BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Spina bifida merupakan kelainan kongenital paling sering yang mempengaruhi sistem saraf pusat, dengan berbagai komplikasinya,1-4 membutuhkan penanganan multidisiplin, terintegrasi dan berkesinambungan.1,3,5
Saat ini pasien spina bifida mempunyai harapan hidup tinggi, sehingga peningkatan kualitas hidup menjadi tujuan utama dalam tata laksana pasien spina bifida.6
Anak dengan spina bifida memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari akibat kehilangan fungsi motorik, seperti berdiri, fungsi ambulasi dan fungsi kontrol
bladder dan bowel. Sebagai akibat dari defisit neurologis ini dapat mengganggu kualitas
hidup pasien.7 Outcome tersebut bisa dimitigasi atau dilakukan tindakan pencegahan dengan penanganan multidisipilin dan edukasi khusus untuk meningkatkkan kemandirian pasien.8
Pasien ini merupakan pasien spina bifida dengan hidrosefalus yang sudah dilakukan penutupan defek dan pemasangan Ventriculo Peritoneal-shunt (VP-shunt). Walaupun demikian pasien masih membutuhkan pemantauan baik untuk masalah komplikasi dari spina bifida yang sudah terjadi seperti vesicoureteral reflux (VUR), Infeksi Saluran Kemih (ISK) berulang, maupun untuk pencegahan terjadinya perburukan outcome maupun terjadinya
outcome yang baru seperti gagal ginjal.
Alasan pengambilan kasus ini sebagai kasus longitudinal adalah sebagai berikut: 1. Pasien Anak NEP yang terdiagnosis dengan spina bifida (tipe mielomeningokel) dengan
hidrosefalus (sudah terpasang VP-shunt), infeksi saluran kemih kompleks, hidronefrosis ringan sinistra, neurogenic bladder, vesicoureteral reflux (VUR) derajat IV, global
developmental delay, paraparese inferior spastik, inkontinensia alvi dan urin, memerlukan
pemantauan jangka panjang baik kondisi yang sekarang terjadi maupun terhadap efek jangka panjang. Adapun permasalahan yang ada adalah :
a. Spina bifida yang ada pada pasien ini merupakan awal dari beberapa kondisi yang timbul akibat adanya spina bifida yang meliputi: sistim motorik, otonom dan neurologis yang lain.
b. Penderita Spina bifida dengan VUR, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (ISK) kompleks dan hidronefrosis mempunyai kemungkinan untuk terjadi ISK berulang, penurunan fungsi ginjal akibat infeksi maupun akibat hidronefrosis yang jika tidak diatangani secara adekuat dapat berlanjut menjadi gagal ginjal.
c. Anak juga mengalami keterlambatan di beberapa aspek yaitu motorik kasar, motorik halus, sosial, dan bahasa.
d. Adanya kemungkinan gangguan intelektual pada pasien ini yang membutuhkan perhatian dan pendidikan khusus dan kemungkinan anak hanya mampu didik atau mampu latih saja.
e. Anak dengan hidrosefalus (post pemasangan shunt) membutuhkan pemantauan jangka
panjang berkaitan dengan komplikasi akibat VP- shunt untuk deteksi lebih awal gejala dan tanda adanya komplikasi dari shunt seperti infeksi, malfungsi shunt
2. Pasien dan keluarganya tinggal di daerah yang mudah dijangkau sehingga memudahkan penulis melakukan kunjungan rumah dalam rangka follow up kondisi pasien.
I.2. Deskripsi Kasus Singkat A. Identitas pasien
Nama : An. NEP Nama Ayah : Tn. T
Tempat/tanggal lahir : 28 Maret 2014 Umur : 26 tahun Usia : 11 bulan (saat diambil kasus) Pendidikan : SMU
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Buruh
Alamat : Krapyak Wetan, Bantul Nama ibu : Ny. Y
No. Rekam medis : 01.67.94.xx Umur : 22 tahun
Tanggal masuk RS : 4 Maret 2015 Pendidikan : D3 kebidanan Tanggal pemeriksaan : 12 Maret 2015
di bangsal Melati 4
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. Laporan kasus
Seorang anak perempuan NEP berusia 11 bulan. Sejak lahir terdapat benjolan lunak warna kemerahan dengan ukuran sebesar kelereng di punggung daerah lumbosakral. Pasien didiagnosis spina bifida tipe mielomeningokel. Saat itu belum dilakukan tindakan operasi, hanya dilakukan perawatan luka pada lesi mielomeningokel. Usia 4 bulan anak sering demam tanpa sebab, buang air kecil (BAK) sering menetes dan tidak lancar, sering muntah. Hasil pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (ISK). Hasil ultra
sonography (USG) traktus urinarius didapatkan cystitis, kedua ginjal masih normal.
Usia 6 bulan pasien dilakukan CT-scan kepala oleh karena ada pembesaran lingkar, kepala dan muntah nyemprot. Hasil menunjukkan hidrosefalus obstruktif, kemungkinan sumbatan setinggi aquaduktus silvi. Pasien dilakukan pemasangan VP-shunt pada tanggal 26 September 2014.
Evaluasi terhadap Gangguan BAK menunjukkan perburukan, pasien mengalami ISK kompleks berdasarkan hasil urinalisis yang diperiksa tiap 1 atau 2 minggu sekali dan terdapat hidronefrosis derajat 1 bilateral berdasarkan hasil USG traktus urinarius. Pemeriksaan miksisisto urografi (MSU) menunjukkan hasil neurogenic bladder tipe spastik dengan
vesicoureteral reflux (VUR) derajat IV, sedangkan laju filtrasi ginjal masih normal. Pasien
juga fisioterapi. Hasil evaluasi USG traktus urinarius menunjukkan hidronefrosis terdapat perbaikan.
Gambar 1. CT-scan kepala 11 September 2014 Tabel 1. Pemeriksaan urin rutin serial selama perawatan
Parameter Tanggal pemeriksaan
2/3/15 6/3/15 31/3/15 8/4/15 17/4/15 14/7/15 3/8/15 Glukosa - - - - Protein - - - - Bilirubin - - - - Urobilinogen N N N N N - - pH 6 5 7 6 7 7 7 Darah +/- +1 - - - - - Keton - - - - Nitrit - - +1 - - +2 +2 Leukosit esterase 250 - 500 500 - 500 500 Berat jenis 1,020 1,010 1,010 <1,005 1,010 <0,05
Warna Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
Leukosit pucat + ++ 0-2
Leukosit gelap 3-4 + -
Epitel vesica urinaria
3-4 1-2 +
Tabel 2. Pemeriksaan fungsi ginjal selama perawatan
Parameter Tanggal pemeriksaan
17/3/15 7/4/15
BUN (mg/dl) 6 2
Gambar 2. MSU tanggal 22 September 2014
Gambar 3. USG Abdomen tanggal 15 Juli 2015
Spina bifida tipe mielomeningokel berdasarkan pemeriksaan multislice computerized
tomography scan (MSCT-scan) lumbosakral (13 Maret 2015) dengan hasil terdapat defek
prosesus spinosus L4 sampai posterior os sacrum, posterior L4 dan sakrum tampak tonjolan ke posterior membentuk kantong, densitas fluid, batas tegas, kantong tersebut berhubungan dengan thecal sac di regio lumbo sakral. Kemudian pasien dilakukan tindakan eksisi cele dan penutupan defek pada usia 12 bulan (tanggal 2 April 2015). Setelah tindakan tersebut pasien mengalami kejang yang diduga karena lesi pada otak, status epileptikus, sepsis, dan terdapat hemiparese nervus VII sinistra. Hasil CT-scan kepala post kejang pertama tersebut menunjukkan tidak ada impatensi shunt, terdapat ventrikulomegali. Electroencepgalography
(EEG) menunjukkan tidak ada epileptiform discharge, curiga hipofungsi serebri difus. Pemeriksaan brain evoke response audiometry (BERA) menunjukkan telinga kiri dan telinga kanan terdapat moderate sensorineural hearing loss (SNHL). Anak mendapatkan terapi anti kejang maintenance asam valproat 17,5 mg/kg/hari, piracetam 50 mg/kg/hari (selama 3 bulan).
Gambar 4. MSCT-scan lumbo-sacral tanggal 13 Maret 2015
Inkontinensia alvi ditegakkan berdasarkan keluhan dari orang tua tentang BAB yang tidak terasa. BAB tidak bisa tiap hari, kadang tinja keras.
Pasien juga terdapat paraparese inferior spastik berdasarkan pemeriksaan neuromuskular. Gerakan terbatas di ekstremitas bawah dan bebas pada ekstremitas atas, kekuatan ekstremitas bawah 4, tonus dan refleks fisiologis ekstremitas bawah meningkat. Sensibilitas pada ke empat ekstremitas normal.
Pasien mengalami keterlambatan pada ke-empat aspek perkembangan. Pada usia 17 bulan anak belum bisa berjalan, belum bisa menyebutkan 2 kata, belum bisa menirukan kegiatan, belum bisa mencoret-coret. Pertumbuhan anak baik, status gizi baik. Lingkar kepala
34 cm (normocephal). Tidak ada tanda radang seperti kemerahan, pembengkakan di sepanjang tempat insersi shunt.
Ibu mengkonsumsi asam folat sejak usia kehamilan 2 bulan dan sakit varicella pada usia kehamilan 27 minggu. Anak mengalami asfiksia. Lingkar kepala saat lahir 34 cm. Tidak ada riwayat keluarga dengan spina bifida.
Tabel 3. Pemeriksaan darah rutin serial selama perawatan
Parameter Tanggal pemeriksaan
4/3/15 3/4/15 12/4/15
Angka eritrosit (/uL) 5.510.000 3.110.000 5.440.000
Hemoglobin (g/dL) 12,4 7,2 14,2
Hematokrit (%) 39,5 22,1 43,6
Mean Corpuscular Volume (fl) 71,7 71,1 80,1
Mean Corpuscular Hemoglobin (pg) 22,5 23,2 26,1
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(g/dL) 31,4 32,6 32,6 Angka trombosit (/mmk) 452.000 363.000 852.000 Angka leukosit (/mmk) 12.310 16.560 11.790 Neutrofil (%) 17,7 40,4 21,2 Limfosit (%) 74,4 51,3 65,3 Monosit (%) 5 7,9 9,8 Eosinofil (%) 2,7 0,2 3,4 Basofil (%) 0,2 0,2 0,3 I.3. Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang spina bifida dan permasalahan-permasalahan multi organ yang mungkin terjadi terkait dengan spina bifida serta memperoleh pengalaman dalam mengelolah pasien dengan spina bifida secara komprehensif.
Pemantauan jangka panjang terhadap neurogenic bladder, vesicoureteral reflux, Infeksi saluran kemih kompleks diharapkan bisa mencegah kejadian gagal ginjal terminal. Sedangkan pemantauan terhadap komplikasi kondisi hidrosefalus yang sudah dilakukan pemasangan shunt, dapat mencegah revisi shunt yang terlalu sering. Demikian juga dengan
kelemahan anggota gerak bawah, diharapkan pasien mempunyai fungsi ambulasi yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien..
I.4. Manfaat
Manfaat untuk pasien adalah dengan pemantauan secara berkala dan terus menerus diharapkan dari aspek medis dapat dilakukan penanganan yang adekuat terhadap kondisi gangguan pada sistema traktus urinarius sehingga rekurensi infeksi saluran kemih dan perburukan ke arah gagal ginjal dapat dicegah atau setidaknya diminimalisir. Pemantauan terhadap hidrosefalus diharapkan bisa meminimalkan kejadian komplikasi. Demikian juga dengan aspek tumbuh kembang (biopsikososial) diusahakan seoptimal mungkin dengan deteksi sedini mungkin dan intervensi dilakukan sedini mungkin, sehingga pasien memiliki kualitas hidup yang baik. Kebutuhan asupan diusahakan seoptimal mungkin dengan memberikan kebutuhan asupan yang disesuaikan dengan kondisi pasien meskipun pasien dengan penyakit kronis.
Manfaat untuk keluarga pasien adalah keluarga mendapatkan informasi dan pemahaman tentang penyakit anak, penanganan, komplikasi dan prognosis anak sehingga keluarga lebih siap dan waspada terhadap permasalahan yang mungkin timbul dan dapat berperan aktif, bekerja sama dengan petugas kesehatan dalam menangani penderita dengan spina bifida untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal pada pasien ini. Kasus ini diajukan sebagai kasus longitudinal adalah bentuk kerjasama antara petugas kesehatan dengan keluarga dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan permasalahan yang mungkin timbul pada anak dengan spina bifida dan penanganannya
Manfaat untuk peserta PPDS adalah menambah pengetahuan tentang Spina bifida baik patofisiologi, patogenesis penyakit, komplikasi dan prognosisnya juga beberapa kondisi atau permasalahan yang menyertainya sehingga dapat sedini mungkin mencegah komplikasi yang mungkin akan timbul pada pasien dengan spina bifida dengan cara penanganan yang
terintegrasi dan berkelanjutan serta melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap petumbuhan dan perkembangan pasien spina bifida agar terhindar dari morbiditas dan mortalitas lebih buruk dan memiliki kualitas hidup optimal.
Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan pemantauan dan tatalaksana yang terintegrasi dan berkesinambungan pada pasien spina bifida akan dapat meningkatkan mutu pelayanan pasien di RSUP DR. Sardjito.