• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endang Nur Utami 1 ; Anik Nuryati, S.Si, M.Sc. 2 ; M. Atik Martsiningsih, S.Si, M.Sc. 2 INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Endang Nur Utami 1 ; Anik Nuryati, S.Si, M.Sc. 2 ; M. Atik Martsiningsih, S.Si, M.Sc. 2 INTISARI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

EFEK RENOPROTEKTIF PERASAN RIMPANG TEMULAWAK

(Curcumma xanthorriza Roxb.) TERHADAP KADAR UREUM TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

Endang Nur Utami1 ; Anik Nuryati, S.Si, M.Sc.2 ; M. Atik Martsiningsih, S.Si, M.Sc.2

INTISARI

Temulawak adalah salah satu obat tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Temulawak mengandung kurkumin yang bisa mencegah terjadinya kerusakan ginjal. Kurkumin merupakan zat antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas didalam sel. Penggunaan parasetamol dengan dosis toksik akan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Metabolisme Parasetamol melalui sitokrom P450 membuat Parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif. Indikator terjadinya kerusakan ginjal salah satunya adalah peningkatan kadar ureum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek renoprotektif perasan rimpang temulawak (Curcumma

xanthorriza Roxb) terhadap kadar ureum pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi Parasetamol Penelitian ini merupakan pre-post test control group

design dengan menggunakan tikus putih sebagai hewan uji sebanyak 24 ekor

yang dibagi menjadi 4 kelompok, parasetamol 500 mg/kg BB digunakan untuk menginduksi tikus putih agar terjadi kerusakan pada ginjal. Perasan temulawak dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB diberikan pada masing-masing kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan diperiksa kadar ureum (pre-test dan

post-test). Data dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan uji AnovaOne Way dan uji regresi linear pada SPSS 16.0 for Windows. Rata-rata peningkatan

kadar ureum tikus putih yang diinduksi parasetamol pada tikus putih yang diberi perasan temulawak dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB adalah 50.33; 35.89 ; 23.47 mg/dl. Hasil uji AnovaOne Way menunjukkan signifikan 0.000 yang berarti ada pengaruh pemberian perasan temulawak terhadap kadar ureum tikus putih yang diinduksi parasetamol.Hasil uji regresi linear adalah terdapat hubungan yang sangat kuat antara pemberian perasan temulawak dengan penurunan kadar ureum. Penurunan kadar ureum diperkirakan 97.8 % karena perasan temulawak dan 2.2 % karena adanya faktor lain dan dapat disimpulkan bahwa setiap pemberian perasan temulawak dapat memberikan efek renoprotektif terhadap berkurangnya kadar ureum tikus putih yang diinduksi parasetamol sebesar 13.426 mg/dl. Terdapat efek renoprotektif perasan rimpang temulawak (Curcumma xanthorriza Roxb) terhadap kadar ureum pada serum tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi Parasetamol

Kata Kunci: Perasan temulawak, Parasetamol, kadar ureum, tikus putih.

1 Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2 Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

(2)

The Renoprotective Effect of Temulawak Aqueous (Curcuma

xanthoriza Roxb.) on The ureum value on White Rats (Rattus

norvegicus) Which Induced by Parasetamol

Endang Nur Utami1 ; Anik Nuryati, S.Si, M.Sc.2 ; M. Atik Martsiningsih, S.Si, M.Sc.2

ABSTRACT

Temulawak is one of traditional medicine that often used by people in Indonesia. Temulawak contain curcumin that can prevent kidney damage. Curcumin is antioksidan substance that can catching free radical inside cell. Use Parasetamol with toxic dose will make kidney damage. Parasetamol metabolism in sitokrom P450 make Parasetamol occurred N-hidroksilasi form compound, N-acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI), that very electrofilic and reactive. Indicator kidney damage is ureum value increase. This research aim to know the renoprotective effect of temulawak aqueous (curcuma xanthoriza roxb.) on the ureum value on white rats (rattus norvegicus) which induced by parasetamol. This research a pre-post test control group design using 24 white rats as experimental animals that divide in to 4 group, Parasetamol used to induce white rats in order to kidney damage. Temulawak aqueous dose of 200, 400, and 800 mg / kg BW give to each treatment group. The ureum value test (pre-post test) do in each treatment group. The test results were analyzed using descriptive statistics and One Way Anova and linear regression in SPSS 16.0 for Windows. The mean ureum value increase white rats that induced by parasetamol and temulawak aqueous dose 200, 400, and 800 mg/ kg BW are 50.33; 35.89 ; 23.47 mg/dl. The AnovaOne way result showed significant 0.000 that have meaning there are influence giving temulawak aqueous to white rats ureum value that induced by parasetamol. The linear regression result is there are strong connection between giving temulawak aqueous with ureum value decrease. Ureum value decrease approximation 97.8% becaue temulawak aqueous and 2.2 % because other factor and can conclude that each giving temulawak aqueous can give renoprotective effect to white rats ureum value decrease which induced by parasetamol is 13.426 mg/dl. There are renopretective effect temulawak aqueous (Curcumma xanthorriza Roxb) on the ureum value on white rats (Rattus norvegicus) which induced by Parasetamol.

Keywords : temulawak aqueous, Parasetamol, ureum value, white rats.

1 Student of Health Analyst Department of Health Polytechnics of Yogyakarta 2 The Lecturers of Health Analyst Department of Health Polytechnics of

(3)

3 PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional sejak lama. Obat tradisional ini telah digunakan jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obat sintetik. Obat-obatan dalam penggunaannya telah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari obat sintetik. Masyarakat kembali memilih tumbuhan obat sebagai alternatif penyembuhan berbagai penyakit karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil1. Parasetamol adalah zat antipiretik atau obat penurun demam yang hanya mengurangi gejala penyakit, tidak mengobati penyakit. Dosis harus tepat, tidak berlebihan karena dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal2.

Masyarakat di Indonesia sering menggunakan Parasetamol sebagai obat penurun demam. Obat ini dapat diperoleh tanpa resep dokter sehingga mudah didapat. Penggunaan Parasetamol seringkali digunakan tanpa mengetahui dosis yang efektif bagi tubuh sehingga memungkinkan untuk terjadinya keracunan3.

Obat-obatan dieliminasi dari dalam tubuh baik dalam bentuk yang tidak diubah oleh proses ekskresi maupun diubah menjadi metabolit. Ginjal merupakan organ yang paling penting untuk mengeluarkan

obat-obatan dan hasil metabolitnya4. Metabolisme Parasetamol melalui

sitokrom P450 dapat membuat Parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara,yaitu senyawa N-acetyl-para benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif5.

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner yang bertugas menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Organ ini berisi darah dari arteri yang mengalir melalui kumpulan pembuluh darah halus ginjal sebagai unit penyaringan ginjal yang disebut glomerulus. Setiap kumpulan tersebut dikelilingi oleh organ seperti cangkir yang disebut kapsul bowman yang tersangkut pada tubule dan berperan dalam penyaringan darah. Cairan yang tidak berguna bagi tubuh sekitar 1 % akan dikirimkan ke kandung kemih sebagai urin. Zat-zat tersebut antara lain adalah urea,

(4)

natrium, kalium, magnesium , asam fosfat dan asam karbonat 6.

Kadar kreatinin dan kadar nitrogen urea di dalam darah dihitung sebagai kemampuan fungsi ginjal. Tes-tes kemampuan fungsi ginjal mempunyai dua tujuan utama. Tes-tes ini mendeteksi kemungkinan kerusakan ginjal pada seorang pasien yang mempunyai gangguan pada ginjal atau menentukan derajat kerusakan fungsi ginjal yang diketahui sakit. Ginjal harus rusak kira-kira dua pertiga jaringan secara fungsional agar tes-tes fungsi ginjal memperlihatkan kelainan, dan kegagalan ginjal berkembang bila ketidakmampuan mempertahankan keseimbangan7.

Ureum dihasilkan oleh tubuh sebagai produk metabolisme protein hepatik. Cara pembuangannya dari tubuh adalah ekskresi oleh ginjal. Produksi ureum terjadi pada kecepatan yang cukup mantap sehingga kecepatan nitrogen urea darah restruksi pada fungsi ginjal8. Nilai normal ureum dalam serum adalah dewasa yaitu 5-25 mg / dl, Bayi sebesar 5-15 mg/dl dan Anak-anak sebesar 5-20 mg/ dl 9

Temulawak merupakn tanaman sejenis kunyit yang bisa digunakan sebagai obat berbagai macam

penyakit. Tanaman ini memiliki nama latin Curcuma xanthorriza Roxb., merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak terdapat di pulau Jawa. Temulawak bermanfaat karena mengandung zat tepung, kurkumin dan minyak atsiri10. Kurkumin yang terkandung dalam temulawak adalah sekitar 1,93%1. Diet kurkumin pada tikus mampu melindungi sel-sel ginjal terhadap stres oksidatif11.

Penelitian telah menunjukkan bahwa gugus hidroksi fenolik kurkumin sangat berperan sebagai penangkal radikal (antioksidan). Kurkumin sebagai inhibitor sitokrom P-450 kemungkinan diperantarai oleh kehadiran gugus hidroksi 12.

Reaksi radikal hidroksil (OH) dengan kurkumin menyebabkan hydrogen fenolik ditarik, kemudian radikal fenolik yang dihasilkan dimantapkan dan bereaksi kembali dengan radikal fenolik tersebut. Dengan cara ini OH dinetralkan, sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membrane mitokondria. Kemudian kurkumin akan terurai membentuk asam ferulat dan fenilbutenon 13.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan rancangan

(5)

5

eksperimental murni, percobaan secara in vivo dan menggunakan desain penelitian dengan rancangan pre-post test control group design. Dua puluh empat ekor tikus putih (Rattus norvegicus) dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok Kontrol positif dan kelompok perlakuan dengan dosis perasan temulawak 200, 400, dan 800 mg/kg BB.

Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian perasan temulawak secara per oral. Variabel terikatnya adalah kadar ureum tikus putih. Hewan percobaan yang dipakai adalah tikus putih berjenis kelamin jantan yang berumur 8 minggu, memiliki berat badan 150-200 gram, sehat, dan tidak cacat.

Proses adaptasi dilakukan pada hewan percobaan selama 1 minggu sebelum mendapat perlakuan. Selama proses adaptasi,dua puluh empat ekor tikus hanya diberi pakan standar. Setelah satu minggu adaptasi, dua puluh empat tikus tersebut dibagi menjadi empat kelompok yakni kelompok pertama adalah kelompok kontrol positif, kelompok selanjutnya yaitu kelompok 1, 2, dan 3 adalah kelompok perlakuan dengan dosis 200 ; 400; 800 mg/kg BB perasan

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), kemudian diambil darahnya lewat sinus orbital untuk diperiksa kadar ureum sebagai pre–test. Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang hanya diberi Parasetamol dengan dosis 500 mg/kg BB sebanyak 1 kali tanpa pemberian perasan rimpang temulawak. Kelompok perlakuan mendapatkan perasan rimpang temulawak dengan dosis 200 ; 400; 800 mg/kg BB selama 1 minggu dan Parasetamol dengan dosis 500 mg/kg BB sebanyak 1 kali. Semua kelompok tikus putih mendapatkan pakan standar BR II setiap hari. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan pre-test dan post test melalui sinus orbital yang kemudian serum yang didapatkan diukur kadar ureum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar ureum diukur sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada masing-masing kelompok selama 2 minggu. Data kadar ureum ditunjukkan pada Tabel 1: Selisih kadar ureum Sebelum dan Sesudah Pemberian Perasan Temulawak pada Tikus Putih yang Diberi Parasetamol Secara Oral (satuan dalam mg/dl) dan Persentase

(6)

Peningkatan kadar ureum (satuan dalam %).

Sumber: Data Primer Terolah

Kelompok kontrol positif mengalami peningkatan aktivitas ALP (pre-post) yang paling tinggi setelah diberikan Data kadar ureum pada tabel 2 menunjukkan bahwa kadar ureum sebelum perlakuan (pre-test ) pada kelompok kontrol positif, 200, 400, dan 800 mg/kg BB adalah 10.93 ; 0.98; 11.42; 11.09 mg/dl, sedangkan kadar ureum setelah perlakuan ( post-test ) pada

kelompok kontrol positif, 200, 400, dan 800 mg/kg BB adalah 80.12; 50.33; 35.89; 23.47 mg/dl.

Kelompok kontrol positif mengalami peningkatan kadar ureum (pre-post) yang paling tinggi setelah diberikan parasetamol secara oral, yaitu 69.19 mg/dl. Kadar ureum semakin menurun pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 200, 400, dan 800 mg/kg BB. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa semakin besar dosis perasan temulawak maka semakin besar efek renoprotektifnya.Semakin besar dosis perasan temulawak yang diberikan, maka semakin kecil rata-rata kadar ureum pada post-test.

menghitun

Grafik menujukkan bahwa kondisi tikus pada Pre-Test (warna biru) dalam kondisi sehat, karena kadar ureum dalam keadaan normal dan cenderung stabil. Post-Test

N o Kelomp ok Kadar ureu m (Pre-test) Kadar ureum (Post-test) Selisih kadar ureum (Pre-Post) Peningk -atan kadar ureum (%) 1 Kontrol Positif 10.93 77.78 66.85 611.62 2 11.26 80.72 69.46 616.87 3 11.59 80.39 68.80 593.62 4 10.60 78.10 67.51 636.89 5 10.26 81.70 71.43 696.20 6 10.93 82.03 71.10 650.50 Rerata 10.93 80.12 69.19 633.03 1 200 mg/kg BB 10.26 48.37 38.11 371.44 2 11.59 50.65 39.06 337.01 3 10.93 52.29 41.36 378.41 4 10.93 50.00 39.07 357.46 5 11.59 51.31 39.72 342.71 6 10.60 49.35 38.75 365.57 Rerata 10.98 50.33 39.35 358.38 1 400 mg/kg BB 11.92 32.68 20.76 174.16 2 11.26 36.93 25.67 227.98 3 10.93 39.22 28.29 258.83 4 11.59 36.60 25.01 215.79 5 10.93 33.33 22.41 205.03 6 11.92 36.60 24.68 207.05 Rerata 11.42 35.89 24.47 214.27 1 800 mg/kg BB 11.59 23.86 12.27 105.87 2 10.93 22.22 11.30 103.39 3 11.26 23.53 12.27 108.97 4 11.92 23.53 11.61 97.40 5 10.60 24.84 14.24 134.34 6 10.26 22.88 12.61 122.90 Rerata 11.09 23.47 12.38 111.63 0 20 40 60 80 100 K a dar ure um ( m g/ dl ) Ko n ro l Po si ti f 200mg / kg BB 400 mg/kg BB 800 mg/k g BB

Rata-Rata kadar ureum Tikus Putih

(Pre-Test dan Post-Test)

Pre-Test Post-Test

(7)

7

(warna merah) terjadi peningkatan kadar ureum kontrol positif yang signifikan karena pengaruh dari parasetamol. Semakin tinggi dosis temulawak maka kadar ureum semakin berkurang secara bertahap. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menghitung rata-rata standar deviasi minimum dan maksimum.

Tabel 3: Hasil Pengukuran Efek Renoprotektif Perasan Rimpang Temulawak Terhadap Kadar Ureum Tikus Putih Yang Diinduksi Parasetamol (satuan dalam mg/dl)

Sumber : Data Primer Terolah

Analisis deskriptif dapat digunakan untuk mengetahui kelompok yang memiliki rata-rata kadar ureum tertinggi adalah kelompok tikus putih yang diberi dosis perasan temulawak sebesar 200 mg/kg BB. Kelompok yang memiliki rata-rata kadar ureum terendah adalah kelompok tikus putih yang diberi dosis perasan temulawak sebesar 800 mg/kg BB.

Data dianalisa menggunakan SPSS 16.0 for Windows dengan uji normalitas data sebagai langkah

perhitungan yang pertama. Hasil uji ini menunjukkan data berdistribusi normal yang menandakan bahwa data dianalisis selanjutnya menggunakan metode parametrik. Analisis dilanjutkan dengan uji One Way Anova. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar ureum antar kelompok perlakuan dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB. Variansi data homogen atau sama, maka dilakukan uji Post Hoc (LSD) yang didapatkan hasil terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan. Analisis selanjutnya adalah menggunakan uji regresi linear sederhana yang didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara pemberian perasan temulawak terhadap kadar ureum tikus putih yang dinduksi parasetamol. Persamaan linear yang didapat adalah y= 63.418 – 13.426x. yang mempunyai makna setiap pemberian perasan temulawak dapat menurunkan aktivitas ALP sebesar 13.426 mg/dl

Pemberian parasetamol dengan dosis 500 mg/kg BB mampu meningkatkan kadar ureum. Hal ini ditunjukan oleh data pada tabel 2, yakni kadar ureum post-test pada kontrol positif yaitu sebesar 80.12

Kelompok Perlakuan N Mean ± SD Minim um Maksi mum Dosis 200 mg/kg BB 6 39.34±1.12 38.10 41.36 Dosis 400 mg/kg BB 6 24.47±2.62 20.76 28.29 Dosis 800 mg/kg BB 6 12.38±1.03 11.30 14.24

(8)

mg/dl meningkat dibandingkan dengan kadar ureum Pre-Test yaitu sebesar 10.93 mg/dl. Meningkatnya kadar ureum karena ginjal mengalami kerusakkan, sehingga kadarnya dalam serum naik14.

Kadar ureum tikus putih yang diberi perasan temulawak sebesar 200, 400, dan 800 mg/ kg BB dan selanjutnya diinduksi parasetamol adalah 50.33; 35.89 ; 23.47 mg/dl. Hasil yang diperoleh ini dapat dikatakan bahwa kadar ureum tikus putih mengalami penurunan secara bertahap. Menurunnya kadar ureum tikus putih menunjukkan adanya efek renoprotektif terhadap tikus putih yang diinduksi parasetamol.

Perasan temulawak diberikan selama satu minggu sebelum induksi parasetamol bertujuan untuk menghambat kerusakan ginjal. Kurkumin yang terkandung di dalam temulawak berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menghambat kerusakan sel-sel tubuli ginjal dengan cara mengikat radikal-radikal bebas yang akan merusak sel15. Radikal bebas dalam hal ini adalah metabolik toksik yang berasal dari hidroksilasi parasetamol berupa N-acetyl-benzoquineimine (NAPQI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian

perasan temulawak pada tikus putih dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar ureum akibat dari pemberian parasetamol secara oral. KESIMPULAN

1. Perasan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB memiliki efek renoprotektif terhadap kadar ureum pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol.

2. Kadar ureum tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kg BB mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum pemberian parasetamol dosis 500 mg/kg BB yaitu 10.93 mg/dl menjadi 80.12 mg/dl.

3. Kadar ureum setelah pemberian perasan temulawak dosis 200, 400, dan 800 mg/kg BB dan diinduksi parasetamol berturut-turut sebesar 50.33; 35.89 ; 23.47 mg/dl.

SARAN

1. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menelusuri mengenai efek renoprotektif terhadap kadar ureum tikus putih pada tes fungsi ginjal yang lain

(9)

9

dengan pengamatan tambahan yaitu pengamatan mikroskopis sel-sel ginjal sebagai penambah wawasan dan informasi.

2. Masyarakat dapat menggunakan temulawak sebagai alternatif dalam mencegah kerusakan ginjal akibat paparan obat

3. Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan dosis perasan temulawak yang lebih bervariasi dan waktu pemberian perasan temulawak yang lebih lama. KEPUSTAKAAN

1. Fatmawati, A.D. 2008. Pola Protein Dan Kandungan Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcumma Xanthorizza Roxb.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

2. Azis, S., Sudibyo, S., Max, J.H. 2005. Kembali Sehat dengan Obat. Jakarta : Pustaka popular obor.

3. Mayasari, S. 2007. Pengaruh Pemberian Asetaminofen Berbagai Dosis Terhadap Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Tikus Wistar. KTI. Universitas Diponegoro.

4. Goodman dan Gilman. 2010. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC

5. Maulana, A.I. 2010. Pengaruh Ekstrak Tauge (Phaseolus Radiatus) Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus Musculus) Yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

6. Alam, S., Iwan, H. 2007. Gagal ginjal. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.

7. Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta : EGC. 8. Horne, M.M. 2000.

Keseimbangan Cairan, Elektrolit Dan Asam Basa. Jakarta : EGC. 9. Kee, J.L. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Edisi 6. Jakarta: EGC.

10. Alexano, P. 2012. Warisan Kuno Pengobatan Tiongkok. Jakarta : Dunia sehat.

11. Kertia, N. 2011. Pengaruh Kombinasi Kurkuminoid Dan Minyak Atsiri Terhadap Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Penderita Osteoatrhitis. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 22, No 3 Maret 2011: 151-157.

12. Hakim,A.R,.2003. Sintesis Kurkumin dan Pengaruhnya Terhadap Farmakokinetika Teofilin Pada Tikus. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.

13. Suyatna

,

Syamsudin,Ganiswarn a, S., Sadikin, M. 2012. Efek Kurkumin terhadap Aktivitas Enzim Glutation Peroksidase Mitokondria Hati Tikus yang

Diinduksi dengan Butilhidroperoksida-tersier. Diunduh dari http://jifi.ffup.org/wp-content/uploads/20012/03/Ratn a. Isolasi-dan-ident.pdf pada tanggal 7 November 2012. 14. Sutedjo, A.Y. 2008. Mengenal

Penyakit Melalui Hasil

Pemeriksaan Laboratorium.

Yogyakarta:Amara Books

15. Susanti, D.R. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol

Temulawak (Curcuma

Xanthorrhiza Roxb.) Pada Gambaran Histopatologi Ginjal Ayam Petelur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor

(10)
(11)

Gambar

Grafik  menujukkan  bahwa  kondisi  tikus  pada  Pre-Test  (warna  biru)  dalam  kondisi  sehat,  karena  kadar ureum dalam keadaan normal  dan  cenderung  stabil
Tabel  3:  Hasil  Pengukuran  Efek  Renoprotektif  Perasan  Rimpang  Temulawak  Terhadap  Kadar  Ureum  Tikus  Putih  Yang  Diinduksi  Parasetamol (satuan dalam mg/dl)

Referensi

Dokumen terkait

Song, B.Y., and Lee, H.G., 2009, Α Tocopherol - Loaded Ca-Pectinate Microcapsules : Optimization, in vitro release, and bioavailability. Sunanto, H., 1993, Aren Budidaya

Bambu lamina dari bambu andong dan bambu mayan yang dibuat menggunakan perekat UF memiliki sifat mekanis yang cukup tinggi yaitu keteguhan lentur rata-rata 1.196 kg/cm dan

verifikasi terhadap Mekanisme Alih Teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif yang telah disusun pada tahun

Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik

Konsep penghasilan yang paling banyak dipakai adalah dengan melakukan pendekatan pengenaan pajak atas penghasilan, yaitu satu tambahan ekonomis yang diterima Wajib

Analisis data mengenai kondisi kualitas perairan Sungai Ciambulawung, dilakukan melalui pendekatan penentuan status mutu air dengan metode Indeks Pencemaran (Lampiran 2-4) dan

Berdasarkan pengolahan data dan analisis data yang diperoleh, maka hasil penelitian ini diperoleh atlet bola basket liga mahasiswa putra jawa barat tahun 2013/2014

Begitu pentingnya tanaman ini sehingga sejak awal penanaman sampai proses panen adalah saat-saat yang selalu dianggap penting.Inilah yang dirayakan pada kerja