Teknologi Top Working
pada Tanaman Pamelo
Tren produksi jeruk di Indonesia daritahun 2015–2019 mengalami kenaikan yang menggembirakan, yaitu dari 1.856.076 ton/tahun menjadi 2.563.485 ton/tahun, namun demikian tren ini juga diikuti kenaikan impor dari 23.826 ton/tahun menjadi 137.985 ton/tahun dengan rata-rata 0,03% dari total produksi. Jeruk yang diimpor adalah kelompok Mandarin, Sunkist, Orange, dan Lemon (Lukman 2020) jeruk tersebut rata-rata berwarna kuning-oranye.
Untuk mengantisipasi semakin meningkatnya impor, pemerintah telah merancang program pengembangan agribisnis jeruk yang difokuskan pada penambahan areal baru untuk jeruk berwarna kuning dan memantapkan sentra
produksi eksisting penanaman dengan perbaikan kebun, penggantian varietas siam menjadi jeruk berwarna kuning melalui top working dan rehabilitasi. Program pengembangan tanaman jeruk berwarna kuning atau “keprokisasi” lebih ditonjolkan dalam rangka substitusi impor (Kuntarsih 2011). Program ini didukung program Kementerian Pertanian di tahun 2018, yaitu mengembangkan kawasan jeruk seluas 3.000 ha di 28 provinsi setara dengan 1.200.000 – 1.500.000 tanaman (Dirjen Hortikultura 2017 dalam Sugiyatno et al. 2018).
Selain mendorong untuk pengembangan jeruk berwarna kuning, isu pangan fungsional untuk kesehatan tubuh berbasis jeruk
akhir-berkembang di Indonesia. Selain sesuai dengan iklim dan lahan di Indonesia, jeruk ini relatif tahan terhadap serangan CVPD yang merupakan penyakit utama tanaman jeruk yang mematikan sehingga dengan ketahanan ini ada jaminan keberlanjutan tumbuhnya. Sentra utama pamelo berada di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, daerah lain yang telah mengembangkan adalah Jawa Tengah, NTB, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Pamelo dikenal baik di masyarakat karena bentuk dan rasanya yang berbeda dengan jeruk pada umumnya. Terdapat sedikit rasa getir pada buah atau jus karena adanya kandungan flavonoid, utamanya naringin (Chaiwong & Theppakorn 2010). Kandungan flavonoid pada buah pamelo merupakan salah satu daya tarik utama bagi pemerhati pangan fungsional. Uji preklinik pada sel tikus menunjukkan potensi jus pamelo untuk melawan radikal bebas (Badriyah 2014). Keragaman genetik pamelo di Indonesia juga cukup tinggi, lebih dari 24 kultivar pamelo sudah berkembang di masyarakat, namun tidak semuanya bernilai komersial (Anonim 2013). Keragaman karakter morfologi yang sangat jelas ditunjukkan dengan keragaman ukuran buah, warna kulit buah, warna daging buah, dan cita rasa.
Sentra terbesar pamelo berada di Magetan (Jawa Timur) dan Pangkep (Sulawesi Selatan), jeruk ini mampu menjadi sumber pendapatan petani setempat. Berdasarkan perhitungan biaya, penerimaan, dan keuntungan usahatani pamelo dengan discount factor 20% diperoleh hasil B/C 3,9, NVP positif dan persentase IRR melebihi DF yang berlaku, usahatani pamelo sangat menguntungkan dan memenuhi kelayakan investasi di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Taufik et al. 2015). Di Magetan, pamelo
peremajaan sekaligus mengganti dengan varietas yang lebih unggul perlu dilakukan. Dengan penggantian varietas ini diharapkan ada alternatif varietas pamelo lain di daerah tersebut yang dapat dikembangkan dengan lebih baik oleh petani dan bernilai ekonomi tinggi. Salah satu teknologi untuk mengganti varietas tanaman yang ada saat ini dengan varietas baru yang lebih unggul sesuai keinginan pasar adalah top working.
METODE TOP WORKING
Menurut Almqvist & Ekberg (2001), top working adalah penyambungan batang atas juvenile yang dilakukan pada interstock tanaman yang telah berproduksi. Prinsip dasar teknik top working adalah menyambung atau menempel pada batang bawah tanaman yang berupa pohon besar dengan diameter batang bawah antara 5–30 cm (Sugiyatno & Supriyanto 2001; Sugiyatno 2006 dalam Sugiyatno 2013). Supaya tidak menyulitkan pekerjaan, batang bawah yang tua dan terlalu besar sebaiknya tidak digunakan (Hartmann & Kester 1983).
Teknologi top working awalnya banyak diterapkan pada tanaman hias, yaitu pada tanaman beringin, bougenvile, adenium, bunga sepatu, lantana, dan lain-lain, namun saat ini top working sudah diterapkan pada tanaman buah-buahan, yaitu jeruk, alpokat, mangga, durian, manggis, apel, jambu, dan anggur (Sugiyatno 2013). Tanaman buah-buahan akan berproduksi antara 1 sampai 5 tahun setelah top working sesuai dengan jenisnya, dengan kualitas buah yang relatif seragam dalam hal ukuran, bentuk, dan rasa, sesuai induknya dan berproduksi secara kontinyu setiap tahun (Sugiyatno et al. 2013). Penerapan teknologi top working dapat mengatasi masalah polinasi seperti self incompatibility dan tanaman berumah dua, memperbaiki pertumbuhan tanaman, mempercepat pembungaan tanaman
tetapi tidak dapat menyembuhkan tanaman yang sedang sakit (Hartmann & Kester 1983; Ashari 2006; Almqvist & Ekberg 2001).
Teknologi top working dapat dilakukan secara bark grafting/sambung kulit, cleft grafting/sambung celah, shoot grafting/sambung tunas (Sugiyatno 2006 dalam Sugiyatno 2013), side grafting/sambung samping, dan bud grafting/okulasi, masing-masing cara akan memberikan respon yang berbeda pada tanaman. Cara sambung kulit dan okulasi diterapkan pada batang bawah yang kulit batangnya mudah dikelupas (diameter batang <10 cm), sedangkan cara sambung celah diterapkan pada batang bawah yang kulit batangnya susah dikelupas (diameter batang >10 cm).
Pada tanaman pamelo, teknologi top working dilakukan pada tanaman berumur lebih dari 15 tahun dengan diameter batang antara 10–15 cm. Teknik top working yang dapat dilakukan adalah secara sambung kulit, okulasi, dan sambung sisip. Ke tiga cara ini masing-masing punya kelebihan dan kelemahan.
Tahapan Teknik Top Working Tanaman Pamelo
Sambung kulit
• Batang bawah/ranting tanaman dipotong set-inggi antara 50 – 75 cm dari pangkal batang. • Pada bekas potongan tadi dibuat sayatan kulit
ke bawah sepanjang 2 – 3 cm.
• Entris (batang atas) varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dipotong sepanjang 7-10 cm, dengan kedua ujungnya dibentuk meruncing.
• Entris dipertautkan pada batang bawah tanaman dengan membuka sayatan kulit, lalu disisipkan ke dalam.
• Entris yang dipasangkan berjumlah dua atau tiga.
• Untuk memperkuat pertautan antara batang atas dengan batang bawah maka dilakukan pengikatan dengan tali plastik/tali rafia/tali karet.
• Bagian tanaman yang terbuka ditutup dengan lilin.
• Agar tidak terkena sinar matahari secara langsung, tanaman disungkup dengan kertas semen dan kantung plastik.
• Setelah sambungan jadi, kantung sungkup dibuka.
• Kelebihan : mudah dilakukan
• Kelemahan : memerlukan tenaga yang lebih karena harus memotong tanaman terlebih dahulu, boros penggunaan entres
Okulasi
• Antara 50–75 cm dari pangkal batang bawah/ ranting tanaman dibuat sayatan horizontal sepanjang 1,5 cm, kemudian dibuat irisan vertikal ke bawah sepanjang 3 cm sehingga membentuk huruf T.
• Mata tempel sebagai batang atas dari varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) disayat dari kayunya kira-kira sepanjang 1–2 cm dengan mata tempel berada ditengahnya.
• Mata tempel tersebut ditempelkan pada sayatan berbentuk T dan diikat dengan tali
plastik elastis dimulai dari bawah berputar menuju ke atas.
• Setelah 4 minggu, saat kondisi mata tempel masih segar, tali plastik dibuka.
• Untuk merangsang pertumbuhan mata tunas, maka kira-kira 5 cm di atas bidang penempelan dibuat keratan melingkar. • Apabila mata tunas sudah tumbuh subur
mencapai 5 – 10 cm, kemudian batang bawah/ranting tanaman dipotong miring tepat di atas bidang tempelan.
• Kelebihan : mudah dilakukan, tidak perlu memotong tanaman, efisien penggunaan entres
• Kelemahan : terkadang pertumbuhan mata tunas kalah oleh pertumbuhan batang bawahnya sehingga mata tunas terjepit. Sambung sisip
Antara 50–75 cm dari pangkal batang bawah/ranting tanaman dibuat sayatan horizontal sepanjang 1,5 cm, kemudian dibuat irisan vertikal ke bawah sepanjang 3 cm sehingga membentuk huruf T.
• Entris (batang atas) varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dipotong sepanjang 7–10 cm, dengan dibuat meruncing pada kedua ujungnya. • Entris dipertautkan pada batang bawah
tanaman dengan membuka sayatan kulit, lalu disisipkan ke dalam.
• Untuk memperkuat pertautan antara batang atas dengan batang bawah maka dilakukan pengikatan dengan tali plastik/tali rafia/tali karet. Pengikatan sampai entris tertutup semua.
• Satu bulan setelah top working, entris sudah mulai bertunas. 3–5 cm dari atas bidang sambungan batang tanaman dipotong. • Kelebihan : mudah dilakukan, tidak perlu
memotong tanaman
Pengamatan Hasil Top Working
Menurut Ratule et al. (2017) bahwa dari tiga cara top working pada tanaman pamelo masing-masing menghasilkan rata-rata persentase keberhasilan sambungan jadi 58% (sambung kulit), 30% (okulasi), dan 73,33% (sambung sisip). Rendahnya keberhasilan okulasi jadi disebabkan karena materi batang atas pada okulasi hanya berupa satu mata tempel, di mana kandungan nutrisi pada mata tempel tersebut sangat sedikit sehingga tidak mampu untuk mempertahankan hidupnya selama 1 bulan sebelum mata tempel tersebut menempel pada batang bawah tanaman. Sebaliknya, keberhasilan jadi pada top working secara sambung kulit dan sambung sisip lebih tinggi dibandingkan okulasi karena materi batang atas pada kedua cara top working tersebut berupa ranting, di mana kandungan nutrisi di dalam ranting tersebut masih mencukupi untuk mempertahankan hidupnya sampai ranting tersebut menempel pada batang bawah tanaman.
Berdasarkan pengamatan di lapang, untuk memacu pertumbuhan tunas hasil top working secara okulasi dan sambung sisip maka 2 minggu setelah okulasi/sambungan hidup, batang/ranting tanaman harus segera dipotong karena jika tidak dilakukan pemotongan akan mengakibatkan mata tunas dorman dan dapat menyebabkan kematian, aliran nutrisi tidak fokus pada mata tunas tetapi menyebar keseluruh bagian tanaman. Pada
Gambar 3. Tahapan top working secara sambung sisip
top working secara okulasi, banyak dijumpai pertumbuhan mata tunas yang ”terjepit” akibat pertumbuhan tanaman utama yang cukup dominan sehingga untuk tanaman pamelo yang berdiameter batang di atas 10 cm, cara okulasi tidak disarankan.
Sugiyatno (2015) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan top working di lapang, faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilannya adalah sbb. : • Kesehatan tanaman
Semakin sehat tanaman akan semakin meningkatkan keberhasilan sambungan jadi, teknik top working tidak dapat menyembuhkan tanaman yang sakit menjadi sehat.
• Keterampilan pelaksana
Kebiasaan dan keterampilan pelaksana juga sangat menentukan keberhasilan top working Kelengkapan, ketajaman, dan sterilisasi alat Ketajaman dan sterilisasi alat akan
Gambar 4. Pertumbuhan tunas hasil top working secara sambung kulit (kiri), okulasi (tengah) dan sambung sisip (kanan)
menghasilkan irisan/sayatan/luka yang halus dan membebaskan sambungan dari serangan penyakit.
• Cuaca : awal/akhir musim hujan (paling baik) Sambungan jadi yang baik akan diperoleh pada kelembaban 70% dan suhu 270C yang
terjadi pada saat awal musim penghujan atau musim kemarau.
KESIMPULAN
Top working pada tanaman pamelo dapat dilakukan secara sambung kulit, okulasi, dan sambung sisip dengan persentase keberhasilan sambungan jadi berturut-turut 58%, 30%, dan 73,33%
Untuk tanaman pamelo yang berdiameter batang di atas 10 cm maka cara okulasi tidak disarankan.
lapang sehingga dapat tersusunnya tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA
1. Almqvist, C & Ekberg,I 2001,’ Interstock and GA 4/7 effect on flowering after top grafting in Pinus Sslvestris’,Forest Genetick , vol. 8, no.4,pp. 279 – 284.
2. Anonim 2017,’ Jeruk besar, diunduh 20 Februari 2017, <http://distansulsel.info/jeruk-besar/>. 3. Anonim 2013, Jeruk pamelo indonesia potensial
dikembangkan, diunduh tanggal 21 Pebruari 2017, <http://www.medanbisnisdaily.com/news/ read/2013/07/13/40071/jeruk-pamelo-indonesia-potensial-dikembangkan/>.
4. Ashari, S 2006, Hortikultura : aspek budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 57-169.
5. Badriyah 2014,’ The activities of pumelo fruit juice (Citrus maxima var Nambangan), vitamin C and lycopene against hepatotoxicity ochratoxin exposure prevention on induced mice (Mus musculus)’, Journal of Natural Sciences Research vol. 4, no. 17, pp. 141-148.
6. Chaiwong, S& Theppakorn, T 2010,’ Bioactive compounds and antioxidant capacity of pink pummelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) cv.“Thong Dee” in Thailand’, J. ISSAAS , vol. 16, no. 2, pp. 10-16.
7. Hartmann, HT Kester, DE 1983, Plant propagation, principles and practices 4 th, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New York, pp. 199-448.
8. Kuntarsih, S 2011, ‘Program rehabilitasi jeruk keprok’, Prosiding Worshop Rencana Aksi Rehabilitasi Jeruk Keprok Soe yang Berkelanjutan Untuk Substitusi Impor, pp. 8-12 9. Lukman, L 2020, ‘Kebijakan pengembangan
jeruk nasional’, Makalah Webinar Tantangan dan Peluang Agribisnis Jeruk di Masa dan Pasca Pendemik Covid-19, Batu 10 Juni 2020, p. 28 .
12. Sugiyatno, A & Supriyanto, A 2001, ‘Teknologi sambung dini dan penyambungan pohon dewasa pada tanaman apokat’, Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian, p. 89-90
13. Sugiyatno, A 2013, Teknologi top working pada tanaman jeruk,’ Majalah Iptek Hortikultura, No 9 Agustus 2013, p. 7.
14. Sugiyatno, A, Setyobudi, L, Maghfoer, MD & Supriyanto, A 2013, ‘Respon pertumbuhan tanaman jeruk keprok Batu 55 pada beberapa interstock melalui metode top working’, J. Hort., vol. 23, no. 4. pp329-338.
15. Sugiyatno, A 2015, ‘Teknologi top working tanaman apokat dan jeruk’, Makalah Pelatihan Budidaya Tanaman Jeruk dan Apokat di Tulungagung, p.4.
16. Sugiyatno, A 2018, ‘Pemeliharaan 180.000 benih sebar untuk percepatan diseminasi vub jeruk bebas penyakit’, Laporan Akhir Kegiatan APBN Balai Penelitin anaman Jeruk dan Buah Subtropika, P. 21.
17. Taufik, M, Ruchjaniningsih & Thamrin, M 2015, Pemupukan NPK dan kelayakan usahatani jeruk pamelo di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan’, Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, vol. 18, no.2, Juli 2015, pp. 181-193 18. Tsai, HL, Chang, SKC & Chang, SJ 2007,
‘Antioxidant content and free radical scavenging ability of fresh red pummelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) juice and freeze-dried products’, J. Agric. Food Chem., vol. 55, no.8, pp. 2867–2872. Abstr.
Agus Sugiyatno dan M. Taufiq Ratule Balai Penelitian Tanaman Jeruk
dan Buah Subtropika Jln. Raya Tlekung no. 1, Junrejo, Batu, Jawa Timur. Indonesia P.O Box 22 Batu (65301) E-mail: [email protected]