini juga
ditujukan untuk membahas nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan
tradisional.
Bab Ketiga, merupakan bab yang membahas tentang gambaran umum
yayasan AS-Syifa’. Yang meliputi gambaran tentang letak geografis, sejarah
berdirinya dan aktivitas keagamaan pada yayasan AS-Syifa’.
Bab Keempat, Pada bab ini membahas tentang meditasi, energi prana
dalam pengobatan tradisional di yayasan AS-Syifa’. Selain itu, bab ini akan
membahas implementasi nilai-nilai Islam dan budaya lokal dalam pengobatan
tradisional yang ada di yayasan AS-Syifa’.
Bab Kelima, Pada bab ini akan membahas tentang hasil analisis terhadap
proses pengobatan tradisional yang di berikan pada pasien. Dan akan membahas
mengenai nilai-nilai Islam dan budaya lokal yang ada di yayasan AS-Syifa’.
Bab Keenam, pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang
uraian yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini
merupakan jawaban dari masalah berdasarkan data yang diperoleh dan akan
disajikan secara ringkas dan jelas. Sehingga dalam bab ini akan diuraikan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Islam
1. Pengertian Nilai-Nilai Islam
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari kata
“salima” yang mempunyai arti “selamat”.Dari kata “salima” tersebut maka
terbetuk kata “aslama” yang memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh, dan taat”.
Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau
masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat,
menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. dengan melakukan “aslama”
maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat. Selanjutnya dari
kata “aslama” juga terbentuk kata “silmun” dan“salamun”yang berarti “damai”.
Maka Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai. Karenanya seorang yang
menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama
manusia.1
Pada dasarnya konsep umum yang ada dalam masyarakat kita tentang istilah
nilai merupakan konsep ekonomi.Hubungan suatu komoditi atau jasa dengan
barang yang mau dibayarkan seseorang untuk memunculkan konsep
nilai.Sedangkan makna spesifikasi nilai dalam ekonomi adalah segala sesuatu
1
yang di inginkan dan diminta oleh manusia yang dapat memenuhi kebutuhan,
maka barang itu mengandung nilai.2
Akan tetapi makna nilai dalam pembahasan ini berbeda dengan konsep nilai
dalam bidang ekonomi dan karena pembahasan ini berobjek pada manusia dan
prilakunya, maka kita akan berbicara mengenai hal-hal yang dapat membantu
manusia agar dapat lebih bernilai dari sudut pandang Islam.
Menurut Zakiah Darajat, mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat
keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan
corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun
perilaku.3
Kalau definisi nilai merupakan suatu keyakinan atau identitas secara umum,
maka penjabarannya dalam bentuk formula, peraturan atau ketentuan
pelakasanaannya disebut dengan norma. Dengan kata lain, norma merupakan
penjabaran dari Nilai sesuai dengan sifat dan tata nilai.
Adapun definisi nilai yang benar dan dapat diterima secara universal menurut
Linda dan Ricard Eyre adalah sesuatu yang menghasilkan perilaku dan perilaku
berdampak positif baik yang menjalankan maupun bagi orang lain.
2. Nilai yang Terkandung Dalam Agama Islam
Luasnya materi ajaran agama Islam haruslah dipahami oleh seorang mukmin
yang ingin mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, akan tetapi dari kesemuanya
itu yang juga penting untuk diketahui adalah pemahaman tentang nilai-nilai atau
unsur-unsur yang terkandung dalam agama Islam.
2
M. Taqi Mishbah, Monoteisme Sebagai Sistem Nilai dan Aqidah Islam, (Jakarta : Lentera, 1984), hal.111.
3
Pendidikan Islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk
manifestasi cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan,
dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi penerusnya.Dengan
demikian pribadi seorang muslim pada hakikatnya harus mengandung nilai-nilai
yang didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai
sumber mutlak yang harus ditaati.
Ketaatan kepada kekuasaan Allah SWT yang mutlak itu mengandung makna
sebagai penyerahan diri secara total kepadanya. Dan bila manusia telah 14
bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah, berarti ia telah berada
dalam dimensi kehidupan yang dapat mensejahterakan kehidupan didunia dan
membahagiakan kehidupan di akhirat.
Adapun dimensi kehidupan yang mengandung nilai-nilai ideal Islam dapat
dikategorikan kedalam tiga kategori, yaitu:
1) Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia didunia.
2) Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia untuk meraih
kehidupan di akhirat yang membahagiakan.
3) Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan
hidup duniawi dan ukhrawi.4
Dari dimensi nilai-nilai kehidupan tersebut, seharusnya ditanam tumbuhkan
didalam pribadi muslim secara seutuhnya melalui proses pembudayaan secara
paedagogis dengan sistem atau struktur kependidikan yang beragam.
4
Dari sinilah dapat kita ketahui bahwa dimensi nilai-niali Islam yang
menekankan keseimbangan dan keselarasan hidup duniawi ukhrawi menjadi
landasan ideal yang hendak dikembangkan/dibudayakan dalam pribadi muslim
melalui pendidikan sebagai alat pembudayaan.
Adapun nilai pendidikan Islam pada dasarnya berlandaskan pada
nilai-nilai Islam yang meliputi semua aspek kehidupan.Baik itu mengatur tentang
hubungan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.Dan
pendidikan disini bertugas untuk mempertahankan, menanamkan, dan
mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai Islam tersebut.
Adapun nilai-nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1) Nilai Ilahi Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan
hadits. Nilai ilahi dalam aspek teologi (kaidah keimanan) tidak akan pernah
mengalami perubahan, dan tidak berkecenderungan untuk berubah atau mengikuti
selera hawa nafsu manusia. Sedangkan aspek alamiahnya dapat mengalami
perubahan sesuai dengan zaman dan lingkungannnya.
2) Nilai Insani Nilai insani adalah nilai yang tumbuh dan berkembang atas
kesepakatan manusia. Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah yang lebih
maju dan lebih tinggi. Nilai ini bersumber dari ra’yu, adat istiadat dan kenyataan
alam.5
5
Perlu kita ketahui, sumber nilai-nilai yang tidak berasal dari AlQur’an dan
Hadits, dapat digunakan sepanjang tidak menyimpang atau dapat menunjang
sistem nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan nilai bila ditinjau dari orientasinya dikategorikan kedalam empat
bentuk nilai yaitu:
1) Nilai etis Nilai etis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada ukuran
baik dan buruk.
2) Nilai Pragmatis Nilai Pragmatis adalah nilai yang mendasari orientasinya
pada berhasil atau gagalnya.
3) Nilai Efek Sensorik Nilai efek sensorik adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada hal yang menyenangkan atau menyedihkan.
4) Nilai Religius Nilai religius adalah nilai yang mendasari orientasinya pada
dosa dan pahala, halal dan haramnya.
Kemudian sebagian para ahli memandang bentuk nilai berdasarkan bidang apa
yang dinilainya, misalnya nilai hukum, nilai etika, nilai estetika, dan lain
sebagainya. Namun pada dasarnya, dari sekian nilai diatas dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu:
a) Nilai formal
Yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk,
lambang, serta simbol-simbol.Nilai ini terbagi menjadi dua macam,
yaitu nilai sendiri dan nilai turunan.
Yaitu nilai yang berwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan
jasmani. Nilai ini juga terbagi menjadi dua macam, yaitu: nilai rohani
yang terdiri dari : nilai logika, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi,
yang kedua yakni nilai jasmani yang terdiri dari : nilai guna, nilai
hidup, dan nilai ni’mat.
Dan untuk memperjelas mengenai nilai-nilai diatas, maka akan dirinci
mengenai nilai-nilai yang mendominasi jika ditinjau dari segala sudut pandang,
yaitu antara lain:
1) Nilai etika
Nilai etika adalah nilai yang mempunyai tolak ukur baik atau buruk.Sedangkan
pandangan baik dan buruk dalam nilai etika sangatlah beragam.Hal ini karena
sudut pandang tinjauannya berbeda.
2) Nilai estetika
Nilai estetika ini mutlak mutlak dibutuhkan oleh manusia, karena merupakan
bagian hidup manusia yang tak terpisahkan, yang dapat membangkitkan semangat
baru dan gairah berjuang.Nilai ini merupakan fenomena sosial yang lahir dari
rangsangan cipta dalam rohani seseorang. Rangsangan tersebut untuk memberikan
ekspresi dalam bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa yang
disebut dengan indah.
3) Nilai logika
Nilai logika merupakan nilai yang banyak mencakup pengetahuan, penelitian,
keputusan, penuturan, pembahasan, teori atau cerita.Nilai ini bermuara pada
4) Nilai religi
Nilai religi merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat
budi, juga sifatnya mutlak kebenarannya, universal, dan suci.
Jadi dari sekian banyak nilai yang disebutkan, untuk mengetahui bentuk
konkrit dari nilai-nilai itu, maka kita harus dapat melihat nilai dari sudut pandang
mana kita meninjaunya.Karena hal ini mempermudah bagi kita semua untuk
mengetahui apakah sesuatu yang kita lakukan sudah mengandung nilai-nilai Islam
atau belum.
3. Landasan Nilai-Nilai Islam
Landasan atau dasar nilai-nilai Keislaman dapat dibagi menjadi dua
kategori,yaitu:
a. Dasar pokok, yakni meliputi Al-Qur’an dan hadits 1) Al-Qur’an
Menurut Abdul Khallaf Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
melalui malaikat Jibril kepada hati Rasulullah anak Abdullah dengan lafadz
bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi 19 hujjah bagi Rasulullah atas
kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan penunjuknya serta
beribadah membacanya.
Al-qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW.Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat
dikembangkan untuk seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang
berhubungan dengan amal yag disebut syari’ah.6
Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, pada masa awal petumbuhan
Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam disamping
Sunnah beliau sendiri.
Al-Qur’an lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek
kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar pendidikan umat Islam
adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasarkan kepada Al-Qur’an.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami
dari ayat Al-Qur’an itu sendiri. Firman Allah:
َ ِمْ يمْ َ ل ًةَ ْحَ َ ًد هَ ِهيِف ا فَلَتْخٱ ِ لٱ م هَل َ يَب تِل َِ َب َتِ ْلٱ َ ْيَلَع اَ ْلَز َأ اَمَ
“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihan itu
dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Surat? “. (Q.S. An
-Nahl: 64)
Dan firman Allah dalam
ِب َبْلَ ْْٱ ا ل أ َر َ َتَيِلَ ِهِت َياَء ا ر دَيل َر َب م َ ْيَلِ ه َْلَز َأ ب َتِ
“ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Q. S. as-Shad: 29)
Sehubungan dengan masalah ini Muhammad Fadhil Al-Jamali menyatakan
sebagai berikut: “Pada hakikatnya Al-Qur’an itu sebagai perbendaharaan yang
6
besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya
merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan , moril (akhlak), dan spiritual
kerohanian”.7
2) Sunnah
As-sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah SAW.
Yang dimaksud dengfan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain
yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu
berjalan.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Seperti Al
-Qur’an, sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk untuk
kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat
menjadi manusia seutuhnya atau manusia yang bertakwa.Untuk itu Rasulullah
menjadi pendidik yang utama.Beliau sendiri yang mendidik, pertama dengan
menggunakan rumah Al-Arqam ibnu Abi Al-Arqam, kedua dengan
memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan
mengirim para sahabat kedaerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah
pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.
Sunnah dapat dijadikan dasar pendidikan Islam karena Sunnah menjadi sumber
utama pendidikan Islam, karena Allah SWT menjadikan nabi Muhammad SAW
sebagai teladan bagi umatnya.
Firman Allah SWT:
7
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.
Al-Ahzab: 21)
Konsepsi dasar yang dicontohkan Rasulullah SAW swbagai berikut:
a) Disampaikan sebagai rahmatan lil-„alamin
َ يِ َل َعْلل ًةَ ْحَ َِ َ َْلَسْ َأ اَمَ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmatbagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya’: 107)
b) Disampaikan secara universal
c) Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak
َ ظِف َحَل هَل ا ِ َ َرْ لٱ اَ ْلزَ ْحَ ا ِ
”Sesungguhnya kami-lah yangmenurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. Al-Hajr: 9)
c) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atas segala aktivitas pendidikan.
َ ر َهَ ىَس م َ
“(yaitu) Tuhan Musa dan Harun”. (Q.S. Al-Syura: 48)
d) Perilaku Nabi sebagai figur identifikasi (uswah hasanah) bagi umatnya
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
Adanya dasar yang kokoh ini terutama Al-Qur’an dan AsSunnah, karena
keabsahan dasar ini sebagai pedoman hidup telah mendapat jaminan Allah dan
Rasul-Nya.
Prinsip menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata.Lebih jauh
kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang
sehat dan bukti sejarah.Dengan demikian barangkali wajar jika kebenaran itu kita
kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah dalam Al-Qur’an.
Firman Allah Qs. Al-Baqarah : 2
َ يِ ت ْلل ًد ه ِهيِف َبْيَ ََ ب َتِ ْلٱ َ ِل َ
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”. (Q.S. Al-Baqarah: 2)
b. Dasar tambahan
1) Perkataan, perbuatan, dan sikap para sahabat
Pada masa khulafaul Rasyidin sumber pendidikan dalam Islam sudah
mengalami perkembangan.Selain Al-Qur’an dan Sunnah juga perkataan, sikap,
dan perbuatran para sahabat. Perkataan mereka dapat dijadikan pegangan karena
Allah sendiri didalam Al-Qur’an yang memberikan pernyataan:
َ يِقِد صلٱ َعَم ا َ ََٱ ا تٱ ا َماَء َ يِ لٱ اَهيَأ َي
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
Yang dimaksud orang yang benar dalam ayat diatas adalah para sahabat Nabi.
Para sejarawan mencatat perkataan sikap sahabatsahabat tersebut yang dapat
dijadikan sebagai dasar pendidikan dalam Islam diantaranya yaitu:
a) Setelah Abu Bakar di bai’at menjadi khalifah ia mengucapkan pidato
sebagai berikut:
“Hai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku
bukan orang terbaik diantara kamu.Jika aku menjalankan tugasku dengan baik,
ikutilah aku.Tetapi jika aku berbuat salah, betulkanlah aku, orang yang kamu
pandang kuat, saya pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak
daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat,
sehingga aku dapat mengembalikan haknya.Hendaklah kamu taat kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku tak menaati Allah
dan Rasul-Nya, kamu tak perlu mentaati aku.8
b) Umar bin Khattab terkenal dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap, berjiwa
demokrasi yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifatsifat umar ini
disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada waktu itu sifat-sifat seperti
ini sangat perlu dimiliki oleh seorang pendidik, karena didalamnya terkandung
nilai-nilai pedagogis dan teladan yang baik yang harus ditiru.
Muhammad shalih samak menyatakan bahwa contoh teladan yang baik dan
cara guru memperbaiki pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh kepada tugas,
8
kerja, akhlak, dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada matalamat
pendidikan agama.9
b) Usaha-usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan
bagi perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, diantaranya:
• Abu Bakar melakukan kodifikasi Al-Qur’an.
• Umar bin khatab sebagai bapak reaktutor terhadap ajaran Islam yang
dapat dijadikan sebagai prinsip strategi pendidikan.
• Utsman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan
ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan Al-Qur’an.
• Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.
2) Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha’, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh
ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau
menentukan suatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum
ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Dengan demikian ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha’-fuqaha’
Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam
Al-Qur’an dan Sunnah dengan syarat-syarat tertentu.Ijtihad dapat dilakukan dengan
ijma’, qiyas, istihsan, mashalih mursalah, dan lain-lain.
Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk
aspek pendidikan, tetapi juga berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.
9
Muhammad Salih Samak, Terjemahan Wan Amnah Yacob dkk, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa
Ijtihad haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid dan
tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah tersebut.Karena itulah
ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan
sepanjang masa setelah 27 Rasulullah wafat.Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu
yang diperlukan dalam kehidupan yang senantiasa berkembang.
Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok
saja.Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin
maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja dibidang materi atau isi,
melainkan juga dibidang sistem dalam artinya yang luas.
Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut agar
perubahan oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan
berkembang.Melaui ijtihad yang dituntut agar perubahan situasi dan kondisi sosial
yang tumbuh dan berkembang pula, dapat disesuaikan dengan ajaran Islam.
Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam itu memang
sangat dibutuhkan ijtihad, sebab glogalisasi dari AlQur’an dan sunnah saja belum
menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai.
Usaha ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang
sebagai hal yang sangat penting bagi perkembangan teori pendidikan pada masa
yang akan datang, sehingga pendidikan Islam tidak melegitimasi status quo serta
terjebak dengan ide 28 justifikasi terhadap khazanah pemikiran para orientalis dan
sekuralis. Allah sangat menghargai kesungguhan para mujtahid dalam berijtihad.
“Apabila hakim telah menetapkan hukum, kemudian dia berijtihad dan
ijtihadnya itu benar, maka baginya dua pahala, akan tetapi apabila ia
berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala”. (H.R.
Bukhari Muslim dan Amr bin Ash).
3) Maslahah Mursalah
Mashlahah mursalah adalah menetapkan peraturan atau ketetapan
undang-undang yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah atas pertimbangan
penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan.10
Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan untuk merancang
dan membuat peraturan sebagai pedoman pokok dalam proses berlangsungnya
pendidikan sehingga pelaksanaan pendidikan islam tidak mengalami hambatan.
Kegiatan ini tidak semuanya diterima oleh Islam, dibutuhkan catatan khusus
sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf sebagai berikut:
a) Keputusan yang diambil tidak menyalahi keberadaan-keberadaan Qur’an
dan Sunnah.
b) Apa yang di usahakan benar-benar membawa kemashlahatan dan menolak
kemudharatan setelah melalui tahapan-tahapan observasi penganalisaan.
c) Kemashlahatan yang diambil merupakan kemashlahatan yang baru universal
yang mencakup totalitas masyarakat.11
Masyarakat yang berada disekitar lembaga pendidikan Islam berpengaruh
terhadap berlangsungnya pendidikan, maka dalam setiap pengambilan kebijakan
10
Mustafa Zaid, Al-mashlahah fi al-Islami wa Najmudin al-Thufi wa an-Nasyar, (mishr : Dar al- Fikr, 1964), cet ke-2, hal. 149.
11
hendaklah mempertimbangkan kemashlahatan masyarakat supaya jangan terjadi
hal-hal yang dapat menghambat berlangsungnya proses pembelajaran.
4) Urf (Nilai-nilai adat Istiadat Masyarakat)
Urf adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa yang diperoleh melalui kesaksian
dan akan diterima oleh tabiat.12
Urf adalah suatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang
mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan dengan akal sehat yang diterima oleh
tabiat yang sejahtera, namun tidak semua tradisi yang dapat dijelaskan dasar ideal
pendidikan Islam,melainkan setelah melalui seleksi terlebih dahulu. Mas’ud Zuhdi
mengemukakan bahwa urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah:
1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik itu Al-Qur’an maupun
Hadits
2) Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiah
sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemudharatan.
B. Budaya Lokal
Nurcholish Madjid salah-satu tokoh intelektual muslim Indonesia
mengungkapkan bahwasanya antara agama (Islam) dan budaya adalah dua bidang
yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak
berubah menurut perubahan waktu dan tempat.Tetapi berbeda dengan budaya,
sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat
ke tempat.Kebanyakan budaya berdasarkan agama, namun tidak pernah terjadi
sebaliknya, agama berdasarkan budaya.Oleh karena itu, agama adalah primer, dan
12
budaya adalah sekunder. Budaya dapat berupa ekspresi hidup keagamaan, karena
iasub-kordinat terhadap agama.13
Secara bahasa kata kebudayaan adalah merupakan serapan dari kata
Sansekerta, “Budayah” yang merupakan jamak dari kata “buddi” yang memiliki
arti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan
hal-hal yang bersangkutan dengan akal.Kebudayaan adalah hal-hal yang
merupakan hasil dari keseluruhan system gagasan, tindakan, cipta, rasa dan karsa
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semua itu tersusun dalam
kehaidupan masyarakat.14
Secara istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya memiliki arti
pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah
sukar diubah.Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi
pedoman tingkah lakunya.15
Berbicara masalah kebudayaan tidaklah mudah, sebab ada banyak perbedaan
pendapat dari masing-masing tokoh dalam mendefinisikan kebudayaan.Berikut ini
definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh beberapa ahli.16
13
Yustion dkk.,Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hal. 172.
14
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-qur‟an dan hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 1996), hal. 22.
15
Sugono, Kamus Besar ..., hal. 169.
16
Menurut Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut M. Jacobs dan B.J. Stern Kebudayaan mencakup keseluruhan yang
meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang
kesemuanya merupakan warisan sosial.
Menurut Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.17
Menurut Clifford Geertz yang dikutip Nur Syam dalam bukunya menjelaskan
bahwasanya pengertian kebudayaan memiliki dua elemen, yaitu kebudayaan
sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai sistem
nilai.Dalam hal ini Geertz memberikan contoh bahwasanya upacara keagamaan
yang dilakukan oleh suatu masyarakat itu adalah merupakan sistem kognitif dan
sistem makna, sedangkan sistem nilainya adalah ajaran yang diyakini
kebenarannya sebagai dasar atau acuan dalam melakukan upacara keagamaan.18
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh
terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala
alam.kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu setiap berdo’a, memuja dan
lainnya. Karena keinginan petunjuk dan ketentuan kekuatan gaib harus di patuhi
17
Ibid.
18
kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan
selamat.19
Mistisime dalam islam disebut dengan Tasawuf, dan oleh para orientalis barat disebut dengan Sufisme. Kata Sufisme dalam istilah orientalis khusus dipakai
dalam mistisme islam dan tidak dipakai dalam agama-agama lain. Telah disadari
bahwa kata mistik terkandung sesuatu yang misteri yang tidak dapat dicapai
dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual.20
Bahwasannya mengenai keagamaan sudah selayaknya disandingkan dengan
istilah budaya, karena keberadaan agama itu terkonstruk dari adanya sistem
budaya. Budaya akan selalu membawa dampak yang signifikan terhadap
bangunan kehidupan keagamaan yang ada, walaupun agama dan budaya
mempunyai watak yang berbeda.21
C. Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu kedokteran
juga dirumuskan pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Kepmenkes
No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya
pengobatan dan /atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu
keperawatan. Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
19
Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan manusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Ed. 1-2, 2007), hal. 1-2.
20
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal. 56.
21
dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan kesehatan.
Metode pengobatan tradisional meskipun di luar ilmu kedokteran namun tetap
dipercaya dan diminati oleh masyarakat, hal ini karena tidak semua lapisan
masyarakat dapat menerima pengobatan secara medis yang pada umumnya
menggunakan obat-obatan melalui proses kimia. Pemerintah menerbitkan aturan
melalui Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional.Peraturan tersebut dibentuk oleh Pemerintah, hal ini
membuktikan bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan tradisional didasarkan pada pengalaman dan keterampilan
yang didapat secara turun menurun. Pengobatan tradisional dalam
perkembangannya terbagi dua yaitu: ada yang bersifat tradisional irasional dan
tradisional rasional. Pengobatan tradisional rasional yang dimaksud adalah
pengobatan tradisional yang dapat diteliti secara ilmiah.22
Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat
dengan menjalani pengobatan baik secara medis (konvensional) maupun secara
tradisional (nonkonvensional).Medis memiliki makna yang berhubungan dengan kedokteran.Pengobatan medis ditangani tenaga medis yang dapat
dipertanggungjawabkan dan telah diakui oleh ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran, sedangkan pengobatan tradisional (nonkonvensional) merupakan pengobatan yang bersifat turun-temurun dan diakui oleh kalangan masyarakat.
22
Peraturan pengobatan tradisional tersebut dibentuk sebagai upaya mendukung
peningkata