• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Kebijakan Pengelolaan Lingk (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Permasalahan Kebijakan Pengelolaan Lingk (1)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Permasalahan Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Sumber Daya Alam Kehutanan

(

Makalah

)

Oleh :

Agus Suyanti (1620011012) Diyan Ahmad S. (1620011010) M. Ridlo Heriyanto (1620011005)

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1982 Indonesia mengeluarkan undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

yang kemudian telah diganti dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPLH) yang mana bertumpu pada “pengelolaan”. Disahkanya UU Lingkungan Hidup tersebut merupakan tanggapan (response) pemerintah dan bangsa Indonesia terhadap hasil The United Nations Conference on the Human Environment

yang diselenggarakan tanggal 5 sampai dengan 16 Juni tahun 1972 di Stockholm.

Guna mewujutkan pendayagunakan SDA dengan memperhatikan

(3)

Tujuan

Makalah

Rumusan

Masalah

1. Apa saja permasalahan yang terjadi dalam

pelaksanaan pengelolaan hutan di Indonesia ?

2. Kapan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup

kehutanan diterapkan di Indonesia?

1. Mengetahui permasalahan kebijakan pengelolaan

lingkungan hidup kehutanan di Indonesia?

(4)

PEMBAHASAN

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya.

Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologik, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biofer bumi yang paling penting.

Pengelolaan hutan memberikan dua dimensi yang berbeda.

Dimensi pertama memposisikan peran dunia usaha kehutanan melalui pengusahaan hutan dan industrialisasi kehutanan menjadi salah satu tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun pada sisi lainnya ternyata pengelolaan hutan

(5)

Tingkat Pembalakan Melampaui Tingkat Pembalakan Yang Lestari

Beberapa faktor yang mendorong hal tersebut adalah :

1.Maraknya kasus penebangan liar dimana datanya tidak dilaporkan sehingga estimasi data statistik resmi mengenai jumlah kayu yang ditebang lebih rendah dari jumlah yang sebenarnya.

2.Permintaan kayu bulat yang lebih besar dibandingkan ambang produksi lestari

3.Ukuran dan jumlah kayu bulat yang ditebang (secara legal) tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, sehingga laporan tentang jumlah kayu bulat yang ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang sebenarnya terjadi.

(6)
(7)

Metode Pembalakan Yang Menimbulkan

Kerusakan Ekologis Berlebihan

Pemanenan yang dilakukan dengan sistem TPTI (tebang pilh tanam Indonesia) telah menyebabkan kerusakan antara 28-48% dari tegakan sisa yang tinggal (Resosudarno, 2003).

TPTI (tebang pilh tanam

Indonesia)

Teknik pembalakan konvensional

Perbaikan pada

metode pembalakan bisa mengurangi

(8)

Metode Pembalakan Yang

Menyebabkan Konversi Hutan Tak Terencana Bagi Penggunaan Hutan

Kegiatan pemanenan ulang pada kawasan bekas tebangan sebelum kawasan tersebut siap untuk dipanen kembali, dapat

menyebabkan proses deforestasi tak terencana dan

menyebabkan kerusakan stok tegakan dan secara permanen menghambat pertumbuhan

(9)
(10)

Perusahaan

Sub-Perusahaan Lokasi Kerusakan

PT Austindo

Nusantara Jaya PT Permata Putera Mandiri PT Putera Manunggal Perkasa

Papua Barat 1. Deforestasi: perusakan hutan primer di Papua (PT Permata Putera Mandiri dan PT Putera Manunggal Perkasa, Papua Barat)

2. Eksploitasi: sengketa lahan, tidak adanya Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan dari masyarakat lokal (PT Permata Putera Mandiri dan PT Putera Manunggal Perkasa, Papua Barat)

PT Eagle High Plantations (Sub PT dari Rajawali Grup)

PT Arrtu Energie

Resources Ketapang, Kalimantan Barat

1. Deforestasi: peringatan deforestasi dari satelit

menunjukkan hilangnya hutan sejak awal tahun 2015 (PT Arrtu Energie Resources, Kalimantan Barat)

2. Gambut: pembangunan konsesi pada lahan gambut (PT Arrtu Energie Resources, Kalimantan Barat)

3. Kebakaran: Kebakaran yang luas menimbulkan

pertanyaan tentang salah pengelolaan yang disengaja atau pengabaian (PT Arrtu Energie Resources,

Kalimantan Barat)

4. Eksploitasi: penggunaan kekuatan yang berlebihan, penggunaan aparat keamanan negara dan pekerja anak (PT Tandan Sawita Papua, Papua)

Good Hope/ Carson

Cumberbatch

PT Nabire Baru dan PT Sariwana Adi Perkasa

Papua 1. Deforestasi: pembukaan hutan primer di Papua (PT Nabire Baru dan PT Sariwana Adi Perkasa, Papua) 2. Gambut: pengembangan perkebunan di lahan gambut

(PT Nabire Baru, Papua)

(11)
(12)

Indofood/ Salim

Grup   Kalimantan Timur, Sumatera UTara

1. Deforestasi: pembukaan lahan yang cukup luas di tahun 2013-2014, termasuk pembukaan 1.000 Ha hutan primer; peringatan berbasis satelit menunjukkan terus berlangsungnya pembukaan lahan di tahun 2016 (Isuy Makmur/Kedang Makmur, Kalimantan Timur)

2. Gambut: kemungkinan deforestasi di lahan gambut (Isuy Makmur / Kedang Makmur, Kalimantan Timur)

3. Kebakaran: kebakaran yang marak selama tahun 2014 dan 2015, termasuk di kawasan hutan primer yang dibuka (Isuy Makmur/Kedang Makmur, Kalimantan Timur)

4. Eksploitasi: penggunaan pekerja anak, membayar di bawah upah minimum dan pelanggaran standar kesehatan dan keselamatan pekerja (konsesi PT Lonsum, Sumatera Utara)

Korindo PT Tunas Sawa Erma, PT Dongin Prabhawa

Papua 1. Deforestasi: 50.000 hektar hutan primer dan hutan sekunder dalam konsesi Korindo di Papua telah dibuka. 2. Kebakaran: Penggunaan secara api secara nyata untuk

pembukaan lahan TH Plantatios/

Lembaga Tabung Haji

1. Deforestasi: peringatan deforestasi satelit menunjukkan adanya pembukaan hutan dari awal tahun 2015 (PT Persada Kencana Prima, Kalimantan Utara)

(13)

Berbagai Kebijakan Dan Pengaturan

Kelembagaan Yang Menyebabkan Timbulnya Praktik- Praktik Yang Mengabaikan Kelestarian.

Belum terbentuknya unit pengelolaan di tingkat

tapak

(KPH),

sehingga

terhadap

kegiatan

pengelolaan hutan di lapangan tidak jelas siapa

yang harus bertanggung jawab

(14)

Masa daur HPH yang 20 tahun yang jauh lebih

pendek dibandingkan daur pemanenan yang 35

tahun

menyebabkan

pengelolaan

tidak

memperhatikan

aspek

kelestarian,

karena

pemegang

HPH

tidak

mempunyai

jaminan

penguasaan kawasan untuk periode berikutnya.

(15)

Program pengembangan masyarakat sekitar hutan (PMDH). Kebijakan PMDH dinilai mempunyai banyak kelemahan dan kegagalan. Kebutuhan masyarakat tidak benar-benar digali melalui peran serta dalam perencanaan.

Hak masyarakat yang berkaitan dengan akses terhadap lahan tidak diakui. Masyarakat lokal tidak mempunyai akses untuk memanen kayu secara komersial. Disisi lain HPH (Hak Pengusahaan Hutan) merasa tidak mendapat keuntungan apapun terhadap program tersebut.

(16)

Kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia diawali pada tahun

- 1957 yang ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 1957 (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 169) tentang Penyerahan urusan bidang kehutanan kepada Daerah Swatantra Tingkat I.

(17)

Menurut Nurjana (2005), segera setelah UU tersebut diundangkan, para pemilik modal banyak menanamkan modalnya di Indonesia, paling tidak karena 3 (tiga) daya tarik utama, yaitu:

1. Dari segi bisnis kesempatan untuk berusaha di

Indonesia dipandang sangat menguntungkan,

lantaran kekayaan alam Indonesia yang akan dieksploitasi mempunyai prospek pasar yang dibutuhkan masyarakat internasional.

2. Pemerintah memberikan kemudahan dan fasilitas serta jaminan stabilitas politik dan keamanan bagi investasi modal asing di dalam negeri.

(18)

Maka pemerintah membangun instrumen hukum

teknis dengan pembentukan

UU No. 5 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan

, dan untuk

melaksanakan ketentuan mengenai pengusahaan

hutan yang mendasari kebijakan pemberian

konsesi eksploitasi sumber daya hutan, maka

dikeluarkan

PP No. 21 Tahun 1970 junto PP

No. 18 Tahun 1975 tentang

Hak Pengusahaan

(19)

Berikut daftar beberapa kebijakan / produk hukum

yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan

upaya pengelolaan hutan lestari :

1. UU No.41 Tahun 1999 Kehutanan.

2. UU N0.19 Tahun 2004 Tata Cara Pemberian Ijin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

Kayu pada Hutan Tanaman Industr dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.

3. PP No. 44 Tahun 2004 Perencanaan Kehutanan. 4. PP No. 6 Tahun 2007 Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah.

5. PP No. 38 Tahun 2007 Tata Hutan dan Penyusunan Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.\

6. Permenhut Nomor : 9/Menhut-II/2007 Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan, dan Bagan Kerja Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan

(20)

7. Permenhut Nomor : P.01/Menhut-II/2008 Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga (Renstra-KL) Departemen

Kehutanan.

8. Permenhut Nomor : P.6/ Menhut-II/2007 Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi.

9. Permenhut Nomor : P.16/ Menhut-II/2007 Rencana

Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Primer Hasil Hutan Kayu.

10. Permenhut Nomor : P.19/ Menhut-II/2007 Tata Cara Pemberian Ijin dan Perluasan Areal Kerja Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.

11. Permenhut Nomor : P.20/ Menhut-II/2007 Tata Cara

(21)

12.Permenhut Nomor : P.23/ Menhut-II/2007 Tata

Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil

Hutan Kayu pada Hutan Tanaman pada Hutan

Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman.

13.Permenhut Nomor : P.35/ Menhut-II/2007 Hasil

Hutan Bukan Kayu.

14.Permenhut Nomor : P.40/ Menhut-II/2007

Perubahan Permenhut No : P.6/ Menhut-II/2007.

15.Permenhut Nomor : P.41/ Menhut-II/2007

Perubahan Permenhut No. 9/Menhut-II/2007.

16.Permenhut

Nomor

:

P.6/

Menhut-II/2008

Penyelenggaraan Statistik Kehutanan

(22)

THANKS …

Bandar Lampung 16 Desember 2016

“Bumi memiliki kulit dan kulit yang

memiliki penyakit, salah satu

penyakit yang disebut manusia”

Friedrich Nietzsche

“…Obat dari bahan kimia tidak akan pernah berdiri menguntungkan

dibandingkan dengan produk dari Nature, sel hidup tanaman, hasil akhir dari sinar

matahari, ibu dari semua kehidupan.”

(23)
(24)
(25)
(26)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

4.10 Untuk memastikan wujudnya kesinambungan yang berkesan antara sistem persekolahan rendah dan menengah dengan pengajian tinggi maka kurikulum di peringkat persekolahan

Untuk membuat grafik hubungan sinus dan cosinus, klik pen kemudian drop ke sebelah kanan kotak, kemudian klik pada pen dan pilih pada independent variale t sebagai horisontal dan

[r]

Bila posisi partikel ingin ditentukan dengan tepat berarti amplitudo dari gelombang harus sebesar mungkin ([ ψ] 2 =A 2 ) atau panjang gelombang sekecil mungkin ( λ <<)

Asuransi Jiwasraya (Persero) khususnya Kantor Wilayah Palembang, memposisikan sumber daya manusia sebagai modal utama perusahaan, memberikan dukungan bagi pegawai,

MATA PELAJARAN AL-QUR’AN - HADIST. Bahasa arab