commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Masa Nifas a. Pengertian
Nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai segera setelah plasenta dan selaput janin lahir dan berakhir ketika organ reproduksi wanita secara perlahan mengalami perubahan seperti pada kondisi sebelum hamil, kurang lebih 6 minggu atau 42 hari masa nifas, keadaan kembalinya organ reproduksi tersebut disebut dengan involusi (Prawirohardjo, 2005; Maritalia, 2012; Varney, 2008).
b. Tahapan Masa Nifas
Menurut Maritalia (2012) masa nifas dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1) Puerperium Dini
Masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu postpartum pervaginam tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi dini.
2) Puerperium Intermediate
Masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
commit to user
Keadaan ini berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42 hari.
3) Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna, terutama bila ibu selama hamil atau waktu hamil mengalamai komplikasi. Waktu remote puerperium berbeda tiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau bersalin.
c. Perubahan Pada Masa Nifas 1) Involusi Korpus Uteri
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desisua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus, proses involusi uterus berlangsung cepat, dengan kecepatan 1 cm per hari; dengan demikian, pada hari ke-10 uterus tidak lagi dapat diraba di atas simpisis pubis (Varney, 2008; Dunstall, 2007).
Organ ini mencapai ukuran seperti semula seperti sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu. Uterus segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gram, akibat involusi uteri 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhir minggu kedua turun menjadi sekitar 300 gram dan telah turun
commit to user
masuk ke pelvis sejati, dan segera setelah itu (4 minggu pasca persalinan) menjadi 100 gram atau kurang (Cunningham, 2013). 2) Lokia
Lokia merupakan sekret yang berasal dari kavum uteri (Maritalia, 2012). Menurut Coad dan Dunstall (2007) lokia dibedakan menjadi :
(a) Lokia Rubra (Merah)
Berwarna merah menetap selama sekitar 3 hari. Merupakan desidua dan darah dari perlekatan plasenta, mula-mula steril, kemudian uterus mulai terkolonisasi oleh flora vagina.
(b) Lokia Serosa (Merah Muda/Coklat)
Memiliki bau khas agak manis, mengandung leukosit, mukus, sel epitel vagina, desidua nekrotik, dan bakteri nonpatologis. Menurut Varney (2008) lokia serosa mulai terjadi sebagai bentuk pucat dari lokia rubra dan berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kunimg, atau putih hingga transisi menjadi lokia alba.
(c) Lokia Alba (Putih)
Sebagian besar cairan serosa dan leukosit, ditambah sebagian mukus serviks dan mikroorganisme. Varney (2008) menjelaskan bahwa lokia alba mulai terjadi setelah hari
commit to user
kesepuluh pescapartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu.
3) Sistem Perkemihan
Trauma pada kandung kencing selama proses persalinan menyebabkan edema dan hyperemia kandung kencing. Perubahan pada kandung kemih dapat menyebabkan peningkatan resiko infeksi saluran kencing pada masa nifas. Apabila uterus teraba tinggi atau bergeser ke salah satu sisi setelah pasien berkemih, dapat dicurigai pasien mengalami retensi urin karena kandung kemih yang penuh akan mendorong uterus (Dunstall, 2007). 4) Sistem Pencernaan dan Defekasi
Masalah pencernaan pada masa nifas dipengaruhi oleh tonus dan tekanan pada sfingter esophagus bawah yang berkurang akibat rasa nyeri saat melahirkan. Keadaan tersebut dapat diperparah dengan adanya haemoroid. Masalah sistem pencernaan pada masa nifas menjadi lebih rumit ketika terdapat trauma perineum sehingga ibu nifas takut membuka/ melemaskan anusnya, menjadi semakin kompleks dengan adanya atoni usus, otot abdomen yang lemah, asupan makanan yang tidak teratur, dan dehidrasi berat setelah melahirkan (Dunstall, 2007).
5) Perubahan Psikologis
Setelah melahirkan, seorang wanita mengalami perubahan besar baik fisik maupun psikologisnya. Tidak mengherankan
commit to user
apabila seorang wanita setelah melahirkan mengalami perubahan perilaku dan merasa sedikit kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran, pada saat yang sama ibu baru mungkin akan merasa frustasi karena merasa tidak kompeten dan tidak mampu mengontrol situasi. Dalam keadaan semacam ini perlu adanya dukungan dan bimbingan bagi seorang ibu baru untuk melewati masa ini agar tidak berlanjut menjadi postpartum blues. Oleh karena itu, peran Bidan sangat besar dalam memahami respons psikologis ibu untuk membantu mereka melalui masa ini dengan sehat (Varney, 2008).
d. Asuhan Nifas Normal
Selama periode awal pasca melahirkan tenaga kesehatan harus memberikan evaluasi puerperium awal pada wanita sedikitnya sekali sehari. Pemberian asuhan pada masa ini mejadi sangat penting karena memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi, pencegahan dan diagnosa dini serta pengobatan komplikasi pada ibu, merujuk ibu ke tenaga ahli bila diperlukan, mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus, imunisasi ibu terhadap tetanus, mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak serta peningkatan hubungan yang baik antara
commit to user
ibu dan anak (Sulistyawati, 2009). Pemeriksaan selama periode pasca melahirkan awal ini meliputi :
1) Pengkajian tanda-tanda vital termasuk kecenderungan selama periode setelah melahirkan.
2) Pemeriksaan payudara, termasuk menunjukkan adanya kolostrum dan penatalaksanaan putting susu pada wanita menyusui.
3) Auksultasi jantung dan paru-paru, sesuai indikasi keluhan ibu, atau perubahan nyata pada penampilan atau tanda-tanda vital.
4) Evaluasi abdomen terhadap involusi uterus, diastasis, kandung kemih.
5) Evaluasi nyeri tekan sudut kosto-vertebra (costo-vertebral angle, CVA) jika diindikasikan oleh keluhan maternal atau tanda-tanda klinis
6) Pengkajian perineum terhadap memar, edema, hematoma, penyembuhan setiap jahitan, inflamasi, supurasi.
7) Pemeriksaan tipe, kuantitas, dan bau lokia 8) Pemeriksaan anus terhadap adanya haemoroid
9) Pemeriksaan ekstremitas terhadap adanya varikosa, edema, nyeri tekan atau panas pada betis, adanya tanda-tanda human, refleks. (Varney, 2008).
commit to user 2. Penyulit atau Komplikasi Masa Nifas
a. Perdarahan Postpartum/ Postpartum Haemorrhage (PPH)
Definisi perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir, perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang massif yang berasal dari implantasi plasenta, robekan jalan lahir dan jaringan sekitarnya yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus (Prawirohardjo, 2009).
Etiologi terjadinya perdarahan postpartum adalah salah satu dari empat faktor, yaitu :
1) Tone (gangguan kontraksi uterus) 2) Tissue (Sisa produk Konsepsi) 3) Trauma (trauma jalan lahir)
4) Thrombin (gangguan fungsi koagulasi) (Krisnadi dkk, 2012).
Sebagai patokan setelah persalinan selesai maka keadaan dikatakan aman apabila kesadaran dan tanda-tandavital ibu baik, kontraksi uterus baik, dan tidak terdapat perdarahan aktif/ merembes dari vagina selama masa tersebut (Prawirohardjo, 2009).
Tanda gejala perdarahan postpartum meliputi perdarahan eksternal yang jelas tanda gejala syok dan anemia. Penegakan diagnosa penyebab perdarahan postpartum dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
commit to user
Tabel 2.1 Penilaian Klinik Untuk Menentukan Penyebab PPH
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja 1) Uterus tidak
berkontraksi dan lembek
2) Perdarahan segera setelah anak lahir
Syok, bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Atonia uteri 1) Darah segar mengalir segera setalah bayi lahir 2) Uterus berkontraksi, keras 3) Plasenta lengkap 1) Pucat 2) Lemah 3) Mengiggil Robekan jalan lahir
1) Plasenta belum lahir setelah 30 menit 2) Perdarahan segera 3) Uterus berkontraksi
dan keras
1) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan 2) Inversion uteri akibat tarikan 3) Perdarahan lanjutan Retensio plasenta 1) Plasenta atau sebagian tidak lengkap 2) Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Retensio sisa plasenta 1) Uterus tidak teraba
2) Lumen vagina terisi masa
3) Tampak tali pusta (bila plasenta belum lahir)
1) Neurogenik syok 2) Pucat dan limbung
Inversion uteri
1) Sub involusi uterus 2) Nyeri tekan perut
bawah dan pada uterus 3) Perdarahan sekunder 1) Anemia 2) Demam Endometr itis atau sisa fragmen plasenta Sumber : Marni (2012)
commit to user 3. Retensio Sisa Plasenta
a. Definisi
Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus mengakibatkan kontraksi uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding uterus tidak dapat berkontriksi/terjepit dengan sempurna, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan (Maritalia, 2012).
b. Etiologi
Menurut Chuningham (2006) mengungkapkan etiologi terjadinya retensio sisa plasenta, diantaranya :
1) Manajemen Aktif Kala III yang Kurang Benar
Kesalahan dalam penatalaksanaan persalinan kala tiga sering dikarenakan upaya untuk mempercepat pelahiran plasenta selain upaya untuk mengeluarkannya secara manual. Pemijatan dan penekanan pada uterus yang sudah berkontraksi dengan baik dapat menyebabkan terganggunya mekanisme pelepasan plasenta secara fisiologis, hal ini dapat menyebabkan pemisahan plasenta tidak sempurna sehingga dapat menyebabkan tertinggalnya sisa plasenta dan pengeluaran darah meningkat (Cunningham, 2006).
Bahaya pelepasan sebagian plasenta adalah bagian plasenta masih menyatu dengan uterus, dan uterus tidak mampu berkontraksi cukup kuat untuk meligasi dan membuat kolaps pembuluh yang dialiri darah, yang terjalin melalui serat otot dalam
commit to user
area tempat pelepasan telah terjadi (Varney, 2008). Sedangkan pada tempat implanasi plasenta yang terpenting untuk proses hemostatis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh darah dan lumennya (Cunningham, 2006). 2) Abnormalitas Plasenta
Perlekatan plasenta yang tidak normal dapat menyebabkan plasenta yang tertinggal. Saifuddin (2009) mengungkapkan beberapa jenis perlekatan plasenta yang abnormal yaitu, plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta, dan plasenta inkarserata.
3) Lobus Suksenturiatus (Plasenta Suksenturiata)
Lobus suksenturiatus (plasenta suksenturiata) adalah lobus
tambahan dari jaringan plasenta yang terletak dalam selaput ketuban kantong janin dengan pembuluh darah yang menuju plasenta utama (lihat gambar 2.1). Lobus tambahan ini kemungkinan akan tertinggal dalam uterus setelah plasenta utama berhasil dilahirkan. Dalam pemeriksaan kelengkapan plasenta, jika ditemukan terdapat lubang pada selput ketuban dengan pembuluh darah terdapat di dalamnya, maka bagian yang tertinggal adalah lobus ekstra, dan bukan kepingan selaput ketuban (Widyastuti, 2012).
commit to user Gambar 2.1: Plasenta Suksenturiata c. Patofisiologi
Masa setelah lahirnya bayi adalah masa yang berpotensi menimbulkan bahaya. Segera setalah bayi lahir uterus menciut secara drastis. Uterus mengalami retraksi mencolok dan perdarahan dari tempat perlekatan plasenta dibatasi. Pemisahan plasenta diawali dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga menyebabkan dinding uterus semakin tebal dan mengurangi ukuran area plasenta. Karena area plasenta menjadi lebih kecil, sedangkan plasenta tidak elastis seperti uterus sehingga tidak dapat berkontraksi dan retraksi, maka plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus. Pada tahap ini sebagian darah janin dari sirkulasi plasenta dapat masuk ke tubuh ibu. Pada area pemisahan, terbentuk bekuan darah retroplasenta. Berat bekuan ini menambah tekanan pada plasenta selanjutnya membantu pelepasan plasenta. Kontraksi selanjutnya akan melepaskan
commit to user
keseluruhan plasenta dari uterus, serta mengeluarkannya bersama dengan selaput ketuban dan bekuan retroplasenta. Dengan terlepasnya plasenta, arteri dan vena yang mengangkut dari dan ke plasenta terputus secara tiba-tiba. Di tempat implantasi plasenta, yang paling penting untuk proses hemostasis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh dan menutup lumennya. Namun pada keadaan tertentu, terhambatnya proses kontraksi dan retraksi miometrium diakibatkan oleh menejemen kala III yang kurang tepat, abnormalitas plasenta atau malformasi plasenta sehingga menyebabkan tertinggalnya potongan plasenta. Potongan plasenta atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif sehingga hemostasis di tempat plasenta dapat terganggu sehingga terjadi perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada masa ini terjadi sangat cepat dan menyebabkan syok hipovolemik. Dalam memastikan kelengkapan plasenta bidan bertanggung jawab dalah hal itu, apabila ada keraguan, mungkin sebagian plasenta dan selaput ketuban tertinggal di dalam uterus (Dunstall, 2007; Cunningham, 2006, Widyastuti, 2012). (Bagan terlampir).
Salah satu upaya pencegahan terjadinya syok pada pasien perdarahan yaitu dilakukan pemantauan tanda-tanda syok seperti pada tabel di bawah ini.
commit to user
Tabel 2.2 Penilaian Klinik Untuk Menentukan Derajat Syok Volume Kehilangan Darah Tekanan Darah (Sistolik) Gejala dan Tanda Derajat Syok 500-1000 mL (10-15%) Normal Palpitasi, takikardi, pusing Terkompensasi 1000-1500 mL (15-25%) Penurunan ringan (80-100 mmHg) Lemah, takikardi, berkeringat Ringan 1500-2000 mL (25-35%) Penurunan sedang (70-80 mmHg) Gelisah, pucat, oliguria Sedang 2000-3000 mL (35-50%) Penurunan tajam (50-70 mmHg) Pingsan, hipoksia, anuria Berat Sumber : Nugroho (2012) d. Keluhan Subyektif
Pada kasus perdarahan postpartum karena retensio sisa plasenta, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang dan subinvolusi uteri (Marni, 2012)
e. Gejala Klinis/Laboraturium
Menurut Marni (2012) diagnosis kerja retensio sisa plasenta dapat ditegakkan dengan tanda-tanda :
1) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang 2) Plasenta atau sebagian tidak lengkap
commit to user
Penemuan secara dini kasus retensio sisa plasenta hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.
f. Prognosis
Jika pada kasus retensio sisa plasenta ditemukan perdarahan yang banyak dan pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka sisa-sisa plasenta harus dikeluarkan dari cavum uteri walaupun pasien demam, karena semakin cepat sisa-sisa plasenta dikeluarkan, maka perdarahan semakin cepat teratasi karena kontraksi uterus yang semakin baik (Sastrawinata, 2005).
g. Penatalaksanaan
Menurut Marni (2012), penatalaksanaan untuk kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta adalah :
1) Berikan antibiotik karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dapat dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g/IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazole 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan curetase.
3) Bila kadar Hb < 8 g/dl berikan transfusi darah. Bila kadar Hb ≥ 8 g/dl berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
commit to user B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pelaksanaan Manajemen Kebidanan
Pelaksanaan manajemen kebidanan berdasarkan 7 langkah Varney meliputi :
a. Langkah I. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap 1) Data Subyektif
a) Identitas
Data fokus pada kasus ini yang perlu ditanyakan bidan adalah umur, pendidikan, pekerjaan pasien. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah pasien memiliki resiko tinggi mengalami plasenta previa atau tidak, karena paritas tinggi dan usia diatas 30 tahun meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa yang merupkan etiologi retensio sisa plasenta (Prawirohardjo, 2009).
b) Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu pasien dalam perawatan postpartum di bangsal rumah sakit dengan perdarahan banyak atau pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya perdarahan setelah beberapa hari pulang dan subinvolusi uteri (Marni, 2012).
commit to user c) Riwayat Kebidanan, meliputi :
(1) Riwayat Obstetri
Data fokus riwayat obstetri dalam kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta yaitu riwayat persalinan dan nifas yang lalu.
Riwayat persalinan dan nifas yang perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah terdapat riwayat persalinan dan nifas dengan plasenta previa atau seksio sesaria. Kedua hal tersebut menjadi perhatian lebih karena riwayat keduanya meningkakan resiko insidensi terjadinya plasenta akreta yang merupakan salah satu etiologi terjadinya retensio sisa plasenta (Varney, 2008).
2) Data Obyektif
a) Pemeriksaan Fisik
Pada ibu nifas dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta pemeriksaan fisik yang harus dilakukan meliputi keadaan umum, kesadaran dan vital sign, serta melakukan pemeriksaan head to toe misalnya melakukan pemeriksaan pada conjugtiva mata serta kuku untuk mengetahui apakah warnanya pucat atau tidak. Pemeriksaan vital sign yang mencakup tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi, hal ini untuk memantau keadaan umum pasien, apabila perdarahan akibat retensio sisa plasenta terus terjadi menyebabkan
commit to user
keadaan umum pasien semakin buruk yaitu tekanan darah sistolik < 90 mmHg, nadi > 100x/menit (Nugroho, 2012). b) Pemeriksaan Khusus Obstetri
(1) Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi pada pasien dengan perdarahan postpartum karena retensio sisa plasenta perlu diperiksa seberapa banyak perdarahan, perdarahan masih terus berlanjut atau tidak, hal ini untuk mengantisipasi jika perdarahan masih berlanjut segera dilakukan penatalaksanaan selanjutnya (Saifuddin, 2006).
(2) Palpasi
Pada kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Marni, 2012; Saifuddin, 2006).
(3) Periksa Dalam
Pada kasus retensio sisa plasenta ini, dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencari sisa plasenta dengan teknik yang sama digunakan pada kasus retensio plasenta (Saifuddin, 2006).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium dibutuhkan sebagai data penunjang dalam penanganan kasus retensio sisa plasenta
commit to user
untuk mengetahui keadaan ibu. Pemeriksaan laboraturium meliputi pemeriksaan golongan darah sebagai antisipasi melakukan transfusi darah ketika pasien mengalami anemia akibat perdarahan karena retensio sisa plasenta, Hb untuk menegakkan diagnosa apakah ibu mengalami komplikasi anemia akibat kehilangan banyak darah, apabila kadar Hb < 8 g/dl maka diberikan transfusi darah, jika kadar Hb > 8 g/dl berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (Marni, 2012). Selain dilakukan pemeriksaan laboraturium juga dilakukanj pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan radiologi (USG), hal ini dapat membantu menegakkan diagnosa adanya jendalan darah atau sisa plasenta yang masih tertinggal di kavum uteri (Nugroho, 2012).
b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar 1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dalam kasus ini adalah : Ny.D P2A0 umur 22 tahun postpartum hari ke satu dengan retensio sisa plasenta. a) Data Subyektif
Data subyektif yang diperoleh adalah pasien mengatakan uterusnya berkontraksi dan plasenta yang dilahirkan tidak lengkap (Marni, 2012).
commit to user b) Data Obyektif
Data obyektif yang mendukung kasus ini adalah setelah dilakukan palpasi uterus berkontraksi tetapi fundus uteri tidak berkurang (Saifuddin, 2006). Data pendukung lainnya adalah hasil pemeriksaan USG (Nugroho, 2012).
2) Masalah
Masalah yang sering dijumpai pada ibu nifas dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta adalah perasaan cemas dan takut akibat perdarahan yang banyak dari jalan lahir (Sulistyawati, 2009).
3) Kebutuhan
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi ibu nifas seperti diatas dibutuhkan support secara mental dan spiritual kepada pasien dan keluarganya serta jelaskan tentang keadaan pasien (Sulistyawati, 2009).
c. Langkah III. Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/Diagnosa Potensial dan Antisipasi Penanganannya
Pada kasus ibu nifas dengan retensio sisa plasenta potensial terjadi syok hipovolemik dan anemia akibat kehilangan banyak darah akibat perdarahan yang terjadi terus menerus apabila retensio sisa plasenta tidak segera ditangani serta tidak menutup kemungkinan terjadinya infeksi dikarenakan sisa konsepsi yang masih tertinggal
commit to user
didalam uetrus. Untuk mengantisipasi terjadinya diagnosa potensial tersebut, bidan perlu mengobservasi keadaan umum dan vital sign ibu serta pemberian asupan nutrisi (infuse intravena), jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis dan uji pembekuan darah, namun apabila semua pemeriksaan tidak mungkin dilakukan, setidaknya dilakukan pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit (Saifuddin, 2006).
d. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Tindakan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang dilakukan pada kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta yakni komunikasi, resusitasi cairan, monitoring tanda-tanda vital, serta penghentian sumber perdarahan secara simultan (Krisnadi, 2011).
e. Perencanaa Asuhan Yang Menyeluruh
Tindakan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang dilakukan pada kasus perdarahan dengan retensio sisa plasenta menurut Marni (2012) yakni :
1) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan curetase.
2) Berikan antibiotik karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dapat dipilih adalah ampisilin dosis awal
commit to user
1 g/IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazole 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
3) Bila kadar Hb < 8 g/dl berikan transfusi darah. Bila kadar Hb ≥ 8 g/dl berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
f. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien Dan Aman
Pada langkah ini Bidan dan Tenaga kesehatan lain menjalankan rencana asuhan sesuai yang sudah direncanakan dalam langkah sebelumnya dengan efisien dan aman.
g. Evaluasi
Langkah terakhir ini merupakan tindakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan asuhan yang diberikan kepada pasien dan memeriksa apakah rencana asuhan yang dilakukan telah benar-benar memenuhi kebutuhan klien (Sulistyawati, 2009). Dalam kasus ini setelah dilakukan penatalaksanaan diharapkan kontraksi uterus semakin baik dan perdarahan dapat teratasi (Sastrawinata, 2005).
2. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Pasien
7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subyekif, Obyektif, Asessment, dan Planning). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan pasien.
commit to user S = Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.
Data subyektif yang dikumpulkan pada kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta adalah pasien sudah dilakukaan penatalaksanaan apa saja dan bagaimana perasaannya saat ini. Keluhan apa yang masih dirasakan sampai saat ini.
O = Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil laboraturium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
Data obyektif yang dikumpulkan pertama kali pada kasus ini adalah hasil pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-tanda vital, selanjutnya hasil pemeriksaan obstetri meliputi bagaimana perdarahannya apakah masih berlanjut atau sudah dalam batas normal, apakah kontrkasi uterus sudah membaik. Setelah itu kita mengumpulkan data pendukung dari pemeriksaan penunjang, seperti misalnya hasil pemeriksaan ulang kadar Hb.
A = Asessment
Menggambarkan pendokumntasian hasil analisi dan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa/ masalah
commit to user
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
Asessment dari kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta
berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang sudah dikumpulkan adalah Ny.D P2A0 umur 22 tahun Postpartum hari kesatu dengan retensio sisa plasenta.
P = Planning
Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan dan dukungan, kolaborasi, evaluasi atau
follow up dari rujukan sebagai langkah 3,4,5,6 dan 7 Varney.
Penatalaksanaan pada kasus perdarahan karena retensio sisa plasenta adalah monitoring keadaan umum pasien pre kuretase, mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan kuretase, mempersiapkan pasien untuk kuretase, kolaborasi dengan dokter Sp.OG, mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan. (Varney, 2007)