B. 260
RANCANGAN DAN VALIDASI KOMPUTASI SUPERHEATER PADA PLTU SUPERCRITICAL KAPASITAS 660 MW
Khanif Wahyuningtyas*, Ika Yuliyani
Jurusan Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung
Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, 40012
*E-mail: khanifw98@gmail.com
Abstrak
Salah satu komponen utama pada sistem pembangkit tenaga uap adalah steam generator (boiler), dimana didalamnya terdapat sebuah komponen, yaitu superheater (SH). Superheater pada PLTU supercritical merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal dari separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall. Ada tiga jenis superheater pada PLTU supercritical, yaitu primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak, temperatur kerja keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya. Tugas akhir ini akan menghasilkan rancangan primary SH pada PLTU supercritical kapasitas 660 MW dengan analisis distribusi panas dan aliran di sepanjang pipa primary SH. Spesifikasi rancangan primary SH didapat dari simulasi menggunakan software STEAMPRO yang berpacu pada data basic design PLTU supercritical kapasitas 660 MW. Hasil dari rancangan
primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L1) sebesar 17,92 m, lebar ruang primary SH (L3) sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH (L2) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal (St) sebesar 254,3 mm, jarak sentral pipa longitudinal (Sl) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa (Do) sebesar 63,5 mm, diameter dalam pipa (Di) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633 mm, dan besarnya energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun desain besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kJ/s. Sedangkan hasil dari analisis rancangan dengan pendekatan CFD menggunakan software Ansys R19.0 diketahui bahwa distribusi panas di sepanjang pipa primary SH, yaitu terjadi kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat dan untuk distribusi aliran di sepanjang pipa primary SH diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa tidak terjadi perubahan yang signifikan. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head
loss yang dihasilkan. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH,
yaitu dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow.
Kata Kunci: PLTU supercritical; superheater; komputasi; distribusi panas dan aliran.
PENDAHULUAN
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari uap untuk diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran pada turbin yang dikopel dengan generator, sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Menurut K. Rayaprolu (2009) dalam bukunya yang berjudul Boiler for Power and Process, siklus
1 National Conference of Industry, Engineering and Technology 2020,
B. 261
yang digunakan pada sistem PLTU adalah siklus tenaga uap atau siklus Rankine. Ada beberapa teknologi pada PLTU berdasarkan pengembangan siklus Rankine, seperti PLTU
subcricitical, PLTU subcritical fluidized bed, PLTU supercritical, dan PLTU ultra-supercritical (MITs, 2007).
PLTU supercritical merupakan salah satu pembangkit yang mampu meningkatkan nilai efisiensi siklusnya, karena pembangkit ini mampu bekerja pada tekanan dan temperatur yang melebihi titik kritis air, yaitu di atas 221,2 bar dan 374,1 . Menurut MIT Study (2007) dalam bukunya yang berjudul The Future of Coal, nilai efisiensi siklus pada PLTU
subcritical sebesar 33-37%, sedangkan nilai efisiensi siklus pada PLTU supercritical
sebesar 37-40%. Karena PLTU supercritical mampu menghasilkan nilai efisiensi siklus yang lebih besar, maka pengoperasian PLTU supercritical dapat mengurangi emisi gas buang karena penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit (Rayaprolu, 2009).
Salah satu komponen utama pada PLTU supercritical adalah superheater (SH).
Superheater merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal dari separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur
yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall, sehingga dapat menaikkan daya yang dihasilkan dari ekspansi turbin. Kualitas uap keluaran superheater pada PLTU
supercritical sama sekali tidak mengandung kelembaban dan menyimpan energi panas
sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari uap saturated. Superheater pada PLTU supercritical memiliki temperatur kerja sebesar 560 . Karena tingginya nilai temperatur yang harus dihasilkan, maka terdapat beberapa jenis superheater agar dapat menghasilkan uap keluaran yang dibutuhkan. Ada tiga jenis superheater pada PLTU supercritical, yaitu
primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak, temperatur kerja
keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya (Rayaprolu, 2009).
Primary SH terletak pada saluran gas buang (back pass) dengan perpindahan panas
yang didominasi secara konveksi, secondary SH terletak secara langsung di atas ruang bakar dengan perpindahan panas yang didominasi secara radiasi, dan tertiary SH terletak setelah secondary SH dengan perpindahan panas yang didominasi secara konveksi. Karena letak superheater yang berbeda satu sama lainnya, maka penyerapan panas yang terjadi pada primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan berbeda-beda. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kerja masing-masing superheater. Sehingga, uap yang dihasilkan oleh primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda.
B. 262
METODE PENELITIAN
Sebelum melakukan rancangan superheater pada PLTU supercritical kapasitas 660 MW, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan, seperti melakukan pengambilan data di lapangan, melakukan simulasi sistem PLTU supercritical, dan selanjutnya melakukan proses perhitungan parameter rancangan superheater, sehingga didapat dimensi rancangan pipa superheater. Untuk melihat lebih jelas tahapan pada penelitian tugas akhir ini, dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir
Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada salah satu PLTU supercritical kapasitas 660 MW di Indonesia. Sebagai referensi PLTU supercritical PT Lestari Banten Energi (LBE) dijadikan sebagai tempat pengambilan data lapangan. Dimana data lapangan yang diperoleh meliputi data spesifik komponen utama pada PLTU, seperti sistem boiler, sistem turbin uap, dan sistem kelistrikan.
Selanjutnya, data basic design yang diperoleh akan digunakan sebagai acuan pada simulasi sistem PLTU. Simulasi sistem PLTU supercritical dilakukan dengan menggunakan software STEAMPRO dari Thermoflow. Pertama, data yang perlu dimasukkan meliputi jenis boiler, jumlah unit, besar daya keluar (net power), frekuensi
B. 263
generator, dan konfigurasi turbin uap. Selanjutnya, menentukan kondisi lingkungan tempat PLTU yang akan dibangun, menentukan sistem pendingin, dan bahan bakar yang akan digunakan pada PLTU. Lalu, memasukkan data nilai tekanan dan temperatur pada turbin uap. Tabel 1 di bawah ini merupakan tabel parameter simulasi sistem PLTU supercritical kapasitas 660 MW.
Tabel 1. Parameter Simulasi Sistem PLTU
Setelah semua parameter simulasi sistem PLTU pada tabel 1. di atas dimasukkan, kemudian compute, selanjutnya software tersebut melakukan proses iterasi. Didapatkan hasil simulasi, seperti gambar 2. di bawah ini.
Gambar 2. Hasil Simulasi Sistem PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW
Dari hasil simulasi sistem PLTU supercritical didapatkan hasil simulasi boiler pada PLTU supercritical seperti pada gambar 3. di bawah ini. Dimana boiler yang dihasilkan,
No Jumlah Satuan
1 1 unit
2 660 MW
3 Single reheat condensing
4 50 Hz
5 30o
C
6 2,5 m
7 83 %
8 Once through open loop
water cooling
9 30o
C
10 30o
C
11 Kaltim Prima (Spesifikasi
terlampir) 12 242 bar 13 566o C 14 40 bar 15 566o C 16 8 unit 17 98,85 % 18 90 %
Temperatur steam masuk IPT Jumlah FWH
Efisiensi Generator Frekuensi generator Ambient temperature Ambient relative humidity Altitude
Jenis pendingin Temperatur air make up Temperatur air pendingin Bahan bakar
Tekanan steam masuk HPT
Efisiensi Boiler feed pump Temperatur steam masuk HPT Tekanan steam masuk IPT
Data Input Conventional boiler Output (net power ) Konfigurasi turbin uap
205,0T 24,74 p 46,95 T 367,5 m 272,8 p 286,7 T 572,3 m 0, 5 38 p 8 3, 2 T 1 9, 32 m 0,538 p 83,2 T 1, 7 85 p 1 67 T 23 m 1,785 p 167 T 4, 7 82 p 2 71 ,7 T 24 ,5 1 m 4,782 p 271,7 T 10 ,91 p 3 75 ,1 T 60 ,5 8 m 10,91 p 375,1 T BFPT 34,71 m 17 ,75 p 4 42 ,9 T 19 ,9 m 17,75 p 442,9 T 27 ,99 p 5 11 ,1 T 16 ,5 7 m 27,99 p 511,1 T 43 ,7 p 31 3 T 2 7, 49 m 43,7 p 313 T 71 ,07 p 3 77 T 46, 3 7 m 71,07 p 377 T 0,827 p 0,353 m GSC 40 p 566 T 487,7 m 1, 0 49 m S S R Le ak 1 ,631 m LP cr s 10 ,9 1 p 37 4, 7 T 3 98 ,9 m 0, 0 69 p 3 8, 74 T 33 2, 1 m 242 p 566 T 572,3 m 1,132 mSSR 0,262 m 6, 5 9 m 1, 6 31 m L P cr s 1, 1 12 m S S R 2, 4 23 m SSR 0, 3 02 m 0, 3 53 m to F W H 1 1, 7 68 m BFPT 25380 kW 34,71 m 373,6 T 10,39 p 34,71 m 46 T 0,101 p To FPT condenser HPT IPT1x2
(double f low) LPT1x4(2 double f low)
19,32 m 81,97 T 0,513 p 23 m 165,6 T 1,7 p 24,51 m 270,3 T 4,554 p 25,87 m 373,6 T 10,39 p 19,9 m 441,5 T 17,24 p 16,57 m 509,6 T 27,17 p 27,49 m 310,8 T 42,42 p 46,37 m 374,5 T 69 p FWH1 FWH2 FWH3 FWH4 DA (FWH5) FWH6A&B FWH7A&B FWH8A&B 0,513 p 81,97 T 94,47 m 46,95 T 367,5 m 79,19 T TTD 2,78 T 1,7 p 84,82 T 73,38 m 79,82 T 461,9 m 112,4 T TTD 2,77 T DCA 5,00 T 4,554 p 117,4 T 50,38 m 112,4 T 461,9 m 145,6 T TTD 2,78 T DCA 5,00 T 10,39 p 150,6 T 25,87 m 145,6 T 461,9 m 178,8 T TTD 2,78 T DCA 5,00 T 17,24 p 205 T 572,3 m 178,8 T 461,9 m 205 T 27,17 p 216,5 T 90,43 m 211,5 T 572,3 m 230,7 T TTD -2,32 T DCA 5,00 T 42,42 p 235,7 T 73,86 m 230,7 T 572,3 m 253,4 T TTD 0,48 T DCA 5,00 T 69 p 258,4 T 46,37 m 253,4 T 572,3 m 286,7 T TTD -1,87 T DCA 5,00 T 272,8 p 286,7 T 572,3 m 245,6 p 568 T 572,3 m 42,84 p 311,2 T 487,7 m 40,8 p 567,3 T 487,7 m 0,101 p 46 T 332,7 m 0,4 p 45,99 T 367,5 m 34,71 m 30,01 T 13264 m43,01 T13264 m 706964 kW 3000 RPM
STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67
FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.STP CYCLE SCHEMATIC p[bar], T[C], h[kJ/kg], m[kg/s]
BOILER EFF (HHV/LHV) 84,4% / 92,6%
NET PLANT EFF (HHV/LHV) 36,6% / 40,2% NET PLANT HR (HHV/LHV) 9827 / 8951 kJ/kWh
NET POWER 659977 kW AUX 46987 kW
B. 264
yaitu boiler dengan tipe vertikal. Di dalam boiler tersebut terdapat alat seperti economizer,
water wall, primary SH, secondary SH, tertiary SH, primary RH, final RH, dll.
Gambar 3. Hasil Simulasi Boiler Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW
Dari hasil simulasi boiler pada PLTU supercritical dihasilkan simulasi superheater pada PLTU supercritical seperti pada gambar 4. di bawah ini. Terdapat tiga jenis
superheater pada simulasi ini, yaitu CS1 (primary SH), RSH (secondary SH), dan CS2
(tertiary SH). Dimana data hasil simulasi superheater terdapat pada tabel 2. di bawah ini.
Gambar 4. Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW
33,35T 30T 212,2 m 42,52T 50,96 m 42,52T 29,25 m 15,53% of PA 345,1T 188,4 m 27,3% of total air 22,98 m 65,56T Kaltim Prima 107,6m 30T 34% moist. 9300 t/day Ash 1,722 m (149 t/day) Fly Ash 6,889 m 30T 550,7 m 385T 500,7 m 398,9T 159,1 m 788,1 m 1510,6T 1172,2T 788,1 m 1043,4T 901,2T 759,7T 610T 423,5T 146,5T 146,5T Ash 6,855 m (592 t/day) 154,1T Ash 0,026 m 141,7T 59,99T 8,616 m 25,85 m 74,99 T 894,6 m Fly Ash 0,008 m 0,01 %SO2 0,77 %Ar 63,83 %N2 4,28 %O2 11,62 %CO2 19,49 %H2O Plume visible HX Tin Tout ECO1 286,7 343,5 REV 343,5 398,9 CS1 398,9 419,4 RSH 419,4 492,5 CS2 492,5 568 CR1 311,2 433,1 CR2 433,1 567,3 FUEL WEIGHT% C % 40,8 H % 6,8 O % 43,05 N % 0,53 S % 0,76 ASH % 8 ESP ID Fan WFGD Flue Gas Reheater
1 ECO1 CS1 RSH CS2 18 19 CR1 CR2 29
STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67
FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.STP BOILER SCHEMATIC p T m BOILER EFF BOILER FUEL INPUT (kJ/s)
B. 265
Tabel 2. Data Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW
Dari tiga jenis superheater yang dihasilkan pada simulasi hanya akan ada satu jenis
superheater yang akan dirancang dan dianalisis, yaitu superheater dengan jenis primary
SH. Dimana data yang dibutuhkan meliputi nilai tekanan (P), temperatur (T), enthalpy (h), dan mass flow fluida ( ) pada sisi masuk dan keluar uap dan gas panas pada pipa primary SH yang dapat dilihat pada tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Data Parameter Awal Rancangan Primary SH
Selanjutnya, data hasil simulasi superheater pada sistem PLTU supercritical digunakan sebagai parameter awal untuk menghitung dimensi rancangan superheater. Untuk mempermudah proses perhitungan, maka dibuatlah beberapa tahapan seperti pada gambar 5. di bawah ini.
Gambar 5. Diagram Alir Rancangan Superheater
PARAMETER P (bar) T ( ) h (kJ/kg) (kg/s) Primary SH inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3 Primary SH outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3 Secondary SH inlet 248,95 419,4 2773,1 572,3 Secondary SH outlet 245,97 492,5 3144,1 572,3 Tertiary SH inlet 245,97 492,5 3144,1 572,3 Tertiary SH outlet 245,63 568,0 3398,1 572,3 Parameter Primary SH P (bar) T ( ) h (kJ/kg) (kg/s) Uap inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3 Uap outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3
Gas panas inlet 901,2 788,1
B. 266
Terdapat beberapa tahap perhitungan parameter rancangan superheater. Tahap pertama, yaitu menentukan klasifikasi dan dimensi dari primary SH. Klasifikasi dan dimensi tersebut meliputi panjang pipa, diameter pipa (Do dan Di), ketebalan pipa (t), susunan pipa, dan material pipa yang akan digunakan.
Tabel 4. Klasifikasi Pipa Primary SH
Menentukan ukuran dimensi, seperti diameter pipa (Do dan Di), panjang (L1), lebar
(L3), dan tinggi (L2) pipa primary SH harus dilakukan sebelum menghitung koefisien
perpindahan panas. Berikut merupakan tabel dimensi pipa primary SH yang didapatkan dari hasil iterasi sampai didapat nilai yang sama antara nilai laju kalor aktual dengan nilai laju kalor desain ( ).
Tabel 5. Dimensi Pipa Primary SH
Selanjutnya, yaitu tahap rancangan kapasitas termal dan menghitung perpindahan panas pada pipa primary SH. Nilai kapasitas termal harus dihitung agar dapat mengetahui nilai kalor yang diserap oleh pipa primary SH. Dimana, besarnya kalor yang diserap oleh pipa primary SH dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
... (1)
Dimana:
= laju perpindahan panas aktual (kJ/s)
= laju alir massa fluida (kg/s)
= perubahan nilai entalpi fluida (kJ/kg)
Klasifikasi Primary SH
Desain Counter flow
Konvektif
Konstruksi
Horizontal
In-line Plain
Multiple tubes per loop
Material SA-213 T91
Dimensi Nilai
Diameter luar pipa (Do) 63,5 mm
Tebal pipa (t) 8,633 mm
Diameter dalam pipa (Di) 46,2 mm
Panjang pipa (L1) 17,92 m
Lebar ruang primary SH (L3) 18,04 m Tinggi ruang primary SH (L2) 1,35 m Jarak sentral pipa transversal (St) 254,3 mm Jarak sentral pipa longitudinal (Sl) 79,4 mm
B. 267
Sedangkan nilai perpindahan panas harus dihitung agar dapar mengetahui nilai kalor yang dibutuhkan pada rancangan pipa primary SH dan dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
... (2)
Dimana:
= laju perpindahan panas desain (kJ/s)
= koefisien perpindahan panas total (W/m2 oC) A = luas perpindahan panas total (m2)
= faktor koreksi efektivitas penukar kalor = log mean temperature different (°C)
Nilai dan yang didapat besarnya harus sama ( ) atau
perbandingan kedua nilai ini (% kesalahan) besarnya kurang dari 5 %. Maka, dapat dikatakan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya dapat diterima dan desain telah berhasil.
Setelah semua tahap rancangan telah dilakukan dan diketahui dimensi pipa primary SH yang akan dirancang, selanjutnya data tersebut digunakan untuk membuat gambar rancangan pipa primary SH pada software Inventor Autodesk. Dibuatnya gambar rancangan ini bertujuan untuk melihat konstruksi pipa primary SH.
Setelah didapat desain pipa primary SH yang sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan dan dimensi hasil perhitungan, selanjutnya adalah melakukan simulasi CFD menggunakan software Ansys R19.0. Dimana, sebelumnya diperlukan desain pipa primary SH dengan format STP agar dapat terbaca saat menjalankan software Ansys R19.0. Langkah yang dilakukan pada perangkat lunak dibagi menjadi empat sebagai berikut.
Gambar 6. Proses Simulasi CFD
Simulasi CFD pipa primary SH dilakukan pada kondisi dua dimensi karena faktor bentuk, ukuran, dan arah aliran yang hanya dua sumbu, yaitu sumbu X dan Y. Selanjutnya, yaitu langkah mesh digunakan untuk mengubah volume fluida menjadi cell kecil. Semakin banyak jumlah cell pada simulasi, maka semakin akurat hasil iterasinya. Pada simulasi ini menggunakan jenis meshing campuran, yaitu skewness mesh metric dan orthogonal quality
B. 268
mesh metric. Dimana, bentuk meshing didominasi oleh bentuk persegi yang tujuannya
adalah untuk mempercepat proses iterasi. Dipilih jenis meshing campuran agar semua permukaan pipa primary SH dapat ter-meshing dengan sempurna, karena tidak semua permukaan pipa dapat ter-meshing dengan bentuk persegi. Dimana, detail hasil meshing pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 7. di bawah ini.
Gambar 7. Detail Hasil Meshing Pipa Primary SH
Langkah fluent berfungsi mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada desain yang telah dibuat, seperti model aliran yang digunakan, parameter yang dimasukan, dan dilakukannya iterasi dari hasil meshing yang telah dilakukan sebelumnya. Pada simulasi model aliran yang digunakan adalah jenis k-epsilon standard dengan parameter yang dimasukan, meliputi nilai temperatur uap masuk dan keluar, tekanan kerja uap, mass
flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan uap untuk sisi fluidanya, dan untuk sisi pipa atau wall, yaitu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa. Selanjutnya, dilakukanlah
proses iterasi dimana proses ini dilakukan sampai konvergen. Jika iterasi belum sampai konvergen, maka perlu diatur pada bagian meshing.
Tahap terakhir pada simulasi CFD adalah result yang berfungsi untuk memperlihatkan hasil iterasi berupa pola aliran fluida dan perpindahan panas pada fluida.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Distribusi Panas
Analisis distribusi panas pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai distribusi temperatur di sepanjang pipa primary SH. Gambar 8. di bawah ini merupakan gambar kontur temperatur pada pipa primary SH yang dihasilkan dari simulasi menggunakan software Ansys R19.0 melalui pendekatan CFD.
Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi panas di sepanjang pipa primary SH pada sisi uap tanpa melibatkan simulasi distribusi panas pada sisi ruang bakar atau gas panas. Sehingga, parameter yang dimasukan pada simulasi adalah nilai temperatur uap masuk dan
B. 269
keluar untuk sisi fluida, lalu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa untuk sisi pipa atau wall. Karena nilai parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama, maka simulasi dilakukan pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya nilai parameter temperatur uap masuk sebesar , temperatur uap keluar dan temperatur permukaan dalam pipa sebesar , dan temperatur permukaan luar pipa sebesar , maka dihasilkan gambar distribusi panas di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini.
Gambar 8. Kontur Temperatur Pipa Primary SH
Gambar 9. Detail 1 Kontur Temperatur Pipa Primary SH
Gambar 10. Detail 2 Kontur Temperatur Pipa Primary SH
Dari gambar 8. dapat dilihat distribusi panas di sepanjang pipa primary SH. Dimana, ujung pipa yang berwarna biru tua merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa yang berwarna hijau merupakan sisi outlet pipa primary SH. Dari hasil simulasi ini terlihat bahwa terjadi perubahan nilai temperatur yang signifikan yang ditandai dengan naiknya nilai temperatur pada pipa primary SH dengan sangat cepat.
Kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat ditunjukkan pada pipa laluan pertama (sisi
B. 270
warna yang sangat signifikan, yaitu pada laluan pertama (sisi inlet) uap berwarna biru tua yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar dan pada laluan kedua uap telah berwarna hijau yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar . Dimana, nilai temperatur ini merupakan nilai temperatur uap keluar pada pipa
primary SH. Sehingga, uap dengan warna hijau ini adalah uap dengan nilai temperatur
maksimum (temperatur uap keluar). Maka, dapat disimpulkan bahwa pada pipa primary SH terjadi perubahan nilai temperatur yang sangat cepat.
Meskipun demikian, kenaikan nilai temperatur pada primary SH tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan panas (temperatur permukaan dalam dan luar pipa) yang diberikan di sepanjang pipa primary SH dari sisi inlet hingga outlet besarnya sama. Untuk melihat detail kontur temperatur di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 9. dan 10. Dimana, uap telah berwarna hijau dari laluan kedua hingga laluan kedelapan (sisi
outlet).
Gambar 11. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Kiri
Gambar 12. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Tengah
B. 271
Gambar 11. di atas merupakan gambar detail kontur temperatur pipa primary SH pada sisi kiri yang bertujuan untuk melihat perbedaan warna dari sisi pipa atau wall dan dari sisi fluida atau uap. Pada sisi wall dapat dilihat terdapat dua warna, yaitu warna merah yang mengartikan permukaan luar pipa memiliki nilai temperatur sebesar dan warna hijau yang mengartikan permukaan dalam pipa memiliki nilai temperatur sebesar . Selanjutnya, dari sisi uap dapat dilihat pada sisi inlet (biru tua) memiliki perbedaan warna yang cukup signifikan dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Pada sisi tepi pipa memiliki uap dengan warna hijau yang dilanjut dengan warna biru muda lalu biru tua pada bagian tengah pipa. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai temperatur dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Hal ini diakibatkan pada sisi tepi pipa terdapat uap yang tidak tidak mengalir atau tidak memiliki kecepatan dikarenakan adanya faktor gesekan fluida pada pipa. Sehingga, nilai temperatur uap di sisi tepi pipa bernilai tinggi.
Pada gambar 12. dan 13. tidak terlalu terlihat perbedaan warna yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada pipa sisi tengah dan kanan telah menghasilkan uap dengan nilai temperatur yang telah mendekati nilai temperatur uap keluar. Dimana, temperatur uap keluar (temperatur maksimum) ditandai dengan uap yang berwarna hijau.
1.2 Distribusi Aliran
Analisis distribusi aliran pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai distribusi kecepatan di sepanjang pipa primary SH. Sama halnya dengan simulasi distribusi panas, simulasi distribusi aliran dilakukan dengan menggunakan software Ansys R19.0 melalui pendekatan CFD. Dimana, hasil simulasinya ditunjukkan oleh gambar 14. di bawah ini yang merupakan gambar kontur kecepatan di sepanjang pipa primary SH.
Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi kecepatan pada sisi uap tanpa melibatkan simulasi distribusi kecepatan pada sisi ruang bakar atau gas panas. Sehingga, parameter yang dimasukan pada simulasi adalah nilai-nilai pada sisi fluida saja, seperti nilai tekanan kerja uap, mass flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan rata-rata uap. Karena nilai parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama, maka simulasi dilakukan pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya nilai parameter tekanan kerja uap sebesar , mass flow uap sebesar , massa jenis uap sebesar
B. 272
, dan kecepatan rata-rata uap sebesar , maka dihasilkan gambar
distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini.
Gambar 14. Kontur Kecepatan Pipa Primary SH
Dari gambar 14. dapat dilihat distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH. Sama halnya dengan hasil simulasi distribusi panas, ujung pipa bagian bawah merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa bagian atas merupakan sisi outlet pipa primary SH. Dari hasil simulasi terlihat bahwa tidak terjadi perubahan nilai kecepatan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna di sepanjang pipa
primary SH yang artinya tidak ada perubahan nilai kecepatan aliran uap dari sisi inlet
hingga outlet pipa.
Nilai kecepatan besarnya sama dikarenakan nilai kecepatan yang dimasukan pada simulasi merupakan nilai kecepatan rata-rata uap. Sehingga, besarnya nilai kecepatan yang dihasilkan di sepanjang pipa primary SH merupakan kecepatan rata-rata uap. Terlihat dari kontur warna yang dihasilkan dari sisi inlet hingga outlet pipa, yaitu berwarna hijau-kuning yang mengartikan uap memiliki nilai kecepatan diantara nilai . Untuk melihat detail dari kontur kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 15, 16, dan 17 di bawah ini.
B. 273
Gambar 16. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Tengah
Gambar 17. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Kanan
Dari gambar detail kontur kecepatan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan warna yang signifikan. Di sepanjang tepi pipa memiliki warna biru tua yang mengartikan nilai kecepatan uap sebesar atau uap tidak memiliki kecepatan. Hal ini terjadi karena adanya faktor gesekan fluida pada pipa yang mengakibatkan terjadinya head loss di sepanjang pipa primary SH. Lalu, mengakibatkan pula terjadinya kenaikan nilai temperatur di sepanjang tepi pipa dikarenakan kecepatan aliran uap yang bernilai kecil, sehingga panas yang terserap oleh uap tidak dapat terpindahkan. Dimana, kenaikan nilai temperatur di sepanjang tepi pipa secara langsung akan mempengaruhi nilai kekuatan material pipa. Maka dari itu, pemilihan material harus didasarkan pada nilai temperatur kerja dan tekanan kerja baik dari sisi ruang bakar (gas panas) ataupun dari sisi fluida (uap). Lalu, memperhatikan komposisi yang menyusun material tersebut agar dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada pipa seperti retak atau pecah akibat pengikisan dan korosi.
Selanjutnya, terdapat warna merah disetiap pipa elbow atau belokan pada bagian pipa dalam yang menandakan adanya peningkatan nilai kecepatan aliran uap sebesar . Terjadinya peningkatan nilai kecepatan aliran diakibatkan karena arah aliran
B. 274
yang berubah (berbelok) pada pipa elbow ditambah dengan pipa elbow pada bagian pipa dalam memiliki sudut belok (radius) yang kecil.
Akibat dari arah aliran yang berubah (berbelok) dengan radius yang kecil, maka terjadi
head loss berupa aliran dalam bentuk pusaran yang disebut dengan eddy current atau arus
pusar. Eddy current yang dihasilkan ditandai dengan adanya warna biru tua yang mengartikan uap memiliki nilai kecepatan sebesar atau uap tidak memiliki kecepatan yang berada tepat pada tikungan pipa elbow. Untuk melihat detail dari eddy
current yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 18. di bawah ini.
Gambar 18. Detail Eddy Current Pada Kontur Kecepatan Pipa Primary SH
Eddy current pada gambar di atas ditandai oleh lingkaran berwarna hitam. Dimana, eddy current adalah aliran berbentuk pusaran yang terbentuk karena adanya aliran yang
terhalang oleh aliran lain, sehingga menghasilkan aliran dengan arah berbalik yang selanjutnya akan menghasilkan pusaran. Oleh karena itu, eddy current yang terbentuk memiliki nilai kecepatan yang rendah atau tidak mengalir.
Akibat dari nilai kecepatan yang rendah memungkinkan terbentuknya endapan. Dimana, endapan yang terbentuk akan menghambat proses heat transfer dari sisi gas panas ke sisi uap yang berada di dalam pipa. Eddy current yang terbentuk dapat diatasi dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow. Dapat dilihat pada gambar di atas bagian pipa yang ditandai oleh lingkaran berwarna merah terlihat bahwa di sepanjang pipa
elbow pada bagian pipa luar tidak terbentuk eddy current.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
B. 275
1. Dari hasil rancangan primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L1) sebesar
17,92 m, lebar ruang primary SH (L3) sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH
(L2) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal (St) sebesar 254,3 mm, jarak
sentral pipa longitudinal (Sl) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa (Do) sebesar 63,5
mm, diameter dalam pipa (Di) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633 mm, multiple tubes sebanyak 2 buah, jumlah laluan (Z) sebanyak 8 laluan, dan besarnya
energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun desain besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kJ/s.
2. Dari hasil validasi pipa primary SH diperoleh hasil yang kurang valid. Dikarenakan masih ada parameter yang belum masuk pada perhitungan dan proses simulasi. Seperti tidak melakukan perhitungan pada pipa elbow di setiap laluan pipa dan pada simulasi tidak dilakukan simulasi distribusi panas dan distribusi aliran pada sisi ruang bakar atau gas panas.
3. Dari hasil simulasi distribusi panas diketahui bahwa kenaikan nilai temperatur pada pipa primary SH terjadi sangat cepat.
4. Semakin besar nilai temperatur uap, maka semakin kecil nilai kecepatan aliran uapnya.
5. Dari hasil simulasi distribusi aliran diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa
primary SH tidak terjadi perubahan yang signifikan.
6. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head loss yang dihasilkan. Dimana, pada pipa primary SH dihasilkan head loss dari gesekan yang terjadi di sepanjang pipa karena adanya faktor kekasaran pipa dan dari terbentuknya eddy
current, yaitu aliran dalam bentuk pusaran.
7. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH, yaitu dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson B [et al.]. (2012). Computational Fluid Dynamics for Engineers. New York : United States of America by Cambridge University Press.
Holman J. P. (2010). Heat Transfer, 10th Edition. New York : McGraw-Hill.
Incropera [et al.]. (2011). Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 7th Edition. Jefferson City : John Wiley & Sons, Inc.
Kitto J. B. and Stultz S. C. (2005). Steam/Its Generation and Use, 41th Edition. Ohio : The Babcock & Wilcox Company.
B. 276
Moran M. J. [et al.]. (2011). Fundamentals of Engineering Thermodynamics 7th Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Rayaprolu K. (2009). Boiler for Power and Process. New York : CRC Press.
Shah R. K. and Sekulic D. P. (2003). Fundamentals of Heat Exchanger Design. John Wiley & Sons.