• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN MANDIRI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN MANDIRI

KEKUATAN TEKAN KOLOM PENDEK

PASCA PEMBAKARAN

Nama Peneliti :

Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT.

Ni Nyoman Rosita

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan kekuatan tekan aksial kolom pendek (Po) dan kekuatan beton (f’c) pada kolom pendek setelah mengalami pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC. Selain itu tanda-tanda perubahan fisik pasca beton mengalami kebakaran juga akan diteliti, untuk mengetahui indikasi terjadinya perubahan kekuatan pada kolom pasca dibakar.

Benda uji yang digunakan adalah kolom berukuran 100mm x 100 mm x 300mm dengan penulangan 4D10. Perlakuan terhadap benda uji dibedakan menjadi dua yaitu tidak mengalami pembakaran dan mengalami pembakaran. Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran keramik BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Pembakaran dimulai pada temperatur tungku 31ºC sampai mencapai temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 180. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit, sehingga proses pembakaran berlangsung selama 200 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan dengan menutup saluran regulator tekanan gas

Hasil pengujian kuat tekan aksial kolom (Po) menunjukkan kolom mengalami penurunan kekuatan setelah dibakar. Persentase penurunan kuat tekan aksial kolom (Po) sebesar 46,91%. Penurunan kuat tekan beton (fc’) yaitu sebesar 50,08% dan menurunnya tegangan leleh baja (fy) yaitu sebesar 0,9532%. Penurunan kuat tekan aksial kolom lebih cenderung diakibatkan karena penurunan yang besar pada kuat tekan beton (fc’). Berdasarkan pengamatan perubahan sifat-sifat fisik kolom yang dilakukan, maka diperoleh hasil penurunan berat satuan rata-rata sebesar 9,026%, warna kolom setelah dibakar cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan Pembakaran pada kolom tidak menyebabkan pengelupasan pada beton. Perambatan panas dengan temperatur tinggi terjadi pada kedalaman 7- 9 mm dan retak yang timbul setelah dibakar yaitu retak dengan lebar 0,2-0,3 (mm) sebesar 22,22% dan retak dengan lebar 0,35-0,5 (mm) sebesar 77,78%. Adapun pola keruntuhan akibat uji desak pada kolom setelah dibakar sebagian besar mengikuti pola retak yang timbul akibat pembakaran.

Kata kunci : kekuatan kolom pendek, pasca pembakaran, kuat tekan aksial kolom, kuat tekan beton, tegangan leleh baja, sifat-sifat fisis beton.

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penelitian dengan judul ” Kekuatan Tekan Kolom Pendek Pasca Pembakaran” dapat diselesaikan dengan baik.

Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu diharapkan masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan penyempurnaan penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini.

Denpasar, Juni 2016 Tim Peneliti

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR ISTILAH ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Batasan Penelitian ... 3 1.6 Hipotesa ... 4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kolom ... 7

2.2 Kekuatan Tekan Beton ... 5

2.3 Baja Tulangan ... 9

2.4 Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang ... 11

2.5 Sifat-sifat beton pada suhu tinggi ... 11

2.6 Jenis kerusakan beton akibat kebakaran ... 12

2.7 Tata Cara Pembakaran Beton ... 20

2.8 Penelitian Sebelumnya ... 20

BAB III. RANCANGAN KEGIATAN ... 19

3.1 Benda Uji ... 20

3.2 Bahan-Bahan untuk Penelitian ... 20

3.3 Pemeriksaan Material... 21

3.4 Pembuatan Benda Uji ... 22

3.5 Pengukuran Nilai Slump ... 23

3.6 Pencetakan Benda Uji ... 24

3.7 Pembukaan Benda Uji dari Cetakan ... 24

3.8 Perawatan Benda Uji... 24

3.9 Pembakaran Benda Uji ... 25

3.10 Pengamatan Beton Pasca Bakar ... 25

3.11 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 25

3.12 Pengujian Kuat Tarik Tilangan ... 27

3.13 Kerangka Penelitian ... 27

BAB IV. PEMBAHASAN ... 30

4.1 Pemeriksaan Material Pembentuk Beton ... 30

4.1.1 Pemeriksaan Agregat ... 30

4.1.2 Pemeriksaan Semen ... 30

4.2 Komposisi Campuran Beton ... 30

4.3 Pengujian Nilai Slump ... 31

(5)

4.5.1 Hasil pemeriksaan berat satuan ... 35

4.5.2 Hasil pengamatan perubahan warna ... 36

4.5.3 Hasil pemeriksaan lebar retak ... 37

4.5.4 Hasil pengamatan pengelupasan (spalling) ... 38

4.5.5 Hasil pemeriksaan penetrasi panas ... 39

4.6 Pengujian Baja Tulangan ... 41

4.6.1 Hasil pengujian tarik baja ... 41

4.7 Pengujian beton ... 44

4.7.1 Pengujian kuat tekan beton standar ... 44

4.7.2 Pengujian kuat tekan aksial kolom ... 44

4.8 Hubungan antara Kuat Desak Kolom Pendek (Po), Kuat Tekan Beton (fc’) dan Tegangan Leleh Baja (fy) ... 49

BAB V. PENUTUP... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kondisi tekan konsentris (Mn=0) ...6

Gambar 2.2 Pengujian kuat tekan beton ...8

Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja ...9

Gambar 2.4 Perubahan warna beton ...14

Gambar 2.5 Respon warna Phenolpthalein ...17

Gambar 3.1 Potongan melintang benda uji ...19

Gambar 3.2 Gradasi agregat halus zone II ...21

Gambar 3.3 Gradasi agregat kasar diameter maksimum 20mm ...22

Gambar 3.4 Cara pengukuran slump ...24

Gambar 3.5 Rencana pembakaran benda uji ...25

Gambar 3.6 Pengujian kuat tekan kubus standar ...26

Gambar 3.7 Pengujian kuat tekan kolom pendek ...26

Gambar 3.8 Alat uji tarik baja ...27

Gambar 3.9 Kerangka penelitian ...29

Gambar 4.1 Tungku pembakaran ...32

Gambar 4.2 Tata letak benda uji saat pembakaran ...32

Gambar 4.3 Hubungan antara waktu dan temperatur tungku ...34

Gambar 4.4 Perubahan berat satuan beton pasca pembakaran ...35

Gambar 4.5 Perubahan warna ...37

Gambar 4.6 Perubahan warna beton ...37

Gambar 4.6 Pengukuran lebar retak pada beton ...37

Gambar 4.7 Kedalaman penetrasi panas pada kolom pendek pasca bakar ...40

Gambar 4.8 Kontur penetrasi panas ...40

Gambar 4.9 Uji tarik tulangan kolom ...41

Gambar 4.10 Grafik tegangan regangan baja pada kolom tidak dibakar ...42

Gambar 4.11 Grafik tegangan regangan baja pada kolom dibakar ...42

Gambar 4.12 Grafik penurunan tegangan leleh baja ...43

Gambar 4.13 Grafik penurunan kuat tekan aksial kolom ...46

Gambar 4.14 Terkelupasnya selimut beton akibat uji desak kolom pendek ...47

Gambar 4.15 Perilaku tulangan kolom pendek setelah uji desak ...47

Gambar 4.16 Perilaku kolom bersengkang menurut Chu-Kia Wang ...48

Gambar 4.17 Pola keruntuhan kolom pendek pasca bakar ...49

Gambar 4.18 Grafik Po, fc’, fy rata-rata pada benda uji kolom yang tidak dibakar dan yang dibakar ...51

Gambar 4.19 Lekatan agregat dan pasta semen pada kolom yang tidak dibakar ...52

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Empat senyawa utama dari semen portlans ...15

Tabel 3.1 Rencana benda uji benda uji kolom untuk uji kuat desak kolom serta perubahan fisik beton ...25

Tabel 4.1 Sifat-sifat Agregat ... ...30

Tabel 4.2 Hasil pengukuran nilai slump beton ...31

Tabel 4.3 Kenaikan temperatur tungku pada pembakaran beton ...33

Tabel 4.4 Berat satuan rata-rata kolom dan persentase penurunan ...35

Tabel 4.5 Perubahan warna beton ...36

Tabel 4.6 Pemeriksaan lebar retak ...38

Tabel 4.7 Pengamatan spalling ...38

Tabel 4.8 Pemeriksaan penetrasi panas ...39

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tarik Baja ...41

Tabel 4.10 Tegangan leleh baja tulangan dalam kolom ...43

Tabel 4.11 Kuat tekan beton kubus standar ...44

Tabel 4.12 Hasil pengujian kuat desak kolom ...45

Tabel 4.13 Kuat tekan beton (fc’) ...50

Tabel 4.14 Kuat tekan beton (fc’) pada kolom ...51

(8)

DAFTAR ISTILAH

A = luas tekan bidang benda uji / luas penampang (mm2). Ag = luas kotor penampang melintang kolom (mm2)

As1 = luas total penampang tulangan memanjang pada sisi 1(mm2) As2 = luas total penampang tulangan memanjang pada sisi 2 (mm2) Ast = luas total penampang tulangan memanjang (mm2)

Cc = gaya pada beton (N)

Cs1 = gaya pada baja tulangan pada sisi 1 (N) Cs2 = gaya pada baja tulangan pada sisi 2 (N) D = diameter tulangan (mm)

f’c = kuat tekan beton yang disyaratkan (N/mm2)

fc = kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (MPa). fcr = kuat tekan rata-rata (MPa).

fy = tegangan leleh baja (N/mm2)

L = panjang batang setelah penarikan (m) Lo = panjang batang mula-mula (m) n = jumlah benda uji.

Pn = kuat beban aksial tekan nominal (N)

Po = kuat beban aksial tekan nominal tanpa eksentrisitas (N)

Pn maks = kuat beban aksial tekan nominal maksimum tanpa eksentrisitas P = beban maksimum yang diberikan (N)

ø

= diameter sengkang (mm) ∑V = jumlah gaya-gaya vertikal

ε = regangan (%)

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini kasus kebakaran gedung cenderung meningkat dengan skala yang cukup besar. Beberapa kasus besar bangunan yang terbakar di Bali adalah terbakarnya Pasar Kumbasari tahun 2 Mei 2007 dan Pasar Badung tahun 1975, tahun 2000 dan tahun 2016. Tidak sedikit kerugian yang dialami oleh para pedagang. Kondisi eksisting Pasar Badung saat ini sebagai bangunan tidak terawat. Elemen kolom dan balok pasca bakar masih berdiri tegak dimana beton tersebut terlihat berwarna kehitaman karena terbakar api. Sebagian besar beton masih terselimut penuh, hanya sebagian kecil elemen balok, plat dan kolom dengan selimut beton telah terkelupas. Kerusakan – kerusakan yang ada pada elemen tersebut akan semakin memprihatinkan bila tidak segera dilakukan perbaikan. Pada elemen balok dan kolom tersebut telah terjadi deformasi, terbukti dengan terkelupasnya selimut beton. Menjadi pertanyaan seberapa besar perubahan terhadap kekuatan struktur apabila gedung tersebut difungsikan kembali.

Umur pakai suatu gedung tidaklah mesti berakhir dengan bangunan yang terbengkalai dan tak terawat, melainkan masih dapat dipakai apabila pada gedung tersebut diperbaiki dengan teknologi rehabilitasi yang tepat. Hal ini akan diperoleh jika survey atau investigasi yang dilakukan di lapangan dapat menggambarkan kondisi riil yang sebenarnya. Keakuratan data dan informasi yang ada di lapangan akan sangat menentukan.

Beton merupakan material yang tidak dapat dipisahkan dari komponen struktur suatu bangunan. Salah satu kelebihan yang dimiliki beton adalah memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata 400ºC, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan (McCormac, 2000).

(10)

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, beton setelah mengalami pembakaran pada temperatur ± 800ºC menerima perambatan panas dengan suhu tinggi berkisar antara 6-8 mm dari kulit terluar beton dan semakin ke dalam inti beton, perambatan panas akan semakin berkurang. Hasilnya, kuat tekan beton berkurang sampai 68,119% (Saba, 2007).

Kolom menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Penurunan sebesar itu sangat mengkhawatirkan apabila terjadi pada kolom pasca mengalami kebakaran karena kolom dominan menerima beban tekan serta pemakaiannya selalu dihubungkan dengan elemen struktur yang lain yaitu balok sebagai satu kesatuan. Kolom berfungsi menahan gaya-gaya yang berkerja pada balok dan meneruskannya ke pondasi. Pada kolom pendek dengan beban sentris, besarnya beban aksial yang terjadi dipengaruhi oleh kekuatan dari beton dan baja tulangan. Oleh karena itu lebih mudah untuk memprediksi kekuatan aksial tekan atau beban maksimum yang mampu dipikul kolom dengan mengetahui besarnya kekuatan beton dan baja tulangan.

Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan suatu penelitian yang akan meneliti bagaimana kekuatan kolom pendek pasca kebakaran yang dihubungkan dengan perubahan sifat-sifat fisis beton yang terjadi antara lain pengelupasan (spalling), retak (crack), perubahan warna (colour change), dan berapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh kebakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 180 terhadap kekuatan tekan aksial kolom pendek. 2. Bagaimana perubahan fisik yang terjadi pada beton, antara lain retak (crack),

pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan kedalaman penetrasi panas.

(11)

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui pengaruh kebakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 180 terhadap kekuatan tekan aksial kolom pendek.

2. Untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada beton, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai pengaruh pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 180 terhadap kekuatan kolom pendek yaitu kuat tekan aksial kolom (Po) dan kekuatan beton (f’c) pada kolom pendek.

2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai tanda-tanda perubahan kekuatan pada kolom pendek pasca pembakaran dengan melihat perubahan fisik yang terjadi pada beton, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.

1.5 Batasan Masalah

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka dilakukan pembatasan dan asumsi sebagai berikut ini :

1. Tebal selimut beton yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2,5 cm. 2. Tulangan utama menggunakan baja tulangan polos berdiameter 8,8 mm. 3. Suhu pembakaran ditargetkan mencapai + 800 ºC dimana beton mencapai

dehidrasi sempurna (Smith, 1994). Temperatur tersebut merupakan suhu rata-rata terjadinya kebakaran di Indonesia (Suroso, 2000).

(12)

4. Total durasi pembakaran adalah 180 menit (3 jam) disesuaikan dengan persyaratan pengujian sifat ketahanan api pada SNI 03-1736-2000 dan kemampuan tungku itu sendiri.

5. Beton dibakar setelah beton berumur 28 hari pada tungku pembakar yang dilengkapi dengan Thermokoppel.

6. Pengujian kuat tekan dilakukan setelah beton berumur 28 hari pada masing-masing benda uji setelah mengalami perlakuan masing-masing-masing-masing.

7. Penelitian ini akan meneliti perubahan sifat-sifat fisik beton pasca kebakaran, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.

8. Penelitian ini tidak meneliti reaksi kimia yang terjadi.

1.5 Hipotesa

Pada penelitian yang dilakukan Saba (2007), beton setelah mengalami pembakaran pada temperatur ± 800ºC menerima perambatan panas dengan suhu tinggi berkisar antara 6-8 mm dari kulit terluar beton dan semakin ke dalam inti beton, perambatan panas akan semakin berkurang. Perambatan panas yang tidak merata akan merusak lekatan antar agregat dan pasta. Oleh karena itu, kuat tekan beton berkurang sampai 68,119% (Saba, 2007).

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Suroso (2001), baja tulangan berdiameter 10 mm pada beton bertulang yang mengalami pembakaran akan menurun kuat lelehnya sekitar 18,54%. Kuat leleh baja tidak menurun drastis, dengan demikian dapat dikatakan bahwa baja masih mampu memberikan kontribusi kekuatan pada struktur beton bertulang.

Dengan melihat hasil penelitian sebelumnya maka hipotesa tentang kekuatan kolom pasca mengalami kebakaran yaitu Po pada kolom pasca bakar akan mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kualitas beton (fc’) yang terbakar, tetapi penurunan Po yang terjadi tidak sebesar penurunan fc’ karena baja tulangan masih mampu memberikan kontribusi kekuatan dalam menahan beban yang bekerja pada kolom.

(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kekuatan Kolom Pendek

Sebagai bagian dari kerangka bangunan kolom menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur yang lain yang berhubungan dengannya atau merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen struktur tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas (bersifat mendadak). Oleh karena itu dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada komponen struktur lainnya.

Kolom dikatakan sebagai kolom pendek apabila bagian tinggi minimal tiga kali dimensi lateral yang paling kecil atau dengan kata lain b h

3 1

 . Kekuatan kolom pendek dapat dilihat dari besarnya kuat tekan aksial nominal yang mampu ditopang oleh kolom pendek. Secara teoritis kuat tekan aksial nominal untuk kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas/tekan konsentris, dapat dinyatakan dalam rumus 2.1 sebagai berikut:

Ast . fy Ast) (Ag c f' 0,85 Po   (Pers. 2.1) Dimana:

Po = kuat beban aksial tekan nominal tanpa eksentrisitas Ag = luas kotor penampang melintang kolom (mm2) Ast = luas total penampang tulangan memanjang (mm2) fy = tegangan leleh baja (N/mm2)

f’c = kuat tekan beton (N/mm2

(14)

Rumus 2.1 diatas diperoleh dari penjabaran gaya-gaya akibat kondisi tekan konsentris pada kolom. Kondisi tekan konsentris adalah kondisi dimana beban aksial tepat bekerja pada pusat plastis (e = 0), sehingga Mn = 0. Analisa penampang pada kolom dengan kondisi tekan konsentris dapat dijabarkan sebagai berikut.

Adapun Rumus 2.1 diatas diperoleh dari penjabaran sebagai berikut:

fy Ast. Ast) -(Ag fc' . 0,85 Ast . fc' . 0,85 -Ag . fc' . 0,85 fy . Ast Ast . fc' . 0,85 -b . a . fc' . 0,85 fy . As2 fy . As1 Cc Cs2 Cs1 Pn 0 Cs2 -Cc Cs1 -Pn 0 V               Pn

Gambar 2.1 Analisa Penampang pada Kolom dengan Kondisi tekan konsentris ( Mn = 0 )

Ast = As1 + As2

As2 As1 pusat plastis b h d' k k d' Pn a=h 0,85 fc ' Cc Cs2 Cs1 b

-

(15)

Beban Pn kondisi tekan konsentris disebut dengan Po. Maka diperolehlah rumus Po (kuat beban aksial tekan nominal tanpa eksentrisitas) seperti yang tertera pada Rumus 2.1.

Eksentrisitas beban dapat terjadi akibat timbulnya momen yang antara lain disebabkan oleh kekangan pada ujung-ujung kolom yang dicetak secara monolit dengan komponen lain, pelaksanaan pemasangan yang kurang sempurna, atau penggunaan mutu bahan yang tidak sempurna, atau penggunaan mutu bahan yang tidak merata.

Oleh karena itu, untuk memperhitungkan adanya eksentrisitas minimum, maka kekuatan nominal kolom direduksi sebesar 20% untuk kolom berpengikat sengkang. Adapun persamaan kuat beban aksial nominal maksimum tanpa eksentrusutas (Pn maks) dapat dilihat pada rumus 2.2 sebagai berikut:

0,85f'c(Ag Ast) fy.Ast

0,80 Po . 0,80 maks Pn     (Pers. 2.2) Dimana:

Pn maks = kuat beban aksial tekan nominal maksimum tanpa eksentrisitas

Po = kuat beban aksial tekan nominal tanpa eksentrisitas Ag = luas kotor penampang melintang kolom (mm2) Ast = luas total penampang tulangan memanjang (mm2) fy = tegangan leleh baja (N/mm2)

f’c = kuat tekan beton (N/mm2)

2.2. Kuat Tekan Beton

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya berkisar 9% - 15 % saja dari kuat tekannya. Kuat tekan beton yang disyaratkan dalam perencanaan perhitungan struktur beton adalah kuat tekan beton yang didapat dari benda uji berbentuk silinder dengan diameter 150mm dan tinggi 300mm pada umur beton 28 hari dengan kemungkinan 5% adanya kekuatan tekan beton yang tidak

(16)

A P fc 

memenuhi syarat (SNI 03-1974-1990 dalam Kurniawan, 2007). Untuk benda uji yang tidak berbentuk silinder, maka hasil nilai kuat tekan benda uji dikonversikan ke nilai kuat tekan benda uji silinder. Besarnya nilai konversi kuat tekan adalah 0,83 dari nilai kuat tekan benda uji yang diperoleh.

P

Kubus 15x15x15 cm

Gambar 2.2 Pengujian kuat tekan beton

Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

(Pers. 2.3) n fc fcr n i

 (Pers. 2.4) Dimana :

fc = Kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (MPa). P = Beban maksimum yang diberikan (N).

A = Luas tekan bidang benda uji (mm2). fcr = Kuat tekan rata-rata (MPa).

n = Jumlah benda uji.

Benda uji

beton kubus

(17)

2.3. Baja Tulangan

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan struktur beton bertulang adalah tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitasnya (Es). Tegangan leleh (titik leleh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai SNI 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan leleh adalah tegangan baja pada saat meningkatnya regangan tidak disertai lagi dengan meningkatnya tegangannya. Sedangkan modulus elastisitasnya ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastis dimana antara mutu baja yang satu dengan yang lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI T-15-1991-03 dalam Wangsadinata, 1971 menetapkan bahwa modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

Menurut sifatnya, deformasi yang timbul pada logam ada dua macam yaitu:

1. Deformasi elastis yaitu deformasi yang dapat hilang dengan sendirinya apabila tegangan penyebabnya ditiadakan.

2. Deformasi plastis yaitu suatu bentuk deformasi yang akan tetap ada meskipun penyebabnya ditiadakan.

Uji tarik pada batang baja tulangan memberikan hasil seperti yang digambarkan pada diagram tegangan regangan seperti Gambar 2.3.

O fs fy A B C D E Ey Es

Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja

Bagian pertama dari diagram tegangan regangan (OA) adalah berupa garis lurus (linier). Ini berarti bahwa tegangan meningkat berbanding lurus dengan

(18)

regangan. Bagian lurus ini dalam diagram disebut garis modulus. Tegangan tertinggi dimana masih ada perbandingan tegangan dan regangan disebut batas proporsional. Jika perubahan-perubahan pertambahan panjang akibat deformasi tersebut dinyatakan dalam prosentase terhadap keadaan awal (dalam keadaan deformasi elastis), maka akan kita kenal istilah “strain” (regangan) dengan notasi ε. Adapun rumus perhitungan regangan dapat dilihat pada rumus 2.5 sebagai berikut : Lo Lo L ) ( Regangan    (Pers. 2.5) Dimana : ΔL = L - Lo

L = panjang batang setelah penarikan (m) Lo = panjang batang mula-mula (m) ε = regangan

Sedangkan tegangan (stress) didefinidikan sebagai besarnya beban tarik (tension load) yang bekerja pada setiap satuan luas penampang.

A P ) ( Tegangan   (Pers. 2.6) Dimana :

P = beban gaya tarik (N) A = luas penampang (m2)  = tegangan (N/m2)

Diagram selanjutnya adalah bagian horizontal (BC) yang dikenal sebagai batas leleh dimana regangan bertambah sedangkan tegangan konstan. Tegangan ini disebut tegangan leleh baja (fy). Batas dari deformasi plastis adalah deformasi dimana tegangan baja mulai memeperlihatkan suatu gejala pelumeran (meleleh) yaitu di kala regangan bertambah, tegangan mendadak sedikit menurun dan kemudian sedikit naik kembali (bisa dianggap konstan). Tegangan dimana baja mulai leleh inilah disebut tegangan leleh (fy). Setelah terjadi pelelehan, baja akan mengalami penguatan (strain hardening) di titik C sehingga kurva naik lagi dan melewati titik maksimum (tegangan ultimate) di titik D, kemudian turun ke suatu nilai tegangan yang lebih rendah dimana batang baja akan mulai putus di titik E.

(19)

Pada daerah dari titik B sampai dengan E, deformasi yang terjadi tidak lagi elastis melainkan plastis.

2.4. Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang

Kerusakan beton bertulang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena pengaruh temperatur yang tinggi. Penelitian tingkat kerusakan pada beton bertulang akibat kebakaran dapat dibagi atas beberapa langkah pokok yaitu pengukuran kualitatif dan kuantitatif, serta penentuan kerusakan struktur akibat api.

Sebagai indikasi awal, warna beton yang berubah akibat pemanasan dapat dipakai sebagai petunjuk temperatur maksimum yang terjadi dan lama api ekivalen. Untuk baja tulangan, umumnya kekuatannya akan pulih kembali setelah dingin jika mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600 derajat Celcius. Diatas itu, dipastikan akan terjadi penurunan permanen dari kuat leleh baja, sehingga pengukuran suhu yang dicapai elemen struktur beton bertulang saat terjadi kebakaran menjadi suatu hal yang sangat penting

Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar dari betonnya sendiri. tetapi, pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperatur lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya retak dan pecah-pecah di sekeliling tulangan. Kadang-kadang, gejala demikian dapat diikuti tertekuknya batang baja tulangan (Alexander Purba, 2000).

2.5. Sifat-sifat beton pada suhu tinggi

Pengaruh pemanasan sampai pada temperatur ±200ºC sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air (dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya (dalam Priyosulistyo, 2000) menunjukkan bahwa kuat tekan beton benda uji silinder yang dipanaskan dalam tungku pada temperatur 200ºC meningkat sekitar 10-15% dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap, selanjutnya jika

(20)

panas dinaikkan lagi, kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400ºC-600ºC, penurunan kuat tekan hingga mencapai 50% dari kaut tekan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena adanya proses dekomposisi unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki

kekuatan sama sekali. Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000ºC terjadilah proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO3) yang berwarna keputih-putihan sehingga merubah warna

permukaan beton menjadi lebih terang. Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak-retak dan kerapuhan beton.

2.6. Jenis kerusakan beton akibat kebakaran

Jenis kerusakan yang terjadi pada beton perlu diketahui, untuk menentukan metode perbaikan apa yang paling sesuai, disamping memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam perbaikannya.

1. Retak-retak (cracking)

Menurut Smith (dalam Adi, 2005) suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi pada beton. Dehidrasi mulai muncul pada suhu 400oC dan terjadi dehidrasi sempurna pada suhu 800oC, reaksi ini bersifat ireversibel atau tidak dapat terjadi reaksi balik. Suhu pada pasta semen menyebabkan terjadinya dehidrasi atau menguapnya air C-S-H terdekomposisi menjadi CaO + H2O (↑) +

SiO2. Senyawa CaO tersebut jika bereaksi kembali dengan air akan menjadi

senyawa hidroksida (Ca(OH)2) dan akan terjadi penambahan volume sehingga

memicu terjadinya retak. Menguapnya air juga akan menimbulkan retak kecil atau

microcrack.

Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antar batuan dan pasta semen menjadi berkurang banyak. Pada temperatur kamar, angka muai batuan pada umumnya lebih rendah dari pada pasta-semen. Sampai pada

(21)

temperatur 200oC pasta-semen menyusut sedang batuan mengembang. Perbedaan ini dapat menimbulkan retak-retak pada beton.

Berikut ini adalah jenis-jenis retak berdasarkan lebar retak : a. Retak kecil dengan lebar retak kurang dari 0,5mm.

b. Retak sedang dengan lebar retak antara 0,5mm sampai dengan 1,2mm. c. Retak besar dengan lebar retak lebih dari 1,2mm.

2. Pengelupasan (spalling)

Spalling pada beton yang terbakar memiliki pengertian pecahnya atau lepasnya lapisan atau bagian permukaan beton setelah mengalami proses pemanasan. Spalling dapat dibedakan menjadi :

a. Spalling yang bersifat destruktif b. Spalling yang bersifat non-destruktif

Dalam kelompok yang destruktif akan terjadi pecahan besar yang bisa menyebabkan perubahan kualitas beton.

Kelompok yang bersifat non-destruktif dapat membantu menambah indikasi kualitas beton, kualitas agregat, dan tingkat pengaruh kebakaran. Dalam kelompok ini termasuk :

a. Pecahnya agregat besar dan komponen kecil beton turut lepas (ketebalan spaling sekitar 15-25 mm)

b. Terlepasnya sebagian komponen-komponen beton setebal 5-15 mm c. ”kulit” beton mengelupas setebal sekitar 0,5-3 mm

Spalling (a) terjadi karena pemuaian yang tidak sama antara agregat kasar dengan pasta beton. Pasta semen memiliki koefisien pemuaian yang bervariasi antara 11 x 10-6 – 20 x 10-6 per oC dan lebih tinggi dari koefisien agregat. Selain itu dapat terjadi karena meningkatnya tekanan udara/uap air dalam pori-pori beton. Untuk spalling (b) umumnya terjadi pada beton kualitas tinggi dengan agregat kasar yang relatif berukuran kecil. Spalling (c) umumnya karena pasta beton lapisan terluar memiliki karakteristik yang relatif lemah.

3. Perubahan warna (colour change)

Perubahan warna pada beton dapat disebabkan oleh batuan sedimen dan metamorph yang mengalami perubahan susunan akibat temperatur tinggi.

(22)

Temperatur tinggi juga menyebabkan terjadinya proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO3) yang berwarna keputih-putihan

sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (Rochman,

2006).

Perubahan warna pada beton biasanya digunakan sebagai indikasi awal berapa temperatur tertinggi yang terjadi pada saat kebakaran. Sukarni (2008) melakukan penelitian tentang perubahan warna pada beton pasca dibakar dengan membandingkan beton dari masing-masing temperatur pembakaran dengan beton tanpa pembakaran, hasil pengamatannya menunjukkan bahwa terjadi perubahan dari warna beton normal (keabu-abuan) menjadi pink, putih keabuan sampai putih kekuningan.

Abu-abu Pink Putih keabuan Putih kekuningan Gambar 2.4 Perubahan warna berdasarkan temperatur pembakaran

Menurut Sukarni (2008), pada pemeriksaan warna beton pasca dibakar, untuk pembakaran dengan temperatur 200oC sebagian benda uji berubah warna menjadi pink dan sisanya tidak terjadi perubahan warna dari beton normal (warna tetap abu-abu), untuk pembakaran dengan temperatur 400oC terdapat beton dengan warna pink dan putih keabu-abuan, sedangkan untuk yang telah dibakar dengan temperatur 600oC terdapat beton dengan warna putih keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan, dan untuk beton yang telah dibakar dengan temperatur 800oC warna beton menjadi putih keabu-abuan.

4. Penetrasi Panas

Pengujian penetrasi panas penting dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam pengaruh panas yang terjadi pada beton yang telah dibakar, pengujian ini juga bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menentukan temperatur maksimum yang pernah di alami beton. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membelah beton secara vertikal pada bagian tengah benda uji, kemudian dilakukan Phenolphatelein test (PP-test). Test ini menggunakan larutan

800˚C 600˚C

400oC 200oC

(23)

Phenolphatelein 5% yang merupakan salah satu indikator kimia yang lazim

digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material. Mekanisme perubahan sifat beton pasca dibakar akan dijelaskan sebagai berikut:

Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar

dan suatu oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya

dalam bentuk pendar atau api. Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap, suatu senyawa bereaksi dengan zat pengoksidasi, dan produknya adalah senyawa dari tiap elemen dalam bahan bakar dengan zat pengoksidasi.

Reaksi pembakaran

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O + panas

Senyawa karbon dioksida (CO2) akan sangat berpengaruh terhadap proses

karbonisasi pada beton pasca pembakaran, sebelumnya akan dibahas mengenai semen terlebih dahulu.

Semen Portland memiliki beberapa senyawa kimia yang masing-masing memiliki sifat sendiri-sendiri. Empat senyawa kimia utama dari semen Portland antara lain: Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium

Aluminat (C3A), Tetrakalsium Aluminoferrit C4AF). Keempat senyawa utama ini

disebut Komposisi Bogue. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Empat senyawa utama dari semen portland

Nama Oksida Rumus

Rumus Oksida Notasi Kadar

Utama Empiris Pendek rata-rata (%)

Trikalsium Silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3S 50

Dikalsium Silikat Ca2SiO4 2CaO.SiO2 C2S 25

Trikalsium

Ca3Al2O6 3CaO.Al2O3 C3A 12

Aluminat Tetrakalsium

2Ca2AlFeO5 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Aluminoferrit Kalsium Sulfat

Dihidrat CaSO4.2H2O CŜH2 3,5

(Gypsum)

Notasi pendek C = CaO, S = SiO2, A = Al2O3, F = Fe2O3, H = H2O, Ŝ = SO4 2-

(24)

Pada saat air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawai yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia di dalam semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru. Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat (gel tobermorite) dan kalsium hidroksida. Gel kalsium silikat hidrat, sering disingkat gel C-S-H, memiliki komposisi yang bervariasi berbentuk rongga sebanyak 70% dari semen. Kalsium hidroksida yang dihasilkan akan membuat sifa basa kuat (pH=12,5). Ini menyebabkan semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah tibulnya karat pada besi baja.

Reaksi hidrasi

2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2

Trikalsium silikat gel tobermorite kalsium hidroksida 2(2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2

Dikalsium silikat gel tobermorite kalsium hidroksida

Hasil hidrasi dari komponen semen akan membentuk gel kalsium silikat dan kalsium hidroksida yang biasanya menentukan sifat kebasaan suatu beton. Kalsium hidroksida merupakan unsur yang tidak terlalu stabil dalam beton dan biasanya akan bereaksi dengan komponen lain untuk membentuk struktur yang lebih stabil. Misalnya, reaksi dengan material pozzoland, yang akan menghasilkan gel kalsium silikat yang meningkatkan kekuatan beton.

Pada beton biasa, kalsium hidroksida ini akan ada di dalam beton. Ketika beton berada di dalam lingkungan yang mengandung gas karbon dioksida (seperti pada saat pembakaran yang menghasilkan produk berupa CO2), gas ini akan

masuk ke dalam beton dan akan bereaksi dengan kalsium hidroksida sehingga membentuk kalsium karbonat dan melepaskan air.

Reaksi karbonisasi dalam beton

Ca(OH)2 + CO2 → CaCO3 + 2 H2O

(25)

Dengan terjadinya reaksi karbonisasi atau neutralization, pH beton yang sebelumnya berkisar 12,5 akan turun menjadi lebih kecil dari 9. beton menjadi seperti dinetralkan. Reaksi karbonisasi ini akan menjadi masalah pada tulangan beton karena derajat perlindungan korosi pada tulangan menjadi berkurang. Dengan pH yang tinggi, biasanya permukaan tulangan akan diselaputi oleh suatu lapisan pasif (passive layer) yang akan mencegah terjadinya korosi pada tulangan. Dengan turunnya pH beton maka lapisan ini akan hilang dan korosi dapat mulai terjadi. Produk korosi ini akan menyebabkan retak pada beton dan kemampuan struktur menjadi menurun (Nugraha dan Antoni, 2007).

Berdasarkan uraian reaksi karbonisasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh pembakaran terhadap perubahan karakteristik beton hanya sedalam lapisan beton yang mampu ditembus oleh gas karbon dioksida (CO2)

sehingga hanya sedalam itulah terjadi reaksi karbonisasi yang mengubah pH beton menjadi lebih kecil dari 9.

Untuk mengetahui sifat asam atau basa pada beton digunakan larutan

Phenolphthalein sebagai indikator kimia. Untuk membuat indikator, setiap 1 gram Phenolphthalein dilarutkan ke dalam 50 ml (atau dapat juga 100 ml) alkohol

murni. Respon warna dapat diketahui dengan cara mengolesi/meneteskan larutan

Phenolphthalein pada material yang akan diuji. Berikut ini respon warna yang

terjadi untuk mengetahui asam-basa indikator kimia Phenolphthalein (Clark, 2002):

(26)

Dari gambar diatas, dapat dilihat perubahan warna yang terjadi pada indikator. Pada larutan Phenolphthalein, perubahan warna terjadi pada pH 8,3-10 yang menunjukkan asam lemah-basa lemah. Menurut Clark (2002), pada asam kuat berada pada pH dibawah 8,3-10 yang dapat dilihat dengan tidak terjadinya perubahan warna, sedangkan basa kuat berada di atas pH tersebut yang dapat dilihat dengan adanya perubahan warna menjadi warna pink. Atau dengan kata lain, beton dapat dikatakan bersifat basa apabila saat diolesi/ditetesi larutan

Phenolphthalein beton menjadi berwarna pink, dan bersifat asam apabila tidak

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Benda Uji

Untuk menjawab tujuan penelitian maka dalam penelitian ini digunakan benda uji berupa kolom pendek dengan dimensi 100 mm x 100 mm x 300 mm memenuhi ketentuan dimana lebar kolom minimal b h

3 1  .

Rasio luas tulangan terhadap beton ditetapkan ρg = 0,03 atau Ast = 300 mm2.

Dipasang 4D10 = 314 mm2. Potongan melintang benda uji kolom dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1 Potongan melintang benda uji

Pengujian kuat desak kolom dilakukan pada kolom yang tidak dibakar dan kolom yang dibakar. Rencana jumlah benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.1.

4D10 Ø5-125

Ø5-125 Sengkang

4D10 Tulangan utama

(28)

Tabel 3.1. Rencana benda uji kolom untuk uji kuat desak kolom serta perubahan fisik beton

Ulangan Perlakuan I II 1 1 1 2 1 1 3 1 1 4 1 1 5 1 1 6 1 1 7 1 1 8 1 1 9 1 1 Sub total 9 9 Total 18 Keterangan :

Perlakuan I : Benda uji kolom yang tidak dibakar

Perlakuan II : Benda uji kolom yang dibakar dengan pembakaran selama 3 jam hingga suhu maksimum + 800 ºC

Selain benda uji kolom, dibuat juga benda uji kubus standar sebanyak satu buah di setiap ulangan. Kuat tekan rencana beton pada umur beton 28 hari adalah 30 Mpa. Untuk kekuatan tarik baja diperoleh dari hasil uji tarik baja tulangan yang diambil dari dalam kolom yang tidak dibakar dan kolom yang dibakar. Jumlah benda uji untuk uji tarik baja adalah 2 buah yaitu 1 dari kolom yang tidak dibakar dan 1 buah dari kolom yang dibakar.

3.2 Bahan-Bahan untuk Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Agregat kasar menggunakan kerikil Karangasem.

(29)

3. Agregat halus menggunakan pasir Karangasem.

4. Air yang digunakan air PDAM di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus bukit Jimbaran.

5. Baja Tulangan menggunakan baja tulangan polos berdiameter 10 mm. 3.3 Pemeriksaan Material

Pemeriksaan terhadap material yang akan dilakukan meliputi : - Berat jenis ( specific grafity) dan penyerapan air (absorption) - Berat satuan (unit weight)

- Kadar lumpur (mud content)

- Kadar air (surface moisture content) - Gradasi butiran (sieve analysis) - Keausan

-

Gradasi agregat halus akan didesain menggunakan zone II. Sedangkan untuk agregat kasar dirancang dengan diameter maksimum 20 mm.

Batas Gradasi Pasir (Sedang) No. 2

0 10 30 59 90 100 100 100 0 0 8 35 55 75 90 100 0 5 19 47 72.5 87.5 95 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6

Ukuran Mata Ayakan (mm)

% Lol os Ay a k a n

Batas Atas Batas Bawah Gradasi Terpakai

(30)

Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Maksimum 20 mm 0 10 60 100 100 0 0 30 95 100 0 5 45 97.5 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 4.8 9.6 19 38

Ukuran Mata Ayakan (mm)

% L o lo s A y a k a n

Batas Atas Batas Bawah Gradasi Terpakai

Gambar 3.3 Gradasi agregat kasar diameter maksimum 20mm

3.4 Pembuatan Benda Uji

Benda uji yang digunakan berupa kolom pendek dengan penampang 100 x 100 mm dan tinggi 300 mm dan benda uji berupa beton kubus berdimensi 150 mm x 150 mm x 150 mm. Proporsi campuran menggunakan mix design dengan kuat tekan yang disyaratkan 30 Mpa.

Langkah-langkah pembutan benda uji kolom pendek berdimensi 150 mm dan tinggi 300 mm adalah sebagai berikut :

 Penyiapan bahan-bahan yang akan digunakan.

 Masukkan agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir) ke dalam alat pengaduk beton (molen) sesuai dengan kebutuhan.  Tambahkan semen ke dalam adukan sesuai dengan kebutuhan dan

terus diaduk.

 Tuangkan air sesuai kebutuhan pada campuran dan diaduk sampai merata dalam molen.

 Setelah bahan-bahan beton tercampur merata, mesin molen dihentikan.

(31)

 Penempatan tulangan yang telah dirangkai pada bekisting. Penempatan tulangan diatur sedemikian hingga mendapatkan jarak beton decking yang sudah direncanakan.

 Penuangan campuran beton ke dalam bekisting kolom pendek yang sudah dipasangi tulangan.

Langkah-langkah pembuatan benda beton kubus berdimensi 150mm x 150mm x 150mm adalah sebagai berikut :

 Penyiapan bahan-bahan yang akan digunakan.

 Masukkan agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir) ke dalam alat pengaduk beton (molen) sesuai dengan kebutuhan.  Tambahkan semen ke dalam adukan sesuai dengan kebutuhan dan

terus diaduk.

 Tuangkan air sesuai kebutuhan pada campuran dan diaduk sampai merata dalam molen.

3.5 Pengukuran Nilai Slump

Pengukuran slump dilakukan untuk setiap campuran beton dan sebelum campuran beton dicetak. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari adukan beton yang selanjutnya dapat menggambarkan workability dari campuran tersebut.

Langkah-langkah pengukuran slump adalah sebagai berikut:

1. Kerucut Abrams dan pelat baja dibersihkan kemudian dilembabkan dengan air.

2. Letakkan kerucut Abrams di atas pelat baja.

3. Adukan beton dituangkan ke dalam kerucut Abrams sebanyak 3 lapis dan masing-masing lapis dirojok secara merata sebanyak 25 kali.

4. Masing-masing lapis adalah sepertiga dari tinggi kerucut Abrams.

5. Kemudian kerucut diangkat perlahan-lahan secara vertikal dan letakkan kerucut disamping adukan beton. Penurunan adukan beton kemudian diukur.

(32)

Nilai slump Kerucut Abrams 20 cm h = 30 cm 1/3 h 1/3 h 1/3 h

Gambar 3.4 Cara pengukuran slump 3.6 Pencetakan Benda Uji

Sebelum melakukan pencetakan terlebih dahulu dipersiapkan bekisting kolom pendek dengan dimensi 100mm x 100mm x 300mm. Setelah bekisting siap, baja tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam bekisting dan diatur posisinya sedemikian hingga kolom pendek memiliki jarak beton decking sebesar 25 mm. Kemudian campuran adukan beton siap di masukkan pada cetakan.

3.7 Pembukaan Benda Uji dari Cetakan

Pembukaan benda uji dari cetakan dilakukan setelah umur 1 hari. Benda uji tersebut kemudian diberikan tanda sesuai dengan perlakuannya.

3.8 Perawatan Benda Uji

Perawatan benda uji pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan karung goni basah. Cara ini dilakukan agar hidrasi yang terjadi berjalan dengan sempurna tanpa adanya kehilangan air akibat penguapan. Jika beton terlalu cepat mengering, maka dapat terjadi retak pada permukaan sehingga kekuatan beton

(33)

3.9 Pembakaran Benda Uji

Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran keramik. Beton setelah umur 28 hari dibakar dengan temperatur maksimum yang ditargetkan mencapai ±800oC pada menit ke 180 dan dipertahankan temperaturnya selama 20 menit. Setelah melewati waktu tersebut, tungku pembakar dimatikan sehingga suhu akan menurun. Grafik rencana pembakaran benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.5 Rencana pembakaran benda uji

3.10 Pengamatan Beton Setelah Dibakar

Setelah benda uji kolom pendek dibakar, maka dilakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan fisik beton pada benda uji kolom pendek yang meliputi perubahan berat satuan, warna, retak, pengelupasan (spalling). Untuk pemeriksaan penetrasi panas dilakukan setelah pengujian kuat tekan beton.

3.11 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan benda uji kolom pendek dan benda uji beton silinder tanpa pembakaran dan dengan pembakaran dilakukan bersamaan dengan menggunakan mesin desak.

100 25 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 60 120 180 200 Waktu (menit) Suhu (°C)

(34)

Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton :

1. Letakkan benda uji pada mesin desak dengan tekanan pada bidang yang rata dari benda uji.

2. Jalankan mesin desak dengan kecepatan penambahan beban yang konstan, kemudian catat besarnya beban maksimum yang dapat diterima pada masing-masing benda uji.

Gambar 3.6 Pengujian kuat tekan beton kubus standar

Gambar 3.7 Pengujian kuat tekan kolom pendek

mesin desak

mesin desak Benda uji kubus 150 mm x 150 mm

x 150 mm

Benda uji kolom pendek 100mm x 100mm x 300mm

Benda uji

kolom pendek

Benda uji

beton kubus

(35)

3.12 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan

Setelah beton dibakar, baja tulangan yang ada di dalam beton diambil dengan cara menghancurkan beton secara hati-hati dengan menggunakan palu. Hal ini dimaksudkan agar baja tidak rusak. Kemudian baja yang sudah dikeluarkan dibersihkan dari sisa-sisa beton yang masih merekat. Pada pengujian tarik baja ini digunakan Universal Testing Material (UTM) merk Shimtsu, type UMH-330, kapasitas 30 ton (Gambar 3.10). Hasil yang akan diperoleh dari pengujian tarik baja adalah tegangan dan regangan dari baja tulangan dan grafik tegangan regangannya.

Gambar 3.8 Alat Uji tarik Baja

(36)

Mulai

Persiapan alat dan material

Pemerikasaan bahan

Semen

 Berat satuan

Agregat Halus  Berat jenis &

penyerapan air  Berat satuan  Gradasi Butiran  Kadar lumpur  Kadar air Agregat Kasar  Berat jenis &

penyerapan air  Berat satuan  Gradasi Butiran  Kadar lumpur  Kadar air Baja Tulangan  Pemeriksaan kondisi permukaan tulangan

Pembuatan campuran beton berdasarkan mix design

Pengukuran nilai slump

Pemotongan baja tulangan

Pencetakan benda uji kolom pendek beton bertulang 10x10x30cm dan beton kubus standar berdimensi 15x15x15cm

Benda uji dibuka cetakannya setelah umur beton 1 hari (24 jam)

Perawatan benda uji selama 28 hari

Pengujian kuat tarik baja tulangan polos tanpa pembakaran

(37)

1

Pembakaran benda uji kolom pendek pada  800oC yang dicapai

pada menit ke 180.

Pengamatan sifat-sifat fisik beton pada benda uji kolom pendek pasca

pembakaran yang meliputi perubahan

warna, retak serta spalling yang terjadi

Pengujian kuat tekan benda uji kolom pendek

dan beton kubus yang tidak dibakar

Pengujian kuat tekan pada benda uji kolom pendek pasca kebakaran

Pengamatan terhadap penetrasi panas yang terjadi pada beton kolom

pendek pasca kebakaran

Data dan analisis data

Kesimpulan

Selesai Pengujian kuat

tarik baja Pembuatan sampel

uji tarik baja Pengambilan baja tulangan di dalam benda uji kolom

pendek pasca kebakaran

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemeriksaan Material Pembentuk Beton

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium, dihitung dan dianalisis kemudian dibandingkan sesuai dengan syarat-syarat material yang dipakai dalam campuran beton.

4.1.1. Pemeriksaan agregat

Hasil pemeriksaan agregat halus dan agregat kasar dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 4.1 Sifat-sifat Agregat

Sifat-sifat Material Satuan Agregat Halus Agregat Kasar

Berat Jenis SSD gr/cm3 1,976 2,254 Penyerapan % 1,833 2,678 Kadar Lumpur % 2,75 1,2 Kadar Air % 5,492 0,5 Modulus Kehalusan (FM) - 3,74 7,28 Keausan % - 36,5 4.1.2. Pemeriksaan semen

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Gresik tipe 1. Pemeriksaan yang dilakukan hanya berupa pemeriksaan berat satuan semen. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan semen adalah 1,271 gr/lt.

4.2. Komposisi Campuran Beton

Komposisi campuran beton menggunakan perhitungan campuran mix desain sesuai metode SNI 03-2834-2000 mengenai Tata Cara Pembuatan Rencana

(39)

adalah 30 Mpa. Dari perhitungan mix design, dapat diketahui komposisi bahan-bahan untuk tiap 1m3 beton sebagai berikut :

Air : 213 kg/m3

Semen Portland : 427 kg/m3

Pasir : 564 kg/m3

Kerikil : 842 kg/m3

4.3. Pengujian Nilai Slump

Pengukuran nilai slump dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari campuran beton yang dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan (workability). Hasil pengujian nilai slump dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil pengukuran nilai slump benda uji kolom

Ulangan

Nilai Slump (cm)

Tidak dibakar Dibakar

1 14,5 14,5 2 14,5 14,5 3 14,5 14,5 4 10,5 10,5 5 10,5 10,5 6 10,5 10,5 7 13,5 13,5 8 13,5 13,5 9 13,5 13,5 4.4. Pembakaran Beton

Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran keramik BPPT. Adapun tata letak benda uji dalam tungku pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:

(40)

Gambar 4.1 Tungku pembakaran

A

ra

h Api

BAGIAN BAWAH (Benda uji kelompok lain)

A ra h Api Gas A ra h Api BAGIAN ATAS (Benda uji kolom pendek)

A ra h Api Gas 2 3 4 5 10 6 7 8 9 1 Pyrometer 2 3 4 5 10 6 7 8 9 1

Gambar 4.2 Tata letak benda uji saat pembakaran Alat penyembur api

dari belakang Dinding tungku

Lubang semburan api

Alat penyembur api dari depan

(41)

Pembakaran dimulai dari temperatur ruangan (±31oC) sampai mencapai temperatur maksimum yang ditargetkan ± 8000C pada menit ke 180. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 200 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan dengan menutup saluran regulator tekanan gas.

Pengaturan kenaikan temperatur dilakukan dengan kontrol pada regulator tekanan gas. Pencatatan kenaikan temperatur dilakukan setiap 10 menit dengan menggunakan pyrometer/thermocouple digital. Pengamatan penurunan temperatur setelah pembakaran dilakukan selama 1 jam. Hasil pengamatan kenaikan temperatur pada tungku pembakaran ditampilkan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kenaikan temperatur tungku pada pembakaran beton

Waktu (menit) Temperatur Tungku (0C) 0 31 10 116 20 138 30 156 40 190 50 240 60 310 70 330 80 364 90 411 100 444 110 497 120 545 130 584 140 626 150 664 160 710

(42)

170 756 180 800 190 801 200 801 210 589 220 520 230 475 240 442 250 418 260 397

Data dari hasil pengamatan kenaikan temperatur tungku pembakaran pada Tabel 4.3. kemudian diplot dalam suatu sistem diagram garis seperti Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hubungan antara waktu dan temperatur tungku

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 Waktu (menit) kenaikan temperatur realisasi

T

empera

tur

C

(43)

4.5. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Beton Pasca Bakar

Pengamatan terhadap sifat beton menggunakan visual inspection yang mendasarkan pada perubahan secara fisik permukaan beton meliputi perubahan warna, jenis retak serta pengelupasan (spalling) pada beton pasca pembakaran. Selain pengamatan secara visual juga dilakukan pengamatan menggunakan

phenolphthalein test (PP test) yang merupakan salah satu indikator kimia yang

lazim digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material, melalui respon warna material yang diuji akibat diolesi/ditetesi phenolphthalein tersebut. 4.5.1 Hasil pemeriksaan berat satuan

Pemeriksaan berat satuan dilakukan dengan cara menimbang masing-masing benda uji sebelum pembakaran dan setelah pembakaran. Hasil pengujian berat satuan rata-rata dari benda uji kolom dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.4 Berat satuan rata-rata kolom dan persentase penurunan

Benda Uji Berat Satuan Rata-rata

(kg/ m3)

Penurunan (%)

Tidak Dibakar 2318,519

9,026

Dibakar 2109,259

Gambar 4.4. Perubahan berat satuan beton pasca pembakaran

100 90.974 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sis a Be ra t Sa tuan (% )

(44)

Berdasarkan hasil yang didapat, penurunan berat satuan rata-rata yang terjadi pada kolom setelah mengalami pembakaran adalah sebesar 9,026%. Penurunan ini disebabkan adanya dehidrasi pada beton, dimana pada temperatur 800 ºC beton mengalami dehidrasi sempurna. Semakin lama durasi pembakaran, maka penetrasi panas semakin masuk ke dalam beton, sehingga penguapan air semakin besar dan menyebabkan berat satuan semakin berkurang.

4.5.2 Hasil pengamatan perubahan warna

Pengamatan perubahan warna dilakukan dengan melihat warna beton pada kolom setelah dibakar. Data perubahan warna beton pada kolom setelah dibakar ditampilkan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perubahan warna beton

Ulangan

Warna Dominan

Pink Putih

Keabu-abuan Putih Kekuning-kuningan 1

-

-

2

-

-

3

-

-

4

-

-

5

-

-

6

-

-

7

-

-

8

-

-

9

-

-

% - 11,11 88,89

Dari Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna akibat pembakaran. Persentase perubahan warna putih keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan pada benda uji sebesar 11,11% dan 88,89%.

Dalam penelitian ini, warna beton setelah dibakar cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan. Perubahan ini disebabkan oleh adanya proses karbonasi yaitu terbentuknya calsium carbonat (CaCO3) yang merubah warna permukaan

(45)

a b c

Gambar 4.5. Perubahan warna beton a. Warna beton tanpa pembakaran b. Warna beton putih keabu-abuan c. Warna beton putih kekuning-kuningan

4.5.3. Hasil pemeriksaan lebar retak

Pengamatan lebar retak dilakukan dengan cara menempelkan garis dengan berbagai ukuran pada retak yang terjadi. Garis-garis tersebut kemudian dicocokkan dengan lebar retak pada beton sehingga dapat diperkiraan lebar retak pada beton tersebut.

(46)

Tabel 4.6. Pemeriksaan lebar retak

Ulangan Lebar Retak (mm)

0,05-0,15 mm 0,2-0,3 mm 0,35-0,5 mm 1

-

-

2

-

-

3

-

-4

-

-

5

-

-

6

-

-

7

-

-8

-

-

9

-

-

% 0 22,22 77,78

Dari Tabel 4.6. didapat bahwa pada pembakaran kolom pendek selama 3 jam, persentase lebar retak 0,2-0,3 (mm) dan 0,35-0,5 (mm) berturut-turut sebesar 22,22% dan 77,78%. Retak-retak pada beton disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Angka muai batuan umumnya lebih rendah daripada pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antar batuan menjadi berkurang banyak sehingga dapat menyebabkan retak-retak pada beton.

4.5.4. Hasil pengamatan pengelupasan (spalling)

Pengamatan spalling dilakukan setelah pembakaran. Dari pengamatan tersebut didapat bahwa tidak ada beton yang mengalami pengelupasan.

Tabel 4.7. Pengamatan spalling

Ulangan Tidak ada spalling Spalling pada pasta

1

-2

-3

-4

-5

-6

-7

-8

-9

-% 100 0

(47)

4.5.5 Hasil Pemeriksaan Penetrasi Panas

Pengamatan penetrasi panas dilakukan melalui Phenolpthtalein test. Test ini menggunakan larutan Phenolphtalein 5% yang merupakan salah satu indikator kimia. Pemeriksaan penetrasi panas dilakukan dengan cara mengoleskan larutan Phenolphtalein 5% pada permukaan beton. Bagian beton yang terkena panas akan berwarna netral, dan bagian yang tidak terkena panas akan berwarna pink. Hasil pengamatan penetrasi panas ditampilkan dalam Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8. Pemeriksaan penetrasi panas

Ulangan Penetrasi panas (mm)

4-6 mm 7-9 mm 10-12 mm 1

-

-2

-

-3

-

-4

-

-5

-

-6

-

-7

-

-8

-

-9

-

-% 11,11 88,89 0

Dari Tabel 4.7 didapat bahwa pada pembakaran kolom pendek berdurasi 3 jam persentase kedalaman penetrasi panas 4-6 (mm) dan 7-9 (mm) berturut-turut sebesar 11,11% dan 88,89%.

(48)

a b

c

Gambar 4.7. Kedalaman penetrasi panas pada kolom pendek pasca bakar a. Beton kolom pendek tanpa pembakaran

b. Kedalaman penetrasi panas 4-6 mm pada kolom pendek dibakar c. Kedalaman penetrasi panas 7-9 mm pada kolom pendek dibakar

Hasil pemeriksaan penetrasi panas menunjukkan bahwa perambatan panas yang terjadi dengan suhu tinggi umumnya adalah 7- 9 mm. Semakin ke dalam inti beton, temperatur panas akan semakin berkurang, sehingga baja tulangan yang ada di dalamnya relatif tidak terkena panas yang berarti.

penetrasi panas benda uji kolom pendek pada pembakaran 3 jam (7 - 9 mm)

benda uji kolom pendek tanpa pembakaran

penetrasi panas benda uji kolom pendek pada pembakaran 3 jam (7 - 9 mm)

benda uji kolom pendek tanpa pembakaran

Gambar 4.8 Kontur penetrasi panas

Tidak dibakar Dibakar (penetrasi panas 7-9 mm)

7-9 m m 4-6 m m

(49)

4.6 Pengujian Baja Tulangan 4.6.1 Hasil pengujian tarik baja

Pengujian tarik baja diawali dengan pengambilan baja tulangan di dalam kolom yang dibakar. Pengambilan baja pada kolom yang tidak dibakar tidak diperlukan, karena langsung menggunakan sampel baja pada kondisi mula-mula.

Gambar 4.9 Uji tarik tulangan kolom

Hasil pengujian tarik baja yang diperoleh yaitu berupa data hasil pengujian tarik baja yang ditampilkan dalam Tabel 4.8 dan grafik tegangan regangan baja yang ditampilkan pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tarik Baja

Benda Uji Kolom tidak dibakar Kolom dibakar

Luas penampang (mm2) 60,821 60,821 Beban Maksimum (kgf) 1780,5 1686 0,2% Tegangan leleh (kgf/ mm2) 22,772 23,972 Tegangan Leleh (kgf/ mm2) 22,451 22,237 Tegangan putus (kgf/ mm2) 29,274 27,721 Regangan (%) 6,896 7,154

(50)

Gambar 4.10 Grafik tegangan regangan baja pada kolom tidak dibakar

Gambar 4.11 Grafik tegangan regangan baja pada kolom dibakar

Analisa hasil pengujian yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil tegangan leleh baja tulangan pada kolom yang dibakar dan yang tidak dibakar dan

(51)

dilanjutkan dengan analisa kecenderungan naik atau turunnya tegangan leleh baja untuk tiap-tiap perlakuan yang dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 4.10 Tegangan leleh baja tulangan dalam kolom

Perlakuan Tegangan leleh (MPa)

Yang tidak dibakar 224,51

Yang dibakar 222,37

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa tegangan leleh baja akan turun jika mengalami pemanasan. Untuk lebih jelasnya apakah penurunan yang terjadi sangat signifikan atau tidak dapat dilihat dalam bentuk lain yaitu berupa grafik batang yang memperlihatkan persentase penurunan tegangan leleh baja pada kolom yang dibakar terhadap kolom yang tidak dibakar.

Gambar 4.12 Grafik penurunan tegangan leleh baja

Dari grafik diatas jelas dapat dilihat bahwa penurunan yang terjadi pada baja tulangan di dalam kolom yang dibakar adalah sebesar 0,9532%. Ini berarti bahwa penurunan tegangan leleh baja yang terjadi sangat kecil (tidak signifikan). Hal ini dikarenakan tebal selimut beton yang cukup sehingga dengan perambatan panas yang terjadi sejauh 7-9 mm, baja tulangan relatif tidak terkena panas yang berarti. 100 99.0468 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

kolom yang tidak dibakar kolom yang dibakar

% p en u ru n an teg an g an lele h b aja

(52)

4.7 Pengujian Beton

4.7.1 Pengujian kuat tekan beton standar

Pengujian kuat tekan beton diketahui dari 9 buah benda uji kubus standar berukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm dan dilakukan pengujian setelah umur 28 hari. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah campuran yang akan dibuat akan menghasilkan kualitas beton seperti perencanaan (mix design).

Uji kuat desak 9 buah kubus beton bertujuan mengetahui kuat tekan beton (fc’) pada model, hasil uji disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.11 Kuat tekan beton kubus standar

Ulangan Kuat Tekan =

A P (MPa) 1 35,41 2 32,28 3 33,38 4 34,12 5 31,36 6 31,91 7 35,97 8 34,68 9 33,20

Kuat tekan rata-rata 33,59

Hasil uji tekan menunjukkan kuat tekan beton (fc’) adalah 33,59 Mpa sedangkan kuat tekan rencana pada mix design adalah 30 MPa, sehingga memenuhi kuat tekan beton sudah memenuhi rencana yang disyaratkan.

4.7.2 Pengujian kuat tekan aksial kolom

Sebelum melakukan pengujian kuat tekan aksial kolom dengan mesin desak (Po uji), terlebih dahulu diperhitungkan besarnya kuat tekan aksial kolom rencana (Po teoritis) dengan menggunakan rumus. Hal ini bertujuan untuk

(53)

mengetahui sesuai tidaknya kekuatan kolom dengan kapasitas mesin desak. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut sebagai berikut:

Diketahui : fc’ = 33,59 MPa fy = 224,51 Mpa Ag = 100mm x 100mm = 10000 mm2 Ast = . . 2 4 1 d  = . .(8,8)2 4 1 = 60,821 mm2 Ast . fy Ast) (Ag c f' 0,85 Poteoritis   N 39 , 297433 821 , 0 6 . 51 , 24 2 ) 821 , 0 6 (10000 59 , 3 3 . 0,85    

Po teoritis didapatkan sebesar 297433,39 N atau sama dengan 297,43 KN sedangkan kapasitas mesin desak adalah 1000 KN. Dengan demikian kekuatan kolom tidak melebihi kapasitas kekuatan mesin desak, dan pengujian kuat desak kolom dapat dilakukan.

Hasil pengujian kuat desak kolom menunjukkan bahwa terjadi penurunan beban maksimum yang mampu dipikul oleh kolom yang. Hasil pengujian kuat desak kolom selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 4.11.

Tabel 4.12 Hasil pengujian kuat desak kolom

Ulangan Tidak dibakar (KN) Dibakar (KN)

1 240 110 2 210 115 3 215 115 4 210 120 5 205 115 6 215 110 7 215 115 8 215 115 9 215 115 Beban rata-rata 215,56 114,44 Penurunan (%) 46,91

Data fc’ diambil dari kuat tekan kubus standard dan fy diambil dari tegangan leleh baja pada kolom yang tidak dibakar.

(54)

Dari tabel diatas dapat diketahui besarnya Po uji pada kolom yang tidak dibakar yaitu sebesar 215,56 KN. Dengan demikian terjadi penurunan Po uji terhadap Po teoritis sebesar 27,53%. Perbedaan nilai antara Po uji dan Po teoritis disebabkan karena pemadatan yang dilakukan pada benda uji kolom tidak menggunakan mesin penggetar mengingat bekisting yang terbuat dari kayu dan mudah lepas. Selain itu penyerapan air semen oleh bekisting sangat tinggi, sehingga mempengaruhi kekuatan beton.

Hasil pengujian pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa penurunan kuat desak kolom (kuat tekan aksial kolom) yang terjadi akibat pembakaran mengakibatkan penurunan beban maksimum yang mampu dipikul, penurunan yang terjadi adalah sebesar 46,91%. Besarnya penurunan yang terjadi dijabarkan dalam grafik batang sebagai berikut:

Gambar 4.13 Grafik penurunan kuat tekan aksial kolom

Dari grafik diatas jelas terlihat penurunan Po yang besar pada kolom yang dibakar. Penurunan Po yang besar juga dipengaruhi dari perilaku kolom saat menerima beban dari mesin desak. Pada saat menerima beban dari mesin desak, selimut beton mengalami keruntuhan lebih dulu sedangkan inti beton belum mengalami keruntuhan. Hal ini terjadi karena inti beton masih diikat kuat oleh tulangan. Tapi meskipun demikian, penurunan nilai kuat desak kolom akibat pembakaran tetaplah besar. Hal ini terkait dengan penurunan lekatan antara

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 100

kolom tidak dibakar kolom dibakar

% p en u ru n an k u at tek an ak sial k o lo m ( Po ) 53,09

Gambar

Gambar 2.1 Analisa Penampang pada Kolom dengan  Kondisi tekan konsentris ( Mn = 0 )
Gambar 2.2 Pengujian kuat tekan beton
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja
Gambar 3.1 Potongan melintang benda uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada sisi lain, selain sebagai transit perdagangan letaknya yang strategis juga telah memungkinnya menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, baik pada masa

(1) Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. (2)

[r]

Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki, dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan

atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi dominansi

(1) Dinas Komunikasi dan Informatika merupakan perangkat daerah sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Bener Meriah di bidang pengelolaan dan layanan informasi

Kota Pariaman secara konsisten dan terus menerus melaporkan proses akuntabilitas pengelolaan keuangan desa secara baik Terkait dengan perolehan opini BPK atas LKPD tiga

Tujuan yang pertama adalah menguji pengaruh daya tarik perusahaan terhadap keinginan melamar pada mahasiswa teknik informatika. Tujuan yang kedua adalah menguji pengaruh