BAB II
TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB
A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia
Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang
lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17
dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan
Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta
sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para
pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium
Publicum.
Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai
notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang
sekretaris College van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius
Publicus. Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga
eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.31
Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai
sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas
31
Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai
dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan
akta yang dibuatnya.32
Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College
Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal
16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain
menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan
kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.33 Tanggal 7
Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in
Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan
wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk
membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan
kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,
menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga
memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem
disusul dengan pengangkatan notaris-notaris lainnya untuk mengakomodasi
kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi
dengan kesibukan kota Batavia saat itu.34
Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat
peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda.
32
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 33
Ira Koesoemawati, Op.Cit.,hal.27 34
Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,
kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in
Nederlands Indie (Stbl.1860:3).
Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di
Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih
ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang
dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan
Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.
Perkataan Notaris berasal dari kata Notarius35 pada zaman romawi, yaitu yang
diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga
pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang
menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada
penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada
pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif.
Pejabat-pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas tidak
melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah
agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan
negeri.
35
Ketentuan dalam Pasal 1 Instructie Voor De Notarissen in
Indonesia,menyebutkan bahwa36
Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar.
Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu :
“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang notaris masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang
boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)
adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.37
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan
syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun
4. Sehat jasmani dan rohani
36
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 37
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulua strata dua
kenotariatan; dan
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan Jabatan Notaris.
2. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan
kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa
salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum38, hal ini disebut
kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
38
3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua)
kesimpulan yaitu :
1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak
ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut
tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.
Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
7. Membuat akta risalah lelang.
Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan
kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah
ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan
memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan
tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib
disampaikan kepada para pihak.
Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh
tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan
keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan
selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan
kewajiban Notaris yaitu :
1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :
a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris;
c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta.
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat
l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi
dan Notaris.
m. Menerima magang calon Notaris.
2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali
3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah akta :
a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;
b. Penawaran pembayaran tunai;
c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa;
e. Keterangan kepemilikan atau;
f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1
(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu
berlaku untuk semua”.
5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k
7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap
halaman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.
8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan.
9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan
akta wasiat.
Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan
untuk menjamin kepentingan dan member kepastian hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasa notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang
memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah
c. Merangkap sebagai pegawai negeri
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara
e. Merangkap jabatan sebagai advokat
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara,
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan
Notaris
h. Menjadi Notaris pengganti
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan
atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.
B. Notaris sebagai Pejabat Umum
Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 UUJN. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum dalam
arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat
lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan
pejabat-pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan
tersebut menjadi kewenangan notaris.
Pejabat umum tidak hanya pada notaris saja, tetapi juga diberikan kepada
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang, tapi tidak setiap pejabat
umum pasti notaris karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat Lelang.
Menurut Heryanto, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai
notaris dan sebagai pejabat publik, setidak-tidaknya Notaris harus memerankan 4
(empat) fungsi, yakni :
1. Notaris sebagai pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak yang dating
2. Notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan.
3. Notaris sebagai penyuluh hukum dengan memberikan keterangan – keterangan
bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta.
4. Notaris sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha
mempertahankan klien atau relasinya agar oprasionalisasi kantornya tetap
berjalan.39
Pada hakekatnya notaris hanyalah “mengkontatir” atau “merekam” yang
diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang bersangkutan, dengan cara
mencatat kemudian menyusunnya agar sesuai aturan hukum yang berlaku, dan kalau
sudah selesai dengan kehendak penghadap maka penghadap diminta untuk
membubuhkan tanda tangannya serta menulis nama terangnya secara tertulis dan
otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, notaris tidak berada
di dalamnya. Notaris adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum adalah
pihak-pihak yaitu mereka yang membuat serta terikat dalam dan oleh isi perjanjian.
Menurut Wawan Setawan yang dimaksud dengan kewenangan Notaris
membuat akta otentik ialah :
1. Bahwa kewenangan Notaris membuat akta otentik itu hanya apabila hal itu
diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik dengan kata lain akta tersebut adalah bukti
39
adanya perbuatan hukum para pihak bukan notaris yang melakukan perbuatan
hukum yang bersangkutan.
2. Bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik ditentukan dan sangat
tergantung dari adanya kemauan atau kehendak pihak-pihak yang akan
melakukan perbuatan hukum tersebut, tanpa adanya pihak-pihak yang
berkepentingan melakukan perbuatan hukum tidak mungkin notaris dapat
mewujudkannya dalam suatu akta otentik.
3. Notaris tidak mungkin membuat akta otentik atas kemauannya sendiri tanpa
adanya pihak-pihak yang bersangkutan, juga tidak berwenang mengambil
keputusan sendiri untuk menyatakan membuat atau membatalkan sendiri akta
yang bersangkutan.
4. Notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang hukum publik,
wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata.
Notaris dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya harus
tetap menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan senantiasa
menghayati dan mengingat sumpah jabatannya. Notaris dalam menjalankan tugasnya
sebagai pejabat umum harus memiliki kemampuan professional dalam menjalankan
tugasnya.
G.H.S Lumban Tobing mengatakan bahwa Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris
tidak memberikan uraian lengkap mengenai tugas dan pekerjaan Notaris, oleh karena
itu selain untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan
memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada
pihak-pihak yang bersangkutan.
C. Kode Etik Jabatan Notaris
Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah Notaris bertanggung
jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu
menjunjung tinggi etika dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal
tersebut diabaikan seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum
yang dilayaninya. Dalam hal menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak cukup
hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus dilandasi tanggung jawab dan
penghayatan terhadap keluhuran martabat dan etika.
Menurut etimologi, kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang
berarti memiliki watak kesusilaan atau beradab. Etika adalah refleksi kritis, metodis,
dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 1998, Etika diberikan tiga arti yang cukup lengkap yaitu :
a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)
b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat
Berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat
dirumuskan pengertian etika yaitu :
1. Nilai- nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya.
2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral
3. Etika bias pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk
Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi seluruh kaedah
moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Notaris harus memiliki
tanggung jawab dan etika profesi dalam menjalankan jabatannya. Etika profesi adalah
norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh
sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional.
Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat,
seorang professional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara
keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi. Adanya kode
etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan professional dengan
motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta beragumentasi secara
rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sesorang
sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi40.
Adapun yang menjadi fungsi kode etik profesi adalah :
40
Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi,
pelaksana profesi mampu mengetahui sautu hal yang boleh dia lakukan dan yang
tidak boleh dilakukan.41
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu
pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu
profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
kerja (kalangan sosial).42
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan
bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak
boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.43
Dalam kode etik notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang
harus dipegang oleh notaris,44 diantaranya adalah :
1. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada :
a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada
b. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional
terutama sekali dalam bidang hukum
c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris
baik didalam maupun di luar tugas jabatannya,
2. Dalam menjalankan tugas, notaris harus :
a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dengan penuh
rasa tanggung jawab,
b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang
dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan
perantara
c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.
3. Hubungan Notaris dengan klien harus berlandaskan :
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya
dengan sebaik-baiknya
b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum
yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya,
c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada naggota masyarakat yang kurang
mampu.
4. Notaris dan sesame rekan notaris haruslah:
a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan
c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar
solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.
Mengenai perilaku sebagai Notaris, Ismail Shaleh menyatakan ada empat hal
pokok yang harus diperhatikan yakni :45
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya, walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri.
Notaris harus jujur, tidak saja pada kliennya, juga pada dirinya sendir. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya atau agar klien tetap mau menggunakan jasanya.
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya
Notaris harus sadar akan batas-batas kewenangannya. Notaris harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan.
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang
Notaris harus tetap berpegang teguh pada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum tetapi mengabaikan rasa keadilan.
Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, berdasar keputusan Kongres Perkumpulan
dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku serta wajib ditaati oleh setiap jabatan
sebagai notaris, termasuk didalamnya oleh Pejabat Sementara Notaris, Notaris
45
Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik notaris dengan tegas dan jelas
menjabarkan sikap mental yang harus dimiliki seorang notaris.46
Kode etik notaris telah diatur dan ditetapkan secara hukum melalui UUJN.
Sebagai profesi hukum, notaris harus professional dalam melayani masyarakat yang
membutuhkan jasanya.47 Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan
baik oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh masyarakat
yang membutuhkan jasanya, harus berpegang teguh tidak hanya pada undang-undang
tetapi juga pada kode etik profesinya.
Dalam Pasal 1 Kode Etik Notaris yang disyahkan di Jakarta pada tanggal 28
Januari 2005 tentang kepribadian dan martabat notaris,48 disebutkan bahwa :
1. Dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan :
a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas Negara serta bertindak sesuai
dengan makna sumpah jabatan.
b. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara
2. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, notaris dengan kepribadian yang baik
diwajibkan untuk menjunjung tinggi martabat jabatan notaris dan sehubungan
dengan itu tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan atau tindakan-tindakan yang
tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan Jabatan Notaris.
Adanya hubungan antara kode etik dan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat
46
Ira Koessoemawati dan Yunirman Rijan, Op.Cit.,hal.51 47
Ibid, hal.52 48
umum, selain harus taat kepada undang-undang harus juga taat kepada kode etik
profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat dan Negara.
Dalam melaksanakan tugas jabatannya notaris didasarkan asas-asas49 sebagai
berikut :
1. Asas Kepastian Hukum
Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia,
yaitu mencapai prediktabilitas dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak
yang terkuat yang berlaku. Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap
pihak dalam sendi kehidupan, di luar Negara itu sendiri dalam penerapan hukum
legislasi maupun yudikasi. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib
berpedoman secara normative kepada aturan hukum yang berkaitan dengan
segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta.
Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya yang akan
memberikan kepastian kepada para pihak bahwa akta yang dibuat dihadapan atau
oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga jika terjadi
permasalahan akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.
2. Asas Persamaan
Persamaan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi
sama harus diperlakukan dengan sama dan dengan perdebatan, dimana pada
situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. Notaris dalam
49
memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan
yang lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya. Bahkan
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma
kepada orang yang tidak mampu, yang mana hal ini diatur dalam Pasal 37 UUJN.
Hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat
memberikan jasanya kepada yang menghadap notaris.
Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang menjadi alasan notaris menolak
memberikan jasanya untuk membuat akta50 :
a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya jadi
berhalangan karena fisik
b. Apabila notaris tidak ada karena cuti, jadi karena sebab yang sah
c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang
lain
d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta tidak
diserahkan kepada notaris
e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap
tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya
f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang
diwajibkan
50
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004,
g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau
malakukan perbuatan melanggar hukum
h. Apabila pihak-pihak yang menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam
bahasa yang tidak dikuasainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga
notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga
kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan wajib
mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak.
Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangan keinginan
para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga
kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan ke
dalam bentuk akta notaris.
3. Asas Kepercayaan
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan
mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat
dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan, wajib untuk menyimpan rahasia
mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang
diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya
untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada
menjalankan tugas Jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan.51
4. Asas Kehati-hatian
Asas kehati-hatian ini merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) hurf a, antara
lain dalam menjalankan tugas jabatannya notaris wajib bertindak seksama.
Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan
dalam bentuk akta atau tidak.52 Notaris harus mempertimbangkan dan melihat
semua dokumen yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau
pernyataan para pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum
yang harus dijelaskan kepada para pihak.
5. Asas Profesionalitas
Asas ini merupakan suatu persyaratan yang diperlukan untuk menjabat suatu
pekerjaan (profesi) tertentu, yang dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu
pengetahuan, keterampilan, wawasan dan sikap yang mendukung sehingga
pekerjaan profesi tersebut dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang
direncanakan.53 Profesionalisme dalam profesi notaris mengutamakan keahlian
(keilmuan) seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta
51
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
Bandung, Refika Aditama, 2008, hal.83 52
Putri A.R, Op.Cit.,hal.29 53
yang dibuat dihadapan atau oleh notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka tentunya seorang notaris tidak
boleh menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya berdasarkan
UUJN. Penyalahgunaan wewenang dalam hal ini mempunyai pengertian yaitu
suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris diluar dari tindakan diluar dari
wewenang yang telah ditentukan. Jika notaris membuat suatu tindakan diluar
wewenang yang telah ditentukan maka tindakan notaris dapat disebut sebagai
tindakan penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti itu merugikan para
pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut notaris yang
bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan
para pihak. Para pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian,
biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris.54
D. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB 1. Kasus Posisi
Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
2601/Pid.B/2003/PN.Mdn55 bahwa ketika LK salah seorang pemegang saham PT.
Sumatera Match Factory datang ke Kantor Notaris MG, dimana LK selaku pemegang
54
Ibid.,hal. 31 55
saham PT. Sumatera Match Factory yang rencananya akan menjual sebidang tanah
berikut bangunan dengan sertifikat HGB No.120/TG.Mulia.
Kemudian Notaris MG menjelaskan kepada LK agar diselenggarakan dulu
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan,
dan di dalam RUPS tersebut agar diputuskan untuk menjual asset berupa tanah dan
bangunan sesuai sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia.
Setelah RUPS selesai diselenggarakan, maka LK yang mewakili pihak
penjual, mempertemukan Notaris MG dengan saksi korban CS dan HK yang
merupakan calon pembeli. Setelah bertemu maka pihak penjual dan pihak pembeli
sepakat dengan harga tanah dan bangunan yang akan dibeli sebesar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Setelah jual beli terjadi, akta jual beli belum
dibuat karena masih menunggu peninjauan objek tanah, sehingga pihak penjual dan
pihak pembeli meminta MG untuk pengurus proses jual beli /peralihan dan mengurus
pembayaran mengenai biaya-biaya pajak BPHTB dan PPH. Atas permintaan tersebut,
MG mengatakan bahwa biaya pengurusan sebesar Rp. 660.000.000,-(enam ratus
enam puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran pajak sebesar Rp.
660.000.000,-(enam ratus juta rupiah) dan jasa bagi MG sebesar
Rp.60.000.000,-(enam puluh juta rupiah).
Kemudian pada hari itu juga yaitu tanggal 25 April 2002, saksi korban CS dan
HK menitipkan 1 (satu) lembar cek No.C114577dari Bank X dengan nominal sebesar
MG. Setelah cek tersebut diterima oleh MG, kemudian keesokkan harinya pada
tanggal 26 April 2002, MG segera mencairkan cek tersebut ke Bank X Medan.
Setelah cek tersebut cair, MG tidak segera mengurus proses peralihan dan
balik nama sertifikat HGB No.120/TG.Mulia dan MG tidak membayarkan
pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, akan
tetapi MG menyuruh anak buahnya MS (berkas perkara terpisah) untuk mengurus
penerbitan SPPT PBB Th.2002 dan mengurus peralihan dan balik nama sertifikat
HGB No.120/TG.Mulia kepada FH (berkas perkara terpisah) dengan
mengecilkan/menurunkan nilai BPHTB dan PPH. Biaya pengurusan yang diminta
oleh FH adalah Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah), namun sebelum MG
memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB
No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya kepada FH, datanglah SA (berkas
perkara terpisah) dan mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan
dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya
dengan biaya keseluruhan Rp. 300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah), karena menurut
MG pengurusan melalui SA lebih murah, maka MG memutuskan untuk mengurus
pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia tersebut
kepada SA dan akhirnya MG menyerahkan uang yang telah dicairkannya dari Bank X
kepada MS sebanyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah) untuk kemudian
diserahkan kepada FH sebagai uang tutup mulut dan untuk penerbitan SPPT PBB
Setelah pengurusan diserahkan kepada SA, maka MG menugaskan MS untuk
mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama MA, SH dengan dilampirkan foto
kopi SPPT PBB Th.2002 senilai Rp.12.636.144.000,- (dua belas milyar enam ratus
tiga puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah) yang MG peroleh dari FH atas
nama saksi korban CS dan HK, Surat Setoran BPHTB dengan nilai Rp. 600.307.200
(enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus rupiah) dan SSP Final atas nama N.V
Sumatera Match Factory sebesar Rp. 601.807.200,-(enam ratus satu juta delapan ratus
tujuh ribu dua ratus rupiah).
Setelah akta Jual Beli dan lampiran-lampirannya siap, maka MG memanggil
para pihak yaitu : saksi korban CS dan HK sebagai pihak pembeli PA, LK sebagai
pihak penjual dengan saksi-saksi RS dan MS untuk masing-masing menandatangani
Akta Jual Beli (pada saat ditandatangani belum bernomor dan bertanggal)56, namun
karena MG belum menjabat sebagai PPAT, maka Akte Jual Beli tersebut
ditandatangani oleh Notaris/PPAT MA,SH dengan biaya sebesar Rp.
10.000.000,-(sepuluh juta rupiah), dimana biaya tersebut MG serahkan kepada MS untuk
selanjutnya diberikan kepada Notaris/PPAT MA,SH.
Setelah Akte Jual Beli tersebut ditandatangani oleh seluruh pihak, maka MG
menyiapkan Akte Jual Beli tersebut dengan dilampirkan sertifikat HGB No.
56
120/TG.Mulia asli kepada Notaris/PPAT MA,SH57, maka SA mengambil kembali
Akte Jual Beli tersebut beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN
Kota Medan dengan terlebih dahulu SA membuat / mengisi sendiri dengan mesin tik
listrik Surat Setoran BPHTB Fiktif58 atas nama saksi korban CS dan HK dengan nilai
Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu
lima ratus rupiah), SSP Final fiktif dengan nilai Rp. 161.331.500,-(seratus enam
puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) dan SSPPT PBB
Th.2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,-(tia milyar dua ratus dua puluh juta enam
ratus tiga puluh ribu rupiah).
Setelah berkas-berkas tersebut siap, maka SA memasukkan berkas tersebut ke
BPN Kota Medan dengan menyerahkan pengurusannya kepada saksi HL. Keudian
HL meminta biaya pengurusan peralihan dan balik nama sebesar Rp.
25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan menjanjikan proses peralihan dan balik namanya
akan siap dalam waktu 2 hari. Keesokkan harinya SA meminta biaya pengurusannya
untuk HL kepada MG sebanyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) dan setelah
proses peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia selesai, maka SA
mengambil sertifikat asli tersebut dari BPN kemudian diserahkannya kepada MG dan
57
Bahwa di dalam UU BPHTB dikatakan PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Dalam UU BPHTB tersebut tidak mengatur secara jelas tentang kewajiban PPAT dalam melihat pembayaran BPHTB tersebut.
58
oleh MG, sertifikat HGB No.120/TG.Mulia asli yang telah beralih nama itu langsung
diserahkan kepada saksi korban HK akan tetapi bukti-bukti pembayaran dari
pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, tidak MG
serahkan kepada saksi korban, akan tetapi hanya diperlihatkan saja dihadapan saksi
korban dengan tujuan untuk mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya
tinggi dan dapat diusahakan oleh MG menjadi rendah.
Selanjutnya pada tanggal 29 Mei 2003 saksi korban CS dan HK telah
menerima surat dari BPN Kota Medan Nomor 600.736/05.PKM/2003 yang isinya
adalah bukti setoran pajak BPHTB sejumlah Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh
sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) SSP Final senilai
Rp. 161.331.500,-(seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima
ratus rupiah) atas nama saksi korban CS dan HK yang diajukan sebagai syarat
peralihan/ balik nama sertifikat No. 120/TG.Mulia adalah palsu, sehingga saksi
korban langsung mengecek ke kantor BPN dan langsung membayar kembali
pajak-pajak yang terhutang, dan setelah lunas, maka saksi korban CS dan HK menjumpa
MG untuk meminta kembali uang yang telah diterima oleh MG dari saksi korban,
akan tetapi MG terus menghindar dan mengelak dari tanggung jawab, sedangkan
uang yang diterima dari saksi korban telah habis dipergunakan oleh MG, sehingga
akibat perbuatan MG tersebut, saksi korban menderita kerugian sebesar Rp.
2. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Tanggung jawab dapat diartikan juga dengan bertindak tepat tanpa perlu
peringatan. Sedangkan bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan
kepekaan terhadap perasaan orang lain.59 Jadi bertanggung jawab di sini adalah
kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai
pengaruh bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Karena menyadari bahwa
tindakannya itu berpengaruh terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri maka ia
akan berusaha agar tindakan – tindakannya hanya member pengaruh positif terhadap
orang lain dari diri sendiri dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan
orang lain ataupun diri sendiri.
Hans Kelsen dalam bukunya membagi pertanggung jawaban menjadi empat
macam yaitu :60
a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab
terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri
59
http://massofa.wordpress.com/2009/02/13/melatih-tanggung-jawab/28 juni 20122 60
b. Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab
atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain
c. Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja
dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian
d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak
diperkirakan.
Notaris merupakan suatu profesi yang mempunyai tugas berat, sebab ia harus
menempatkan pelayanan terhadap masyarakat diatas segala-galanya. Oleh karena rasa
tanggungjawab baik secara individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap
norma-norma hukum dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi merupakan
suatu hal yang wajib, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah
ada.
Seorang notaris sebagai orang yang independen tidak berpihak kepada
siapapun harus mempunyai kecerdasan emosi yang cukup sehingga ia bias
memposisikan diri secara benar tatkala berhadapan dengan klien sebagai professional
dan sebagai individu.61
Seorang notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya
dengan tepat dan jujur yang berate bertindak menurut kebenaran sesuai dengan
sumpah jabatan notaris. Seorang notaris dalam memberikan pelayanan, harus
61
mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati
nurani.62
1. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang
diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;
2. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Negara dan masyarakat, artinya Negara
telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas Negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu menyimpan segala keterangan atau ucapan yang diberikan dihadapan notaris.
Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab
penuh terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang akan timbul dikemudian hari dan
bahkan tanggung jawab moril sebagai professional, kalau merugikan pihak lain,
notaris harus dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya di muka hukum secara
perdata dan pidana.63
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dirumuskan sebagai berikut : “Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.”64
BPHTB merupakan salah satu pajak objektif65 atau pajak yang terutang dan
harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar
akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Subjek Pajak adalah pribadi/badan, akan tetapi dalam pajak ini orang
pribadi/badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.66 Dengan jelas hal itu
tercantum dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, sebagai berikut :
(1)Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
(2)Subyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini.
Objek Pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah sebagai berikut :
a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemindahan hak
Pemindahan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek pajak BPHTB meliputi :
1. Perolehan hak karena jual beli, yaitu perolehan hak atas tanah dan
bangunan oleh pembeli dari penjual, yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.
2. Perolehan hak karena tukar menukar, yaitu perolehan hak atas tanah dan
bangunan yang diterima oleh seseorang atau suatu badan dari tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai penggantian tanah dan atau bangunan yang diterimanya. Biasanya pada tukar menukar tanah
65
Marihot Pahala Siahaan, Op.Cit.,hal.59 66
dan atau bangunan yang dipertukarkan ditentukan nilainya masing-masing dan dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tukar menukar tersebut.
3. Perolehan hak karena hibah, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan yang diperoleh oleh seseorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibh pada saat pemberi hibah masih hidup. Penerima tanpa perlu memberikan sejumlah uang maupun suatu barang kepada pemberi hibah.
4. Perolehan hak karena hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang
khusus mengenai pemberi hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
5. Perolehan hak karena waris, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan atau bangunan) yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum
lainnya, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan atau dari badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau badan hukum lain tersebut.
7. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesame pemegang hak bersama.
8. Perolehan hak karena penunjukkan pembeli dalam lelang, yaitu perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan oleh seorang atau badan yang ditetapkan sebagai pemegang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.
9. Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan atau bangunan kepada pihak ditentukan dalam putusan hukum menjadi pemilik baru atas tanah dan atau bangunan tersebut.
10.Perolehan hak karena penggabungan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri.
11.Perolehan hak karena peleburan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan telah dilikuidasi.
12.Perolehan hak karena pemekaran usaha, yaitu perolehan hak atas tanah
13.Perolehan hak karena hibah, yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan usaha kepada penerima hibah.
b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak baru.
Pemberi hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunannya yang merupakan objek BPHTB meliputi :
1. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan
hak, yaitu pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum yang mana hak atas tanah tersebut dari pelepasan hak.
2. Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak, yaitu
pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum
menurut peraturan perundang-undnagan yang berlaku.67
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU BPHTB, yang menjadi subjek Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Wajib
Pajak merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Kewajiban pembayaran BPHTB harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat
terutangnya pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Kewajiban pembayaran BPHTB adalah kewajiban dari Wajib Pajak dan
bukan kewajiban dari PPAT/Notaris.68 Notaris disini hanya membantu kliennya untuk
menyetorkan pajak BPHTB. Disini Notaris hanya berusaha member pelayanan
terbaik bagi kliennya.
Undang-Undang BPHTB memberikan ketentuan yang harus diikuti oleh
pejabat yang berwenang dalam penandatanganan perolehan hak atas tanah dan
bangunan69 yaitu :
67
Marihot Pahala Siahaan, Op. Cit.,hal.64 68
Afrizal, Wawancara Notaris/PPAT, Medan 4 Juni 2011 69
(1) Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas
tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti
pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB
(2) Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran
BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB.
(3) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan
pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat
dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa
Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
(4) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat
hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat
Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah
kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris, karena dalam pasal
tersebut dikatakan bahwa Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB. Oleh
karena itu Notaris disini hanya berperan untuk membantu klien untuk menyetorkan
untuk mengetahui kebenaran pembayaran BPHTB. 70 Yang memeriksa Dinas
Pendapatan Daerah dengan melakukan verifikasi dengan mencocokkan Nomor Surat
Setoran dengan data yang ada.71
Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa dalam kasus tersebut Notaristelah
menerima penitipan pembayaran BPHTB dari kliennya untuk disetorkan. Maka
berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang BPHTB, Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah
kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris akan tetapi karena
notaris tersebut telah menerima penitipan pembayaran BPHTB tersebut dari kliennya
maka Notaris tersebut bertanggung jawab dalam jabatannya untuk menyetorkan pajak
BPHTB tersebut karena telah dipercaya oleh kliennya. Oleh karena itu notaris dalam
menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan
kepada kliennya tetap menghormati dan menjunjung tinggi kode etik profesi dan
senantiasa menghayati dan mengingat sumpah jabatannya.
70
Hasil wawancara dengan Afrizal, Notaris/PPAT, Medan, 4 Juni 2011 71