• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kembali masa lampaunya secara utuh. Di dalam proses kehidupan manusia sudah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kembali masa lampaunya secara utuh. Di dalam proses kehidupan manusia sudah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali, bahkan juga mereka yang dikaruniai ingatan sekalipun tidak akan dapat menyusun kembali masa lampaunya secara utuh. Di dalam proses kehidupan manusia sudah tentu pasti ada peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak merubah kehidupan manusialah yang melekat dalam pikirannya sebagai sebuah kesan, sedangkan peristiwa yang tidak menimbulkan kesan akan cepat sekali dilupakan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian, sebenarnya peristiwa sejarah baik yang berkesan maupun tidak dalam pikiran manusia secara moral sebenarnya merupakan tanggung jawab sejarawan untuk mengeksplorasinya untuk direkonstuksi menjadi sebuah historiografi. Pengalaman suatu generasi yang telah lama mati atau mungkin juga sebagian besar anggotanya tidak meninggalkan jejak dan rekaman, terlebih-lebih jika jejak tersebut tidak pernah sampai ke tangan sejarawan, maka jejak tersebut tidak pernah ditulis sebagai sebuah peristiwa sejarah. Demikian juga sebaliknya, jika jejak dan rekaman peristiwa tersebut sampai ke tangan sejarawan sudah barang tentu tidak pula akan seutuhnya akan dapat direkonstruksi oleh para sejarawan karena keterbatasannya sebagai manusia. Dengan demikian rekonstruksi total pengalaman

(2)

manusia pada masa yang lampau, meskipun menjadi tujuan sejarawan, merupakan suatu tujuan yang sepenuhnya mereka sadari tidak akan pernah mereka capai.1

Buruh adalah merupakan pekerja yang pada umumnya menggunakan tenaga sebagai alat untuk mendapatkan upah atau gaji sebagai penghasilan. Dalam kehidupan sehari-hari, buruh dapat juga dibedakan sebagai buruh halus dan buruh kasar. Buruh halus biasanya bekerja di kantor yang disebut dengan pegawai atau karyawan sedangkan buruh kasar adalah pekerja yang mengandalkan tenaga fisik,2

Perburuhan menyangkut masalah antara manusia dan manusia di tengah-tengah masyarakat. Konsepsi yang wajar tentang manusia dan masyarakat menjadi unsur hakikat yang penting dari social relation. Unsur hakikat atau norma didalam kehidupan masyarakatnya sangat diperlukan. Norma-norma dalam masyarakat yang mengalami ketegangan akan hilang dan timbul kekuatan atau match.

sering juga disebut dalam konotasi kuli.

3

Buruh adalah manusia, dan sebagai manusia dia harus hidup dalam masyarakat. Masyarakat yang dimasuki oleh buruh ini adalah : masyarakat keluarga, masyarakat Negara, masyarakat buruh atau organisasi buruh. Perkembangan sejarah buruh dapat dilihat dari apa yang disebut “budak” sampai ke buruh. Pada zaman apa yang disebut dengan ekonomi tertutup atau ekonomi tradisional, kebutuhan masyarakat atau kebutuhan rumah tangga dipenuhi atau diproduksi oleh rumah

1

Gotschalk, Louis., Mengerti Sejarah (terj) Nugroho Notosusanto, Jakarta : penerbit Universitas Indonesia (UI Press),1986,hlm.27

2 Historisme,edisi no.21/Tahun X/Agustus 2005,hlm.19

3 Moestofa,T,Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia,Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,1981,hlm.1

(3)

tangga itu sendiri. Sehingga semua anggota rumah tangga itu bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya masing-masing.4

Peranan kaum buruh dalam meningkatkan jumlah produktifitas adalah besar sekali, Sebagai subjek produktifitas kaum buruh memiliki kesempatan untuk memegang peranan penting dalam meningkatkan partisipasinya dalam mencapai cita-cita meningkatkan hasil produktifitas sebuah perusahaan. Kaum buruh bersama golongan lain dalam masyarakat seperti golongan pengusaha misalnya, dan lain-lain golongan merupakan pelaku utama dalam usaha tersebut. Itulah sebabnya betapa pentingnya untuk menjaga hubungan keserasian antara pihak buruh dan pihak pengusaha demi ketenangan kerja mereka dalam menunjang suksesnya perusahaan yang memperkerjakan kaum buruh tersebut.

5

Selama ada tekanan dan ketidak adilan yang dirasakan oleh kaum buruh, selama itu pula ketenteraman tidak akan pernah tercipta. Misalnya tentang pengaturan dan penetapan tentang lamanya jam kerja, termasuk ketentuan-ketentuan mengenai hari kerja minimum, peraturan mengenai atas jaminan kebutuhan buruh, pencegahan pengangguran, ketentuan mengenai upah yang cukup untuk hidup, perlindungan terhadap kesehatan buruh, penyakit dan luka-luka yang timbul karena pekerjaan, perlindungan terhadap anak-anak, pemuda dan kaum wanita, pengaturan tentang jaminan hari tua dan kecelakaan.6

4 Ibid . hlm.3-4

5 Hasibuan, RM Syaiful Jalil.,Sejarah Konstitusi ILO dan FBSI, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1985, hlm.1-2

6 Ibid hlm. 4

(4)

Di masa lampau buruh di Indonesia terpecah belah dan sulit dipersatukan karena adanya perbedaan paham politik atau ideologi yang dianut oleh pemimpinnya. Mereka menitikberatkan perjuangannya ke perjuangan politik dan kurang memperhatikan perjuangan untuk memperbaiki nasib serta kesejahteraan sosial ekonomi anggotanya.7

Bersama sejumlah rekanan, dan ditunjang oleh Nederlandsche Handel

Maatschappij (NHM) pada tahun 1869, Nienhuys mendirikan perusahaan Deli Maatschappij, sebuah perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas pertama yang

beroperasi di Hindia Belanda.

Atas dasar pernyataan ini, maka penulis memiliki pandangan untuk membuat suatu penelitian mengenai sejarah perburuhan dengan judul Kehidupan Buruh

Perkebunan di Perusahaan Deli Maatschappij 1920-1942. Penelitian ini didasarkan

pada pemikiran bahwa terdapat jejak peristiwa masa lalu yang banyak berhubungan dengan masalah-masalah perburuhan terutama di perusahaan Deli Maatschappij, seperti yang sudah diketahui bahwa kapitalisme perusahaan Belanda pertama kali di Sumatera Timur diterapkan di perusahaan perkebunan ini.

8

7

Ibid hlm. 49

8

Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli, Politik Kolonial Pada Abad ke-20, (terj) Koesalah Soebagyo Toer, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1997, hlm.26

Perusahaan ini berada pada jalur pantai Timur Sumatera yang selama masa pemerintahan kolonial Belanda terkenal dengan nama

Sumatra Ooskust. Pada tahun 1873, pantai timur Sumatera ketika itu terdiri dari

beberapa landschape. Kemudian, karena perkembangan perusahaan-perusahaan asing di Sumatera Timur sangat memerlukan tenaga kerja manusia. Permukaan hutan lebat,

(5)

penebasan pohon-pohon besar, pembuatan saluran air, pengelolaan tanah penanaman tembakau dan sebagainya sangat memerlukan tenaga manusia dalam jumlah yang besar. Sulitnya mencari tenaga kerja sudah diketahui sejak semula. Para pengusaha perkebunana mengetahui penduduk asli tidak bersedia bekerja di perkebunan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, juga karena penduduk pribumi Karo lebih suka bertani sendiri, sedangkan pribumi Melayu kesannya “malas” di mata kolonial.

Pertumbuhan perusahaan-perusahaan perkebunan di Sumatera Timur, terutama setelah tahun 1871 sampai sebelum terjadinya jaman Malaise tahun 1930 berjalan dengan sangat pesatnya. Perkembangan dan perluasan daerah-daerah perkebunan, diikuti pula oleh kebutuhan tenaga kerja yang semakin meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam usaha mendapatkan tenaga buruh. Pada awalnya agen-agen dan para perantara ini mengambil tenaga buruh yang rajin dan trampil, tatapi setelah permintaan jumlah tenaga buruh semakin meningkat, mereka tidak selektif lagi memilih buruh yang akan dibawa untuk dipekerjakan di Sumatera Timur.

Sebelumnya, perkebunan-perkebunan hanya mendatangkan pekerja-pekerja dari India dan Tiongkok. Kekurangan tenaga kerja menyebabkan tuan kebun melakukan berbagai cara apa saja untuk mendapatkan para pekerja tersebut. Mulai dari tipu muslihat hingga bujuk rayu dilakukan guna mendatangkan pekerja sebanyak-banyaknya ke Deli. Ada beberapa alasan mengapa orang Jawa tertarik untuk bekerja di perkebunan Deli Maatschappij, yang pertama padatnya penduduk pulau Jawa sehingga menyebabkan kekurangan lahan pertanian dan akhirnya banyak

(6)

penduduk tidak memiliki lahan pertanian dan tidak memiliki pekerjaan. Yang kedua, tingginya angka kelahiran dan menurunnya angka kematian sehingga hal ini menyebabkan pertambahan jumlah penduduk. Alasan selanjutnya adalah adanya penipuan dalam memberikan upah yang dijanjikan ketika seorang buruh mampu bekerja di perkebunan, namun ketika sampai di Deli upah tersebut tidak dibayar secara penuh.

Di dalam komunitas masyarakat perkebunan terdapat beberapa sarana dan fasilitas dalam mencari hiburan dan bentuk-bentuk rekreasi lainnya, namun hal ini hanya diperuntukkan bagi kaum-kaum tertentu, kaum Eropa berkumpul di Sociate atau disingkat Soos, antara lain untuk minum-minum, dansa, main kartu, bilyard dan lain sebagainya. Sebagai lapisan atas mereka memandang rendah golongan pribumi dan kontak terbatas hanya terjadi pada sebatas hubungan kerja. Mereka memiliki hak istimewa yaitu hak untuk memilih wanita yang baru didatangkan dari Jawa atau tempat lain. Kebanyakan hubungan itu tidak dikukuhkan sebagai hubungan perkawinan. Dapatlah di putuskan menurut si tuan kecil. Adapun masalah pelacuran dapat dianggap sebagai konsekuensi dari masyarakat perkebunan, karena perbandingan antara pria dan wanita tidak seimbang. Dampak lain ialah bahwa ikatan perkawinan tidak terlalu ketat, pada wanita ada lebih banyak kebebasan pergaulan dengan pria, meskipun sudah kawin. Dalam jenis perdagangan semacam ini wajar pula pelayanan mendahulukan pembayaran yang tinggi, apakah itu orang Eropa ataupun golongan Cina. Tidak mengherankan bila penyakit kelamin mulai tersebar luas dalam masyarakat itu.

(7)

Pembukaan lahan perkebunan umumnya merupakan konversi dari hutan alam, sehingga lokasi perkebunan umumnya berada di daerah baru yang jauh dari pemukiman. Untuk mencegah akulturasi dari masyarakat sekitar yang dinilai akan merugikan kultur perkebunan, pengusaha Belanda mendesain lokasi pemukiman pekerja tidak didekat jalan raya dan pemukiman masyarakat. Fenomena ini ditemui hampir di sebagian besar pemukiman perkebunan yang dibangun sebelum Perang Dunia II. Maksudnya agar terpisah dari keramaian dan pemukiman penduduk. Dalam aspek tertentu ternyata hal ini cukup kondusif untuk mensterilkan buruh dari pengaruh budaya luar. Konsep kemasyarakatannya memiliki tiga pilar utama yaitu, pertama stratifikasi jenjang struktur mirip di kehidupan militer, tujuannya agar berlangsungnya hubungan hierarki bersendikan kepatuhan kepada atasan. Kedua, disiplin dari bangun pagi, mulai bekerja, makan siang, istirahat dan sebagainya yang sampai kini masih berlaku dan ditaati. Fondasi Yang ketiga, membentuk masyarakat yang memiliki kultur kerja. Kegiatan perkebunan memiliki prosedur kerja baku yang menjadi prioritas utama bagi pelakunya. Umumnya, interaksi sosial pemukiman yang terhimpit dengan masyarakat mengalami penyimpangan berupa kultur kerja yang merosot. Isi kelemahan pemukiman enclave adalah kurang memberi ruang bagi akulturasi masyarakat sekitar, sehingga sering terjadi salah pengertian. Tipikal perkebunan yang dibangun belakangan, faktor-faktor tersebut terkadang diabaikan, akibatnya, kurang optimalnya pembentukan masyarakat perkebunan yang memiliki standar nilai dan kedisiplinan tersendiri.

(8)

Sebagai konsekuensi menyatunya hubungan kerja dengan hubungan sosial, stratifikasi sosial tersusun sesuai jenjang struktur pada organisasi perkebunan. Heterogenitas susunan penduduknya membentuk pola budaya warna-warni, tanpa adanya dominasi satu kultur budaya. Mobilitas social (vertikal) terjadi melalui promosi jabatan, dan bagi anak-anak pekerja yang memperoleh pendidikan tinggi biasanya keluar dari lingkungan perkebunan dan memilih profesi lain atau memasuki struktur perusahaan melalui jenjang rekruitmen sebagai menejer junior.9

Buruh perkebunan di perusahaan perkebunan tembakau Deli memiliki ciri-ciri yang tersendiri dan khas yang umumnya tertutup dan membentuk komunitas tertentu. Pada perkebunan tembakau Deli tersendiri, hal ini berarti adanya pola budaya yang terpetakkan sehingga menyebabkan golongan-golongan di dalamnya. Misalnya saja, para administrateur yang terdiri dari masyarakat bangsa asing menciptakan klub-klub tersendiri dan mengharamkan bagi masyarakat pribumi dan pekerja yang masuk kedalam area ini. Sedangkan bagi buruh pekerja lebih mengandalkan perjudian dan pelacuran yang lebih kotor untuk mendapatkan hiburan semacam itu. Selain daripada masalah tersebut, jurang pemisah antara juragan dan buruh tampak sangat jelas. Diskriminasi tentunya menjadi hal yang utama untuk lebih membuat penderitaan para

Hal seperti inilah yang sering terjadi pada perkebunan-perkebunan tembakau di Sumatera Timur, khususnya pada perkebunan tembakau Deli.

9

Mohammad A. Ghani,.Sumber Daya Manusia Perkebunan Dalam Perspektif, Jakarta ; Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 26-27

(9)

buruh semakin lengkap. Diskriminasi dapat berupa pemberian gaji yang tidak merata antara beberapa suku bangsa para pekerja (bangsa Cina, Jawa, Tamil dan lain-lain).

Kehidupan pelacuran ditengah buruh perkebunan di perusahaan perkebunan Tembakau Deli menyebabkan banyak sekali permasalahan, diantaranya yaitu terjangkitnya berbagai penyakit kelamin dan pertengkaran-pertengkaran untuk memperebutkan wanita-wanita, sebagaimana yang kita ketahui perbedaan jumlah buruh pria dan wanita sangat jauh. Budaya lainnya yang tidak kalah menariknya adalah budaya Mestizo, dimana budaya peranakan sangat dianggap asing oleh masyarakat sekitar perkebunan, sehingga hal ini menyebabkan ketertutupan bagi wanita-wanita yang menghasilkan anak-anak peranakan. Mestizo dikenal dengan budaya yang mencampuradukkan sisi genital Indonesia dengan sisi galur Belanda murni. Selain itu pergundikan juga masalah yang sangat penting jika dikaitkan dengan masalah kehidupan masyarakat perburuhan di perkebunan Tembakau Deli. Pergundikan dilakukan oleh staf berkedudukan rendah yang berhubungan dengan

Nyai tanpa ikatan nikah.

Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini berkisar pada tahun 1920- 1942. Awal penelitian dimulai pada tahun 1920 karena pada kisaran tahun ini jadi lonjakan hasil produksi perkebunan dan jumlah tenaga kerja yang sangat besar sehingga dengan demikian dapat dianalisa bagaiman buruh yang sangat besar jumlahnya memberikan dampak pula pada perusahaan dari segi kehidupannya. Kemudian, penelitian akan diakhiri pada tahun 1942, diselingi sekitar sepuluh tahun dari tahun 1920-1930 dimana pada 1930 terjadi depresi ekonomi dunia dan jumlah tenaga kerja

(10)

yang sangat menurun drastis sehingga otomatis dengan berkurangnya jumlah tenaga kerja maka budaya pada perusahaan juga dapat berubah. Dan sekitar tahun 1942 adalah tahun dimana pendudukan Kolonial Belanda berakhir di Sumatera Timur.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kehidupan buruh perkebunan di antara masyarakat sekitar perkebunan

2. Bagaimana kebijakan pemerintah kolonial terhadap buruh perkebunan Deli Maatschappij

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah kolonial terhadap buruh perkebunan di Sumatera Timur

2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan para buruh pada masa kolonial yang ada di perkebunan Deli Maatschappij

Sedangkan manfaat penelitian adalah : 1. Memperbanyak khasanah bacaan tentang sejarah buruh perkebunan

2. Juga agar seluruh jajaran masyarakat dan akademisi dapat memahami bagaimana keadaan buruh perkebunan yang menciptakan klasifikasi tersendiri terhadap budaya sekitar perusahaan perkebunan

(11)

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku yang berkaitan tentang masalah-masalah perburuhan di perkebunan tembakau Deli di antaranya :

Buku utama yang dipakai dalam penelusuran proposal ini adalah buku Mohammad A.Ghani, Sumber Daya Manusia Perkebunan Dalam Perspektif, Jakarta; Ghalia Indonesia, 2003. Buku ini adalah literatur utama dimana didalamnya terdapat berbagai informasi mengenai tenaga kerja diantaranya rekrutmen, seleksi dan penilaian karir. Di dalamnya juga terdapat berbagai analisa mengenai kehidupan buruh perkebunan.

Buku selanjutnya yaitu karangan Jan Breman yang berjudul Menjinakkan

Sang Kuli, Politik Kolonial pada Awal Abad ke-20, (terj) Koesalah Soebagyo Toer,

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. Buku ini berisi tentang fakta sejarah sosial serta mengungkapkan segi-segi negatif dari system kapitalisme dan kolonialisme, juga memberikan contoh yang sangat berharga sebagai cendekiawan kepada pakar-pakar ilmu sosial dan masyarakat pada umumnya. Dalam buku ini dikhususkan pada masalah yang dewasa ini pun masih sangat relevan yaitu nasib golongan pekerja yang miskin dan lemah.

T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie, Studi Tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur tahun 1870-1950, Medan: Program Pasca Sarjana USU, 2004. Pembahasan dalam buku ini sangat menarik terutama bersumber

(12)

pada peristiwa-peristiwa di Sumatera Timur pada masa lampau serta mengurangi arbitrase tersendiri dalam globalisasi ekonomi antara suatu wilayah di bawah alam kolonialisme, namun tuntutan perubahan bukan semata-mata bersumber pada kesetiaan tetapi berdasarkan pada kalahnya persaingan.

Untuk bahan tinjauan selanjutnya, penulis menggunakan novel sejarah yang ditulis oleh Emil W Aulia dengan judul Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikayat Koeli

Kontrak. Di dalam novel ini banyak mengemukakan peristiwa sehari-hari buruh

perkebunan, mulai dari perekrutan hingga diterbitkannya De Millionnen Uit Deli yang banyak membela hak-hak buruh. Didalam novel ini diceritakan bagaimana cara-cara perekrutan tenaga kerja yaitu dengan menculik dan menipu orang-orang dari Jawa untuk dijadikan sebagai kuli di Sumatera Timur.

Kronologi Tembakau Deli Tahun 1998, didalamnya terdapat informasi mengenai keadaan perusahaan tembakau Deli.

1.5 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap yaitu: tahap pertama adalah mengumpulkan data-data yang terkait dengan objek penelitian dari berbagai sumber, baik merupakan sumber primer maupun sumber skunder. Tahap ini disebut sebagai tahap heuristik.

Tahap yang kedua adalah melakukan kritik dan seleksi terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan, baik kritik ekstern dan intern dengan tujuan untuk

(13)

mendapatkan keabsahan sumber. Hal ini sangat terasa perlu untuk memperkuat verifikasi sebelum akan diinterpretasikan.

Tahap ketiga adalah melakukan interpretasi terhadap berbagai sumber yang telah didapatkan, karena sebagian besar metode penelitian berupa studi komparatif, maka data-data yang terkumpul akan di interpretasikan sehingga menjadi sebuah historiografi atau penulisan sejarah yang diskriftif analitis yang bersifat objektif.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perlu adanya pengembangan media pembelajaran yang lebih baik dalam proses belajar mengajar pada sekolah yang

Daur hidup dapat diketahui dengan menjumlahkan lama stadium telur, larva, pupa, dan waktu sejak imago terbentuk hingga meletakkan telur..

Pada hasil pengukuran paparan debu dan kapasitas fungsi paru di 12 penggilingan padi yang menjadi sampel, ditemukan bahwa 14 pekerja yang hasilnya melebihi NAB dan 14 pekerja

Dengan meilhat kondisi ini, akan muncul keadaan yang sangat kompetitif untuk persaingan di dunia e-commerce, dimana pertumbuhan yang cukup pesat akan teknologi, dan juga

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kajian kepustakaan dengan mengkaji buku-buku komunikasi interpersonal atau buku yang relevan dengan permasalahan

Desain form Tabel Keputusan ini digunakan oleh pakar untuk memasukkan konklusi pada decision table yang ditampilkan otomatis dari sistem sesuai dengan set yang

Kegiatan yang melibatkan kader dan tokoh masyarakat (Ketua RW) secara langsung adalah dalam kegiatan pelayanan posyandu pada hari buka posyandu setiap bulan atau

Kemampuan mereka untuk lebih melihat, mendengar, dan memahami apa yang sedang terjadi, membantu mereka melatih orang lain dalam menemukan solusinya”, Barangakali