1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penggunaan insektisida sintetis yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan dampak negatif yang cukup serius, yaitu timbulnya resurgensi hama, outbreak hama sekunder dan pencemaran lingkungan hidup. Jika masih diperlukan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan menggunakan pestisida, maka dapat dipilih pestisida yang berasal dari bahan-bahan nabati atau dikenal dengan nama pestisida nabati.(Ariandi,2014)
Secara ekonomis bila dibandingkan dengan pestisida kimia, biaya penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah. Selain itu pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat dan didapat oleh petani dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Dari sisi lain, pestisida nabati mempunyai keistimewaan yaitu bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif lebih aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah terurai. (Ariandi,2014)
Pestisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini bisa berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Karena terbuat dari bahan alami atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam, sehingga tak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residu (sisa - sisa zat) mudah hilang. (Ariandi,2014)
Indonesia ada banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Bahan dasar pestisida alami ini bisa ditemui di beberapa jenis tanaman, dimana zat yang
2
terkandung di masing-masing tanaman memiliki fungsi berbeda ketika berperan sebagai pestisida. Dalam fisiologi tanaman. Ada beberapa jenis tanaman yang berpotensi jadi bahan pestisida :
1.1.1 Kelompok tumbuhan insektisida nabati
Merupakan kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Bengkoang, mimba, serai, sirsak, dan srikaya diyakini bisa menanggulangi serangan - serangan serangga. (Sinaga,2015).
1.1.2 Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat
Di dalam tumbuhan ini ada suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada serangga betina dan bertugas menarik serangga jantan, khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Tumbuhan yang bisa diambil manfaatnya, daun wangi (kemangi), dan selasih. (Sinaga,2015).
1.1.3 Kelompok tumbuhan rodentisida nabati
Kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendalian hama rodentisidaa. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi jadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid. Sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah gadung racun. (Syakir,2011).
1.1.4 Kelompok tumbuhan moluskisida
kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman menimbulkan pengaruh moluskisida. Diantaranya daun sembung dan akar tuba. (Syakir,2011).
3
1.1.5 Kelompok Tanaman Fungisida Nabati
Merupakan kelompok tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan jamur patogenik antara lain cengkeh, daun sirih, sereh, pinang, tembakau.
1.1.6 Kelompok tumbuhan pestisida serba guna
Di mana kelebihan kelompok ini tak hanya berfungsi untuk satu jenis. Misalnya insektisida saja, tapi juga berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, dan nematisida. Tumbuhan yang bisa dimanfaatkan dari kelompok ini, yaitu Jambu mete, Sirih, Tembakau dan Mimba (Syakir,2011).
1.2 Urgensi Penelitian
Dengan membuat pestisida alami yang dilakukan dengan uji potensi ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn), sehingga dapat menekan perkembangan hama ulat api (Setothosea asigna).
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui efektifitas daun sirsak (A. muricata L.), terhadap mortalitas hama ulat api (S. asigna).
1.3.2 Mengetahui konsentrasi dan pengaruh aplikasi daun sirsak (A. muricata L.) terhadap hama ulat api (S. asigna).
1.4 Target Temuan
1.4.1 Aplikasi insektisida alami dari daun sirsak (A. muricata L.), berpengaruh terhadap hama ulat api (S. asigna).
1.4.2 Mengetahui aplikasi insektisida alami daun sirsak (A. muricata L.) terhadap hama ulat api (S. asigna).
4 1.5 Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat dimanfaatkan oleh para pemulia, petani kelapa sawit maupun perkebunan kelapa sawit dalam mengendalikan hama ulat api (S. asigna).
5 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulat Api (Setothosea asigna)
2.1.1 Biologi
Hama ulat api merupakan salah satu hama penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies ulat api yang sering di jumpai pada berbagai daerah Indonesia antara lain adalah Setothosea asigna, Setora nitens Setothosea bisura, Darna deducta, dan Darna trima, jenis yang jarang di temukan adalah Thosea veanusa, Susica palida dan Birthamula chara.(Manik,2012)
Ulat ini di sebut ulat api karena jika bulunya mengenai kulit akan menyebabkan rasa panas yang luar biasa. Ulat ini termasuk ke dalam ulat
yang rakus, karena memakan semua jenis tanaman seperti kelapa sawit, kelapa, jeruk, teh, kopi, dan tanaman lainnya. Di areal budidaya ulat ini di temukan dengan berbagai macam warna antara lain hijau kekuningan, kuning orange atau merah orange. Pada tubuhnya sering terdapat bercak bercak warna seperti hitam, kuning dan merah. Dengan warna yang sedemikian ulat ini kelihatan cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya. (Sastrosayono, 2003).
Ulat api Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Arthopoda
Klass : Insekta
Ordo : Lepidoptera Famili : Limacodidae Genus : Setothosea
6
SIKLUS HIDUP HAMA ULAT API (SETOTHOSEA ASIGNA)
Gambar 2.1 Siklus hidup hama ulat api (S. asigna) (Sumber : wikipedia-ulat api setothosea asigna)
Menurut (Prawirosukarto, 2002), menyebutkan bahwa serangga dewasa (Ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda.
Gambar 2.2 Ngengat jantan dan betina (Sumber : wikipedia-ulat api setothosea asigna)
7
Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngegat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah di letakkan.
Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembanganya ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu mengabiskan helaian daun seluas 400 cm².
Gambar 2.3 Telur S. asigna
(Sumber : Foto Langsung afdeling 4 PTPN III Tanah Raja)
Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga di jumpai duri duri yang kokoh. Ulat instar terakhir instar ke-9 berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit.
8
Gambar 2.4 Ulat api (S. asigna) (Sumber : Foto Langsung)
Kepompong di selubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ±39,7 hari.
Gambar 2.5 Kepompong S. asigna (Sumber : Foto Langsung)
2.2 Gejala Serangan Ulat Api
Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat letakan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. Mulai instar ke 3
9
biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering di sebut gejala melidi (Manik, 2012).
Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk (S. asigna) pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5-10 ekor per pelepah untuk tanaman yang berumur 7 tahun ke atas dan 5 ekor larva untuk tanaman yang lebih muda.
Gambar 2.6 Gejala Serangan Ulat Api
(Sumber : Foto Langsung afdeling 4 PTPN III Tanah Raja)
2.3 Pengendalian Hama Ulat Api
2.3.1 Pengendalian Secara Mekanik
Dilakukan dengan cara pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan pada tanaman muda umur 1- 3 tahun.
2.3.2 Pengendalian Secara Hayati
Dilakukan dengan menggunakan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Eucanthecona sp, penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur Bacillus thuringiensis. Selain itu dilakukan penanaman bunga pukul delapan (Turnera subulata) sebagai habitat dari organisme parasitoid, yang dikarenakan memiliki madu (nectar) sebagai sumber makanan dari parasitoid tersebut.(Haryono,2012)
10
Gambar 2.7 Bunga Pukul delapan (Turnera subulata) (Sumber : Foto Langsung afdeling 4 PTPN III Tanah Raja)
2.3.3 Penggunaan Insektisida
Dilakukan dengan penyemprotan (spraying), dilakukan pada tanaman berumur 2.5 tahun dengan menggunakan penyemprotan tangan. sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot, Penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi.(Haryono,2012)
2.3.4 Pengendalian Hama Terpadu
Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran di perlukan sebagai penyusunan strategi pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi hama dilapangan, dan hanya di lakukan apabila padat populasi kritis yang di tentukan, serta mengutamanakan pelestarian dan pemanfaataan musuh alami yang ada dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002).
Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila penggunaan pestisida disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilihan terakhir, jika cara lain tidak dapat menghentikan laju populasi lama. Meskipun demikian sampai saat ini dalam prakteknya penggunaan pestisida sangat dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida dan cara
11
aplikasinya sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menjaga kelestarian agroekosistem pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan (Susanto, 2008).
12
Gambar 2.8 Mekanisme Pengendalian Hama Terpadu (Sumber : Susanto, 2008)
Hama
Faktor Lingkungan:
Penghambat (musuh alami, dll)
Pendorong
Monitoring Populasi
Pengendalian Ulang Evaluasi
Tindakan Pengendalian Padat Populasi Kritis
Tidak Ya
Tidak Ya
13 2.4 Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn)
Pohon sirsak dapat mencapai ketinggian sekitar 8 meter. Tanaman ini tidak memerlukan kondisi air dan tanah yang khusus, tetapi tumbuh subur pada tempat-tempat yang jelas pemisahan antara musim hujan dan musim kemarau dan pada umumnya lebih menyukai daerah kering untuk tumbuh. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif melalui bijinya atau secara vegetatif melalui pencangkokan.(Galih,2013)
Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya (Kurniadhi, 2001).
Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Kandungan bahan aktif utama pada daun dan biji adalah annonain. Bijinya mengandung 42% hingga 45% minyak. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa daun dan bijinya dapat berperan sebagai insektisida (penghambat daya makan dan sebagai penolak) dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut.
Menurut Backer dan Bakhuizen (1963), tumbuhan Annona muricata dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracgeobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Magnoliales
14 Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata Linn
Gambar 2.9. Daun dan Buah Sirsak
Sumber : Foto langsung di pohon sirsak taman kompleks perumahan rindam Pematangsiantar
15 2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.(Galih,2013)
Pembagian metode ekstraksi yaitu : 2.5.1 Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisa dengan menggunakan pelarut yang menggunakan beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisa dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menenmbus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutanyang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu.
16
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
2.5.2 Proses Maserasi
a. Sebanyak 50 gram serbuk daun sirsak (A. muricata L.) yang telah di timbang dimasukkan ke dalam botol.
b. Setelah itu serbuk daun sirsak (A. muricata L.) direndam menggunakan etanol 96% sebanyak 500 ml.
c. Kemudian mulut botol ditutup dengan menggunakan aluminium foil secara merata, kemudian diaduk dan dibiarkan selama 5 hari.
d. Setelah dibiarkan selama 5 hari, hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring whatman (41) untuk mendapat filtrat. Residu yang diperoleh dilakukan kembali sampai 2 kali proses re-maserasi.
e. Setelah mendapat hasil keseluruhan filtrat dari proses maserasi dan re-maserasi, selanjutnya dilakukan proses pemekatan atau proses pemindahan bahan aktif dari etanol dengan menggunakan alat rotary evaporator.
17 2.6 Rotary Evaporator
Tahapan proses rotary evaporator adalah sebagai berikut : 1. Sampel dimasukkan ke dalam labu rotary.
2. Di rangkai labu destilasi.
3. Alat rotary evaporator di hidupkan dan pompa vakum.
4. Dibiarkan hingga pelarut tidak menetes lagi pada labu destilasi.
Gambar 2.10 Alat Rotary Evaporator
(Sumber : Foto Langsung Lab. Kimia FMIPA USU)
5. Di uapkan ekstrak (residu) hasil rotari untuk menghilangkan sisa pelarut dengan penangas air.
Gambar 2.11 Proses Pemekatan
18
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Afdeling IV Kebun Tanah Raja PT. Perkebunan Nusantara III (persero), dan Laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara (USU). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2017.
3.2 Desain Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirsak yang berbeda. Dengan uraian sebagai berikut :
M0 : Kontrol.
M1 : Aplikasi dengan konsentrasi 15% ekstrak daun sirsak/100 ml aquadest.
M2 : Aplikasi dengan konsentrasi 30% ekstrak daun sirsak/100 ml aquadest.
M3 : Aplikasi dengan konsentrasi 45% ekstrak daun sirsak/100 ml aquadest.
Sehingga diperoleh :
Jumlah perlakuan = 4 perlakuan Jumlah ulangan = 3 ulangan Total Perlakuan = 12 perlakuan Jumlah ulat api / toples = 5 ulat api Jumlah ulat api seluruhnya = 60 ulat api
19 Dengan kombinasi sebagai berikut :
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
S1 S2 S3
S2 S3 S2
S0 S1 S0
S3 S0 S1
Masing - masing perlakuan terhadap hama ulat api (S. asigna) secara keseluruhan 60 ulat api (S. asigna), atau 5 ekor jumlah ulat api dalam 1 toples. Data hasil penelitian di analisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial, berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij.
Yij = Hasil pengamatan dari faktor pemberian ekstrak daun sirsak (A. muricata L.) pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ = Nilai rataan.
τi = Pengaruh perlakuan ekstak daun sirsak (A. muricata L.)
εij = Pengaruh galat pemberian ekstrak daun sirsak (A. muricata L.) ke-i dan ulangan ke-j.
3.3 Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : - Etanol 96%
- Daun sirsak (A. muricata L.) - Ulat api (S. asigna)
20
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : - Blender
- Gelas Ukur - Hand Sprayer
- Kertas whatman no.41 - Timbangan
- Toples
- Alumunium foil - Botol kaca
Peralatan di laboratorium adalah : - Rotary evaporator
- Hot Plate Steader
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Persiapan Areal Penelitian
Areal penelitian akan dilaksanakan di Afdeling IV Kebun Tanah Raja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero).
3.4.2 Penyediaan Ulat Api (S. asigna)
Pengambilan hama ulat api dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit di Afdeling IV Kebun Tanah Raja PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Daun sirsak (A. muricata L.)
Daun sirsak (A. muricata L.) yang telah dikeringkan, ditimbang masing-masing sebanyak 50 gr kemudian dihaluskan menggunakan blender, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96%, selama 5 hari di endapkan, re-maserasi dilakukan sebanyak 2 kali, setelah 5 hari dibuka, kemudian dibawa ke laboratorium untuk memisah etanol dengan bahan aktif yang ada di dalam daun mimba. Ekstrak yang telah diperoleh siap untuk digunakan sesuai perlakuan.
21 3.4.4 Aplikasi Insektisida Nabati
Massa sampel total yang dihasilkan 45 gram. Setelah itu dilarutkan dalam labu ukur 100 ml menghasilkan 45% larutan, dengan menggunakan rumus pengenceran (M1V1 =M2V2).
1. 45%*X = 45%*100 ml X = 4500/45 X = 100 ml
Di ambil larutan 45% dilarutkan menjadi 100 ml dalam labu ukur dengan aquades dan menghasilkan 100 ml larutan dengan konsentrasi 45%.
2. 45%*X = 30%*50 ml X = 1500/45 X = 33.33 ml
Larutan 45% diambil sebanyak 33.33 ml dan dilarutkan didalam labu ukur 50 ml dan menghasilkan 50 ml larutan dengan konsentrasi 30%
3. 45%*X = 15%*50 ml X = 750/45 X = 16.66 ml
Di larutkan sebanyak 16.66 ml larutan 45% didalam labu ukur 50 ml dan menghasilkan 50 ml larutan dengan konsentrasi 15%. Setelah mendapat konsentrasi larutan yang diperoleh, maka siap untuk diaplikasikan sesuai dengan dosis masing-masing perlakuan.
3.5 Parameter Pengamatan
a. Waktu awal mortalitas ulat api (S. asigna) diamati mulai dari 1 hari setelah aplikasi sampai terlihat mortalitas.
b. Persentase mortalitas diamati mulai dari 1 hari setelah aplikasi hingga 7 hari setelah aplikasi.
22 3.6 Bagan Alur Penelitian
Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak (A. muricata L.)
Persiapan Areal Penelitian
Aplikasi Insektisida Nabati
Pembahasan
Penyedian Hama Ulat Api (S. asigna)
Ulat Api diletakkan di dalam Media Toples
Pengamatan
Selesai Kesimpulan
23 3.7 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan
3 4 5 6 7 8 9 1 Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak (A. muricata L.) 2
Persiapan Areal Penelitian
3 Penyedian Hama Ulat Api (S. asigna)
4
Ulat Diletakkan di dalam
Media Toples
5 Aplikasi Insektisida Nabati
6 Pengamatan
7 Analisa Data
8 Penyusunan laporan penelitian
9 Seminar
24
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Waktu Awal Mortalitas
Data waktu awal mortalitas hama ulat api dapat dilihat pada lampiran 1-2 dan tabel 4.1. Dari tabel 4.1 terlihat bahwa mortalitas hama ulat api sudah terlihat 1 hari setelah aplikasi ekstrak daun sirsak pada seluruh perlakuan, kecuali pada kontrol sampai akhir pengamatan 7 hari setelah aplikasi, tidak terdapat mortalitas pada hama ulat api.
Cepatnya terjadi mortalitas pada ulat api disebabkan racun yang terdapat pada ekstrak daun sirsak bersifat racun perut (sistemik) dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga menyebabkan ulat cepat mati.
Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Ashry Sikka (2009), bahwa semakin tinggi konsentrasi semakin cepat terdapat mortalitas.
4.2 Persentase Mortalitas
Data pengamatan dan analisa sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 1-4. Setelah data dianalisis pemberian ekstrak daun sirsak pada ulat api, terlihat berbeda tidak nyata antar perlakuan S1, S2 dan S3 terhadap mortalitas hama ulat api pada hari ke-1 dan terlihat sangat nyata terhadap mortalitas hama ulat api pada hari ke-4 setelah aplikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
25
Tabel 4.1 Persentase Mortalitas Ulat Api (S. asigna) Setelah Aplikasi Insektisida Nabati Daun Sirsak (A. muricata L.).
Perlakuan Mortalitas Hari ke (%)
1HSA 2HSA 3HSA 4HSA
S0 0.00 0.00 B 0.00 B 0.00 B S1 26.67 40.00 A 66.67 AB 100.00 A S2 20.00 26.67 AB 80.00 A 100.00 A S3 33.33 46.67 A 86.67 A 100.00 A Signifikansi tn * ** ** KK 95,74 57,64 27,99 0,00
Keterangan : HSA (Hari Setelah Aplikasi).
Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.5% dan sangat nyata pada taraf 0.1%.
Dari tabel 4.1 dapat dilihat hasil analisa statistik menunjukkan bahwa mortalitas ulat api perlakuan ekstrak daun Sirsak (A. muricata L.) pada pengamatan 1 hari setelah aplikasi berbeda tidak nyata antar seluruh perlakuan
(S1, S2, S3) dengan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan S3 dengan nilai rataan 33.33% dan mortalitas terendah terdapat pada perlakuan kontrol (S0) dengan nilai rataan 0%.
Pada pengamatan 2 hari setelah aplikasi terlihat mulai terjadi peningkatan jumlah mortalitas antar seluruh perlakuan (S1, S2, S3) dengan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan S3 dengan nilai rataan 46.67 % dan mortalitas terendah terdapat pada perlakuan S0 dengan nilai rataan 0%.
Pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi terjadi peningkatan jumlah mortalitas yang signifikan antar seluruh perlakuan (S1, S2, S3) dengan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan S3 mencapai 86.67 % . Perlakuan S2 mencapai 80 % serta perlakuan S1 mencapai 66.67 %.
26
Pada pengamatan 4 hari setelah aplikasi terlihat bahwa mortalitas tertinggi terdapat pada seluruh perlakuan, yaitu S1, S2, S3 (100%), yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol yang merupakan mortalitas terendah yaitu (0%).
Tingginya tingkat mortalitas ulat api pada 1, 2, 3 dan 4 HSA disebabkan oleh kandungan daun sirsak yang mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulaticin, squamosin Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetoenin memiliki keistimewaan sebagai antifeedant (penolak makan). Dalam hal ini ulat api tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya (Septerina, 2002).
Hal ini juga disebabkan bahwa semakin banyak bahan aktif ekstrak daun sirsak yang di aplikasikan atau yang digunakan, maka daya racunnya akan semakin besar.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Natawigena (1985), yang menyatakan bahwa proses kematian serangga akan semakin cepat dengan pertambahan dosis racun yang digunakan.
Ciri-ciri larva Setothosea asigna yang terkena ekstrak daun sirsak pada awalnya mengalami penurunan aktivitas yakni tidak aktif bergerak. Lama kelamaan terjadi perubahan warna pada tubuh ulat api dari warna hijau menjadi coklat dan kemudian menghitam.
27
a b Gambar 4.2
Keterangan :
a. Kondisi Larva Normal
b. Kondisi Larva Setelah Aplikasi Ekstrak Daun sirsak
Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Persentase Mortalitas Ulat Api (S. asigna) 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 1 2 3 4 t i n g k a t m o r t a l i t a s Hari ke S0 (0%) S1 (15%) S2 (30%) S3 (45%)
28
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian Uji Potensi Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Tingkat Mortalitas Hama Ulat Api (Setothosea asigna) dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Waktu awal mortalitas ulat api (S. asigna) sudah terlihat sejak hari pertama setelah aplikasi insektisida nabati daun sirsak.
2. Pada hari ke-4 setelah aplikasi insektisida nabati daun sirsak efektif untuk mengendalikan hama ulat api (S. asigna) dengan mortalitas tertinggi terdapat pada semua perlakuan yaitu 100%.
3. Perlakuan S1 (15%) efektif dalam mengendalikan hama ulat api (S. Asigna).
5.2 Saran
Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan insektisida nabati daun sirsak terhadap hama ulat api (S. asigna) di Lapangan.