• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN LAMA KEMATIAN DILIHAT DARI KEADAAN TULANG MISTAR RITONGA. Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN LAMA KEMATIAN DILIHAT DARI KEADAAN TULANG MISTAR RITONGA. Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN LAMA KEMATIAN DILIHAT DARI KEADAAN TULANG MISTAR RITONGA

Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan dalam identifikasi tulang adalah menentukan lamanya kematian. Pengetahuan untuk menentukan lamanya kematian dalam tahun, puluhan tahun, atau bahkan abad dapat membantu petugas penyidik. Pada kenyataannya, sisa kerangka yang ditemukan dari jaman primitif, tidak membutuhkan penyidikan yang menyeluruh, karena jika kematiannya akibat tindakan kriminal mungkin penjahatnya telah lama meninggal.

Hal ini merupakan masalah yang bisa dikatakan kecil, yang menimbulkan kesulitan khususnya pada cara untuk menaksir lamanya kematian yang mendekati sebenarnya. Faktor utama yang mempengaruhi keadaan tulang adalah keadaan lingkungan sekitarnya, dimana faktor lingkungan jauh lebih berperan dibandingkan dengan waktu untuk merubah keadaan tulang. Di Wales, ditemukan tulang-tulang rangka yang berusia kira-kira 18.000 tahun yang telah mengalami pengujian dari berbagai masa dan kondisi lingkungan, masih terlihat baik. Pada jaman Romawi atau bahkan jaman perunggu, mayat-mayat disimpan pada gundukan pasir kering atau pemakaman kuno yang kering, ternyata masih dapat dilihat dengan baik. Pada kondisi lain, tulang-tulang dari mayat yang dikubur secara modern dengan menggunakan peti mati yang kemudian ditutup dengan batu hanya bertahan sampai 20 tahun, kemudian akan hancur secara keseluruhan, akibat pengasaman, pengikisan tulang oleh air seperti pada daerah berawa yang pasang surut. Dari Kenyataan ini, pada penentuan lamanya kematian dilihat dari keadaan tulang, sering terjadi kesalahan apabila hanya berdasarkan gambaran tulang secara umum, ditambah lagi akibat dari kurangnya pengalaman dari peneliti serta aturan-aturan yang terlalu banyak sehingga dalam penentuan lamanya kematian dari identifikasi tulang harus memperhatikan kondisi lingkungan dimana tulang terdapat. Pengujian secara Kimia Fisika jelas sangat membantu tetapi hal ini pun bergantung juga pada kondisi lingkungan.

BAB II

HISTOLOGI TULANG

Tulang merupakan salah satu dari perubahan struktural dasar protein menjadi berbagai tingkat kekerasan, elastisitas dan kekuatan, tergantung pengaruh lingkungan dan keperluan fungsional. Protein tersebut merupakan kollagen dan contoh utama dari modifikasi tersebut adalah kulit, membrana basalis, tulang rawan dan tulang.

Tulang merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh manusia. Sebagai unsur utama kerangka tubuh, ia menyokong struktur berdaging, melindungi organ vital dan mempunyai sumsum tulang dimana sel darah dibentuk. Tulang terdiri dari bahan intersel yang mengalami kalsifikasi, matrik tulang, dan berbagai sel osteosit di dalam matrik, sel osteoblast yang mensintesa komponen organik matrik, sel osteoblast untuk meresorbsi dan perubahan bentuk jaringan tulang.

(2)

2.1. Matrik tulang

Bahan anorganik merupakan sekitar 50 % berat kering matrik tulang. Kalsium dan fosfor sangat banyak, tetapi bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium dan natrium juga ditemukan.

Bahan organik terdiri dari serabut kolagen (95 %) dan zat dasar amort, yang mengandung glikosamaniglikan yang berhubungan dengann protein. Karena tingginya kandungan kolagen, matrik tulang yang mengalami dekalsifikasi mengikat secara selektif zat warna untuk serabut kolagen.

2.2. Periosteum dan Endosteum

Permukaan dalam dan luar dari tulang dilapisi oleh lapisan jaringan penyambung yang disebut endosteum dan periosteum. Periosteum merupakan suatu lapisan jaringan penyambung padat di bagian luar yang mengandung serabut dalam jumlah banyak sekali.

Sel periosteum dengan morfologi fibroblas dapat berfloliferasi melalu mitosis dan dapat berdiferensiasi menjadi osteoblast. Sel-sel ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perbaikan tulang.

Endosteum mempunyai komponen-komponen yang sama seperti periosteum dan strukturnya pun hampir sama, tetapi endosteum jauh lebih tipis dan tidak memperlihatkan dua lapisan yang jelas seperti periosteum.

Di dalam jaringan penyambung periosteum dan endosteum adalah nutrisi jaringan tulang dan menyediakan suplai kontiniu sel osteoblast baru untuk perbaikan atau pertumbuhan tulang.

2.3. Jenis-Jenis Jaringan Tulang

Secara histologi, ada dua macam jaringan tulang yaitu tulang imatur atau primer dan tulang matur atau sekunder. Kedua macam tulang tersebut mengandung komponen struktural yang sama, tetapi dalam tulang imatur berkas kolagen ditempatkan secara seimbang sedang dalam tulang matur berkas-berkas ini tersusun menjadi lamel tulang. Tulang primer adalah jenis tulang yang bersifat temporer. Sifat-sifatnya : Serabut kolagen tidak teratur, kandungan mineral sedikit, jumlah osteosit lebih sedikit. Jaringan tulang sekunder biasa ditemukan pada orang dewasa, dan serabut-serabut kolagennya tersusun secara konsentris.

BAB III

JENIS-JENIS PEMERIKSAAN 3.1. Pemeriksaan Penentuan Umur Tulang

3.1.1. Tes Fisika

Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya ultra violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang tulang dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya ultra violet, tulang-tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak kebiruan pada tempat pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak berfluorosensi sampai ke bagian tengah. Dengan pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah tersebut akan membentuk jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini kemudian pecah dan bahkan lenyap, maka semua permukaan pemotongan menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk terjadinya proses ini berubah-ubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra violet akan hilang dengan sempurna kira-kira 100 -150 tahun. Tes Fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang, pemanasan secara ultra sonik dan pengamatan

(3)

terhadap sifat-sifat yang timbul akibat pemanasan pada kondisi tertentu. Semua kriteria ini bergantung pada berkurangnya stroma organik dan pembentukan dari kalsifikasi tulang seperti pengoroposannya.

Garnbar I : a. Tulang berumur 3 -80 tahun. Kelihatan permukaan pemotongan tulang meman carkan warna perak kebiruan pada seluruh pemotongan.

b. Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi mengerut ke pusat sumsum tulang.

c. Sebelum fluoresensi menghilang dengan sempurna pada abad berikutnya.

3.1.2. Tes Serologi

Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung pada kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang yang terdapat di daerah berhawa panas.

Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai campuran Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih berarti. Jika reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi positif, diperkirakan umur tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini dapat dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun pada tulang yang telah menjadi serbuk.

Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion technique dengan anti human serum.

Serbuk tulang yang diolesi dengan amoniak yang konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang positif dengan serum anti human seperti reagen coombs, lama kematian kira-kira 5–10 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.

3.1.3. Tes Kimia

Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara mengukur pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang yang baru mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang dengan cepat. Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 % Nitrogen, diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen

(4)

lebih besar dari 3,5 gram percentimeter berarti umur tulang saat kematian kurang dari 50 tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter berarti umur tulang atau saat kematian kurang dari 350 tahun.

Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun dengan Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15 asam amino, terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang spesifik jika yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada pemeriksaan Fralin dan Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya didapatkan Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat kematian kurang dari 500 tahun. Asam amino yang lain akan lenyap setelah beratus tahun, sehingga jika diamati tulang-tulang dari jaman purbakala akan hanya mengandung 4 atau 5 asam amino saja. Sementara itu ditemukan bahwa Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat kematian kurang dari 70 -100 tahun, akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.

3.2. Gambaran Fisik

Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada tendon dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi.Periosteum kelihatan berserat, melekat erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin masih ada dijumpai pada permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba mungkin dengan cepat merubah seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang dalam beberapa hari atau pun beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau bangunan yang tertutup, jaringan yang kering dapat bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak pada tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun-tahun pertama, walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai lima tahun atau lebih.

Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti :

1. Dari Bau Tulang

Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5 bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.

(5)

2. Warna Tulang

Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.

3. Kekompakan Kepadatan Tulang

Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan dan keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori, diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.

Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich akan kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga lebih mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar sudah tua mudah diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.

Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang, disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang tebal dan padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-abad, sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat. Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan, jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti juga yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.

(6)

BAB IV KESIMPULAN

1. Faktor lingkungan jauh lebih berperan daripada waktu dalam mempengaruhi keadaan tulang.

2. Dalam menentukan umur tulang dapat berdasarkan: ™ Tes Fisika (fluoresensi dengan sinar ultraviolet) ™ Tes Serologi

™ Tes Kimia (Penentuan kandungan Nitrogen dan Asam amino)

3. Untuk penentuan lama kematian individu adalah dengan menghitung selisih umur tulang dengan umur individu. Dan juga dari gambaran fisik tulang seperti bau, warna, dan kepadatan tulang.

4. Tulang yang masih baru mempunyai ciri :

™ Mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada tendon dan ligamen. ™ Terasa lebih berate

™ Fluoresensi menyeluruh pada penampang tulang yang berwarna perak kebiruan.

™ Mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen (penulis lain menyatakan 3,5 gram percentimeter).

™ Mengandung sekurang-kurangnya 7 jenis Asam amino. ™ Bila ada aktifitas Immunologi.

DAFTAR PUSTAKA

Camps Francis.SVD : Practical Forensic Medicine; 2 nd Edition, hutchinson Medical Publication, London, 1971.

Glinka Josef.SVD : Antropometri & Antroposkopi; Edisi Ketiga, Universitas Airlangga, Surabaya, 1990.

Gonzales Thomas A. MD : Legal Medicine Pathology And Toxicology; Second Edition, Apleton Century Crofts. Inc, New York, 1954.

Hamdani Njowito : Ilmu Kedokteran Kehakiman; Edisi Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

Idries Abdul Mun'im: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik; Edisi Pertama, PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1989.

Knight Bernard: Simpson's Forensic Medicine; Tenth Edition, Edward Arnold, A. Division of Hodder & Stoughton Ltd, London, 1991.

Parikh CK Dr.: A Simplified Text Book of Medical Jurisprudence & Toxicology; Medical Publicaion, Bombay.

Sobotta J. Prof: Atlas Anatomi Manusia; Edisi Sembilan belas, jilid 2 Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta, 1989.

Referensi

Dokumen terkait