• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB 1.Kasus Posisi

2. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Tanggung jawab dapat diartikan juga dengan bertindak tepat tanpa perlu peringatan. Sedangkan bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan

kepekaan terhadap perasaan orang lain.59 Jadi bertanggung jawab di sini adalah

kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai pengaruh bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Karena menyadari bahwa tindakannya itu berpengaruh terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri maka ia akan berusaha agar tindakan – tindakannya hanya member pengaruh positif terhadap orang lain dari diri sendiri dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain ataupun diri sendiri.

Hans Kelsen dalam bukunya membagi pertanggung jawaban menjadi empat

macam yaitu :60

a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri

59

http://massofa.wordpress.com/2009/02/13/melatih-tanggung-jawab/28 juni 20122 60

Hans Klesen, terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2006, hal.140

b. Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain

c. Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian

d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung

jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Notaris merupakan suatu profesi yang mempunyai tugas berat, sebab ia harus menempatkan pelayanan terhadap masyarakat diatas segala-galanya. Oleh karena rasa tanggungjawab baik secara individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi merupakan suatu hal yang wajib, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada.

Seorang notaris sebagai orang yang independen tidak berpihak kepada siapapun harus mempunyai kecerdasan emosi yang cukup sehingga ia bias memposisikan diri secara benar tatkala berhadapan dengan klien sebagai professional

dan sebagai individu.61

Seorang notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur yang berate bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan notaris. Seorang notaris dalam memberikan pelayanan, harus

61

mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati

nurani.62

1. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang

diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;

2. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Negara dan masyarakat, artinya Negara

telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas Negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu menyimpan segala keterangan atau ucapan yang diberikan dihadapan notaris.

Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang akan timbul dikemudian hari dan bahkan tanggung jawab moril sebagai professional, kalau merugikan pihak lain, notaris harus dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya di muka hukum secara

perdata dan pidana.63

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dirumuskan sebagai berikut : “Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.”64

62

Habib Adjie,Op.Cit.,hal.35 63

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam.html, 28 Juni 2011

64

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan Pasal 1

BPHTB merupakan salah satu pajak objektif65 atau pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Subjek Pajak adalah pribadi/badan, akan tetapi dalam pajak ini orang

pribadi/badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.66 Dengan jelas hal itu

tercantum dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, sebagai berikut :

(1)Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

(2)Subyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini.

Objek Pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB adalah sebagai berikut :

a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemindahan hak

Pemindahan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek pajak BPHTB meliputi :

1. Perolehan hak karena jual beli, yaitu perolehan hak atas tanah dan

bangunan oleh pembeli dari penjual, yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.

2. Perolehan hak karena tukar menukar, yaitu perolehan hak atas tanah dan

bangunan yang diterima oleh seseorang atau suatu badan dari tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai penggantian tanah dan atau bangunan yang diterimanya. Biasanya pada tukar menukar tanah

65

Marihot Pahala Siahaan, Op.Cit.,hal.59 66

dan atau bangunan yang dipertukarkan ditentukan nilainya masing-masing dan dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tukar menukar tersebut.

3. Perolehan hak karena hibah, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan yang diperoleh oleh seseorang penerima hibah yang berasal dari pemberi hibh pada saat pemberi hibah masih hidup. Penerima tanpa perlu memberikan sejumlah uang maupun suatu barang kepada pemberi hibah.

4. Perolehan hak karena hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang

khusus mengenai pemberi hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

5. Perolehan hak karena waris, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan atau bangunan) yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum

lainnya, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan atau dari badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau badan hukum lain tersebut.

7. Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesame pemegang hak bersama.

8. Perolehan hak karena penunjukkan pembeli dalam lelang, yaitu perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan oleh seorang atau badan yang ditetapkan sebagai pemegang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

9. Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan atau bangunan kepada pihak ditentukan dalam putusan hukum menjadi pemilik baru atas tanah dan atau bangunan tersebut.

10.Perolehan hak karena penggabungan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri.

11.Perolehan hak karena peleburan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan telah dilikuidasi.

12.Perolehan hak karena pemekaran usaha, yaitu perolehan hak atas tanah

dan bangunan oleh badan usaha yang baru didirikan yang berasal dari aktiva badan usaha induk yang dimekarkan.

13.Perolehan hak karena hibah, yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan usaha kepada penerima hibah.

b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak baru.

Pemberi hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunannya yang merupakan objek BPHTB meliputi :

1. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan

hak, yaitu pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum yang mana hak atas tanah tersebut dari pelepasan hak.

2. Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak, yaitu

pemberian hak baru dari Negara kepada orang pribadi atau badan hukum

menurut peraturan perundang-undnagan yang berlaku.67

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU BPHTB, yang menjadi subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Wajib Pajak merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Kewajiban pembayaran BPHTB harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat terutangnya pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Kewajiban pembayaran BPHTB adalah kewajiban dari Wajib Pajak dan

bukan kewajiban dari PPAT/Notaris.68 Notaris disini hanya membantu kliennya untuk

menyetorkan pajak BPHTB. Disini Notaris hanya berusaha member pelayanan terbaik bagi kliennya.

Undang-Undang BPHTB memberikan ketentuan yang harus diikuti oleh pejabat yang berwenang dalam penandatanganan perolehan hak atas tanah dan

bangunan69 yaitu :

67

Marihot Pahala Siahaan, Op. Cit.,hal.64 68

Afrizal, Wawancara Notaris/PPAT, Medan 4 Juni 2011 69

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan, Pasal 24

(1) Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB

(2) Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB.

(3) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan

pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

(4) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat

hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris, karena dalam pasal tersebut dikatakan bahwa Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB. Oleh karena itu Notaris disini hanya berperan untuk membantu klien untuk menyetorkan pajak BPHTB. Undnag-undang juga tidak ada mengatur bahwa kewenangan PPAT

untuk mengetahui kebenaran pembayaran BPHTB. 70 Yang memeriksa Dinas Pendapatan Daerah dengan melakukan verifikasi dengan mencocokkan Nomor Surat

Setoran dengan data yang ada.71

Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa dalam kasus tersebut Notaristelah menerima penitipan pembayaran BPHTB dari kliennya untuk disetorkan. Maka berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang BPHTB, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris maka kewajiban pembayaran BPHTB adalah kewajiban dari Wajib Pajak dan bukan kewajiban PPAT/Notaris akan tetapi karena notaris tersebut telah menerima penitipan pembayaran BPHTB tersebut dari kliennya maka Notaris tersebut bertanggung jawab dalam jabatannya untuk menyetorkan pajak BPHTB tersebut karena telah dipercaya oleh kliennya. Oleh karena itu notaris dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada kliennya tetap menghormati dan menjunjung tinggi kode etik profesi dan senantiasa menghayati dan mengingat sumpah jabatannya.

70

Hasil wawancara dengan Afrizal, Notaris/PPAT, Medan, 4 Juni 2011 71

Dokumen terkait