• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Paradigma Penelitian

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin intelektual. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari tahun 1483 yang berarti suatu model atau pola.

Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme secara ontologis menyatakan realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan kepada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung kepada pihak yang melakukannya. Atas dasar pandangan filosofis ini, hubungan epistemologis antara pengamat dan obyek merupakan satu kesatuan subyektif dan merupakan perpaduan interaksi diantara keduanya1.

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis disebabkan adanya keinginan untuk mendapatkan pengembangan pemahaman yang membantu proses interpretasi mengenai realitas informan yang terbentuk dari pengalaman selama meneliti bagaimana komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam

1 Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, Jakarta:

(2)

membangun citra diri dalam jama’ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat. Mengingat wanita muslim yang menggunakan cadar diinterpretasikan negatif oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti sebagai intrumen kunci, teknik pengumpulan data secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi2.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fenomenologi. Kaum fenomenologi memandang perilaku manusia yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan orang sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya. Fenomenologi merupakan salah satu metode penelitian dalam studi kualitatif. Kata Fenomenologi (Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani, yaitu phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak.

(3)

Pekembangan fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), yang mematok suatu dasar tidak terbantahkan dengan menggunakan metode fenomenologis. Sebelumnya fenomenologi sebenarnya telah diperkenalkan untuk pertama kali oleh J.H. Lambert (1764), dengan memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman indrawi (fenomen). Fenomenologi dapat digolongkan dalam penelitian kualitatif murni di mana dalam pelaksanaannya yang berlandaskan pada usaha mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri. Peneliti harus bertolak dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran murni” dengan membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari dalam pelaksanaan penelitian3.

Pendekatan Alfred Schutz berbeda dengan pendekatan Husserl, bahwa pendekatan fenomenologis Schutz terhadap realitas sosial dapat dicirikan pada imanen dan duniawi. Schutz tidak terlalu membahas tentang mengungkap karakter tertentu dari suatu gejala melainkan sebagai konsep sejarah sosial dalam arus kehidupan sosial yang sadar dan riil, juga memahami dunia sosial sebagai realitas yang diinterpretasikan secara holistic (menyeluruh). Fenomenologi Schutz memandang dunia kehidupan sehari-hari ialah realitas fundamental dan terpenting manusia yang dikonstruksikan sebagai intersubjektivitas.

3 John W. Creswell. Research Design: Qualitative & Quantitativee Approach. Thousand Oaks,

(4)

Pemikiran Schutz menjadi acuan dasar penelitian fenomenologi sebagai kajian yang menarik, akan tetapi pemikiran Schutz sebenarnya tidak beda dengan para pendahulunya. Schutz melihat fenomenologi sebagai tindakan sosial pada pengalaman, makna dan kesadaran. Manusia mengkonstruksi makna di luar arus utama pengalamannya melalui proses “tipikasi”. Penafsiran “tipikasi” dalam konteks fenomenologi di Indonesia dimaknai dangkal sebagai pengelompokan pengalaman manusia. Pada prinsipnya tipikasi ialah sebuah pengelolaan, produksi makna yang dikelola, diorganisasikan berdasarkan hubungan dengan pengelolaan informasi atau pengalaman lain yang diterima oleh manusia pada masa sebelumnya. Dalam bahasa fenomenologi Schutz disebut dengan “stock of knowledge”, proses kumpulan pengalaman tersebut kemudian mempengaruhi makna yang terkonstruksi dalam pola pikir, gerak, sikap, perilaku dan dapat diaplikasikan, diimplementasikan secara nyata dalam realitas.

Tipikasi bukan sekedar pengetahuan yang terkonstruksi di dalam alam imajinasi, otak, atau pikiran individu semata, melainkan pengetahuan tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk tindakan nyata dalam dunia. Dimana manusia secara substantive melahirkan konsep pengalaman subjektif, dimana pengalaman subjektif tersebut ialah bentuk modal yang menjadikan manusia melakukan suatu tindakan riil. Pola tindakan merupakan cerminan, wujud, reprensentasi dari makna yang dihadirkan dari pengalaman subjektif yang diorganisasikan oleh dirinya. Dalam pandangan Schutz selajutnya, dalam konteks manusia atau individu sebagai mahkluk sosial, tipikasi dimaknai dan ditafsirkan sebagai pemahaman atas dasar pengalaman bersama, dimana argumentasinya

(5)

mencoba mengelompokkan manusia sebagai individu yang menyesuaikan diri, dimana individu ialah orang yang memainkan tipikal situasi tertentu. konsepsi fenomenologi ini mencoba menempatkan individu bukan sebagai orang yang mempunyai prinsip, namun individu yang berkompromi dengan peengalaman sejenis yang diakibatkan oleh interaksi yang dilakukannya sebagai mahkluk sosial4.

Tugas ahli fonomenologi dan bagi ahli metodologi kualitatif adalah menangkap proses interpretasi ini. untuk melakukan hal itu diperlukan apa yang disebut Weber dalam Bogdan dan Taylor sebagai Vertehen, yaitu pengertian empatik atau kemampuan untuk mengeluarkan kembali dalam pikirannya sendiri, perasaan, motif, dan pikiran-pikiran yang ada di balik tindakan orang lain. Untuk dapat memahami arti tingkah laku seseorang, ahli fenomenologi berusaha memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain5.

Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebatas bagaimana komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam membangun citra diri dalam jama’ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat. Fenomena tersebut merupakan batasan dalam penelitian ini. Pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasil studi fenomenologi dapat menjelaskan dan mendeskripsikan secara mendetail.

4 Alfred Schutz. The Phenomenology of The social World, German: Der Sinnhafie Aufbau Der

Sozialen. 1967: 40-50

5 Robert Bogdan & Steven J. Taylor Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional,

(6)

3.3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang diangkat yaitu observasi segala aktivitas yang berhubungan dengan bagaimana komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam kesehariannya. Creswell dalam Kuswarno, menyatakan bahwa ntuk sebuah studi fenomenologis, kriteria informan yang baik adalah “all individuals

studied represent people who have experienced the phenomenon”. Jadi, lebih

tepat memilih informan yang benar-benar memiliki kapabilitas karena pengalamannya dan mampu mengartikulasikan pengalaman dan pandangannya tentang sesuatu yang dipertanyakan. Memilih informan yang mampu mengartikulasikan pandangannya juga memerlukan ketelatenan. Oleh karena itu, wawancara dilakukan kepada sebanyak mungkin informan, tetapi kemudian dipilih kembali beberapa informan untuk mengungkapkan lebih jauh tentang diri mereka melalui wawancara lebih lanjut6.

Narasumber (key informan) yang diwawancarai dan membimbing peneliti dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam membangun citra diri dalam jama’ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat, yang memiliki karakterisitik:

1. Wanita minimal berumur 17 tahun.

2. Sudah memakai jilbab syar’i dan cadar dalam kehidupan sehari-hari minimal satu tahun.

6 Engkus Kuswarno. Fenomenologi: Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: Widya

(7)

3. Memiliki kesadaran yang unik dalam hal memaknai dan motif menggunakan cadar.

Narasumber yang terpilih adalah: 1. Gendis (nama samaran), 20 tahun 2. Dewi (nama samaran), 17 tahun 3. Ratu (nama samaran), 25 tahun 4. Putri (nama samaran), 30 tahun 5. Keza (nama samaran), 35 tahun

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam, observasi dan studi pustaka. Periode penelitian dilakukan dari 1 Mei 2015 sampai dengan 8 November 2015.

3.4.1. Data Primer

A. Wawancara

Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara (interview) kepada narasumber. Pertanyaan yang diajukan ke narasumber yaitu seputar makna cadar, proses kesadaran bercadar, komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam membangun citra diri, dan mendefinisikan atau memaknai diri mereka sendiri dalam konteks wanita berjilbab dengan cadar dalam jama’ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat.

(8)

B. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dalam pengumpulan data. Observasi yang dilakukan yaitu observasi terus terang atau tersamar. Menurut Sugiyono, observasi terus terang atau tersamar adalah pengumpulan data dengan berterus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Dalam beberapa situasi, peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi untuk menghindari suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan7.

3.4.2. Data Sekunder

A. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kajian kepustakaan dengan mengkaji buku-buku komunikasi interpersonal atau buku yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu seputar makna cadar, proses kesadaran bercadar, komunikasi interpersonal wanita berjilbab (cadar) dalam membangun citra diri, dan mendefinisikan atau memaknai diri mereka sendiri dalam konteks wanita berjilbab dengan cadar.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data dimungkinkan terjadi dalam perspektif intersubyektif antara peneliti dengan partisipan dengan “menunda” bias-bias atau prasangka peneliti terhadap fenonema yang sedang dipelajarinya sehingga fenomena yang diteliti

(9)

tampil sebagaimana adanya (appears or presents itself). Moustakas mengidentifikasi lima tahapan utama dalam analisis data fenomenologis (dilakukan iteratif), yaitu8:

1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.

2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.

3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).

4. Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.

5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).

8 Clark Moustakas. Phenomenological Research Methods, London: SAGE Pub., 1994, Hal

(10)

6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.

7. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut dituliskan ulang pada bagian pembahasan.

Prosedur ini senada dengan prosedur yang direkomendasikan oleh Moleong bahwa proses analisis data dimulai dengan:

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, dalam hal ini adalah dari hasil wawancara, kuesioner, maupun analisis dokumen.

2. Setelah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan apa yang dinamakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan kunci yang perlu dijaga agar tetap berada di dalamnya.

3. Langkah berikutnya adalah menyusunnya kedalam satuan-satuan untuk kemudian dikategorisasikan.

4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik tertentu. 5. Diakhiri dengan penafsiran data9.

3.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini metode pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik menganalisis jawaban subyek dengan

9 Lexy J. Meleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(11)

meneliti kebenaran melalui data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia. Dalam hal ini jawaban subyek dikroscek dengan dokumen yang ada10.

Dalam penelitian ini, teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber bertujuan untuk menguji kredibilitas data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber berbeda (tiga sumber). Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data tersebut11.

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan data yang diperoleh di lapangan (data primer) dengan data sekunder yang didapat dari beberapa dokumen-dokumen serta referensi-referensi yang membahas hal yang sama. Proses triangulasi ini akan dilakukan terus menerus sepanjang proses pengumpulan data dan anlisis data sampai peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan. Patton mendefinisikan langkah-langkah dalam triangulasi sebagai berikut12:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

10 Rachmat Krisyantono. Teknis Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2007 hal 71

11 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta, 2013, Hal: 370 12 Michael Quinn Patton. Qualitative Education Methods, Beverly Hills, Sage Publication, 1987,

(12)

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan nilai wajar terkait dengan liabilitas keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi diakui di dalam “Keuntungan/

Dengan adanya kejadian obesitas sebesar 50% pada murid Sekolah Dasar Negeri 11 Lubuk Buaya Kota Padang maka dari itu diharapkan kepada sekolah perlu adanya

Dalam tabel program acara dan deskripsi acara di atas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan jadwal acara selama seminggu di Radio Elisa Fm terdapat format siaran yang mayoritas adalah

Di samping bertujuan untuk menyelamatkan bahasa Besemah dari kepunahan, penulisan buku ini dimaksud- kan juga untuk membantu pelaksanaan politik bahasa

Jika dilihat dari nilai hasil analisis uji F didapat statistik nilai F sebesar 71,561 dengan tingkat signifikan 0,000 karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05, maka

Kejahatan seksual pada anak di bawah umur dalam kaitan perlindungan anak dan pemberatan hukuman berupa kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan dapat ditarik benang

Hasil uji sensoris mie basah berdasarkan parameter rasa menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan dimana semakin tinggi subtitusi tepung talas dan

Tidak terpenuhinya nilai OEE di perusahaan tersebut karena nilai dari Quality Rate pada pperusahaan tersebut yang sangat rendah yaitu sebesar 50,1%sehingga perlu dilakukan