• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Follet dalam Handoko (2009:8) manajemen adalah sebagai seni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Follet dalam Handoko (2009:8) manajemen adalah sebagai seni"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Manajemen

Menurut Follet dalam Handoko (2009:8) manajemen adalah sebagai seni untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang-orang. Dalam hal ini para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperlukan, atau berarti manajer tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri. James Stoner dalam Handoko (2009) menyatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan terhadap sumberdaya organisasi lainnya supaya tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan yang ditetapkan. Manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, kepemimpinan, dan pengawasan (Handoko, 2009:10). Dari pengertian diatas dapat disumpulkan bahwa manajemen adalah bagaimana mengatur seluruh sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dengan efektif dan efisien agar tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi.

(2)

11

Menurut Handoko (2009:9) fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan (planning)

Perencanaan adalah sebagai hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan, yaitu menyangkut serangkaian kegiatan yang berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap semua faktor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus. Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan pada berbagai rencana atau logika, bukan hanya atas dasar dugaan atau firasat.

2. Pengorganisasian (organizing)

Menetukan apa yang harus diselesaikan dalam mencapai tujuan perusahaan, bagaimana caranya, dan siapa saja yang akan mengerjakannya. Karena kekuatan organisasi terletak pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya. Semakin terkoordinasi dan terintegrasi kerja organisasi, maka akan semakin efektif pencapai tujuan organisasi.

3. Pengarahan (directing)

Pengarahan dapat diartikan sebagai suatu aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan pikiran dan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Pengawasan (controlling)

Mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala sesuatunya terselesaikan sesuai rencana.

(3)

12 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Mondy, 2008;5). Menurut Gary Dessler (2003:4) manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan pada karyawan. Hasibuan (2003:10) manajemen sumber daya manusia adalah bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manajemen manusia dalam organisasi perusahaan. Manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006).

Menurut Mathis dan Jackson dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” (2006:43) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi, yaitu :

1. Perencanaan dan Analisis SDM

Perencanaan dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. Sedangkan, aktivitas analisis SDM dilakukan sebagai bagian dari menjaga daya saing organisasi. Dukungan informasi akurat dan tepat waktu yang didapatkan dari

(4)

13

Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang aktivitas ini.

2. Kesetaraan Kesempatan Bekerja

Kepatuhan pada hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (Equal Employment Opportunity - EEO) mempengaruhi aktivitas SDM lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen SDM. Contohnya, perencanaan SDM harus memastikan sumber tenaga kerja yang bervariasi untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang ditetapkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu, pada saat perekrutan, seleksi dan pelatihan, semua manajer harus mengerti peraturan ini.

3. Perekrutan (Staffing)

Tujuan dari perekrutan adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Dengan mengerti apa yang dilakukan oleh para karyawan, analisis perkerjaan (job analysis) merupakan dasar dari fungsi perekrutan karyawan. Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job specification), dapat dipersiapkan untuk proses perekrutan. Proses seleksi sangatlak menekankan pada pemilihan orang yang memenuhi kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan pekerjaan.

(5)

14 4. Pengembangan SDM

Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, karena itu diperlukan pelatihan yang berkesinambungan untuk tanggap pada perubahan teknologi. Pengembangan semua tenaga kerja, termasuk pengawas (supervisor) dan manajer, diperlukan iuntuk menyiapkan organisasi menghadap tantangan ke depan. Perencanaan Karir (Career Planning) mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang di suatu organisasi. Menilai bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya merupakan fokus dari manajemen kinerja.

5. Kompensasi dan Tunjangan

Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di organisasi melalui gaji, insentif (incentive), dan tunjangan. Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki sistem upah dan gaji. Program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan atas produktivitas semakin banyak dilakukan. Peningkatan biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama.

6. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja

Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang sangat penting. Occupational Safety and Health Act (OSHA) atau Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah membuat organisasi lebih tanggap atas isu kesehatan dan keselamatan. Pertimbangan tradisional atas keselamatan kerja terfokus pada mengurangi atau menghapuskan kecelakaan kerja. Pertimbangan lain adalah pada isu kesehatan yang timbul pada lingkungan

(6)

15

kerja yang berbahaya seperti resiko terkena bahan kimia atau teknologi baru. Keamanan tempat kerja juga semakin penting karena jumlah tindak kekerasasn yang meningkat di tempat kerja.

7. Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh / Manajemen

Hubungan antara para manajer dan karyawan harus dijalankan secara efektif, jika perusahaan ingin sukses bersama. Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja. Apabila hak-hak karyawan tidak diperhatikan akan berdampak buruk bagi perusahaan, dampak yang paling besar yaitu terjadinya turnover intention karyawan. Selain hak-hak karyawan, komunikasi dan pembaharuan kebijakan dan peraturan SDM sangat penting untuk dikembangkan sehingga manajer dan tenaga kerja tahu apa yang diharapkan.

2.1.3 Turnover Intention

Turnover intention merupakan keinginan individu yang secara sadar dan penuh pertimbangan untuk meninggalkan perusahaan dimana ia bekerja sekarang. Menurut Lekatompessy, 2003 dalam Ni Kadek, dkk (2015) turnover intention adalah salah satu bentuk perilaku yang mengacu pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaanya. Hasil evaluasi individu mengenai keinginan berpindah mengacu pada kelanjutan hubungan dengan organisasi dan belum menunjukkan tindakan pasti meninggalkan organisasi. Handoko (2000:322) dalam Arin Dewi, dkk (2014) menyatakan, perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembang sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat

(7)

16

diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar.

Tingginya tingkat turnover intention akan menjadi masalah serius bagi perusahaan karena pada akhirnya perusahaan harus kembali melakukan rekruitmen & seleksi apabila karyawan yang ada memutuskan untuk keluar. Dalam merekrut dan menyeleksi karyawan baru dibutuhkan waktu yang tidak sebentar bagi perusahaan, itu akan mengganggu jadwal kegiatan perusahaan yang sudah ada. Sementara itu perusahaan juga harus menyediakan waktu untuk pelatihan ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat dari adanya turnover intention, dimana posisi karyawan yang keluar dari perusahaan harus diganti dengan karyawan yang baru.

Menurut Suwandi dan Indriantoro (2003:3) dalam Arin Dewi, dkk (2014) turnover dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Voluntary turnover yang dapat diartikan sebagai karyawan meninggalkan perusahaan karena alasan sukarela. Voluntary turnover dapat dibedakan menjadi dua :

a. Avoidable turnover (yang dapat dihindari). Hal ini disebabkan oleh upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di perusahaan lain, masalah dengan kepemimpinan atau administrasi yang ada, serta adanya perusahaan lain yang lebih baik.

(8)

17

b. Unavoidable turnover (yang tidak dapat dihindari). Hal ini disebabkan oleh pindah kerja ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan arah karir individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan atau anak, kehamilan, dan melanjutkan pendidikan.

2. Involuntary turnover dapat diartikan sebagai karyawan meninggalkan perusahaan karena terpaksa. Involuntary turnover diakibatkan oleh tindakan pendisiplinan yang dilakukan oleh perusahaan.

Tidak semua turnover intention berdampak negatif bagi perusahaan, keluarnya karyawan yang kinerjanya rendah terkadang diperlukan dalam suatu perusahaan kemudian digantikan karyawan yang lebih baik kinerjanya.

2.1.4 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dia emban atau yang menjadi tanggung jawabnya (Nitisemito, 2009:241). Lingkungan kerja (work environment) adalah lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja (Ahyari, 1999). Untuk meningkatkan produktivitas kerja diperlukan lingkungan kerja yang baik yang akhirnya akan menciptakan kemudahan pelaksanaan tugas.

Sedarmayanti (2009) dalam Ni Kadek & Made (2015) menyatakan lingkungan kerja terbagi ke dalam dua dimensi yaitu :

(9)

18

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu :

a. Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan karyawan seperti meja, kursi, dan alat kerja lainnya.

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum yaitu lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya, temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, suara bising, suhu, jaminan keamanan, kebersihan, penataan ruangan, dan lain-lain.

2. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan atasan dengan karyawan ataupun hubungan sesama rekan kerja yang terjadi didalam perusahaan. Lingkungan kerja non fisik dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerjasama antara tingkat atasan, bawahan, maupun yang memiliki status jabatan yang di perusahaan. Kondisi yang seharusnya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Membina hubungan yang baik antara sesama rekan kerja harus dilakukan, karena hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan.

Lingkungan kerja yang memadai meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja, terutama dalam hal kerjasama antar karyawan. Organisasi perlu memahami tentang kelompok kerja karena kelompok kerja inilah yang akan

(10)

19

menjadi penggerak arah dari kegiatan organisasi atau perusahaan kearah pencapaian tujuan, maka jika kelompok kerja ini bermasalah akan mengganggu produktivitas perusahaan bahkan berdampak pada turnover intention karyawan. 2.1.5 Kompensasi

Kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu perusahaan dan bukan perusahaan lainnya (Mathis dan Jackson 2006:118 dalam Arin Dewi, dkk, 2015). Kompensasi merupakan suatu sistem imbalan jasa total meliputi kompensasi moneter dan kompensasi non moneter. Kompensasi moneter ini meliputi penilaian kontribusi langsung (tunjangan) secara wajar dan adil. Sedangkan kompensasi non moneter dapat berupa simbol status (jabatan), pujian, dan pengakuan (Schuler dan Jackson 1999:86 dalam Arin Dewi Putrianti, dkk, 2015).

Kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Oleh karena itu, apabila karyawan memandang kompensasi mereka tidak sesuai atau tidak memadai, prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja bisa turun dan akan merugikan perusahaan.

(11)

20 Kompensasi dapat dimacamkan sebagai berikut :

1. Kompensasi finansial. Menurut Bangun (2012:255) dalam Yudith, dkk, (2015), kompensasi finansial merupakan penghargaan yang diterima karyawan dalam bentuk uang. Kompensasi finansial dapat berupa :

a. Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan yang tetap secara teratur, seperti tahunan, bulanan, dan mingguan. Gaji merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi. b. Upah merupakan imbalan finansial dibayarkan kepada para pekerja

berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan. Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per-jam (semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya).

c. Bonus. Jenis kompensasi lain yang ditetapkan perusahaan adalah berupa pemberian bonus. Pemberian bonus kepada karyawan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas kerja dan semangat kerja karyawan. 2. Kompensasi non finansial adalah balas jasa yang tidak berupa uang yang diberikan pada karyawan berdasarkan kemampuan perusahaan. Jadi kompensasi non finansial merupakan balas jasa yang diberikan dalam bentuk pelayanan karyawan, karena diperlakukan sebagai upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Misalnya penghargaan kepada karyawan yang kinerjanya baik, ucapan selamat, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan bantuan perumahan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.

(12)

21 2.1.6 Motivasi Kerja

Motivasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan. Robbins (2008:222) dalam Arin Dewi, dkk, (2014) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Hasibuan (2007:95) bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan gairah kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

Setiap karyawan mempunyai motif tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil pekerjaannya. Karyawan yang kurang diperhatikan oleh organisasi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini sering ditimbulkan dalam bentuk motivasi yang rendah, cepat lelah dan bosan serta tidak peduli dengan lingkungan. Hubungan yang dekat serta komunikasi yang baik antara seorang pemimpin dan karyawannya merupakan salah satu cara yang dapat memberikan motivasi kerja kepada karyawan sehingga karyawan merasa dihargai.

Teori-teori motivasi menurut Handoko (2009:256) antara lain : 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :

(13)

22

a. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex. Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan,minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.

b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual. Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.

c. Kebutuhan sosial (social needs). Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, cinta, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.

d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang biasanya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. e. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi

(14)

23

f. dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang.

2. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Teori ini sering disebut dengan M – H atau teori dua faktor, bagaimana manajer dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat menghasilkan kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja. Berdasarkan penelitian telah dikemukakan dua kelompok faktor yang mempengaruhi seseorang dalam organisasi menurut Herzberg, yaitu :

a. Motivasi atau faktor pemuas. Motivasi yang sesungguhnya sebagai faktor sumber kepuasan kerja adalah prestasi, promosi, penghargaan dan tanggung jawab. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang.

Faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi,

(15)

24

b. hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

3. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :

a. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.

b. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat, menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran.

c. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.

(16)

25 4. Teori Victor Vroom (Teori Pengharapan )

Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

a. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar karena masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman. Latihan, dan usaha yan telah dilakukan.

(17)

26

b. Hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga karyawan membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

Pemeliharaan hubungan dengan karyawan dalam hal ini berarti bahwa para manajer di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para karyawan. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.

2.2 Hubungan Logis Antar Variabel Dan Perumusan Hipotesis

2.2.1 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Turnover Intention

Lingkungan kerja bukan hanya mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja, melainkan seringkali pengaruhnya cukup besar terhadap perusahaan ((Nitisemito, 2009:241). Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila manusia dalam hal ini karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ni Kadek Lisna Yunita dan Made Surya Putra (2015) menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap turnover intention karyawan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Andrinirina, dkk (2015). Hasil

(18)

27

penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap turnover intention karyawan.

Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H1 : Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Turnover Intention

2.2.2 Pengaruh Kompensasi Terhadap Turnover Intention

Zeffane (2003:15) menyatakan, ketidakpuasan terhadap kompensasi akan memicu perilaku karyawan yang negatif seperti kemangkiran dan kelesuan, seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri atau disebut pula sebagai keinginan berhenti bekerja. Jika karyawan merasa belum puas terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan, maka karyawan akan berperilaku negatif dan akan meningkatkan turnover intention. Kompensasi membantu perusahaan untuk mencapai tujuan dan menjaga karyawan dengan baik. Apabila tanpa kompensasi yang cukup, karyawan yang ada sangat mungkin untuk meninggalkan perusahaan. Guna menjamin perasaan puas dan para pekerja tetap termotivasi untuk efektif bekerja bagi perusahaan secara keseluruhan maka kompensasi penting untuk diperhatikan.

Penelitian terdahulu oleh Arin Dewi Putrianti, dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompensasi Dan Motivasi kerja Terhadap Turnover Intention“ membuktikan bahwa faktor kompensasi terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat turnover karyawan.

(19)

28

H2 : Kompensasi berpengaruh terhadap Turnover Intention

2.2.3 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Turnover Intention

Menurut Mathis dan Jackson (2006:173) dalam Arin Dewi Putrianti, dkk (2014), bonus juga digunakan untuk memberikan imbalan kepada karyawan untuk memberikan kontribusi ide-ide baru, mengembangkan keterampilan mereka, atau mendapatkan sertifikasi profesional. Dengan meningkatkan pemberian bonus maka diharapkan karyawan dapat termotivasi dengan memberikan kontribusi ide-ide baru yang akan membantu perusahaan untuk semakin berkembang. Keterampilan karyawan yang sesuai dengan bidangnya juga akan semakin berkembang sehingga menurunkan minat untuk meninggalkan perusahaan.

Rasa tanggung jawab yang dimiliki karyawan atas pekerjaannya untuk salalu memberikan hasil yang terbaik dengan atau tanpa resiko sehingga menimbulkan rasa puas dalam diri karyawan pada akhirnya. Pekerjaan dengan hasil baik tentu akan mendapatkan apresiasi yang membuat komitmen karyawan untuk selalu bekerja keras. Hasil penelitian Yuliandri Dwi Saputra, dkk (2014) menunjukkan bahwa Motivasi Kerja memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention.

Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H3 : Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Turnover Intention

(20)

29 2.3. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti dan

Tahun Sampel Penelitian

Variabel dan Metode

Analisis Hasil 1. Yuliandra Dwi Saputra, Sri Wahyu Lelly, Chaerul Saleh (2014) Populasi sebanyak 329 orang. Sampel yang diambil sebanyak 100 orang. Variabel bebas : Budaya Organisasi (X1), Motivasi Kerja (X2) Variabel Terikat : Turnover Intention (Y) Metode Analisis Data : Analisis jalur merupakan bagian dari analisis regresi

linier yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antar variable dimana variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

1. Budaya organisasi dan motivasi berpengaruh langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja terhadap turnover intention dengan arah negatif. 2. Budaya organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap kepuasan

Kerja dengan arah positif.

3.Kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intention dengan arah negatif

(21)

30 2. Arin Dewi Putrianti, Djamhur Hamid, M. Djudi Mukzam (2014) Sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu pada karyawan PT. TIKI Jalur Nugraha Ekakurir Pusat Malang sebanyak 62 orang. Variabel Bebas : Kompensasi (X1), Motivasi Kerja (X2) Variabel Terikat : Turnover Intention (Y) Metode Analisis : Metode Penjelasan (Explanatory Research), analisis statistis deskriptif, analisis regresi linear berganda.

Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai Fhitung sebesar 34,125, sedangkan Ftabel pada taraf signifikan 0,05 menunjukan nilai sebesar 3,153. Berdasarkan pada hasil uji t-test didapatkan bahwa kedua variabel mempunyai pengaruh signifikan terhadap turnover intention yaitu kompensasi dan motivasi kerja. 3. Mamiharisoa Andrinirina A., Sudarsih, IKM Dwipayana (2015) Teknik pengambilan sampel menggunakan sensus karena jumlah populasi kurang dari 100, yaitu 48 karyawan.

Oleh karena itu jumlah populasi relatif sedikit, maka semua populasi dijadikan sampel yaitu. 48 orang Variabel Bebas : Lingungan Kerja (X1), Job Insecurity (Y) Variabel Terikat : Kinerja (Y1), Turnover Intention (Y2) Metode Analisis : Menggunakan

analisis jalur (Path Analysis) untuk mengetahui

pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antara 1. Lingkungan Kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan. 2. Job Insecurity berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan 3. Lingkungan kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap turnover intention karyawan. 4. Job Insecurity berpengaruh positif signifikan terhadap

(22)

31 karyawan pada Royal Hotel n’Lounge di Jember. variabel bebas dan variabel terkait.

turnover intention 5. Kinerja berpengaruh negatif signifikan terhadap turnover intention karyawan 4. Mas Yudith Aditya Permana, dkk (2015) Sampel penelitian ini adalah 53 karyawan PT. PLN (Persero) APJ Malang. Variabel Bebas : Kompensasi finasial (X1)dan kompensasi non finansial (X2) Variabel Terikat : Turnover intention (Y)

Ada pengaruh antara kompensasi finansial dan kompensasi nin finansial terhadap turnover intention karyawan pada PT. PLN (Persero) APJ Malang. 5. Ni Kadek Lisna Yunita, Made Surya Putra (2015) Semua karyawan pada industri keramik di Pejaten yang berjumlah 90 orang (sensus) Variabel Bebas : Keadilan Organisasi (X1), Lingkungan Kerja (X2) Variabel Terikat : Turnover Intention (Y) Metode Analisis : Analisis regresi linear berganda. 1. Lingkungan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention karyawan perusahaan keramik di Pejaten. 2.Keadilanorganisasi dan lingkungan kerja berpengaruh secara simultan terhadap turnover intention karyawan perusahaan keramik di Pejaten. Sumber : Berbagai Jurnal dan Penelitian

(23)

32 2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menggambarkan tentang hubungan antar variabel dalam suau penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka logis. Kerangka pemikiran teoritis ini menyajikan bahwa turnover intention karyawan dipengaruhi oleh lingkungan kerja, kompensasi, dan motivasi kerja, sehingga dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian H3 Lingkungan Kerja (X1) H1 Kompensasi (X2) Turnover Intention (Y) Motivasi Kerja (X3) H2

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

filter pasif LC resonansi, dan setelah dianalisis, bentuk gelombang arus harmonisa yang terjadi, maka filter aktif shunt akan dipicu untuk menghasilkan arus kompensasi

“ Lingkungan Kerja Non Fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan sesama

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri Yogyakarta Kelas IA diselaraskan dengan

Proses adsorpsi dapat terjadi akibat tumbukan antara partikel-partikel tersuspensi dengan butiran pasir dalam saringan dan dengan bahan pelapis seperti gelatin yang lekat,

Apabila lingkungan kerja non fisik yang terjadi dalam perusahaan terlaksana dengan baik, hubungan antar karyawan, atasan dengan bawahan terjalin hubungan yang baik

Menurut Sadarmayanti (dalam Mukti Wibowo, 2014: 3) bahwa “Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,

Berdasarkan Gambar 5, diketahui bahwa pada daun chaya, proses perebusan menyebabkan penurunan kadar abu (termasuk di dalamnya semua mineral); kadar protein; dan

Metode yang digunakan dalam proses pengamatan terkait perancangan Fasilitas wisata Jantur Inar adalah wawancara, observasi, dokumentasi, & studi literatur melalui buku dan