• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangu"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia

Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang

lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17

dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan

Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta

sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para

pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium

Publicum.

Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai

notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang

sekretaris College van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius

Publicus. Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga

eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.31

Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai

sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas

31

(2)

Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai

dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan

akta yang dibuatnya.32

Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College

Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal

16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain

menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan

kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.33 Tanggal 7

Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in

Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan

wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk

membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan

kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya,

menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga

memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem

disusul dengan pengangkatan notaris-notaris lainnya untuk mengakomodasi

kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi

dengan kesibukan kota Batavia saat itu.34

Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat

peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda.

32

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 33

Ira Koesoemawati, Op.Cit.,hal.27 34

(3)

Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,

kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in

Nederlands Indie (Stbl.1860:3).

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di

Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih

ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang

dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan

Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.

Perkataan Notaris berasal dari kata Notarius35 pada zaman romawi, yaitu yang

diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga

pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang

menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada

penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada

pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif.

Pejabat-pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas tidak

melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah

agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan

negeri.

35

(4)

Ketentuan dalam Pasal 1 Instructie Voor De Notarissen in

Indonesia,menyebutkan bahwa36

Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar.

Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu :

“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang notaris masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang

boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)

adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.37

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini.

Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan

syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun

4. Sehat jasmani dan rohani

36

G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 37

(5)

5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris

dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas

prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulua strata dua

kenotariatan; dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk

dirangkap dengan Jabatan Notaris.

2. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa

salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum38, hal ini disebut

kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

38

(6)

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta

itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua)

kesimpulan yaitu :

1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak

ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti

lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut

tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar

tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk

melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

(7)

7. Membuat akta risalah lelang.

Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan

kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah

ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan

memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan

tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib

disampaikan kepada para pihak.

Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh

tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan

keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan

selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan

kewajiban Notaris yaitu :

1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan

pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian

dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta.

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,

(8)

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji

jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat

dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu

buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada

sampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya

surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang

tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)

hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia

dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat

(9)

l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2

(dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi

dan Notaris.

m. Menerima magang calon Notaris.

2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak

berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali

3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah akta :

a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;

b. Penawaran pembayaran tunai;

c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. Keterangan kepemilikan atau;

f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1

(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan

ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu

berlaku untuk semua”.

5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya

dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k

(10)

7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib

dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan

ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap

halaman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7)

tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan.

9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan

akta wasiat.

Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan

untuk menjamin kepentingan dan member kepastian hukum kepada masyarakat yang

memerlukan jasa notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang

memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang sah

c. Merangkap sebagai pegawai negeri

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara

e. Merangkap jabatan sebagai advokat

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara,

(11)

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan

Notaris

h. Menjadi Notaris pengganti

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan

atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.

B. Notaris sebagai Pejabat Umum

Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam pasal 15 UUJN. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum dalam

arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat

lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan

pejabat-pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan

tersebut menjadi kewenangan notaris.

Pejabat umum tidak hanya pada notaris saja, tetapi juga diberikan kepada

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang, tapi tidak setiap pejabat

umum pasti notaris karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat Lelang.

Menurut Heryanto, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai

notaris dan sebagai pejabat publik, setidak-tidaknya Notaris harus memerankan 4

(empat) fungsi, yakni :

1. Notaris sebagai pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak yang dating

(12)

2. Notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan.

3. Notaris sebagai penyuluh hukum dengan memberikan keterangan – keterangan

bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta.

4. Notaris sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha

mempertahankan klien atau relasinya agar oprasionalisasi kantornya tetap

berjalan.39

Pada hakekatnya notaris hanyalah “mengkontatir” atau “merekam” yang

diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang bersangkutan, dengan cara

mencatat kemudian menyusunnya agar sesuai aturan hukum yang berlaku, dan kalau

sudah selesai dengan kehendak penghadap maka penghadap diminta untuk

membubuhkan tanda tangannya serta menulis nama terangnya secara tertulis dan

otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, notaris tidak berada

di dalamnya. Notaris adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum adalah

pihak-pihak yaitu mereka yang membuat serta terikat dalam dan oleh isi perjanjian.

Menurut Wawan Setawan yang dimaksud dengan kewenangan Notaris

membuat akta otentik ialah :

1. Bahwa kewenangan Notaris membuat akta otentik itu hanya apabila hal itu

diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam suatu akta otentik dengan kata lain akta tersebut adalah bukti

39

(13)

adanya perbuatan hukum para pihak bukan notaris yang melakukan perbuatan

hukum yang bersangkutan.

2. Bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik ditentukan dan sangat

tergantung dari adanya kemauan atau kehendak pihak-pihak yang akan

melakukan perbuatan hukum tersebut, tanpa adanya pihak-pihak yang

berkepentingan melakukan perbuatan hukum tidak mungkin notaris dapat

mewujudkannya dalam suatu akta otentik.

3. Notaris tidak mungkin membuat akta otentik atas kemauannya sendiri tanpa

adanya pihak-pihak yang bersangkutan, juga tidak berwenang mengambil

keputusan sendiri untuk menyatakan membuat atau membatalkan sendiri akta

yang bersangkutan.

4. Notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang hukum publik,

wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata.

Notaris dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya harus

tetap menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan senantiasa

menghayati dan mengingat sumpah jabatannya. Notaris dalam menjalankan tugasnya

sebagai pejabat umum harus memiliki kemampuan professional dalam menjalankan

tugasnya.

G.H.S Lumban Tobing mengatakan bahwa Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris

tidak memberikan uraian lengkap mengenai tugas dan pekerjaan Notaris, oleh karena

itu selain untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan

(14)

memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada

pihak-pihak yang bersangkutan.

C. Kode Etik Jabatan Notaris

Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang

diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah Notaris bertanggung

jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu

menjunjung tinggi etika dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal

tersebut diabaikan seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum

yang dilayaninya. Dalam hal menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak cukup

hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus dilandasi tanggung jawab dan

penghayatan terhadap keluhuran martabat dan etika.

Menurut etimologi, kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang

berarti memiliki watak kesusilaan atau beradab. Etika adalah refleksi kritis, metodis,

dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Tahun 1998, Etika diberikan tiga arti yang cukup lengkap yaitu :

a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban

moral (akhlak)

b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat

(15)

Berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat

dirumuskan pengertian etika yaitu :

1. Nilai- nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya.

2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral

3. Etika bias pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk

Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi seluruh kaedah

moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Notaris harus memiliki

tanggung jawab dan etika profesi dalam menjalankan jabatannya. Etika profesi adalah

norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh

sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional.

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat,

seorang professional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara

keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi. Adanya kode

etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan professional dengan

motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta beragumentasi secara

rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sesorang

sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi40.

Adapun yang menjadi fungsi kode etik profesi adalah :

40

(16)

Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang

prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi,

pelaksana profesi mampu mengetahui sautu hal yang boleh dia lakukan dan yang

tidak boleh dilakukan.41

Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas

profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu

pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu

profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan

kerja (kalangan sosial).42

Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi

tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan

bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak

boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.43

Dalam kode etik notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang

harus dipegang oleh notaris,44 diantaranya adalah :

1. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada :

a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada

(17)

b. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional

terutama sekali dalam bidang hukum

c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris

baik didalam maupun di luar tugas jabatannya,

2. Dalam menjalankan tugas, notaris harus :

a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dengan penuh

rasa tanggung jawab,

b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang

dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan

perantara

c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.

3. Hubungan Notaris dengan klien harus berlandaskan :

a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya

dengan sebaik-baiknya

b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum

yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya,

c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada naggota masyarakat yang kurang

mampu.

4. Notaris dan sesame rekan notaris haruslah:

a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan

(18)

c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar

solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.

Mengenai perilaku sebagai Notaris, Ismail Shaleh menyatakan ada empat hal

pokok yang harus diperhatikan yakni :45

1. Mempunyai integritas moral yang mantap

Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya, walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri.

Notaris harus jujur, tidak saja pada kliennya, juga pada dirinya sendir. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya atau agar klien tetap mau menggunakan jasanya.

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya

Notaris harus sadar akan batas-batas kewenangannya. Notaris harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan.

4. Tidak semata-mata berdasarkan uang

Notaris harus tetap berpegang teguh pada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum tetapi mengabaikan rasa keadilan.

Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, berdasar keputusan Kongres Perkumpulan

dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang hal itu dan yang berlaku serta wajib ditaati oleh setiap jabatan

sebagai notaris, termasuk didalamnya oleh Pejabat Sementara Notaris, Notaris

45

(19)

Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik notaris dengan tegas dan jelas

menjabarkan sikap mental yang harus dimiliki seorang notaris.46

Kode etik notaris telah diatur dan ditetapkan secara hukum melalui UUJN.

Sebagai profesi hukum, notaris harus professional dalam melayani masyarakat yang

membutuhkan jasanya.47 Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan

baik oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh masyarakat

yang membutuhkan jasanya, harus berpegang teguh tidak hanya pada undang-undang

tetapi juga pada kode etik profesinya.

Dalam Pasal 1 Kode Etik Notaris yang disyahkan di Jakarta pada tanggal 28

Januari 2005 tentang kepribadian dan martabat notaris,48 disebutkan bahwa :

1. Dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan :

a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas Negara serta bertindak sesuai

dengan makna sumpah jabatan.

b. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara

2. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, notaris dengan kepribadian yang baik

diwajibkan untuk menjunjung tinggi martabat jabatan notaris dan sehubungan

dengan itu tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan atau tindakan-tindakan yang

tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan Jabatan Notaris.

Adanya hubungan antara kode etik dan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat

46

Ira Koessoemawati dan Yunirman Rijan, Op.Cit.,hal.51 47

Ibid, hal.52 48

(20)

umum, selain harus taat kepada undang-undang harus juga taat kepada kode etik

profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat dan Negara.

Dalam melaksanakan tugas jabatannya notaris didasarkan asas-asas49 sebagai

berikut :

1. Asas Kepastian Hukum

Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia,

yaitu mencapai prediktabilitas dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak

yang terkuat yang berlaku. Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap

pihak dalam sendi kehidupan, di luar Negara itu sendiri dalam penerapan hukum

legislasi maupun yudikasi. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib

berpedoman secara normative kepada aturan hukum yang berkaitan dengan

segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta.

Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya yang akan

memberikan kepastian kepada para pihak bahwa akta yang dibuat dihadapan atau

oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga jika terjadi

permasalahan akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.

2. Asas Persamaan

Persamaan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi

sama harus diperlakukan dengan sama dan dengan perdebatan, dimana pada

situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. Notaris dalam

49

(21)

memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan

yang lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya. Bahkan

Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma

kepada orang yang tidak mampu, yang mana hal ini diatur dalam Pasal 37 UUJN.

Hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat

memberikan jasanya kepada yang menghadap notaris.

Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang menjadi alasan notaris menolak

memberikan jasanya untuk membuat akta50 :

a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya jadi

berhalangan karena fisik

b. Apabila notaris tidak ada karena cuti, jadi karena sebab yang sah

c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang

lain

d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta tidak

diserahkan kepada notaris

e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap

tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang

diwajibkan

50

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004,

(22)

g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau

malakukan perbuatan melanggar hukum

h. Apabila pihak-pihak yang menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam

bahasa yang tidak dikuasainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga

notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga

kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan wajib

mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak.

Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangan keinginan

para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga

kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan ke

dalam bentuk akta notaris.

3. Asas Kepercayaan

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan

mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat

dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan, wajib untuk menyimpan rahasia

mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang

diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya

untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada

(23)

menjalankan tugas Jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang

yang tidak dapat dipisahkan.51

4. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian ini merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) hurf a, antara

lain dalam menjalankan tugas jabatannya notaris wajib bertindak seksama.

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan

dalam bentuk akta atau tidak.52 Notaris harus mempertimbangkan dan melihat

semua dokumen yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau

pernyataan para pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum

yang harus dijelaskan kepada para pihak.

5. Asas Profesionalitas

Asas ini merupakan suatu persyaratan yang diperlukan untuk menjabat suatu

pekerjaan (profesi) tertentu, yang dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu

pengetahuan, keterampilan, wawasan dan sikap yang mendukung sehingga

pekerjaan profesi tersebut dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang

direncanakan.53 Profesionalisme dalam profesi notaris mengutamakan keahlian

(keilmuan) seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta

51

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

Bandung, Refika Aditama, 2008, hal.83 52

Putri A.R, Op.Cit.,hal.29 53

(24)

yang dibuat dihadapan atau oleh notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka tentunya seorang notaris tidak

boleh menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya berdasarkan

UUJN. Penyalahgunaan wewenang dalam hal ini mempunyai pengertian yaitu

suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris diluar dari tindakan diluar dari

wewenang yang telah ditentukan. Jika notaris membuat suatu tindakan diluar

wewenang yang telah ditentukan maka tindakan notaris dapat disebut sebagai

tindakan penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti itu merugikan para

pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut notaris yang

bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan

para pihak. Para pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian,

biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris.54

D. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB 1. Kasus Posisi

Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

2601/Pid.B/2003/PN.Mdn55 bahwa ketika LK salah seorang pemegang saham PT.

Sumatera Match Factory datang ke Kantor Notaris MG, dimana LK selaku pemegang

54

Ibid.,hal. 31 55

(25)

saham PT. Sumatera Match Factory yang rencananya akan menjual sebidang tanah

berikut bangunan dengan sertifikat HGB No.120/TG.Mulia.

Kemudian Notaris MG menjelaskan kepada LK agar diselenggarakan dulu

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan,

dan di dalam RUPS tersebut agar diputuskan untuk menjual asset berupa tanah dan

bangunan sesuai sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia.

Setelah RUPS selesai diselenggarakan, maka LK yang mewakili pihak

penjual, mempertemukan Notaris MG dengan saksi korban CS dan HK yang

merupakan calon pembeli. Setelah bertemu maka pihak penjual dan pihak pembeli

sepakat dengan harga tanah dan bangunan yang akan dibeli sebesar Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Setelah jual beli terjadi, akta jual beli belum

dibuat karena masih menunggu peninjauan objek tanah, sehingga pihak penjual dan

pihak pembeli meminta MG untuk pengurus proses jual beli /peralihan dan mengurus

pembayaran mengenai biaya-biaya pajak BPHTB dan PPH. Atas permintaan tersebut,

MG mengatakan bahwa biaya pengurusan sebesar Rp. 660.000.000,-(enam ratus

enam puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran pajak sebesar Rp.

660.000.000,-(enam ratus juta rupiah) dan jasa bagi MG sebesar

Rp.60.000.000,-(enam puluh juta rupiah).

Kemudian pada hari itu juga yaitu tanggal 25 April 2002, saksi korban CS dan

HK menitipkan 1 (satu) lembar cek No.C114577dari Bank X dengan nominal sebesar

(26)

MG. Setelah cek tersebut diterima oleh MG, kemudian keesokkan harinya pada

tanggal 26 April 2002, MG segera mencairkan cek tersebut ke Bank X Medan.

Setelah cek tersebut cair, MG tidak segera mengurus proses peralihan dan

balik nama sertifikat HGB No.120/TG.Mulia dan MG tidak membayarkan

pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, akan

tetapi MG menyuruh anak buahnya MS (berkas perkara terpisah) untuk mengurus

penerbitan SPPT PBB Th.2002 dan mengurus peralihan dan balik nama sertifikat

HGB No.120/TG.Mulia kepada FH (berkas perkara terpisah) dengan

mengecilkan/menurunkan nilai BPHTB dan PPH. Biaya pengurusan yang diminta

oleh FH adalah Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah), namun sebelum MG

memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB

No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya kepada FH, datanglah SA (berkas

perkara terpisah) dan mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan

dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya

dengan biaya keseluruhan Rp. 300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah), karena menurut

MG pengurusan melalui SA lebih murah, maka MG memutuskan untuk mengurus

pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia tersebut

kepada SA dan akhirnya MG menyerahkan uang yang telah dicairkannya dari Bank X

kepada MS sebanyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah) untuk kemudian

diserahkan kepada FH sebagai uang tutup mulut dan untuk penerbitan SPPT PBB

(27)

Setelah pengurusan diserahkan kepada SA, maka MG menugaskan MS untuk

mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama MA, SH dengan dilampirkan foto

kopi SPPT PBB Th.2002 senilai Rp.12.636.144.000,- (dua belas milyar enam ratus

tiga puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah) yang MG peroleh dari FH atas

nama saksi korban CS dan HK, Surat Setoran BPHTB dengan nilai Rp. 600.307.200

(enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus rupiah) dan SSP Final atas nama N.V

Sumatera Match Factory sebesar Rp. 601.807.200,-(enam ratus satu juta delapan ratus

tujuh ribu dua ratus rupiah).

Setelah akta Jual Beli dan lampiran-lampirannya siap, maka MG memanggil

para pihak yaitu : saksi korban CS dan HK sebagai pihak pembeli PA, LK sebagai

pihak penjual dengan saksi-saksi RS dan MS untuk masing-masing menandatangani

Akta Jual Beli (pada saat ditandatangani belum bernomor dan bertanggal)56, namun

karena MG belum menjabat sebagai PPAT, maka Akte Jual Beli tersebut

ditandatangani oleh Notaris/PPAT MA,SH dengan biaya sebesar Rp.

10.000.000,-(sepuluh juta rupiah), dimana biaya tersebut MG serahkan kepada MS untuk

selanjutnya diberikan kepada Notaris/PPAT MA,SH.

Setelah Akte Jual Beli tersebut ditandatangani oleh seluruh pihak, maka MG

menyiapkan Akte Jual Beli tersebut dengan dilampirkan sertifikat HGB No.

56

(28)

120/TG.Mulia asli kepada Notaris/PPAT MA,SH57, maka SA mengambil kembali

Akte Jual Beli tersebut beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN

Kota Medan dengan terlebih dahulu SA membuat / mengisi sendiri dengan mesin tik

listrik Surat Setoran BPHTB Fiktif58 atas nama saksi korban CS dan HK dengan nilai

Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu

lima ratus rupiah), SSP Final fiktif dengan nilai Rp. 161.331.500,-(seratus enam

puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) dan SSPPT PBB

Th.2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,-(tia milyar dua ratus dua puluh juta enam

ratus tiga puluh ribu rupiah).

Setelah berkas-berkas tersebut siap, maka SA memasukkan berkas tersebut ke

BPN Kota Medan dengan menyerahkan pengurusannya kepada saksi HL. Keudian

HL meminta biaya pengurusan peralihan dan balik nama sebesar Rp.

25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan menjanjikan proses peralihan dan balik namanya

akan siap dalam waktu 2 hari. Keesokkan harinya SA meminta biaya pengurusannya

untuk HL kepada MG sebanyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) dan setelah

proses peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia selesai, maka SA

mengambil sertifikat asli tersebut dari BPN kemudian diserahkannya kepada MG dan

57

Bahwa di dalam UU BPHTB dikatakan PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Dalam UU BPHTB tersebut tidak mengatur secara jelas tentang kewajiban PPAT dalam melihat pembayaran BPHTB tersebut.

58

(29)

oleh MG, sertifikat HGB No.120/TG.Mulia asli yang telah beralih nama itu langsung

diserahkan kepada saksi korban HK akan tetapi bukti-bukti pembayaran dari

pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, tidak MG

serahkan kepada saksi korban, akan tetapi hanya diperlihatkan saja dihadapan saksi

korban dengan tujuan untuk mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya

tinggi dan dapat diusahakan oleh MG menjadi rendah.

Selanjutnya pada tanggal 29 Mei 2003 saksi korban CS dan HK telah

menerima surat dari BPN Kota Medan Nomor 600.736/05.PKM/2003 yang isinya

adalah bukti setoran pajak BPHTB sejumlah Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh

sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) SSP Final senilai

Rp. 161.331.500,-(seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima

ratus rupiah) atas nama saksi korban CS dan HK yang diajukan sebagai syarat

peralihan/ balik nama sertifikat No. 120/TG.Mulia adalah palsu, sehingga saksi

korban langsung mengecek ke kantor BPN dan langsung membayar kembali

pajak-pajak yang terhutang, dan setelah lunas, maka saksi korban CS dan HK menjumpa

MG untuk meminta kembali uang yang telah diterima oleh MG dari saksi korban,

akan tetapi MG terus menghindar dan mengelak dari tanggung jawab, sedangkan

uang yang diterima dari saksi korban telah habis dipergunakan oleh MG, sehingga

akibat perbuatan MG tersebut, saksi korban menderita kerugian sebesar Rp.

(30)

2. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia

akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan

kewajibannya.

Tanggung jawab dapat diartikan juga dengan bertindak tepat tanpa perlu

peringatan. Sedangkan bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan

kepekaan terhadap perasaan orang lain.59 Jadi bertanggung jawab di sini adalah

kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai

pengaruh bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Karena menyadari bahwa

tindakannya itu berpengaruh terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri maka ia

akan berusaha agar tindakan – tindakannya hanya member pengaruh positif terhadap

orang lain dari diri sendiri dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan

orang lain ataupun diri sendiri.

Hans Kelsen dalam bukunya membagi pertanggung jawaban menjadi empat

macam yaitu :60

a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri

59

http://massofa.wordpress.com/2009/02/13/melatih-tanggung-jawab/28 juni 20122 60

(31)

b. Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab

atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain

c. Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja

dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian

d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung

jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak

diperkirakan.

Notaris merupakan suatu profesi yang mempunyai tugas berat, sebab ia harus

menempatkan pelayanan terhadap masyarakat diatas segala-galanya. Oleh karena rasa

tanggungjawab baik secara individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap

norma-norma hukum dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi merupakan

suatu hal yang wajib, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah

ada.

Seorang notaris sebagai orang yang independen tidak berpihak kepada

siapapun harus mempunyai kecerdasan emosi yang cukup sehingga ia bias

memposisikan diri secara benar tatkala berhadapan dengan klien sebagai professional

dan sebagai individu.61

Seorang notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya

dengan tepat dan jujur yang berate bertindak menurut kebenaran sesuai dengan

sumpah jabatan notaris. Seorang notaris dalam memberikan pelayanan, harus

61

(32)

mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati

nurani.62

1. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang

diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;

2. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Negara dan masyarakat, artinya Negara

telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas Negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu menyimpan segala keterangan atau ucapan yang diberikan dihadapan notaris.

Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab

penuh terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang akan timbul dikemudian hari dan

bahkan tanggung jawab moril sebagai professional, kalau merugikan pihak lain,

notaris harus dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya di muka hukum secara

perdata dan pidana.63

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dirumuskan sebagai berikut : “Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.”64

(33)

BPHTB merupakan salah satu pajak objektif65 atau pajak yang terutang dan

harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar

akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Subjek Pajak adalah pribadi/badan, akan tetapi dalam pajak ini orang

pribadi/badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.66 Dengan jelas hal itu

tercantum dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, sebagai berikut :

(1)Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

(2)Subyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini.

Objek Pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah sebagai berikut :

a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemindahan hak

Pemindahan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek pajak BPHTB meliputi :

1. Perolehan hak karena jual beli, yaitu perolehan hak atas tanah dan

bangunan oleh pembeli dari penjual, yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.

2. Perolehan hak karena tukar menukar, yaitu perolehan hak atas tanah dan

bangunan yang diterima oleh seseorang atau suatu badan dari tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai penggantian tanah dan atau bangunan yang diterimanya. Biasanya pada tukar menukar tanah

65

Marihot Pahala Siahaan, Op.Cit.,hal.59 66

(34)

dan atau bangunan yang dipertukarkan ditentukan nilainya masing-masing dan dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tukar menukar tersebut.

3. Perolehan hak karena hibah, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan yang diperoleh oleh seseorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibh pada saat pemberi hibah masih hidup. Penerima tanpa perlu memberikan sejumlah uang maupun suatu barang kepada pemberi hibah.

4. Perolehan hak karena hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang

khusus mengenai pemberi hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

5. Perolehan hak karena waris, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan atau bangunan) yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum

lainnya, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan atau dari badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau badan hukum lain tersebut.

7. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesame pemegang hak bersama.

8. Perolehan hak karena penunjukkan pembeli dalam lelang, yaitu perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan oleh seorang atau badan yang ditetapkan sebagai pemegang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

9. Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan atau bangunan kepada pihak ditentukan dalam putusan hukum menjadi pemilik baru atas tanah dan atau bangunan tersebut.

10.Perolehan hak karena penggabungan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri.

11.Perolehan hak karena peleburan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan telah dilikuidasi.

12.Perolehan hak karena pemekaran usaha, yaitu perolehan hak atas tanah

(35)

13.Perolehan hak karena hibah, yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan usaha kepada penerima hibah.

b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak baru.

Pemberi hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunannya yang merupakan objek BPHTB meliputi :

1. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan

hak, yaitu pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum yang mana hak atas tanah tersebut dari pelepasan hak.

2. Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak, yaitu

pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum

menurut peraturan perundang-undnagan yang berlaku.67

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU BPHTB, yang menjadi subjek Pajak adalah

orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Wajib

Pajak merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Kewajiban pembayaran BPHTB harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat

terutangnya pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Kewajiban pembayaran BPHTB adalah kewajiban dari Wajib Pajak dan

bukan kewajiban dari PPAT/Notaris.68 Notaris disini hanya membantu kliennya untuk

menyetorkan pajak BPHTB. Disini Notaris hanya berusaha member pelayanan

terbaik bagi kliennya.

Undang-Undang BPHTB memberikan ketentuan yang harus diikuti oleh

pejabat yang berwenang dalam penandatanganan perolehan hak atas tanah dan

bangunan69 yaitu :

67

Marihot Pahala Siahaan, Op. Cit.,hal.64 68

Afrizal, Wawancara Notaris/PPAT, Medan 4 Juni 2011 69

(36)

(1) Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas

tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti

pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB

(2) Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran

BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB.

(3) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan

pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat

dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa

Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

(4) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat

hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat

Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah

kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris, karena dalam pasal

tersebut dikatakan bahwa Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta

pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah Wajib Pajak

menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB. Oleh

karena itu Notaris disini hanya berperan untuk membantu klien untuk menyetorkan

(37)

untuk mengetahui kebenaran pembayaran BPHTB. 70 Yang memeriksa Dinas

Pendapatan Daerah dengan melakukan verifikasi dengan mencocokkan Nomor Surat

Setoran dengan data yang ada.71

Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa dalam kasus tersebut Notaristelah

menerima penitipan pembayaran BPHTB dari kliennya untuk disetorkan. Maka

berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang BPHTB, Undang-Undang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah

kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris akan tetapi karena

notaris tersebut telah menerima penitipan pembayaran BPHTB tersebut dari kliennya

maka Notaris tersebut bertanggung jawab dalam jabatannya untuk menyetorkan pajak

BPHTB tersebut karena telah dipercaya oleh kliennya. Oleh karena itu notaris dalam

menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan

kepada kliennya tetap menghormati dan menjunjung tinggi kode etik profesi dan

senantiasa menghayati dan mengingat sumpah jabatannya.

70

Hasil wawancara dengan Afrizal, Notaris/PPAT, Medan, 4 Juni 2011 71

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012, kepada Peserta yang berkeberatan atas Pemenang Pelelangan ini diberi kesempatan untuk mengajukan Sanggahan terhadap pelaksanaan

membahas suatu masalah. Beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam cooperative learning agar lebih menjamin semua peserta didik bekerja secara kooperatif, yaitu : 1)

Menjadi suatu keharusan juga bagi perusahaan dalam melakukan training dan development karena merujuk pada aturan yang mengatur ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan

Bapak Damhir Anugrah, S.T,, M.T, selaku dosen pembimbing pendamping Tugas Akhir, yang dengan sabar juga telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan

Marion mengikuti dan mengembangkan dekonstruksi Derrida ketika mereduksi ‘pemberian’ ( gift ), namun kemudian Marion masih menawarkan langkah selanjutnya, yakni bahwa pemberian

Dengan nilai yang diperoleh siswa tersebut menunjukkan telah tecapainya KKM yang di tetapkan di Kelas V SDN 009 Air Emas Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan, yang mana

Hasil sampel yang positif pada tes perkiraan dapat dilanjutkan dengan memasukkan sampel positif ke dalam media BGLB (Brillian Green Lactose Broth) untuk uji bakteri

Persepsi kepala sekolah terhadap pelaksanaan kurikulum 2013 yang terbukti dari hasil penelitian bahwa SMK Negeri 5 Surabaya sudah sangat siap dalam melaksanakan