ESSENSI PENGGUNAAN LEVELLING DAN
RETARDER AGENT TERHADAP KUALITAS HASIL
PEWARNAAN KAIN CDP • POLIESTER
DENGAN ZAT WARNA DISPERSI • RATION
JSlMIal
'•'••I'M.*
&li
h &,*!-:: :;>'••••• •• a n FAK. TPK m • .! RV^S' ^ UNIVERSl1'"'- i i i - ^ INDONESIA YOGYaKaRTa SKRIPSI Oleh : ELINAWATI No. Mhs. : 93 320 111 NIRM : 930051013102220109KONSENTRASI TEKNOLOGI TEKSTIL JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTR! UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
ESSENSI PENGGUNAAN LEVELLING DAN
RETARDER AGENT TERHADAP KUALITAS HASIL
PEWARNAAN KAIN CDP - POLIESTER
DENGAN ZAT WARNA DISPERSI - KATION
SKRIPSI
-Qiperta^ankan (Vi Depan Sidang PengHJi seSagai Salal? Satu tyarat Memperoleb
Gelar Sarjayia Komentrasi Teknologi Tefotif Jurusan Tekn'k Kiwik
Oleh :
No.Mhs. : 93 320111
NIRM : 930051013102220109
KONSENTRASI TEKNOLOGI TEKSTIL
JURUSAN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 1998
Skripsi dengan judul:
Essensi Pengunaan Levelling dan Retarder Agent Terhadap Kualitas Hasil
Pewamaan Kain CDP - Poliester Dengan Zat Warna Dispersi - Kation
telah disyahkan dan disetujui untuk Dipertahankan Pada Sidang Penguji Pada
Tanggal26juni 1998
Menyetujui Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Telah Dipertahankan di Depan Sidang Penguji sebagai
Salah Satu Svarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi industri
Universitas Islam Indonesia
Hari Tanggal Team Penguji Rabu 1 juli 1998 DR.IR.HJ.Indah MZ, MSC Ketua IR. Gumboio HS, MSC Anggota I
DRS.IR. Faisal RM, MS1E Anggota II Mengetahui, Teknologi industri Uam Indonesia fSuharno Rusdi ) Tanda Tangan
v
Sesungguhnyabeserta kesulitan ada kemudahan
Sebab itu apabila engkau mempunyai waktu, bekerja keraslah.
Dan kepada Tuhanmu, tunjukanlah pengharapan.
(Al - Insyirah 6-8)
v
Kehidupan Dunia itu hanyalah permamanan.
Maka jadikanlah setiap perbuatanmu untuk selalu bersyukur
dan beribadah kepada Allah SWT, niscaya kamu akan mengerti hakekat
sebagai hamba Allah SWT
n a n a ' e r s e m b a h a n
Skripsi ini kepersembahkan kepada :
V Bapak dan ibunda tercinta yang selalu tulus berdoa dan
sebagai pelita yang selalu menerangi hidupku dan
menjadi semagatku dalam meraih cita-cita
V Linda, Taufik , Ecka serta nenek tersayang yang tiada
kentinya selalu berdoa untuk keberkasilanku
V Mas Rulyartanto yang selalu menemani dalam suka dan
Alhamdullilahirobil'alamin, segala puji syukur kita panjatkan kehadirat
illahi robbi yang telah memberikan iman, islam, rahmat dan hidayahnya kepada
seluruh umat manusia yang mengakui dengan tawadhu, tadharu, dan rasa ikhlas
dari hati nurani yang hakiki.Hanya rasa syukur kehadirat Allah SWT yang pantas saya ucapkan
dengan rendah diri, untuk mengawali langkah dalam menyusun skripsi ini,
sehingga dengan nikmat yang diberikan panulis dapat menyelesaikannya
walaupun banyak sekali kekurangan - kekurangan yang perlu dibenahi.
Skripsi ini tersusun dari hasil penelitian pada departeman Suiting di PT
Texmaco Jaya dengan judul " Essensi Penggunaan Levelling dan Retarder Agent
Terhadap Kualitas Hasil Pewarnaan Kain CDP - Poliester Dengan Zat Warna
Dispersi -Kation ".Besar harapan penulis dengan adanya skripsi ini dapat menambah
wawasan dan referensi bagi dunia akademik khususnya.
Akhirnya
Penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan, bimbingan serta
dorongan yang tak putus-putusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Pimpinan FTI beserta Staff Fakultas Teknologi Industri Umversitas
Islam Indonesia Yogyakarta.2. Ibu DR.HJ. Indah MZ, MSC selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
2. Bapak Rama Tamara Putra selaku Manager Office Texmaco Jaya beserta
keluarga yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil.
3. Bapak Suhendar Wijaya selaku Pimpinan Departeman Suiting beserta staff PT
Texmaco Jaya Pemalang.
4. Keluarga teratai 8, keluarga LA (lodadi atas), Keluarga Wedomartani, Yessy,
Rahma, Ivon, Nina, Ira, Alin,, May, Iyon, makasih atas dorongannya.
5. Teman - teman Tekstil 93 yang senasib dan sepenanggungan.
Akhirnya tiada ungkapan dan balasan yang berarti yang dapat penulis
berikan selain doa kehadirat Illahi Robbi atas segala amal baik dan jasa yang
diberikan.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR x.ii
DAFTAR TABEL xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1
l.l.LatarbelakangMasalah 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 4
1.4. Tujuan & Manfaat Penelitian 5
1.4.1. Tujuan Penelitian 5
1.4.2. Manfaat penelitian 5
1.5. Tempat Penelitian 5
BAB II. Teori Pendekatan 6
2.1. Serat Poliester 6
2.1.1. Pembuatan Serat Poliester 7
2.1.2. Sifat Fisika Poliester 10
2.1.3. Sifat kimia Poliester 13
2.1.4. Morfologi Serat Poliester 14
2.2. Serat Cationic dyable Poliester (CDP) 15
2.2.1 Pembuatan Serat CDP 15
2.2.2. Sifat Fisika CDP 16
2.2.3. Sifat Kimia CDP 17
2.2.4. Marfologi Serat CDP 17
2.3. Kain Amy 18
2.3.1. Pembuatan Kain Amy 18
2.3.2. Pencelupan Kain AMY 20
2.4. Zat WarnaDispersi 22
2.4.1. Karakteristik zat warna dispersi 22 2.4.2. Struktur Kimia Zat Warna Dispersi 23 2.4.3. Sistim Pewarnaan Zat Warna Dispersi 25 2.4.4. Mekanisme Pencelupan Zat Warna Dispersi 27
2.5.Zat Warna kation 28
2.5.1. Karakteristik Zat Warna Kation 29
2.5.2. Struktur Zat Warna Kation 28
2.5.3. Sifat Zat Warna Kation 32
2.6 Zat- Zat pembantu 32
2.6.1. Leveling Agent 33
2.6.1.1. Karakteristik Leveling 34
2.6.2. Retarder Agent 34
2.6.2.1. Karekteristik Zar Retarder 35
2.7. Pencelupan 36
2.7.1 Pengertian 36
2.7.2 .Pencelupan Serat Poliester Dengan Zat Warna Dispersi 37
2.7.2.1. Mekanisme Pencelupan 37
2.7.2.2. Metode Pencelupan 38
2.7.3. Pencelupan Serat CDP Dengan Zat Warna Kation 39
2.7.3.1. Mekanisme Pencelupan 39
2.7.3.2. Metode Pencelupan 41
2.7.4. Pencelupan Kain AMY dengan Zat Warna Kation dan
Dispersi Secara Simultan 41
3.1.2. Bahan Yang Digunakan 44
3.1.3. Zat Kimia 46
3.1.3.1. Zat Warna 46
3.1.3.2. Zat Kimia Pembantu 46
3.1.4. Peralatan Yang Digunakan 47
3.1.5. Resep Percobaan 47
3.1.6. Metode Percobaan 48
3.1.6.1. Persiapan Proses Pewarnaan 48
3.1.6.2. Prosedur Pengerjaan 49
3.2. Evaluasi Data Percobaan 50
3.2.1. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian 50 3.2.2. Pengujian Warna Terserap (K / S) 51 3.2.3. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan 53
3.2.4. Pengujian Kerataan Warna 55
3.2.5. Pengujian Ketahanan Jebol Kain 56
3.3. Teknik Analisa Data 57
3.4. Bagan Alir Penelitian 64
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 65
4.1. Hasil Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian 65 4.2. Hasil Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan 67 4.3. Hasil Pengujian Ketuaan Warna (Warna Terserap K / S) 71
4.4. Hasil Pengujian Kerataan Warna 76
4.5. Hasil Pengujian Ketahanan Jebol Kain 77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 81
5.1. Kesimpulan 81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Kimia Poliester
6
Gambar 2.2. Reaksi Pembentukan Asam Tereftalat dan Dimetil Tereftalat
7
Gambar 2.3. Reaksi Etilen Glikol
8
Gambar 2.4. Proses Pembuatan Serat Poliester
9
Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan Dacron
9
Gambar 2.6. Reaksi Pembentuikan Terylene
1°
Gambar 2.7. Penampang Serat Poliester
14
Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan CDP 15
Gambar 2.9. Morfologi Serat CDP
I8
Gambar 2.10. Struktur Kimia Zat Warna Dispersi 25
Gambar 2.11. Ikatan Hidrogen Zat Warna Dispersi
28
Gambar 2.12. Ikatan Dua Kutub Zat Warna Dispersi 29 Gambar 2.13. Reaksi Pembentukan Garam Pada Zat Warna Kation 30Gambar 2.14. Struktur Kimia Zat Warna Kation 32
Gambar 2.15. Ikatan Hidrogen AntaraZat Warna Dispersi Dengan Serat
Poliester 39
Gambar 2.16. Reaksi SeratCDP dengan Molekul Zat Warna Kation 41 Gambar 2.17. Reaksi Polimer Kondensasi Silicone 42
Gambar 3.4 Bagan Alir. Penelitian
64
Gambar 4.1. Grafik Hubungan K / S Sampel Berwarna Dengan Panjang
Gelombang
72
Gambar 4.2( a) Grafik Hubungan Antara K / S Bahan Bewarna dengan Konsentrasi
karena dua jenis zat warna yang digunakan sekaligus terhadap dua jenis
material yang juga agak berbeda sifat atau karekteristiknya.Oleh karena itu pemakaiaan jenis zat pembantu seperti levelling dan
retarder agent yang seharusnya ditambahkan pada proses pencelupannya perlu
ditentukan dengan pasti agar proses pewarnaan berlangsung efektif dan hasil
pewarnaan berkualitas baik.Untuk itu sebagai variabel penentu pada penelitian
ini, ditetapkan dengan mamvariasikan konsentrasi levelling dan retarder agent
dengan interval ± 0,5 cc/lt, sementara metode pewarnaannya mengikuti
prosedur yang telah disetting pabrik.
Sampel ( contoh uji ) selanjutnya di evaluasi dengan menggunakan beberapa metode pengujian : daya tahan luntur warna terhadap pencucian, daya tahan gosok, kerataan warna, zat warna terserap ( K/S ) dan kekuatan
terhadap jebol kain / kekuatan sobek.
Hasil evaluasi pengujian menunjukkan bahwa pemakaiaan levelling agent dan retarder agent ( leophen RDK 480 dan leophen CDK ) secara simultan ( bersama -sama ) pada kain CDP - poliester ternyata sangat efektif untuk menaikkan kualitas,baik dari nilai kekuatan terhadap jebol/ sobek kain,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan dibidang teknologi pembuatan kain akhir-akhir ini
banyak diproduksi kain campuran ( blend ), baik itu campuran antara serat alam dengan serat alam ataupun serat alam dengan serat buatan. Pembuatan kain campuran tersebut bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat kain tertentu yang sesuai dengan keinginan konsumen. Teknik pencampuran serat juga dimaksudkan untuk memperoleh hasil pewarnaan yang bervariasi ( lebih dari satu warna ), tergantung pada jenis serat yang dicampur dan jenis zat warna yang digunakan.
Pada umumnya serat poliester dicelup dengan zat warna dispersi. Melihat kenyataan tersebut maka beberapa ahli tekstil telah mengembangkan suatu modifikasi serat poliester yang dikenal dengan nama Cationic dyable poliester fibre, untuk memperoleh hasil pewarnaan yang lebih efektif dan efisien.
Fakta menyatakan bahwa serat CDP selain dapat dicelup dengan zat warna dispersi juga dapat dicelup dengan zat warna basa ( zw kation ). Hal ini karena molekul serat cationic dyable poliester mengandung gugus sulfonat ( garam sulfonat ) pada molekul polietilena tereftalat sebesar kira-kira 2%-3% molar [ 5 ].
Kain suiting adalah salah satu bahan tekstil yang bahan bakunya berupa serat poliester. Kain suiting biasanya digunakan untuk pakaian pria seperti celana
paling khas adalah kain Amy yang terbuatdari campuran benang filamen poliester
dan cationic dyable poliester (CDP).
Pemilihan zat wama dispersi yang tepat pada pencelupan serat CDP adalah penting karena berpengaruh pada sifat tahan cuci dan tahan sinar yang baik, sedangkan pemakaian zat warna kation berpengaruh dalam menambah kecerahan warnanya. Oleh karena itu kondisi pencelupan kain poliester - CDP dengan zat warna dispersi dan zat warna kation termasuk zat kimia pembantu yang digunakan perlu diperhatikan dengan cermat, karena dalam larutan celup digunakan dua macam zat warna yang sifat kimia dan fungsinya berbeda, karena hal ini dimungkinkan akan mengganggu keseimbangan sistem pencelupan. Penggunaan zat pembantu seperti "leveling agent" dan "retarder agent" pada pencelupan kain amy sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pewarnaan seperti kerataan dan ketuaan warna. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil pewarnaan dengan kualitas baik maka perlu diatur prosentase penggunaan "leveling agent" dan "retarder agent". Jika pemakaian leveling agent tidak sesuai sebagaimana ditunjukkan oleh fakta yang selama ini ada yaitu bahwa cacat yang sering terjadi pada hasil pencelupan kain amy dengan zat warna dispersi dan zat warna kation adalah adanya "efek belang, flek, dan memberi kesan warna kain hasil celupan tidak rata". Leveling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah leophen RD 480 yang berfungsi untuk mengontrol afinitas zat warna pada saat proses pencelupan. Sedangkan retarder agent yang dipakai adalah Leophen
CDK yang berfungsi sebagai penghalang agar tidak terjadi reaksi antara zat warna
dispersi dan zat warna kation.
Penelitian yang pernah dilakukan pada kain campuran poliester dan cationic dyable poliester ( CDP ) pada saat ini hanya terbatas pada pembahasan
masalah suhu dan konsentrasi zat warna. Kedua masalah tersebut berpengaruh
terhadap proses pencelupan, tetapi berdasarkan fakta yang ada bahwa hasil
penelitian tersebut masih sering menghasilkan kain yang kualitasnya kurang baik,
maka peneliti (penulis) merasa perlu untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan penekanan fokus pada fungsi atau essensi leveling dan retarder agent terhadap kualitas hasil pewarnaan kain CDP dengan zat warna dispersi dan zat
warna kation secara simultan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini pada dasarnya mengangkat masalah proses pencelupan kain campuran poliester - cationic dyable poliester ( CDP ), dengan penekanan
pembahasan masalah pada fungsi zat retarder dan levelling agent untuk
melimitasi efek belang yang biasa timbul pada hasil celupan. Oleh karena itu dua variabel penentu ( sebagai kontrol ) hasil pewarnaan pada penelitian ini adalah menentukan proporsi konsentrasi zat pembantu "leveling agent dan retarder
agent" sekaligus menentukan metode / sistem pemakaiannya ( digunakan
tersendiri antara levelling dan retarder agent atau digunakan secara bersama-sama
: 0,05 cc/lt; 0,4 cc/lt; 0,8 cc/lt; 1,5 cc/lt; 2,0 cc/lt.
Jenis pengujian untuk menganalisa kualitas hasil pewarnaan meliputi antara lain : - Pengujian ketahanan luntur warnaterhadap pencucian (JIS 0844 A-6) - Pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan (JIS 0849 Type 1)
- Pengujian ketuaan warna ( Warna terserap K/S ) - Pengujian kerataan warna secara subyektif - Penguj ian kekuatan j ebol kain
1.3. Batasan Masalah
Masalah sistem pewarnaan pada kain poliester - CDP melibatkan
beberapa macam variabel ( suhu, konsentrasi, zat pembantu, dan efek dimensi
serat ). Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya dibatasi pada efek zat
pembantu yang merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas ketuaan
dan kerataan warna kain hasil pewarnaan. Jenis levelling agent yang digunakan adalah Leophen RDK 480 dan Leophen CDK , sementara jenis karakteristik kain amy yang digunakan hanya satu jenis (lihat sub-bab 3.1.2.).
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sejauh mana efek pemakaian "leveling dan retarder agent" terhadap keratan warna pada pencelupan kain amy.
b. Untuk menentukan konsentrasi pemakaian leveling dan retarder agent yang tepat agar diperoleh hasil pencelupan yang berkualitas baik.
c. Untuk menentukan adanya penyimpangan yang terjadi pada proses pencelupan.
1.4.2. Manfaat Penelitian
a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha menekan tingkat re-proses ( proses ulang ) khususnya pada pencelupan kain amy dengan zat warna dispersi dan zat warna kation yang biasanya menimbulkan cacat pada hasil celupannya seperti efek belang,
flek, dan warna tidak rata.
b. Sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan teknologi tekstil khususnya dibidang pewarnaan.
1.5. TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di laboratorium pewarnaanpada Departemen SuitingPT TEXMACO JAYA Beiji - Pemalang - Jawa Tengah.
2.1. SERAT POLIESTER
Serat poliester pertama kali ditemukan oleh Carothers yang kemudian
dikembangkan oleh J.R Whifield dan J.T Dickson dari Colico Printers
Association [8]. Pengembangan lebih lanjut dilakukan oleh perusahaan Inggris yaitu Chemical Industries Ltd yang memproduksi poliester dengan nama Terylene, sedangkan Du Pont di Amerika memproduksi poliester pada tahun
1953 dengan nama Dacron berdasarkan patent dari Inggris. Eastman Chemical
industries bekerja sama dengan tennesse Eastman Company memproduksi serat poliester dengan nama Kodel. Setelah itu Celanese Corporation mendapat lisensi
untuk menggunakan patent Du Pont dengan nama Vycron [ 8 ].
Serat poliester merupakan serat sintetik yang terbentuk atas dasar reaksi antara etilena glikol dengan asam tereftalat atau dimetil tereftalat. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:
HO (CH2)2OOC
0
COO[(CH2)]200Cfpj>i COO]n(CH2)2OH
Gambar 2.1 : Strukturmolekul serat poliester [ 8 ].2.1.1. Proses Pembuatan Serat Poliester [ 8 ]
Serat poliester di buat dari hasil reaksi antara asam tereftalat dan etilena
glikol dengan cara reaksi polimerisasi kondensasi. Asam tereftalat dibuat dari para -xilena yang merupakan bagian dari destilasi minyak bumi yang harus bebas
dari isomer meta dan orto. Pemisahan dilakukan dengan cara kristalisasi, p
-xilena pada suhu 13 °C Setelah itu dilakukan oksidasi dengan asam nitrat sebagai oksidator pada suhu 220° C dan tekanan 30 atmosfir sehingga merubah
p-xilena menjadi asam tereftalat. Asam tereftalat yang terbentuk dapat langsung diesterkan dengan etilen glikol atau dapat dirubah lebih dahulu menjadi dimetil tereftalat dengan cara pengesteran langsung asam tereftalat dengan dimetil
alkohol. Reaksi pembentukannya adalah :
CH3 COOH COOCH3
minyaktanah -•
\C)\ HNO3V [(~\) CH3OH v fC\
CH3 COOH COOCH3
p- xilena asam dimetil tereftalat tereftalat
Gambar 2.2 : Reaksi pembentukan Asam tereftalat dan Dimetil Tereftalat [ 8 ]
Etilena Glikol adalah hasil hidrasi dari etilena oksida. Etilena oksida
terbuat dari etilen yang berasal dari penguraian minyak tanah yang dioksidasi
Etilena Etilena oksida Etilena glikol
Gambar 2.3 : Reaksi Pembuatan Etilen Glikol [ 8 ]
Asam tereftalat dan etilen glikol di polimerisasikan dalam tempat hampa udara menggunakan suhu tinggi yaitu 270 °C - 290 °C. Hasil polimer dalam bentuk bubur, di dorong keluar melalui spineret berlubang halus, berbentuk pita panjang, kemudian dipotong-potong dalam bentuk serpih-serpih ( chips ) kemudian dikeringkan. Serpih-serpih tersebut selanjutnya di pintal dengan cara pemintalan leleh. Dengan cara ini polimer poliester disuapkan dengan kecepatan dan tekanan tetap melalui lubang spineret, tegak lurus kebawah dan dengan proses pendinginaan segera memadat. Filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan panas sampai lima kali panjang semula, kecuali filamen yang kasar ditarik dalam keadaan dingin. Jika hendak dibuat stapel, filamennya dibuat keriting kemudian dipotong-potong dengan panjang tertentu. Proses pembuatan serat poliester ditunjukan pada Gambar 2.4. berikut:
|p-Xylene Dimethyl terepothotatefcwr Ethylene glyco' _J_, tefVohthalate ^_T__te^t£o. Spinning head Ethylene ^S^vac; _Stao)e_Gbre
Gambar 2.3. : Proses Pembuatan Serat Poliester [ 5 ]
Secara umum, reaksi pembuatan poliester dapat digambarkan dengan contoh
reaksi pembuatan dacron atau terylene sebagai berikut :
a. Cara pembentukan serat poliester yang pertama adalah reaksi kondensasi
asam tereftalat dengan etilena glikol menjadi polietilena tereftalat.
HO
nHOOC—( OVcOOH +nHO(CH2)2OH
Asam tereftalat
Etilena glikol
~OC ~\Oj- COO(CH2)20—
H (2n-l)H20 Dacronb. Cara yang kedua adalah reaksi pertukaran ester (ester exchange) atau
polimerisasi dari dimetil ester asam tereftalat dengan etilena glikol , yang reaksinya sebagai berikut:
nCH3OOC -( O /~COOCH3 + nHO(CH2)2OH .
CH30
OC ~\ O VcOO(CH2)20-
H+ (2n-l)CH30H
Terylene
Gambar 2.6. : Reaksi pembentukan terylene [ 8 ]
Cara kedua ini dimaksudkan untuk mendapatkan polietilena tereftalat
yang lebih murni, karena pemumian dimetil tereftalat lebih mudah dilakukan dari
pada pemumian asam tereftalat. Pemumian dimetil tereftalat dilakukan dengan jalan destilasi dan kristalisasi. Kedua sintesa diatas pada hakikatnya
menghasilkan bentuk serat yang sama, perbedaannya hanya pada struktur molekul
ujungnya. Pada dacron merupakan gugus karboksilat, sedangkan pada terylene adalah gugus ester.
2.1.2. Sifat Fisika Serat Poliester [ 8 ]
a. Kekuatan dan Mulur
Serat poliester termasuk serat yang kekuatannya tinggi. Kekuatan dan mulur saat kering dan basah adalah sama. Kekuatan terendah adalah 2,5 g/d, sedangkan kekuatan tertinggi adalah 9,5 g/d. Jenis terylene mempunyai kekuatan
11
antara 4,5 g/d - 7,5 g/d dan mulumya 2,5 % - 7,5 %, sedangkan jenis dacron memiliki kekuatan antara 4,0 g/d - 6,9 g/d dan mulumya antara 40 % -11%.
b. Modulus
Modulus awal serat poliester adalah tinggi, sehingga pada tegangan kecil
(didalam penggulungan) tidak akan mulur. Pada pembebanan 0,9 g/d poliester
hanya mulur 1 %, sedang pembebanan 1,75 g/d hanya mulur 2 %.
c. Kandungan air
Serat poliester mempunyai sifat higroskopis yang sangat rendah. Sifat ini
tidak menguntungkan dalam proses pewarnaan.
Dalam kondisi RH 65 ± 1% dan suhu 27°C ± 2°C, moisture regain (MR)
poliester sebesar 0,4 % sedang pada kelembaban relatif (RH) 100%, moisture
regainnya hanya 0,6% - 0,8 %.
d. Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehingga kain poliester tahan
kusut. Jika benang poliester di tarik kemudian dilepas, pemulihan yang terjadi
dalam satu menit adalah sebagai berikut:
Penarikan 2% pulih 97 %
Penarikan 4% pulih 90%
Penarikan 8% pulih 80%
pada kelembaban biasa kemantapan bentuk serat poliester 2-3 kali lebih tinggi
e. Berat Jenis
Serat poliester mempunyai berat jenis 1,38 g/cnr Berat jenis ini
mendekati berat jenis wol dan serat asetat.
f. Pengaruh panas
- Tahan sinar dan titik leleh
Pada umumnya poliester meleleh pada suhu ± 250 °C. Kekuatan serat poliester
akan berkurang jika dilakukan penyinaran yang lama, hal ini sesuai dengan sifat
poliester yang termoplastik. Tetapi untuk ketahanan sinarnya masih cukup baik,
terbukti dengan tidak menguningnya serat poliester pada suhu tinggi.
- Mengkeret
Serat poliester apabila direndam dalam air mendidih akan mengkeret. Untuk
jenis dacron pada perendaman selama 70 menit di air mendidih akan mengkeret
10% - 14%, sedangkan terylene mengkeret sampai 7% atau lebih. Tetapi apabila
kam poliester telah di heat - set, maka didalam air mendidih ataupun
pelarut-pelarut untuk pencucian kering tidak akan mengkeret.
g. Pemantapan panas ( Heat- set)
Proses pemantapan panas yang diperlukan pada serat poliester yaitu
pemanasan pada suhu 200 °C - 220 °C dengan diikuti sedikit penarikan selama
kurang lebih 1 menit. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kain yang tidak
13
h. Elektrostatik
Serat poliester berkecenderungan untuk menimbulkan elektrostatik. sifat
ini dapat dikurangi dengan cara mencampurkan serat kapas.
2.1.3. Sifat kimia serat poliester [ 8 ]
a. Ketahanan terhadap alkali
Serat poliester tahan terhadap alkali lemah pada suhu kamar, tetapi
apabila suhu dinaikan lebih dari 100 °C dalam waktu yang agak lama, kekuatan
akan menurun. Sebaliknya, poliester tidak tahan terhadap alkali kuat. Hal ini di
pengaruhi oleh kondisi pengerjaannya seperti waktu dan suhu, disamping juga
dipengaruhi oleh pemakaiaan konsentrasi alkali. b. Ketahanan terhadap asam
Ketahanan poliester terhadap asam lemah cukup baik, meskipun dalam
suhu mendidihdan tahan terhadap asam kuat pada suhu dingin.
c. Ketahanan terhadap zat penggelembung
Serat poliester akan menggelembung dalam larutan asam benzoat 2 %,
asam salisilat, fenol, dan metakresol dalam air.
d. Ketahanan terhadap zat oksidasi dan reduksi
Serat poliester umumnya tahan dan kekuatannya hampir tidak menurun
meskipun dikeijakan dalam lamtan zat reduktor dengan suhu tinggi dan waktu
2.2. Serat Cationic Dyable Poliester ( CDP ) [ 1 |
2.2.1. Pembuatan
Serat cationic dyable poliester dibuat dari unit poliester ( asam tereftalat
+ etilena glikol) dan Natrium Sulphoisopthalic. Reaksi pembentukannya dapat
ditulis sebagai berikut:
O O
HO -c/Oy-C - OH + HO CH2 CH2
OH O OHO-C-( (J )~ C- OCH, CH2 - OH + H20
(Poliester) HO O O O HO-Co
•C-OH SO~3 Na" (Natrium sulphoisoptahlic) OcY 0 V C- OCH2 CH2 - O- C
o
O SO," Na OHGambar 2.8 : Reaksi pembentukan seratCDP [ 1 ]
Serat cationic dyable poliester pada umumnya dibuat untuk berbagai
macam keperiuan dengan tujuan memanfaatkan sifat-sifat utama dan nilai lebih
(added value) dari serat, seperti sifat kecerahan wama (setelah mengalami proses
2.2.2. Sifat Fisika Serat Cationic Dyable Poliester. a. Kekuatan dan Pcrpanjangan
Nilai kekuatan serat cationic dyable poliester antara 3,2 g/d sampai 4,5 g/d, dan perpanjangan saat putus antara 30% sampai 45% tergantung jenisnya.
b. Mengkeret
Pada umumnya nilai mengkeret serat cationic dyable poliester antara 3,0 sampai 5,0.
c. Kilau
Kilau serat cationic dyable poliester termasuk lebih baik dibanding dengan serat poliester. Hal ini juga mcmpengaruhi perlakuaan pada proses pewarnaan dan tentu saja hasilnya. Serat CDP yang dicelup dengan zat wama kation akan bertambah kecerahannya disebabkan adanya kontribusi gugus
sulfonat.
d. Efek Fluff ( berbulu )
Pada umumnya serat CDP menpunyai "Fluff yang agak besar. Munculnya fluff disebabkan karena adanya pengaruh listrik statik yang besar pada proses pembuatannya. Oleh karena itu untuk menambah kelicinan benang dengan menggunakan lilin dan perlu penanganan yang lebih cermat untuk menghindari terjadinya masalah (seperti putus benang) pada proses pertenunan.
e. Anti Pilling
Nilai anti pilling serat CDP relatif lebih baik dibanding dengan serat sintetik lainnya. Sehingga jenis serat ini digunakan secara lebih luas untuk
membuat bahan sandang. Sifat anti pilling pada serat CDP ini tercermin pada nilai kehalusan seratnya yang termasuk sangat baik.
2.2.3. Sifat Kimia Serat Cationic Dyable poliester (CDP)
a. Ketahanan terhadap asam
Serat CDP lebih peka terhadap asam dari pada poliester, sehingga suhu pencelupan yang lebih tinggi dan pH 3 hams dihindari.
b. Ketahanan terhadap alkali
Serat CDP mudah sekali terpengaruh oleh alkali. Maka dari itu
penanganan proses terutama pada suhu tinggi memerlukan tindakan yang cukup hati-hati, karena akan mengakibatkan pengurangan kekuatan dan
penggelembungan serat yang berlebihan.
2.2.4. Morfologi serat cationic dyable poliester (CDP)
Penampang lintang serat cationic dyable poliester lintang berbentuk segitiga seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
-xttViX
melintang membujur
Gambar 2.9:Penampang Melintang dan Membujur Serat Cationic
Dyable Poliester [ 3]
18
2.3. Kain Amy
2.3.1. Pembuatan kain Amy
Secara prinsip kain amy terbuat dari campuran filamen poliester dan
cationic dyable poliester. Pembuatan kain campuran ini dimaksudkan untuk
memperoleh kain dengan sifat-sifat tertentu. Pencampuran serat poliester dengan
serat CDP tujuan utamanya adalah memperoleh kain dengan sifat yang lebih baik
dari sifat masing-masing serat penyusunnya, ( poliester 100 % )terutama dalam
penggunaannya sebagai bahan sandang. Kain campuran poliester dengan serat
CDP ini dikenal dengan nama kain Amy. Kain campuran ini menghasilkan kain
yang mempunyai sifat saling memperbaiki antara serat penyusunnya sehingga
diperoleh kain dengan sifat baru. Sifat baru dari kain amy di pengaruhi oleh prosentase campuran penyusunnya misalnya pada kain amy tersebut serat poliesternya lebih banyak, maka akan diperoleh kain amy dengan sifat tahan kusut
yang lebih baik. Demikian juga bila serat CDP nya lebih banyak maka akan diperoleh kain amy dengan kecerahan wama yang lebih baik.
Pada hasil pencelupan kain amy timbul suatu efek yang disebut dengan efek two tone. Timbulnya efek two tone dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : - Salah satu seratnya dapat menyerap dua jenis zat wama sekaligus.
- Pada sistem pencelupannya menggunakan sistem simultan, yaitu pencelupan yang dalam satu lamtan celupnya mengandung dua jenis zat wama.
Apabila dilakukan dengan pencelupan dua tahap, maka efek two tone
tidak akan timbul atau sering disebut solid, karena pada pencelupan tahap
pertama dimungkinkan serat sudah mengalami kejenuhan dalam menyerap salah satu zat wamanya dan untuk pencelupan tahap keduanya hanya bersifat
menguatkan wamanya sehingga kenampaan hasil celupannya hanya satu wama (tidak dua wama). Efek two tone dapat dibuat melalui pencelupan pada benangnya atau pada pencelupan dalam bentuk kain. Untuk efek two tone yang dibuat melalui pencelupan benang produksinya disebut "dope dyed two tone yam". Jenis efek two dalam bentuk benang ini biasa dipakai untuk kain dengan tujuan pola-pola tertentuberdasarkan pengaruh wama benang yang dihasilkan dan biasanya tidak merata pada permukaan kain. Sedang efek two tone yang dibuat melalui pencelupan dalam bentuk kain, biasanya bentuk two tonenya merata pada
seluruh permukaan kain.
Prinsip terjadinya efek two tone pada kain amy adalah karena adanya perbedaan reaktifitas penyerapan zat wama antara serat poliester dengan serat cationic dyable poliester. Artinya dalam satu kali proses pencelupan (untuk sistim
20
simultan), kain amy dapat bereaksi dengan zat warna dispersi dan zat warna kation, sementara reaktifitas penyerapan serat poliester dan serat CDP berbeda.
Serat poliester menyerap zat warna dispersinya, sedang serat CDP menyerap zat warna kationnya. Sehingga dalam satu kain terdapat bagian serat yang lebih tua warnanya dibanding dengan serat lainnya. Serat CDP akan lebih tua wamanya dibanding dengan serat poliester karena serat CDP mempunyai reaktifitas penyerapan terhadap dua macam zat warna, sedang poliester hanya satu zat warna. Misalnya proses pencelupan kain amy dilakukan secara simultan dengan resep warna grey, maka pada kain hasil celupannya nampak dua wama grey yaitu
warna grey muda dan warna grey tua.
2.3.2. Pencelupan Kain Amy
Kondisi pencelupan kain amy pada dasarnya lebih mudah daripada kain poliester biasa. Sifat kain memerlukan kondisi pencelupan dan perlakuan khusus. Berikut ini beberapa macam bentuk pencelupan kain amy :
2.3.2.1. Pencelupan dengan tekanan dan suhu tinggi
Pencelupan dengan sistem tekanan dan suhu tinggi dibagi menjadi dua
metode.
a. Pencelupan dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu
120°C dan dengan penambahan kira-kira 4g/l garam glauber untuk mencegah pengurangan kekuatan dan pengembangan serat sampai
b. Pencelupan dilakukan pada suhu 130 °C tanpa penambahan garam. Pada metode ini, adanya penambahan garam justru dapat mengurangi kekuatan kain ( terutama pada suhu 130 °C ). Dan perlu dicatat
bahwa pencelupan kain amy pada suhu tinggi bisa menurunkan kekuatan serat ( serat CDP ).
2.3.2.2. Pencelupan dengan zat pengemban
Pencelupan kain amy dengan menggunakan zat pengemban pada suhu 110 °C tidak merusak serat dan perlu ditambahkan garam glauber di
lamtan celupnya.
Serat cationic dyable poliester mudah terhidrolisa terutama bila proses pencelupan dilakukan pada suhu tinggi ( 110 °C ) dan hal inilah penyebab
terjadinya penumnan kekuatan serat. Penumnan kekuatan serat ini kadang
disebabkan karena terjadinya penggelembungan yang berlebihan. Namun hal ini dapat diantisipasi dengan penambahan garam glauber. Oleh karena itu sebelum
kain dilakukan pencelupan maka kain tersebut perlu dilakukan beberapa proses
persiapan sebagai berikut: a. Pemasakan ( scouring)
Pemasakan pada umumnya dilakukan pada kondisi sebagai berikut: Scouring agent (NaOH 32° Be) : 1 - 2 g/1
Superol NPL : 1 - 2 g/1
Waktu : 30 menit
22
Tujuan dari pemasakan kain amy ini adalah untuk membersihkan
kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan kain ataupun didalam serat sehingga
proses penyempurnaan selanjutnya berhasil dengan baik.. b. Pemutihan (Bleaching)
Zat kimia / obat bantu yang digunakan pada proses bleaching kain cationic dyable poliester biasanya menggunakan sodium chlorida dengan penambahan
zat hidrogen peroksida (H202). Tujuan proses pemutihan adalah agar didapat
kain grey yang berwarna putih, terhindar dari bercak dan noda yang menempel
sehingga tidak mengganggu proses hasil pencelupan.
c. Pemantapan (Heat-set)
Proses Pemantapan untuk kain sintetis seperti kain amy adalah sangat perlu
untuk memperoleh kestabilan dimensi kain yang disebabkan oleh proses
mekanik yang belum sempumapada saat proses pemintalan atau pertenunan.
2.4. Zat Warna Dispersi
2.4.1. Karakteristik zat warna dispersi
Secara umum zat wama dispersi merupakan zat wama yang kelarutannya
dalam air sedikit sekurang-kurangnya 0,1 mg/1 dalam bentuk lamtan dispersi [ 7 ]
. Zat wama dispersi digunakan untuk mewamai serat-serat tekstil yang hidrofob
seperti selulosa asetat, poliakrilat, poliamida dan poliester.
Zat wama dispersi merupakan zat wama non-ion yang terdiri dari inti kromofor "azo" dan "antrakinon" dengan berat molekul kecil dan tidak
mengandung gugus pelamt, sedangkan untuk beberapa wama kuning mengandung
"gugus difenilamina"
Zat wama dispersi mempunyai titik leleh 150 °C dan kristalinitas tinggi. Apabila dilarutkan dengan zat pendispersi akan memberikan bentuk lamtan dispersi yang stabil dalam lamtan celup dengan ukuran partikel antara 0,5 - 2,0
mikron [ 7 ].
Dalam perdagangan kebanyakan zat wama dispersi berbentuk senyawa
"aromatik" dan "alifatik" yang mengandung gugus fungsional (-OH, -NHR, -NH2, dll) yang berfungsi sebagai donor atom hidrogen untuk membentuk ikatan
hidrogen dengan pengikat dipol (dwi kutub ) dengan gugus karbonil (-C=0 ) atau
gugus asetil dari serat poliester.
Gugus aromatik -OH dan alifatik -NH2 serta gugus fungsional sejenis,
menyebabkan zat wama dispersi sedikit lamt dalam air. Namun karena zat wama dispersi mempunyai berat molekul kecil maka mudah terdispersi dan mudah
menyublim pada suhu tinggi [ 7 ]. Oleh sebab itu untuk mencelup serat sintetis poliester hams dipilih zat wama dispersi yang tahan suhu tinggi ( sampai 220 °C).
Zat wama dispersi memiliki sifat-sifat yang sangat baik khususnya pada
sifat tahan cuci dan tahan sinamya.
2.4.2. Struktur kimia zat warna dispersi [ 8 ]
Secara garis besar molekul zat wama dispersi terbagi menjadi tiga
macam kelas utama yaitu zat wama dispersi yang mengandung gugus inti azo,
gugus antrakinon, dan gugus difenilamina. Selain itu, zat wama dispersi juga
24
mengandung gugus - OH, - NH2 dan - NHR yang bisa bersifat asam atau basa
lemah yang berfungsi sebagai pelamt dalam air.
Dalam perdagangan nama zat wama dispersi bermacam-macam seperti
Dispersol (I.C.I.), Celiton (I.G.), Cibacet ( CIBA), Setacyl (GEIGY) dan Artisil
(SANDOZ).
Penyusun molekul inti zat wama dispersi dari masing-masing golongan dapat
dilihat pada Gambar sebagai berikut:
a) Turunan senyawa azo
H2Nf
V N=N
\
/
E+
NH2 Dispersol Diazo Black AS
(C.I. Disperse Black 11365)[11]
/TV
JT\
OzN \
/ N=N \
/NHCH2CH2OH
Cibacet Scarlet 2B
(C.IDisperse Red11642)[ 11]
OH
- N = N-Ph
\ )
N OH
b. Turunan senyawa antrakinon
OH O NHCH2CH2OH
r<^N
0
OH 0 NHCH2CH2OH
Dispersol Yellow 3G
(C.I. Disperse Yellow 1185) [11]
Celliton Fast Blue Green B
NHCH3 CH3HN O OH O N-Me
000
O NH O NH, O NH2 c. Turunan senyawa difenilaminaO2N N H
\
S02.NH"/
Duranol Blue G(C.I. Disperse Blue 62050) [11]
Perlon Fast Red Violet
( CI. Disperse Violet 11410) [11]
OH
Artisil Direct Violet 2RP
(C.I. Disperse Violet 11421) [11]
Dispersol Yellow T
(CLDisperse Yellow 42.10338)
Gambar 2.10 : Struktur Kimia ZatWama Dispersi. [2]
2.4.3. Sistim pewarnaan zat warna dispersi [ 2 ]
Sistim pewamaan denngan zat wama dispersi tergantung pada ukuran
molekul zat wama. Ukuran molekul zat wama dispersi menentukan kemampuan /
26
Atas dasar sifat-sifat diatas, maka sistem pewamaan dengan zat wama dispersi dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut:
a. Golongan A
Adalah zat wama dispersi yang menunjukkan sifat kerataan pencelupan yang baik, dan mudah bersublimasi pada suhu rendah (koefisien difusinya rendah). b. Golongan B
Adalah zat wama dispersi yang menunjukkan sifat kerataan pencelupan dan sifat sublimasi pada tingkat medium (termasuk koefisien difusi rendah). c. Golongan C
Adalah zat wama dispersi menunjukkan sifat kerataan pencelupan dan sublimasi yang sangat baik ( koefisien difusi tinggi).
Berdasarkan metode pewarnaannya maka pewamaan dengan zat wama dispersi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a. Pencelupan dengan menggunakan zat penggemban
Adalah metode pewamaan poliester dengan penambahan zat pengemban ( carrier). Biasanya digunakan pada suhu rendah (100° C )
b. Pencelupan dengan menggunakan suhu tinggi
Adalah metode pewamaan dengan menggunakan suhu tinggi untuk mengektifkan difusi zat wama dispersi. Pada cara ini, suhu pencelupan memegang peranan penting dalam difusi zat wama pada serat untuk terjadinya proses sublimasi yang efektif.
c. Pencelupan dengan cara termosol
Pencelupan dengan cara ini pada prinsipnya hampir sama dengan cara suhu tinggi, hanya saja pada cara ini peran suhu tinggi ( proses sublimasi )
diefektifkan setelah proses pencelupan dengan cara termosol.
Proses ini dimaksudkan untuk membuka pori-pori serat ( agar mendekati titik
lelehnya ), sehingga pada saat yang bersamaan zat warna denngan mudah
masuk kedalam serat. Proses selanjutnya yaitu proses reduksi dan pencucian,
serat akan kembali kebentuk semula dengan zat warna didalamnya . Peristiwa ini sering disebut sebagai "Solid Solution".
2.4.4. Mekanisme dengan pencelupan dengan zat warna dispersi | 7 |
Mekanisme pencelupan zat wama dispersi pada serat asetat menyerupai peristiwa distribusi zat padat ke dalam kedua zat pelamt yang tidak dapat dicampur [7]. Dalam hal ini zat wama dispersi merupakan zat wama padat yang larut dalam medium serat. Adsorbsi zat wama sering disebut Solid Solution. Vickerstaff dan walker [7] kemudian menilai bahwa mekanisme tersebut
kemudian disederhanakan karena isoterm adsorbsinya mengikuti hukum Lewis,
Langmuir (bukan Nernst).
Mekanisme pencelupan dengan zat warna dispersi yang banyak disetujui adalah, bahwa zat wama dispersi berpindah dari keadaan "agregaT dalam larutan ceiup masuk kedalam serat dalam bentuk molekuler. Pigmen zat wama dispersi yang larut dalam air jumlahnya sangat kecil sekali, tetapi dan zat warna tersebut
28
mudah terserap oleh seTat. Bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat wama
yang sewaktu-waktu akan larut untuk mempertahankan kesetimbangan [ 7].
Untuk zat wama dispersi yang kurang kelarutannya maka , "waktu
setengah celup" dan "waktu celup rata" pada temperatur 85°C akan lebih efektif.
Proses pewamaan untuk zat wama dispersi dengan type ini lebih cenderung
efektif dalam fase lamtan sehingga hasil celupan mudah rata, tetapi afinitas zat
wama kedalam serat berlangsung lambat.Ikatan yang terjadi antara serat poliester dengan zat wama dispersi
merupakan ikatan fisika, tetapi juga melibatkan ikatan lam seperti ikatan hidrogen
yang terbentuk dari gugusan amina primer pada zat wama dengan gugusan asetil
pada molekul serat. Skema Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:
N°2 V_J/N =N~{7^N-H--->:0 =C- O- C
H
CH,
|
Gambar 2.11: Ikatan Hidrogen Zat Wama Dispersi [ 7]
Demikian pula gaya-gaya van der walls dan mteraksi ikatan dua kutub
mungkin mengambil peranan penting dalam pencelupan zat wama dispersi,
^N-/7 Vn =N
I 1 l -.N' .- • o \ - C - o- cA
1 1 -I HCH3
J
Gambar 2.12: Interaksi Ikatan Dua Kutub Pada Zat Wama Dispersi [ 7 ]
2.5. Zat Warna Kation
Tahun 1856, W.H. Perkin mereaksikan kondensasi senyawa anilin untuk
senyawa kwinin, dan temyata terdapat pula senyawa berwama yang dapat
mencelup serat sutera atau woll. Zat wama kation merupakan zat wama sintetik
pertama kali yang ditemukan orang, dan zat wama ini disebut juga sebagai zat
warna Mauvein [ 7 ].
2.5.1. Karakteristik Zat Warna Kation [7 ]
Zat wama kation (Basa) adalah zat wama yang mempunyai muatan
positif (kation) pada bagian yang berwama . Zat wama ini basanya untuk
mencelup serat protein, poliamida,dan beberapa serat poliakrilat, berdasarkan
ikatan elektrovalen.
Menurut cara pencelupan zat wama kation dapat digolongkan menjadi:
a. Pencelupan langsung
Yaitu suatu proses pencelupan yang menunjukkan daya ikat yang besar antara
serat dengan zat wama. "Pencelupan langsung" dilakukan dalam lamtan
30
b. Pencelupan mordan
Yaitu suatu pencelupan yang menunjukan daya ikat yang lemah antara serat
dengan zat wama , sehingga perlu suatu " pengerjaan pendahuluan "
menggunakan zat kimia ( zat pembantu ) tertentu agar ikatan zat warna
dengan serat kuat.
2.5.2. Struktur Kimia Zat Warna Kation [ 2 J
Zat wama kation umum diperdagangkan dalam bentuk garam berupa asam hidroklorida atau oksalat dan basa organik, misalnya basa amonium, oksanium dan mungkin pula berbentuk garam rangkap berupa garam seng
klorida.
Zat warna kation ( basa ) pada umumnya mempunyai rumus sebagai berikut [ 2 ] : Reaksi pembentukan garam oleh asam pada zat wama dispersi digambarkan pada
reaksi berikut
R-OH
0 V-NH2 +HC1
>R-( 0 /-NH+Cr +H20
Gambar 2.13: Reaksi pembentukan garam pada Zat Warna Kation [ 7 ]
Bila direaksikan dengan gugus kromofor maka wama akan timbul
apabila telah terjadi reaksi penggaraman.
Berdasarkan struktumya, maka zat wama basa dapat dibagi atas beberapa
a. Golongan derivat trifenil metan
\=/=c
N (CH3)2 Malachite Green
(C.I. Basic Green 42040) [11] N(CH3)2C1
b. Golongan derivat tiazina
rr^^/Ny^,
(CH3)2N S_ N(CH3)2
CI
c. Golongan derivat oksazina
r ^ i
N
(CH3)2N' O cr
Golongan derivat azina
Me -j^^/N
PhHn~VJ^\N Me •CI" •Me 'NH4 Methylen Blue (C. I. Basic Blue 52015)[ 11] Meldola Blue(CI. Basic Blue 51175 ) [11]
Mauvein
(phenylatolusafranine)
e. Golongan derivat xantena
(C2H5)2N
f. Golongan derivat azo
NH2
H2N -\
V N=N
f. Golongan derivat antrakinon O. 32 N(C2H5)2 CI V COOH = N Rhodamine B
(C.I. Basic violet 45170) [11]
Bismark Brown (C.IBasic Brown 47180 ) O OH ®S- CH2— CH2\ CH2 -N CH2 i o CH2 — CH2 CH,
CH3SO?
Gambar 2.1.41 : Stmktur Kimia Zat Wama Kation [ 2 ]
2.5.3. Sifat Zat Warna Kation [ 7 ]
Sifat utama zat wama kation adalah menunjukkan kecerahan dan
intensitas wama yang tinggi, tetapi ketahanan cucinya pada umumnya kurang
baik dan beberapa diantaranya menunjukkan nilai ketahanan cuci sedang. Zat
wama kation mudah lamt dalam air dan apabila dalam air panas ( suhu mendidih
) akan mudah terurai yang mengakibatkan penumnan intensitas wama. Sehingga
pemakaian suhu air sebaiknya disetting pada ±60-65 °C. Zat warna kation dapat
mencelup langsung serat protein.
Zat warna kation tidak akan menunjukkan warna apabila dalam larutan
zat wama ditambah alkali kuat, hal ini karena terbentuknya basa zat wama kation
(zat warna basa ). Tetapi apabila ditambah asam, maka akan terbentuk lagi garamnya (berwarna), bentuk zat wama larut didalam eter.
Sifat kation dari zat warna kation ( basa ) menycbabkan mudah
diendapkan oleh zat warna direk dan zat warna asam, terutama dalam larutan
yang agak pekat [7]. Sifat ini menyebabkan zat warna direk dapat dipakai sebagai mordan. Kerja iring dengan zat wama kation dimaksudkan untuk memperbaiki
kilap hasil celupan.
2.6. Zat Kimia Pembantu
Pada pencelupan serat CDP dan serat poliester dengan zat wama dispersi
digunakan zat kimia pembantu. Fungsi zat pembantu dalam pencelupan kain
campuran cationic dyable poliester (kain amy ) adalah untuk mengefektifkan
proses pewamaan agar diperoleh hasil pencelupan yang baik. Faktor yang mcmpengaruhi hasil pencelupan oleh pengaruh zat pembantu terutama pada suhu
tinggi harus diperhatikan sebab :
- Faktor kerataan hasil celupan di pengaruhi oleh kecepatan celup, dan sifat migrasi ( diffusi ) zat warna. Pada suhu tinggi, pengaruh kecepatan celup dan sifat migrasi / diffusi zat warna harus diperhatikan dengan cermat, karena
34
- Penggunaan zat pengemban / carrier sebaiknya harus mempertimbangkan
sifat-sifat atau jenis zat warna yang digunakan, sehingga proses sublimasi zat wama kedalam serat berlangsung dengan efektif.
2.6.1. Leveling Agent
Fungsi zat leveling agent adalah untuk meratakan penyebaran molekul
zat wama dispersi kedalam serat poliester. Selain itu leveling juga berfungsi sebagai zat anti pengendapan, serta pendispersi terhadap serat poliester dan
cationic dyable poliester secara bersamaan dengan sistem pencelupan one bath zat
wama kation dan dispersi.
Secara umum pencelupan dengan menggunakan dua macam zat wama
secara bersamaan tidak memungkinkan karena akan timbul endapan sebagai
akibat reaksi penggumpalan. Oleh karena itu digunakan zat leveling yang
dimaksudkan untuk mengatasi atau mengontrol pengendapan / penggumpalan
pada saat / proses pencelupan.
Dalam perdagangan zat levelling berupa larutan berwarna kuning dengan
nama dagang bermacam-macam. Pada penelitian ini dipakai levelling agent
dengan nama dagang Leophen RDK 480.
2.6.1.1. Karakteristik Zat Leveling
a. Bentuk fisik
b. Komposisi
Komposisi leveling agent terbuat dari senyawa kimia yang sifatnya anion
c. pH
pH leveling agent perlu diperhatikan dan umumnya mempunyai nilai pH 5.
d. Kelarutan
Leveling agent memberikan kelamtan yang baik, dapat diencerkan dengan air dingin dan air panas.
e. Stabilitas
Stabil dalam air, asam, dan garam, tetapi tidak tahan terhadap alkali.
2.6.2. Retarder
Fungsi retarder adalah membantu meratakan zat wama untuk zat warna
kation, dan sebagai zat anti reaksi bagi zat wama dispersi agar kedua zat tersebut
tidak saling merusak, disamping itu retarder agent juga berfungsi sebagai penghambat reaksi agar zat wama masuk kedalam serat secara bertahap sehingga dapat mencegah penggumpalan zat wama kation.
Dalam perdagangan, zat retarder bempa lamtan berwama bening keruh. Pada penelitian ini dipakai zat retarder dengan nama dagang Leophen CDK Penggunaan retarder dapat memberikan efek warna yang berbeda. Semakin muda wama yang diinginkan harus semakin sedikit penggunaan retarder, sebaliknya semakin tua wama yang diinginkan hams semakin sedikit penggunaan retarder.
36
2.6.2.1. Karakteristik Zat Retarder
a. Bentuk fisik
Retarder agent biasa dijual dalam bentuk cairan berwama bening keruh. b. pH
pH retarder agent mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7. c. Daya lamt
Retarder agent sangat mudah lamt dalam air dingin dan air panas.
d. Efek busa
Retarder agent memberikan efek busa yang baik, sehingga dapat meng
-eliminasi adanya penodaan wama hasil celupan.
e. Stabilitas
Retarder agent tahan terhadap air panas, garam, asam serta alkali.
2.7. PENCELUPAN
2.7.1. Pengertian
Pencelupan adalah proses pemberian wama pada bahan tekstil secara merata dan bersifat permanen. Terjadinya pewarnaan disebabkan oleh penyerapan dan terikatnya molekul-molekul zat warna pada serat. Sifat ikatan ini dapat bempa ikatan fisika ataupun ikatan kimia. Penyerapan zat wama kedalam serat mempakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam. asam, alkalli, atau lainnya mungkin perlu
ditambahkan kedalam lamtan celup dan kemudian pencelupan ditemskan hingga diperoleh wama yang dikehendaki.
Proses pencelupan untuk segala macam bahan tekstil, baik yang terbuat dari serat alam , maupun serat buatan dikerjakan melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
- Zat wama dilarutkan atau didispersikan didalam air.
- Molekul atau dispersi zat wama bergerak kearah serat yang akan dicelup. Peristiwa ini disebut juga migrasi/ diffusi.
- Molekul zat wama terserap dan menempel pada permukaan serat, dan hal ini
disebut adsorbsi.
- Molekul zat wama terserap kedalam serat dan bahkan terpenetrasi kepusat serat yang disebut diffusi selanjutnya terjadi fiksasi.
Gerakan molekul zat wama dalam lamtan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain :
a. Perbedaan potensial kimia lamtan, berhubungan dengan perbedaan konsentrasi lamtan. Perpindahan molekul terjadi karena gerakan molekul dari lamtan yang konsentrasinya tinggi ke lamtan yang konsentrasinya rendah.
b. Gaya tarik menarik dan tolak menolak antar molekul dalam lamtan, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
- Suhu lamtan
- Jenis zat wama ( sifat zat wama)
38
- pH lamtan
— Zat-zat kimia lainnya
Disamping itu keberhasilan pencelupan juga sangat tergantung pada kondisi kain yang akan dicelup. Serat /kain sebelum dicelup sebaiknya telah
mengalami proses penyempurnaan terlebih dahulu.
2.7.2. Pencelupan Serat Poliester dengan Zat Warna Dispersi
2.7.2.1. Mekanisme Pencelupan
Pada prinsipnya mekanisme pencelupan serat poliester dengan zat wama
dispersi adalah lamtnya zat padat dalam medium padat (serat) atau biasanya
disebut "Solid Solution". Pencelupan serat poliester dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fase yaitu "serat" dan "fase lamtan celup" yang
mengandung zat wama dispersi dalam bentuk suspensi kristal-kristal tunggal (agregasi kristal). Bentuk zat wama dispersi ini kemudian berpindah dari keadaan agregatkedalam lamtan celup, masuk ke serat dalam bentuk molekuler.
Vickerstaff [ 7 ] mendifinisikan pencelupan serat hidrofob dengan zat wama dispersi sebagai perpindahan kristal tunggal bentuk agregat kedalam medium air, perpindahan kristal tunggal dari medium air ke permukaan serat dan
pecahnya kristal tersebut menjadi molekul tunggal zat wama yag masuk kedalam
serat.
Dia juga menyatakan tentang perpindahan zat warna dispersi dari medium serat kelarutan celup hanya melibatkan molekul yang terlarut saja. Molekul tunggal zat wama tersebut terserap oleh bidang antar muka air dan serat. Dari peristiwa ini
terjadi difusi kedalam serat. Suatu keadaan dinamis dari lamtan celup diperlukan gerakan -gerakan mekanik dan "energi panas" sehingga meningkatkan terjadinya gerakan antar molekul zat wama pada permukaan serat, yang kemudian
mengaktifkan interaksi gaya-gaya molekul untuk mengatur penyerapan zat wama oleh seratDengan adanya gaya interaksi tersebut selanjutnya diikuti terbentuknya
ikatan antara molekul dengan serat.
Pada pencelupan serat poliester dengan zat wama dispersi, ikatan yang terjadi adalah ikatan hidrogen antara pengikat dipol ( dwi kutub ) zat wama dispersi dengan gugus karbonil (-C=0) atau asetil (-C-O- C= O ) dari serat poliester.
I CH3 H-O-D H-O-D o o" - R - O - C - R C -Catatan :
Gugus D-OH adalah rumus umum molekul zat wama dispersi.
Gambar 2.15. : Ikatan Hidrogen Antara Molekul Zat Wama Dispersi dan Serat Poliester [ 2 ]
2.7.3. Pencelupan serat cationic dyable poliester dengan zat warna kation
Prinsip dasar pencelupan serat cationic dyable poliester dengan zat wama kation adalah memasukan substansi wama kedalam polimer serat. Idealnya dalam
40
medium pencelupan kedalam serat dengan distribusi yang merata, dengan kualitas hasil pewamaan yang baik.
2.7.3.1. Mekanisme Pencelupan
Pencelupan serat cationic dyable poliester dilakukan pada suhu tinggi yaitu 120°C selama 40 - 60 menit. Jika proses pencelupan kurang stabil pada suhu tinggi maka zat wama kation akan temrai sehingga wama yang dihasilkan
lemah.
Mekanisme pencelupan serat CDP dengan zat wama kation didasarkan pada adanya gugus-gugus anion tertentu dalam serat [ 7 ]. Gugus anion ini berperan penting dalam mengatur interaksi antara serat dengan zat wama. Molekul zat wama kation akan terserap pada serat temtama dibagian yang
bermuatan negatif.
Diffusi molekul zat wama kation kedalam serat CDP lebih lambat
daripada serat-serat akrilik [ 4 ]. Hal ini disebabkan karena kurangnya daya tarik ( affinitas ) molekul zat wama kation terhadap serat CDP. Lambatnya proses diffusi zat wama kation kedalam serat CDP mengakibatkan terjadinya pencelupan
cincin yang tidak dikehendaki. Pencelupan cincin adalah pencelupan yang hanya
terjadi pada permukaan serat saja akibat waktu pencelupan yang terlalu lama. Oleh karena itu dalam proses pencelupan serat CDP dengan zat wama kation, affinitas molekul zat wama memegang peranan penting. Kurangnya affinitas zat wama kation terhadap serat CDP dapat diatasi dengan memilih metode
ikatan yang terjadi antar molekulnya adalah ikatan elektrovalen, hal ini dapat dilihat pada reaksi serat cationic dyable poliester dengan molekul zat warna
kation di bawah ini:
C
TOT
c -SO,"Na+ Gugus Reaktif Serat CDP D X Molekul Zw Kation C"0
C + Na X" S03"D+Serat CDP yang sudah
terwamai
Catatan : Gugus D X" yaitu molekul zat wama kation dengan garamnya
D+ gugus amina ( NH2+); X" = unsur halida ( F", Cl~ BR", T)
Gambar 2.16 : Reaksi Serat CDP dengan Molekul Zw Kation [ 1 ]
Penggunaan levelling dan retarder agent yang dipergunakan dalam
penelitian ini diperkirakan mempunyai sifat yang hampir sama dengan silicon
softener sehingga pada saat proses pencelupan terjadi formasi ikatan kimia
melalui
proses
kondensasi
sehingga
terbentuk
network
polimer
( silicone polimer ), sedangkan pada saat reaksi kondensasi kecepatan reaksi berkurang karena keberadaan dari levelling agent berkurang. Oleh karena itu
digunakan temperatur tinggi untuk meng-akselarasi reaksi kondensasi pada
42
2.7.3.2. Metode pencelupan
Metode pencelupan serat CDP dengan zat warna kation menggunakan
suhu tinggi
(120° C ). Maksud metode pencelupan mi adalah untuk
mengefektifkan affinitas zat warna kation terhadap serat CDP.
2.7.4. Pencelupan kain amy dengan zat warna kation dan zat warna dispersi
secara simultan.
Pencelupan kain amy dengan sistim simulan adalah sistim pencelupan
yang dalam larutan celupnya mengandung dua macam zat warna sekaligus. Pada
metode ini ini kondisi pencelupan untuk masing-masing zat warna perlu
penanganan khusus agar tidak terjadi penyimpangan proses, misalnya dengan
penentuan suhu yang sesuai. Selain itu zat kimia pembantu seperti acetic acid,
leopen CDK dan leopen RDK 480 memegang peranan penting dalam menjaga
kondisi pencelupan.
Proses pencelupan kain amy dengan zat warna dispersi dan kation sistem
simultan meliputi 3 proses yaitu :
a. Proses persiapan ( selama 20 menit).
Proses persiapan terbagi menjadi dua tahapan sebagai berikut:
- Waktu 10 menit pertama untuk memasukkan zat kimia pembantu dan zat
wama.- waktu 10 menit kedua untuk memasukkan kain, kemudian menunggu
- Proses pemanasan hingga suhu pencelupan mencapai 120 °C ( ± 55 menit)
- Pada suhu 120 °C (konstan), proses pencelupan diteruskan selama ± 30
menit.
Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan hingga suhu pencelupan turun
sampai 90 "C ( selama + 15 menit)
c. Proses Akhir ( selama 20 menit)
- Kain dibilas selama 10 menit hingga suhu turun sampai 60 °C.
- Pada i0 menit berikutnya kain diturunkan sampai suhu akhir proses 40 °
Dengan demikian waktu proses pencelupan kain amy dengan zat wama
dispersi dan kation secara simultan memerlukan waktui selama ± 140 menit.
Skema proses pencelupan kain amy dapat dilihat pada Gambar 2.18 berikut:
Waktu per
proses
masuk obat j Masuk | Pemanasan j Suhu j Pendinginan Pembilasan j kain
+ zat j kam j : konstan | | j turun
I I ! I I ! warna j i j j i j persiapan j i roses 20 menu \ pencelupan ! 100 menit Proses Pencelupan
100 menit Akhir =20 menit.
Total waktu proses pencelupan = 140 menit
Gambar 2.18 : Skema Proses Pencelupan Kain Amy dengan Zat Warna Dispersi dan Zat Warna Kation.
44
2.8. HIPOTESA
Dengan penentuan pemakaian konsentrasi "zat levelling dan zat retarder agent" dengan tepat maka akan diperoleh hasil pencelupan kain CDP - Poliester dengan kualitas kerataan ,ketuaan warna , wama terserap , daya tahan gosok, daya tahan cuci, dan sifat mekanik fisik ( jebol ) yang lebih baik.
3.1. PERCOBAAN
3.1.1. MAJKSUD PERCOBAAN
Maksud percobaan adalah untuk menentukan penggunaan zat leveling
dan zat retarder yang optimum pada pencelupan kain suiting (jenis Amy) dengan
menggunakan zat wama dispersi dan zat wama kation untuk menghasilkan
kualitas kain pencelupan yang baik.
3.1.2. Bahan yang digunakan
Kain yang dipergunakan adalah kain suiting jenis amy yaitu kain
campuran poliester dan cationic dyable poliester ( CDP ). Konstmksi kainnya
adalah :
- Kain : Poliester - Cationic Dyable Poliester
- Sort Number : 97009 (jenis no kain )
- Jenis Anyaman : Twill 2/2
- No benang lusi : 225D (Denier) / 96F (Filamen) - No benang pakan : 225D (Denier)/ 96 F (Filamen) - Tetal lusi : 48 helai / inci
- Tetal pakan : 56 helai/inci
- Lebarkain : 150 cm
46
3.1.3. Zat Kimia
3.1.3.1. Zat Warna
Zat wama yang digunakan pada penelitian ini adalah zat warna dispersi adalah Dianik Yellow Brown HRSL, Bilion Sperse Rubine SEGL, dan Dianik
Navy Blue ERFS, sedangkan untuk zat wama kation adalah Yatacril Gold Yellow
2GT, Yatacril Red GRL, dan Yatacril Blue RGNT.
3.1.1.2. Zat Kimia Pembantu
Zat kimia pembantu yang digunakan pada penelitian ini adalah :
- Asam asetat
Asam asetat dimaksudkan untuk mengatur pH lamtan celup, sehingga zat wama
dispersi dapat terdispersi dengan mudah kedalam serat. Selain itu juga untuk membantu terbentuknya garam sulfonat pada zat wama kation.
- Leophen CDK
Leophen CDK ( zat retarder ) adalah zat anti reaksi bagi zat wama kation . Dengan demikian tidak akan terjadi reaksi antara zat wama dispersi dan zat
wama kation.
- Leophen RDK 480
Leophen RDK 480 berfungsi untuk meratakan penyebaran molekul zat wama dispersi kedalam serat poliester (zat levelling).
3.1.4. Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada penelitiann ini adalah:
- Timbangan mikro elektrik 1 buah
- Gelas ukur 2 buah
- Pipetukur 2 buah
- Pengaduk 5 buah
- Kompor pemanas 2 buah
- Mesin pencelupan mini 1 buah
- Mesin pengering 1 buah
3.1.5. Resep Percobaan
a. Zat wama dispersi
- Dianik Yellow Brown HRSL : 0,22 %
- Bilion Sperse Rubine SEGL : 0,039 %
- Dianik Navy blue ERFS : 0,295 %
b. Zat wama kation
- Yatacril Golden yellow 2 Gt : 0,25 %
- Yatacril Red GRL : 0,175
- Yatacril Blue RGNT : 0,2 %
c. Zat pembantu
- Asam asetat : 1 cc/1
Leophen CDK : x cc/1
Air : x ml ( hinj
Suhu pencelupann :120°C
Waktu pencelupan : 140 menit
Vlot : 1:20
48
3.1.6. Metode Percobaan
3.1.6.1. Persiapan proses pewamaan
a. Penimbangan zat wama untuk membuat lamtan standar
masing-masing zat wama. Untuk 1 gr zat wama dilamtkan dalam 100 cc air.
b. Persiapan kain
Persiapan ini meliputi pemotongan dan penimbangan kain seberat 20
gr. Kemudian tiap-tiap potongan kain di beri kode untuk
mempermudah proses berikutnya.
c. Penentuan / pengambilan zat wama dan zat kimia pembantu
Pengambilan zat wama yang akan digunakan untuk proses pencelupan dilakukan memakai pipet( dengan konsentrasi yang telah ditetapkan ),
kemudian ditambah zat kimia pembantu bempa acetic acid
( CH3COOH ) sebanyak 1 cc/lt, penambahan leveling dan retarder
agent sesuai dengan variasi konsentrasi sebagaimana terdapat pada
Tabel 3. 1
Variasi Penggunaan Leophen RD dan Leophen CDK Konsentrasi (cc/lt)
Nama zat pembantu I n m IV V
Leophen RD 0,05 0,4 0,8 1,5 2,0
Leophen CDK 0,05 0,4 0,8 1,5 2,0
Leophen RD + CDK 0,05 0,4 0,8 1,5 2,0
3.1.6.2. Prosedur pengerjaan
a. Persiapan alat, bempa mesin celup mini dan tabling celup.
Sebelum kain di celup dilakukan proses pemasakan terlebih dahulu. Kemudian kain di potong-potong dan ditimbang masing-masing
seberat 20 gr.
b. Pembuatan lamtan celup
Dengan cara memasukan lamtan zat wama kedalam tabung celup sesuai dengan resep yang telah ditentukan. Kedalam tabung tersebut
kemudian ditambahkan air sampai mencapai 200 cc/lt.
c. Setelah lamtan celup siap, kemudian kain yang akan diproses dimasukkan. Tabung-tabung pencelupan selanjutnya dimasukkan kedalam mesin dyeing mini dan pemanasannya menggunakan media larutan glyserine, dengan suhu pencelupan 120 °C dan waktu pencelupan 30 menit.
d. Setelah 30 menit, proses dilanjutkan dengari pendinginan selama ± 15 menit. Jika proses pendinginan telah selesai, maka dilakukan pembilasan selama ±10 menit sampai lamtan celup jernih.
50
e. Kain dikeluarkan dari tabung kemudian dilakukan pencucian dengan air panas dan dilanjutkan dengan air dingin, setelah itu kain dikeringkan.
3.2. Evaluasi Data Percobaan
Dalam penelitian pencelupan kain suiting jenis amy dengan zat wama dispersi dan zat wama kation digunakan variasi konsentrasi leveling agent dan konsentrasi retarder agent sebanyak 15 variasi (Tabel 3.1.)
Untuk mengetahui sejauh mana efek penggunaan retarder dan levelling agent terhadap hasil pewamaan maka dilakukan beberaapa jenis pengujian yaitu pengujian ketahanan luntur wama terhadap pencucian, ketahanan luntur wama terhadap gosokan, pengujian wama terserap ( K/S ), pengujian kerataan wama dan pengujian ketahanan jebol kain.
3.2.1.Pengujiantahan luntur warna terhadap pencucian (JIS'L 0844, Methode A*)
3.2.1.1. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan tahan luntur wama terhadap pencucian yang berulang-ulang, sehingga diketahui sejauh mana efek penggunaan leveling agent dan retarder agent pada pencucian kain.
3.2.1.2. Prinsip Pengujian
Mencuci contoh uji bempa sampel (kain amy) dengan ukuran tertentu,
kemudian dijahitkan diantara dua helai kain putih dengan ukuran sama dengan sampel.
3.2.1.3. Alat
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Launder - O - meter, dan beberapa buah kelereng baja, serta setrika.
3.2.1.4. Metode
a. Contoh uji dipersiapkan dengan ukuran 5 x 10 cm, lalu memotong
multifiber dengan ukuran 1x10 cm, dan dijahitkan pada contoh uji
dengan benang putih.
b. Mempersiapkan lamtan washing
- Menimbang 5 gr sabun marusel dan masukan kedalam beker glass
- Tambahkan air 1000 ml dan lamtan didiamkan selama ±10 jam,
kemudian diaduk hingga homogen menggunakan mixer.
- Menakar lamtan washing 200 ml dengan gelas ukur dan dimasukkan dalam tabung washing.
- Kemudian masukkan 10 buah kelereng baja kedalam tabung washing dan masukan sampel kedalam tabung lalu tutup.
c. Proses Washing Fastness Test
Memasang tabung washing pada mesin Launder - O - Meter. Pengujian washing dilakukan selama 45 menit dengan temperatur
52
40 °C. Setelah itu contoh uji dikeluarkan dari tabung dan dicuci
dengan air dingin.
Kemudian dilanjutkan dengan mencuci contoh uji dalam larutan
acetic acid 0,1 gr/1 dingin dan di cuci kemudian dilanjutkan dengan air dingin sampai bersih.
Mengeringkan dengan setrika pada suhu 135 °C - 150 °C dengan posisi multi fiber berada diatas contoh uji. Multi fiber dilepas dan dilanjutkan dengan penilaian menggunakan grey schale dan staining
schale.
3.2.1.5. Evaluasi Hasil Pengujian
Semakin besar nilai yang terbaca pada grey schale dan staining scale
maka ketahanan luntur semakin baik.
3.2.2. Pengujian Warna terserap ( K/S )
3.2.2.1. Tujuan
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana efek zat leveling dan zat retarder terhadap zat wama terserap oleh kain
(ketuaan warna kain).
3.2.2.2. Alat
Pengujian ini menggunakan alat Colour Matching Computer ( CMC ).
3.2.2.4. Cara pengujian
Instrumen di panaskan selama ± 15 menit sebelum pengukuran, kemudian dikalibrasi dengan kotak hitam dan kotak putih.
Selanjutnya contoh uji dikalibrasi dengan sampel standart sebanyak 2
kali.
Nilai K/S zat wama terserap dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini:
K/S Zat Wama Terserap = K/S sampel berwama - K/S kain putih
3.2.2.5.Evaluasi
Semakin besar nilai K/S bahan terwamai maka semakin besar pula nilai K/S zat wama terserap oleh kain ( contoh uji)
3.2.3. Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan ( JIS 0849 Type 1)
3.2.3.1. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan dan mengetahui tingkat penodaan wama pada kain putih. Pengujian dilakukan terhadap 2 macam jenis gosokan yaitu gosokan cara basah ( Wet) dan gosokan cara kering
(Dry).
3.2.3.2. Alat
Alat yang digunakan untuk mengetahui tahan gosok sampel adalah Crock