ANALISISSISTEM KERJASAMA BMT AGAM MADANI DENGAN PETANI TEBU DITINJAU DARI PERSPEKTIF
EKONOMI ISLAM
(Studi kasus BMT Agam Madani Nagari Lawang )
SKRIPSI
Diajukanuntuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana pada Jurusan Ekonomi Islam
Oleh:
ERNI SUSANTI
NIM : 3212.085
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “AnalisisSistem Kerjasama BMT Agam Madani
Dengan Petani Tebu Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus BMT Agam Madani Nagari Lawang)”.Latar belakang diangkat permasalahan
ini adalah bahwa Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai salah satu representasi dari sistem ekonomi berbasis syariah telah menghadirkan berbagai macam inovasi dalam bidang keuangan, unit usaha jasa dan perdagangan.Lembaga Keuangan BMT Agam Madani Nagari Lawang menerapkan sistem kerjasama dengan menggunakan konsep Mudharabah, dan Musyarakah.Kebanyakan masyarakat terutama masyarakat Nagari Lawang belum sepenuhnya mengetahui dan memahami sistem kerjasama Lembaga Keuangan BMT karena kekurangan pemahaman serta penyuluhan tentang lembaga keuangan syariah tersebut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dengan menggunakan pendekatan kualitatif analisis.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer, dari data tersebut peneliti berusaha mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dengan cara wawancara kepada pihak lembaga keuangan BMT Agam Madani dan nasabah petani tebu.Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrument observasi, wawancara, dan informan.Dalampengolahan data, penulis memberikanpemaparan gambaran situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif deskriptif.
Berdasarkan konsep mekanisme di lapangan jika dilihat dari segi fiqh dalam penerapan kerjasama di BMT Agam Madani Nagari Lawang pada akad
mudharabah, pihak BMT tidak memberikan modal 100 persen kepada
nasabahnya. Nasabah petani tebu setidaknya harus memiliki modal minimal sepertiga dari dana yang akan diserahkan pihak BMT. Hal ini pihak BMT juga tidak ikut serta dalam kerugian yang ditanggung oleh petani. Dalam penentuan nisbah bagi hasil antara pihak BMT dengan petani, di tetapkan secara sepihak oleh BMT degan nisbah sebesar 30:70 kepada nasabahnya yang ingin melakukan kerjsama.
Namun jika dilihat dari segi konsep perspektif Ekonomi Islam bahawa kerjasama yang dilakukan oleh pihak BMT dengan petani tebu lebih mengarah kepada sistem syirkah Uqud (perserikatan berdasarkan akad) yaitu syirkah
inanbahwa penggabungan harta dan modal tidak selalu sama, sedangkan
keuntungan dan kerugian di bagi sesuai presentase yang telah disepakati. Berdasarkan nisbah bagi hasilyang telah ditetapkan secara sepihak oleh BMT Agam Madani Nagari Lawang yaitu sebesar 30%:70% tersebut tidak diperbolehkan di dalam Ajaran Islam sebab dapat merugikan salah satu pihak yang melakukan kerjasama. Dalam ekonomi islam pada dasarnya kerjasama yang dilakukan antara saibul Maal dengan mudharaib harus ada kesepakatan dan saling
antaradin, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan serta merasa terbebani
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena tak
henti-hentinya memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini yang
berjudul “ANALISISSISTEM KERJASAMA BMT AGAM MADANI
DENGAN PETANI TEBU DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi kasus BMT Agam Madani Nagari Lawang)” ini dapat
diselesaikan. Serta shalawat yang tak henti-hentinya kepada Nabi Muhamad SAW
yang telah mambawa pencerahan dalam dalam kehidupan manusia. Adapun
maksud dari penulisan skripsi iniadalah untuk memenuhi syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ekonomi Islam.
Penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan
dari berbagai, terutama keluarga ayahanda SALNADI dan ibunda
RATNAWILIS yang senantiasa memberikan cinta kasih, mengasuh, mendidik
dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menggapai cita-cita yang
Insyaallahdiredhai oleh Allah SWT di dunia dan akhirat kelak, serta kepada kakak HENDRO SATRIA dan adik-adik ENDANG PURNAMA SARI, NILA PUTRI dan FEBI PEBRIYANTI yang telah memberikan motivasi kepada
penulis. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum, selaku Rektor IAIN Bukittinggi serta Bapak
Hafandi, SE, M.Si selaku Dekan, Bapak Yefri Joni, MA, selaku Ketua
Jurusan Ekonomi Islam yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk
2. Ibu Hesi Eka Putri, SE, M.Si, selaku Pembimbing I dan Bapak Raymon
Dantes, Lc, MA, selaku Pembimbing II dalam penyelesaian skripsi ini, terima
kasih atas bimbingan dan arahan yang telah Bapak berikan selama penulis
menyelesaikan skripsi.
3. Bapak H. Afifi Fauzi Abbas selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah
memberikan nasehatnya demi kelancaran proses belajar penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang
telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat
berguna dalam konteks ilmu agama dan pendidikan khususnya untuk
diaplikasikan di masa yang akan datang.
5. Pimpinan serta staf perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menggali
ilmu pengetahuan dalam literatur yang ada.
6. Pimpinan serta karyawan BMT Agam Madani Nagari Lawang yang telah
memberikan data dan informasi termasuk nasabah petani tebu.
7. Teman dekat ROBI HENDRA yang selalu menemani dan memotivasi ku
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat penulis khususnya Nela Eliza, Aprilia Dwi Putri, Al Hadi,
Tri Robisetiawandan teman-teman lainnya yang telah memberikan semangat
dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan Jurusan Ekonomi Islam Angkatan 2012 Lokal
EI.C.
10. Rekan-rekan mahasiswa alumni IAIN Bukittinggi yang telah memberikan
Terakhir penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis akan sangat berterima kasih apabila ada saran
dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi penulis.
Bukittinggi, Agustus 2016 Penulis
ERNI SUSANTI NIM. 3212.085
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5
E. Penjelasan Judul ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Kerjasama (kemitraan) ... 8
B. Bentuk Kerjasama dalam Perspektif Ekonomi Islam ... 12
C. Kerjasama Dalam Sistem Ekonomi Islam ... 18
D. Kerjasama Dalam Lembaga Keuangan (BMT) Baitul Maal wa Tamwil ... 26
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36
C. Sumber Data ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ... 37
E. Informan Penelitian ... 38
F. Teknik Analisa Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Monografi BMT Agam Madani Nagari Lawang ... 40
B. Analisis Sistem Kerjasama Lembaga Keuangan BMT Agam Madani Nagari Lawang dengan Petani Tebu ... 51
1. Proses terjadinya kerjasama BMT dengan Petani tebu ... 51
2. Sistem kerjasama BMT Agam Madani Nagari Lawang dengan petani tebu ... 57
3. Sistem Moadal dalam kerjasama BMT Agam Madani Nagari Lawang dengan petani tebu ... 60
4. Sistem Nisbah Bagi Hasil Pada BMT Agam Madani Nagari Lawang ... 61
C. Tinjauan Perspektif Ekonomi Islam terhadap Sistim Kerjasama BMT Agam Madani dengan Petani Tebu ... 66
BAB VPENUTUP A. Kesimpulan ... 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Aplikasi Akad musyarakah ... 30
Gambar 2.2 Aplikasi Akad Mudharabah ... 36
Gambar 4.1 Struktur organisasi Lembaga Keuangan BMT Agam
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai salah satu representasi dari
sistem ekonomi berbasis syariah telah menghadirkan berbagai macam inovasi
dalam bidang keuangan, unit usaha jasa dan perdagangan. Hal ini ditandai
dengan semakin variatifnya produk penggalangan dana maupun penyaluran
dana ataupun bentuk kerjasama lainnya, yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal, dengan tetap berlandaskan pada pola kerja yang
sesuai tuntunan Al Qur’an dan Hadist.
Secara kelembagaan, BMT didampingi atau didukung oleh Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK)1.PINBUK bertindak sebagai wadah
yang menampung BMT serta mengadakan pembinaan berkelanjutan.
Disamping itu, wadah hukum yang menaungi BMT dapat berbentuk salah
satu dari beberapa badan hukum yaitu Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi
Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), dan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Salah satu BMT yang terdapat di Nagari Lawang adalah BMT Agam
Madani yang berlokasi di Jl. Pasar Lawang Jorong Ketaping Kec. Matur
Kab.Agam yang telah menyandang status badan hukum KJKS dengan No.
Badan Hukum 151/BH/DKPP/PI/I/2008.BMT Agam Madani Nagari Lawang
merupakan suatu Lembaga Keuangan yang telah memiliki peranan penting
1
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah-Deskipsi Dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia,2007. hal. 96.
dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi2.Bentuk
peran Lembaga Keuangan BMT Agam Madani dalam pemberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi terlihat dalam kerjasama usaha
pertanian.Dengan menerapkan prinsip mudharabah dalam layanan kerjasama
usaha pertanian ini, nasabah dan mitra diberikan peluang untuk berwirausaha
secara mandiri.Menurut peneliti, hal inilah yang mencerminkan
pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya karena masyarakat tidak
diberikan modal semata, tetapi diberikan juga keterampilan dasar
berwirausaha menurut hukum syariah.
Dalam pengumpulan dana Lembaga Keuangan BMT Agam madani
Nagari Lawang bergerak dalam tiga bidang usaha, pertama simpan pinjam,
kedua perdagangan/pertanian, dan yang ketiga unit usaha jasa.Untuk nasabah
penyimpan (simpan), Lembaga Keuangan BMT Agam Madani Nagari
Lawang menerapkan landasan prinsip mudharabah dan wadiah, sedangkan
untuk nasabah pembiayaan (pinjam) manajemen BMT Agam Madani Nagari
Lawang menerapkan prinsip murabahah
Adapun dalam usaha pertanian Lembaga Keuangan BMT Agam
Madani Nagari Lawang menerapkan sistem kerjasama dengan menggunakan
konsep Mudharabah, dan Musyarakah.Konsep mudharabah yaitu akad
kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha (mudharib).Konsep
musyarakah yaitu akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk
2
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (kompetensi, expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.Didalam
penerapan kerjasama Lembaga Keuangan BMT Agam Madani menyediakan
peralatan, perlengkapan dan permodalan sementara (nasabah) petani
menyiapkan skill (kemampuan) misalnya kemampuan berwirausaha dan
bernegosiasi.
Dengan semakin banyaknya lembaga-lembaga keuangan sekarang ini
membuat masyarakat harus jeli dan teliti dalam memilih, terutama bagai
masyarakat mayoritas umat Islam dengan keberadaan lembaga keuangan
syaraiah maka masyarakat tidak akan ragu lagi karena sesuai syariat Islam.
Akan tetapi pada saat ini kebanyakan masyarakat terutama masyarakat
Nagari Lawang yang belum sepenuhnya mengetahui dan memahami
keberadaan lembaga keuangan syari’ah dalam sistem kerjasama terutama
Lembaga Keuangan BMT yang merupakan Lembaga Keuangan mikro syri’ah
yang memiliki banyak produk yang disalurkan kepada masyarakat diantaranya
produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang masih terdengar asing
ditelinga dan sulit untuk dimengerti oleh masyarakat sekitar karena
kekurangan pemahaman serta penyuluhan tentang lembaga keuangan syariah
tersebut.
Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik mengangkat tulisan
ini dalam sebuah karya ilmiah dengan judul: “Analisa Sistem Kerjasama
Lembaga Keuangan BMT Agam Madani Nagari Lawang dengan Petani Tebu (industri gula merah) Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam.”
Judul penelitian tersebut memiliki beberapa alasan untuk diteliti, diantaranya
adalah pengungkapan informasi perkembangan produk dan layanan yang
diterapkan oleh salah satu lembaga keuangan BMT yang ada di Nagari
Lawang mengenai sistem kerjasama dalam bidang pertanian, yang bermanfaat
bagi para akademisi Ekonomi Islam, misalnya untuk bahan penelitian dan
pengkajian, serta pengungkapan permasalahan yang mungkin saja ditimbulkan
selama proses kerjasama berlangsung sehingga bermanfaat bagi para
akademisi maupun praktisi Ekonomi Islam di masa mendatang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
adalah: Bagaimanakah sistem kerjasama lembaga keuangan BMT Agam
Madani dengan petani tebu (industri gula merah) di Nagari Lawang ditinjau
dari perspektif ekonomi Islam?
C. Batasan Masalah
Agar cakupan pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas maka
pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada sistem kerjasama ditinjau dari
perspektif ekonomi Islam terdiri dari musyarakah dan mudharabah.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
wa-Tamwil (BMT) Agam Madani Nagari Lawang dengan Petani Tebu telah
sesuai dengan ketentuan jika ditinjau dari perspektif Ekonomi Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ekonomi Islam
(SE.i) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi pada
jurusan Ekonomi Islam Program Studi Ekonomi Islam.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menghidupkan kembali Ekonomi
Islam dan mengamalkan sistem ekonomi syariah melalui BMT yang
memiliki arti dapat menghidupkan kembali Fiqh Mu’amalah.
c. Sebagai bahan masukan terhadap koperasi jasa keuangan syariah
(KLJS) Baitu Maal Wa Tamwil (BMT) Agam Madani Nagari Lawang
dengan Petani Tebu menurut pandangan Islam.
E. Penjelasan Judul
Untuk menghindari kesalahan serta penafsiran yang berbeda dalam
memahami judul skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang
dipandang perlu, yaitu:
Analisis kerja sama : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa
(karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab,
duduk perkaranya, dsb). Kerjasama merupakan
suatu interaksi yang paling penting karena
sendiri tanpa orang lain sehingga ia senantiasa
membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat
berlangsung jika individu-individu yang
bersangkutan memiliki kepentingan yang sama
guna mencapai kepentingan mereka tersebut.3
Baitul Maal Wa Tamwil : Suatu lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro
dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat
dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin4.
Perspektif ekonomi islam : Sudut pandang Islam yang mengkaji tentang
persoalan-persoalan ekonomi yang dijiwai
dengan nilai-nilai Islam.5
F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam skripsi ini tersusun secara sistematis dan
terarah antara satu dengan yang lainnya, maka penulis membuat sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan: Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang,
identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
3
Departemen Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 1990. hal 48 4
M. Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT, Jakarta : PINBUK Press,2004. Hal.1.
5
manfaat penelitian, penjelasan judul, kajian terdahulu dan sistematika
penulisan.
BAB II Landasan Teori: Bab ini berkaitan dengan kerangka teori yang
menjelaskan tentang Sistem kerjasama BMT Agam Madani Nagari Lawang
dengan Petani Tebu ditinjau Perspektif Ekonomi Islam.
BAB III Metode Penelitian: Bab ini mengemukakan jenis penelitian, lokasi
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV Gambaran Umum BMT Agam Madani Nagari Lawang dan Hasil
Penelitian: Bab ini mengemukakan tentang sejarah BMT, profil BMT, visi dan
misi BMT Agam Madani Nagari Lawang, serta bagaimana sistem kerjasama
yang di terapkan di BMT Agam Madani Nagari Lawang dengan Petani Tebu
ditinjau Perspektif Ekonomi Islam.
BAB V Penutup: Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari uraian-uraian
BAB II
LANDASAN TEORI A. Teori Kerjasama (kemitraan)
1. Pengertian Kerjasama (perserikatan) atau musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.6Kerja samamerupakan suatu bentuk interaksi
sosial antara orang-perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai
satu atau beberapa tujuan bersama.
Menurut Charles H. Cooley kerja sama timbul apabila orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang
sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
kesadaran terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingannya.Secara terminologi Para ahli fikih mendefinisikan
Musyarakahsebagai akad antara orang-orang yang berserikat dalam modal
maupun keuntungan.Hasil keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan
kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan usaha.Sedang kerugian
ditanggung secara proposional sampai batas modal masing-masing.
Dalam pengertian kerjasama ada beberapa aspek yang terkandung
yaitu:
a. Dua orang atau lebih artinya kerja sama akan ada kalau ada minimal
dua orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses
6
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih muamalat,Jakarta:Kencana predana Media Group,2010. Hal.127
tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua orang
atau kedua pihak yang bekerja sama tersebut.
b. Aktivitas menunjukkan bahwa kerja sama tersebut terjadi karena
adanya aktivitas yang dikehendaki bersama,sebagai alat untuk
mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi (bisnis/usaha).
c. Tujuan/target merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama
usaha tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara financial
maupun nonfinansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak.
d. Jangka waktu tertentu menunjukkan bahwa kerja sama tersebut
dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakatan kedua pihak kapan
kerjasama itu berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setelah tujuan atau
target yang dikehendaki telah tercapai.
2. Alasan terjadi Kerjasama
Kerjasama usaha haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka
sama suka.Menjunjung tinggi prinsip tolong-menolong di dalam kerjasama
suatu bagian dari asas sukarela.Bukan saja suatu teori secara umum yang
menerapkan asas sukarela namun Islam pun juga menjunjung prinsip
ukhuwah dengan saling menjaga amanah sebagai bentuk pola
kerjasama.Sebagaimana diterangkan di dalam Al-Quran surah Al-Maidah
ayat 2 :
Artinya :”dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.(QS Al-Maidah 5 : 2)7
Dalam ayat tersebut dapat dilihat, bahwa Allah menyuruh umat
manusia berbuat tolong-menolong di dalam kebaikan, tolong-menolong di
dalam suatu usaha demi mengharapkan keridhaan Allah adalah suatu
perbuatan yang baik demi tercapainya suatu kerjasama/kemitraan
usaha.Allah pun melarang tolong-menolong dalam hal pelanggaran dan
perbuatan dosa. Maka dari itu, dalam kemitraan harus dijauhkan “kawin
paksa”, tidak adanya unsur pemaksaan dan saling keterpaksaan antara satu
sama lain.
Pihak-pihak yang bekerjasama harus sudah siap untuk bermitra,
baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika tidak, maka
kerjasama akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang
kecil atau gagal karena tidak bisa jalan. Artinya, harapan yang satu
terhadap yang lain tidak terpenuhi, maka beberapa alasan terjadi kerjasama
dikemukakan sebagai berikut:
a. Meningkatkan profit atau sales pihak-pihak yang bekerjasama.
b. Memperbaiki pengetahuan situasi pasar.
c. Memperoleh tambahan modal bagi sipengelola.
d. Meningkatkan pengembangan produk.
7
Departemen Agama RI, Quran danTerjemahannya, Jakarta: LembagaPercetakan al-Quran Raja Fahd, 1971. hal. 747
e. Memperbaiki proses produksi .
f. Memperbaiki kualitas.
g. Meningkatkan akses terhadap teknologi.8
3. Syarat-syarat Kerjasama
Kerjasama usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain,
khususnya yang besar atas yang kecil, melainkan menjamin kemandirian
pihak-pihak yang bermitra, karena kerjasama bukanlah proses merger atau
akuisisi.Kerjasama usaha yang kita inginkan bukanlah kerjasama yang
bebas nilai, melainkan kerjasama yang tetap dilandasi oleh tanggung
jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai dengan demokrasi
ekonomi. Adapun syarat-syarat kerjasama adalah sebagai berikut:9
a. Tujuan umum yang sama.
b. Kesetaraan.
c. Saling menghargai.
d. Saling memberi kontribusi.
e. Ada efek sinergi.
f. Saling menguntungkan.
8
Lexy J,Teori ekonomi mikro syariah dalam konsep ekonomi islam,Bandung:Remaja Rosdakarya,1997. Hal. 126
9
Ahmad Sumianto,Konsep teori ekonomi tentang kerjasama, yogyakarta: PT Raja Grafindo, 1997 hal. 96
B. Bentuk Kerjasama dalam Perspektif Ekonomi Islam 1. AlMusyarakah
a. Pengertian Musyarakah
Kerjasama sering disebut al musyarakah. Istilah lain dari al
musyarakah adalah syirkah atau syarikah.Musyarakah adalah
kerjasama antara kedua belah pihak untuk memberikan kontribusi dana
dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan10
Secara bahasa syirkah berarti campur.Sedangkan menurut syara’
ialah tetapnya hak atas dasar memasukkan sesuatu yang satu untuk dua
orang, bahkan lebih banyak.
Kata Syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fiil
madhi), yasyraku (fiil mudhari’), syarikan / syirkatan / syarikatan (mashdar / kata dasar), artinya menjadi sekutu atau serikat.
b. Landasan syariah syirkah
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan
atas dalil-dalil yang terdapat dalam al Qur’an, hadist ataupun ijma
ulama. Di antara dalil yang memperbolehkan praktik akad syirkah
adalah sebagai berikut :
1) Dalam Al Qur’an telah dijelaskan pada surah As-Shaad ayat ke 24.
10Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,Yogyakarta : Ekonisia,2007, hal. 67.
Artinya :”Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuatzalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.(QS. As-Saad 38 : 24)11
Ayat ini merujuk pada dibolehkannya praktik akad
musyarakah. Lafazh al- khulatha dalam ayat ini bisa diartikan
saling bersekutu atau pertnership, bersekutu dalam konteks ini
adalah kerjasama dua atau lebih pihak untuk melakukan sebuah
usaha perniagaan.
2) Hadist riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah merupakan dalil lain
dibolehkannya praktik musyarakah. Hadist ini merupakan hadist
qudsi dan kedudukannya sahih menurut Hakim.
ُل ْﻮُﻘَﯿ َﻟﺎَﻌَﺘَﮭﻠﻟﺎﱠﻧِإ
:
َﺒ ِﺣﺎَﺻﺎَﻤُھُﺪَﺣَﺄَﻧﺎَﺧاَذِﺈَﻓ،ُﮫَﺒِﺣﺎَﺻﺎَﻤُھُﺪَﺣَﺄْﻨُﺨَﯿْﻤﻟﺎَﻤِﻨْﯿَﻜْﯾِﺮﱠﺸﻟﺎُﺜِﻟﺎَﺛﺎَﻧَأ
ﺎَﻤِﮭِﻨْﯿَﺒْﻨِﻤُﺘ ْﺟَﺮَﺨُھ
11Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya,Jakarta, Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd, 1971. hal.454
Artinya :“Allah SWT berfirman: ”Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu pihak tidak menghianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka’ (HR. Abu Daud).12
Dalam hadist ini, Allah memberikan pernyataan bahwa Dia
akan bersama dua orang yang bersekutu dalam suatu usaha
perniagaan, dalam arti, Allah SWT akan menjaga, meberikan
pertolongan dan berkah-Nya atas usaha perniagaan yang dilakukan,
usaha yang dijalankan akan semakin berkembang sepanjang tidak
ada pihak yang berkhianat.
3) Taqrir Nabi adalah ketetapan Nabi atas sesuatu, yang dilakukan
orang lain, dan merupakan salah satu metodologi yang bisa
digunakan untuk menetapkan sebuah hukum. Relevan dengan akad
musyarakah, setelah Rasulullah saw diutus menjadi Nabi,
masyarakat telah mempraktikkan kontrak musyarakah, kemudian
Rasulullah menetapkan akad musyarakah sah untuk digunakan
masyarakat, sebagaimana banyak juga hadist Rasulullah yang
menjelaskan keabsahan akad musyarakah.13
4) Kesepakatan ulama akan dibolehkannya akad musyarakah dari Dr,
Wahbah Zuhaili dalam kitab Al- Fiqh al Islami wa Adillatuhu.
Ulama muslim sepakat akan keabsahan kontrak musyarakah secara
global, walaupun terdapat perbedaan pendapat di antara mereka
atas beberapa jenis musyarakah. Secara ekplisit, ulama telah
12
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: PT Raja Grafindo, 1997, hal.209
13
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,Yogyakarta: PT Raja Grafindo, 1997,hal.211
sepakat akan praktik kontrak musyarakah, sehingga kontrak ini
mendapat pengakuan dan legalitas syar’i.14
2. Al Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab dharb, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara tehnis, al mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan dana
100% sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib).Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan diakibatkan
kelalaian si pengelola.Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
Secara umum landasan syariah al mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 198 yang artinya:
14Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,Yogyakarta: PT Raja Grafindo, 1997, hal.209
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”. (QS Al-Baqarah 2 : 198)15
b. Landasan syariah Mudharabah
Mudharabah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini
berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam al Qur’an, Hadist
ataupun ijma’ ulama. Di antara dalil yang memperbolehkan praktik
akad mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Dalam al Qur’an telah dijelaskan pada surat Al-Muzammil ayat ke
20.
ِﻞ ْﻀَﻓ ﻦِﻣ َنﻮُﻐَﺘْﺒَﯾ ِض ْرَ ْﻷا ﻲِﻓ َنﻮُﺑِﺮ ْﻀَﯾ َنوُﺮَﺧآَو
ِ ﱠﷲ ِﻞﯿِﺒَﺳ ﻲِﻓ َنﻮُﻠِﺗﺎَﻘُﯿَﻧوُﺮَﺧآَو ِ ﱠﷲ
) ...
ﻞﻣﺰﻤﻟا
(
Artinya :“dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah”.(QS. Al-Muzammil 73 : 20)16
Dalam ayat ini ditekankan bahwa yang menjadi argumen
dan dasar dilakukannya akad mudharabah adalah kata yadhribun
yang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki makna
melakukan sesuatu perjalanan usaha.
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahl, 2013, hal. 20
16
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta, Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd, 1971. Hal. 575
2) Di dalam hadist riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas di tegaskan
tentang keabsahan melakukan transaksi mudharabah.
Artinya :
mudharabah selalu dijadikan acuan para fuqaha ( ahli fiqh). Hadist
ini menunjukkan praktik pembiayaan mudharabah, khususnya
mudharabah muqayadah
dana memberikan beberapa persyaratan bagi
mengelola dana yang diberikan. Isi hadist ini jelas sekali
memberikan legalitas praktik pembiayaan
3. Al Muzara’ah Al Muzaraah
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
17
Dimyauddin Djuwaini, 1997, hal.225
Di dalam hadist riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas di tegaskan
tentang keabsahan melakukan transaksi mudharabah.
Artinya :“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudhribnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengan Rasulullah,
membenarkannya”.(HR. Thabrani)17
Kedudukan hadist ini lemah, namun demikian dalam bab
mudharabah selalu dijadikan acuan para fuqaha ( ahli fiqh). Hadist
ini menunjukkan praktik pembiayaan mudharabah, khususnya
mudharabah muqayadah, karena shahibul maal sebagai penyedia
dana memberikan beberapa persyaratan bagi mudharib
mengelola dana yang diberikan. Isi hadist ini jelas sekali
memberikan legalitas praktik pembiayaan mudharabah
Al Muzara’ah
Al Muzaraah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,Yogyakarta: PT Raja Grafindo,
Di dalam hadist riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas di tegaskan
tentang keabsahan melakukan transaksi mudharabah.
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta aratkan kepada mudhribnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengan Rasulullah, beliau
Kedudukan hadist ini lemah, namun demikian dalam bab
mudharabah selalu dijadikan acuan para fuqaha ( ahli fiqh). Hadist
ini menunjukkan praktik pembiayaan mudharabah, khususnya
sebagai penyedia
mudharib dalam
mengelola dana yang diberikan. Isi hadist ini jelas sekali
mudharabah.
adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
pertaniannya kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Al muzaraah seringkali diidentikkan dengan mukhabarah, padahal
diantara keduanya terdapat perbedaan :
Muzara’ah : benih dari pemilik lahan.
Muhkabarah : benih dari penggarap. 4. Al Musaqah
Al musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah,
dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan.Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu
dari hasil panen.
C. Kerjasama Dalam Sistem Ekonomi Islam
Kerjasama pada sistem ekonomi syariah secara garis besar dapat
diklasifikasi menjadi dua kelompok, yaitu mudharabah, dan
musyarakah.Mudharabah produk ekonomi syariah di mana shahibul mal
(investor) hanya menyerahkan modal kepada pengelola modal (mudharib)
untuk dikelola.Jadi kerja-sama pada model mudharabah investor tidak ikut
serta mengelola, pengelolalaan modal sepenuhnya dilakukan oleh
mudharib.Konsekwensi dari model mudharabah investor dan mudharib
menanggung kerugian bersama dan menerima laba bersama.
Kerjasama pada model mudharabah dilihat dari jenisnya dapat
muqayad.18Perbedaan antara mudharabah muthlak dan mudharabah muqayad terletak pada kebebasan pengelola.Pada mudharabah muthlak pengelola bebas
menggunakan modal untuk digunakan pada bidang usaha apapun tanpa
batasan. Sementara mudharabah muqayad pengelola dalam menggunakan
modal harus mengikuti jenis-jenis usaha yang telah ditentukan oleh pemilik
modal.
Kerjasama model mudharabah jika dilihat dari kuantitasnya dapat
dikelompokan menjadi mudharabah bilateral, dan mudharabah bertingkat
(multilateral).19 Pada model mudharabah bilateral bersifat personal, misalnya
A dan B.A sebagai shahibul mal dan B sebagai mudharib. Pada model seperti
ini tidak banyak menemukan kendala dalam penilaian pengelola, yang penting
A percaya dan rela modalnya dikelola oleh B. Untuk itu pembiayaan akad
mudharabah pada model seperti ini tidak diperlukan. Adapun mudharabah
bertingkat (bilateral) atau disebut mudharabah musyarakah terdiri dari tiga
tingkat yaitu:
1. tingkat pertama shahibul mal
2. tingkat kedua sebagai mudharib antara
3. tingkat ketiga mudharib akhir.
Pada kerjasama model mudharabah bertingkat akan banyak
menemukan kendala dalam akad, karena akan kesulitan dalam penilaian
kredibelitas mudharib.Untuk itu Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis
Ulama Indonesia menetapkan sebuah keputusan, bahwa dalam mudharabah
18
Taufiqul Hulam, Bisnis syariah, Jakarta: PT. Grafindo ,2010. hal 111
19
Evita Isretno Israhardi, Analisis Sistem Kejasama Ekonomi Islsm,Jakarta:Remaja Rosdakarya,2014. hal. 27
bertingkat harus ada pembiayaan akad.20Hal ini dilakukan agar dapat menjaga
keamanan modal yang diamanahkan shahibul mal ke mudharib antara.
Terlepas dari model-model mudharabah di atas, yang jelas
mudharabah berasal dari bahasa arab yang dalam artian kebahasaan (lughah) mudharabah berasal dari kata adhraba, yudhribu yang artinya memikul dari
kata tersebut dapat diistilahkan menjadi beraktifitas, berjalan, karena orang
yang beraktifitas, berjalan pada dasarnya memikul bumi.21Sementara dalam
fiqih klasik mudharabah diartikan dengan bagi hasil (qirad). Adapun dalam
istilah ekonomi syariah yang dimaksud dengan mudharabah adalah kerjasama
antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola (mud-harib), di mana
shahibul mal memberikan sejumlah modal kepada mudharib untuk dikelola
dengan rugi laba ditanggung bersama.22
1. Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam
Pada sistem ekonomi konvensional dikenal dengan modal
seminimal mungkin, mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.Hal ini
tidak dikenal pada sistem ekonomi syariah, karena pada sistem ekonomi
syariah memiliki prinsip keseimbangan, modal besar untung besar, modal
kecil untung kecil.23
Pada prinsip dasar ekonomi syariah banyak diutarakan oleh
ilmuwan muslim, Chapra misalnya, dalam Imamudin Yulaidi sebagaimana
20
Majelis Ulama Indonesia,Fatwa Dewan Syariah Nasional, Sekretariat Masjid Istiqlal, 2000.
21
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati,2000. hal 23
22
, DimasArdiansyah,Implentasi Pembiayaan Dengan Akad Mudharbah,Ciputat: Lentera Hati2013.79
23
yang dikutip oleh Muhammad. Muhammad mengemukakan bahwa, dalam
ekonomi syariah terdapat beberapa prinsip dasar yaitu:
1. Tauhid (keimanan atau Keesaan Tuhan)
2. tanggung jawab (Khilafah)
3. (al-Adl) adil
4. Nubuwwah (Kenabian) 5. Ma’ad (Hasil=return)
Di antara prinsip dasar diatas, maka prinsip tauhid menjadi pondasi
utama.Prinsip Tauhid ini merefleksikan bahwa pemilik dan penguasa
tunggal jagat raya ini adalah Tuhan Pencipta dan Pemelihara.
Dalam tauhid (akidah) dikenal dengan istilah pembenaran dengan
hati (tasdiq) pengakuan terhadap sang pencipta (iqrar), dan implementasi
dari keduanya (amal bi al-Arkan), karenanya Prinsip Tauhid ini yang
mendasari pemikiran Khilafah dan al-Adl.Dengan prinsip tauhid
dampaknya seseorang baik shahibul mal, maupun mudharibakan berlaku
adil dan jauh dari dusta dalam menjalankan kerjasama dalam hal apa-pun,
termasuk di dalamnya kerjasama pada syariah. Dengan demikian konsep
khilafah akan direfleksikan dalam kehidupan, khusus-nya di bidang
ekonomi syariah.Jiwa khilafah yang dibangun di atas pondasi akidah
membawa dampak pada prilaku adil, dan jujur.Tidak berlebihan jika
khilafah menjadi salah satu prinsip dasar ekonomi syariah setelah akidah.24
Khilafah atau Khalifah secara harfiah (bahasa) diartikan wakil,
pemelihara, atau pemimpin setelah Nabi Muhammad saw. Abu Bakar,
24
ZainulArifin,Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002 hal.196
Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib disebut khalifah, karena
kepemimpinanya setelah Nabi Muhammad SAW.Manusia sejak
keberadaanya diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, yang
bertanggung jawab mengelola bumi.Dalam pengelolaannya seorang
khalifah memiliki orientasi untuk kepentingan bersama, kesejahtraan
ber-sama.
Prinsip al-Adl merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan dari
prinsip Tauhid, dan Khilafah, karena jiwa bertauhid dan jiwa khilafah akan
diimplementasikan dalam al-Adl. Al-Adl atau adil yang dimaksud bukan
sama rata melaikan proporsional.25Al-Adl dalam konteks ekonomi syariah,
memenuhi kebutuhan hidup, menghargai sumber pendapatan, distribusi
pendapatan, dan kesejahteraan yang merata secara proporsional. M. Abdul
Mannan, sebagai mana yang dikutif oleh Muhammad Yulianto,
komentarnya bahwa prinsip ekonomi syariah sangatlah berbeda dengan
prinsip ekonomi modern.Perbedaan yang sangat nampak sekali pada sifat
dan volumenya.26Pada prinsip ekonomi modern masalah sangat
bergantung pada macam-macam tingkah prilaku individu, mereka tidak
memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat.Hal ini tentu
berbeda dengan prinsip sistem ekonomi syariah.Pada prinsip ekonomi
syariah tidak mengenal kebebasan distribusi yang tidak terbatas,
melainkan semuanya ada batasannya.27Singkatnya dalam ekonomi syariah
tidak hanya mempelajari individu sosial, melainkan manusia dengan bakat
25
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati,2000. hal 53
26
M. Abdul Mannan,Prinsip-pinsip Ekonomi Islam, Universitas Syiah, Bandung: Remaja Rosdakarya1993 hal 59
27
religiusnya. Untuk itu sistem ekonomi syariah merupakan perwujudan dari
paradigma Islam. Untuk itu hukum-hukum yang berkaitan dengan sistem
ekonomi syariah tidak dapat dilepaskan dari syariat Islam, yaitu al-Qur’an
dan hadis.
Di sisi lain Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam.Pada ekonomi syariah tidak dikenal dengan eksploitasi, dan
melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang.Ekonomi syariah
mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan
rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan
kesempatan seluas luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy
menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap
ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu
yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistic, logika
dan ushul fiqih.Sedangkan menurut Hasan Uzzaman, Ekonomi Islam
adalah suatu ilmu aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah
ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material
agar memenuhi kebutuhan manusia dan dapat menjalankan kewajibannya
kepada Allah dan masyarakat.
Sistem ekonomi syariah dimaksudkan untuk mengatur kegiatan
individu dalam masyarakat.Sistem ekonomi syariah diseluruh kegiatan dan
kebiasaan masyarakat bersifat dinamis dan adil dalam pembagian
pendapatan dan kekayaan dengan memberikan hak pada setiap individu
untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan mulia baik di dunia
maupun di akhirat nantinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para
pemikir ekonomi syariah melihat persoalan ekonomi tidak hanya berkaitan
dengan faktor produksi, konsumsi, dan distribusi, berupa pengelolaan
sumber daya yang ada untuk kepentingan bernilai ekonomis.Namun lebih
dari itu mereka melihat persoalan ekonomi sangat terkait dengan persoalan
moral, ketidak adilan, ketauhidan dan sebagainya. Ekonomi syariah
menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pondasinya.Hal inilah yang
membedakan dengan konsep ekonomi barat yang menempatkan
kepentingan individu sebagai landasannya.
2. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja sering juga diistilahkan dengan perjanjian untuk
melakukan suatu pekerjaan, dan lazim juga digunakan istilah perjanjian
perburuhan.
Secara umum yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah
perjanjian yang diadakan oleh 2 orang atau lebih yang mana suatu pihak
berjanji untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu salah satu
pihak menghendaki agar dari pihak yang lainnya melakukan sesuatu
menghendaki tersebut bersedia untuk memberikan upah, biasanya pihak
yang melakukan sesuatu pekerjaan tersebut adalah orang yang ahli seperti
notaris, dokter, pengacara, dll28
Perjanjian kerja ini dalam syariat Islam digolongkan kepada
perjanjian sewa menyewa (al ijarah) yaitu ijarah a’yan, yaitu sewa
menyewa tentang manusia untuk melakukan pekerjaan.Dalam istilah
hukum Islam pihak yang melakukan pekerjaan disebut dengan ajir,
sedangkan orang yang memperoleh manfaat dari pekerjaan ajir disebut
musta’jir.29
D. Kerjasama Dalam Lembaga Keuangan (BMT) Baitul Maal wa Tamwil 1. Pengertian Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
BMT (Baitul Maal Wa Tamwil ) atau padanan kata dari Balai Usaha
Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan
kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin.30
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi, pertama Baitut
Tamwil (bait = rumah, at tamwil = pengembangan harta) melakukan
kegiatan pengembangan usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama
dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
28
Imam Santoso, Fikih mu’amalah,Jakarta:Pusat Tribun,2003. hal. 65
29
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fikih Mua’malah, Yongyakarta: Pusat Pelajar,2007. hal.207
30
kegiatan ekonominya. Kedua, Baitul Maal(bait = rumah, maal = harta)
menerima titipan dana zakat, infak, dan shadaqah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanah.
2. Model pembiayaan dalam lembaga keuangan BMT
Dalam pembiayaan produktif, baik yang diperuntukkan sebagai
modal kerja maupun investasi, masyarakat dapat memilih empat model
pembiayaan BMT.Pola pembiayaan ini merupakan kontrak yang
mendasari berbagai produk layanan masyarakat BMT dalam usahanya.
Secara umum Ahmad Sumiyanto mengklasifikasikan pembiayaan BMT
dalam empat kategori yaitu
a. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman
dengan BMT berdasarkan akad al mudharabah, al musyarakah, al
muzaraah , al musaqah.
b. Prinsip jual beli
Sistem ini merupakan suatu cara jual beli yang dalam
pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi
kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian
bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya
tersebut dengan ditambah mark- up. Keuntungan BMT nantinya akan
dibagi kepada penyedia dana. Sistem jual beli ini berdasarkan akad
bai’ al murabahah, bai’ as salam, bai’ al istishna, bai’ bitsaman ‘ajil.
Traksaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat.Objek
transaksi dalam ijarah adalah jasa.Pada akhir masa sewa, BMT dapat
saja menjual barang yang disewakan kepada anggota. Karena dalam
kaidah Syariah dikenal dengan nama ijarah mutahiyah bit tamlik (sewa
yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).Harga sewa dan harga
jual disepakati pada awal perjanjian.
d. Prinsip jasa
Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar
akadnyaadalah ta’awuni atau tolong-menolong.
Berbagaipengembangan dalam akad ini meliputi:
1) Al Wakalah
Wakalah berarti BMT menerima amanah dari investor yang
akan menanam modalnya kepada anggota, investor menjadi
percaya kepada anggota karena adanya BMT yang akan
mewakilinya dalam penanaman investasi.Atas jasa ini, BMT dapat
menerapkan management fee yang besarnya tergantung kesepakatan para pihak.
2) Kafalah
Kafalah berarti pengalihan tanggung jawab seseorang yang
dijamin kepada orang lain yang menjamin.BMT dapat berperan
sebagai penjamin atas transaksi bisnis yang dijalankan oleh
anggotanya. Rekan bisnis anggota dapat semakin yakin atas
sejumlah dana yang terhutang. Atas jasa ini, BMT dapat
menerapkan management fee sesuai kesepakatan
3) Hawalah
Hawalah atau hiwalah berarti pengalihan hutang dari orang
yang berhutang kepada si penanggung. Hawalah dapat
terjadikepada :
a) factoring atau anjak piutang, yaitu anggota yang mempunyai
piutang mengalihkan piutang tersebut kepada BMT dan BMT
membayarnya kepada nasabah, lalu BMT akan menagih kepada
orang yang berhutang.
b) post date check, yaitu BMT bertindak sebagai juru tagih atas
piutang nasabah tanpa harus mengganti terlebih dahulu.
c) bill discounting, secara prinsip transaksi ini sama dengan
Hawalah pada umumnya.
4) Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai
jaminan atas pembiayaan yang diterimanya.Barang yang ditahan
adalah barang-barang yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Dalam sistem ini orang yang
menggadaikan barangnya tidak akan dikenai bunga tetapi BMT
dapat menetapkan sejumlah fee atau biaya atas pemeliharaan,
penyimpanan dan administrasi.Besarnya fee sangat dipengaruhi
3. Bentuk kerjasama BMT dalam pertanian
Dalam pertanian lembaga keuangan BMT menerapkan prinsip
kerjasama dengan prinsip bagi-hasil (syirah).Syirkah dalam bahasa Arab
berarti pencampuran atau interaksi atau membagi sesuatu antara dua orang
atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada. Prinsip syirkah dalam
produk pembiayaan BMT dapat dioperasikan dengan pola-pola kerjasama
sebagai berikut:31
a. Musyarakah
Merupakan kerjasama dalam usaha oleh dua pihak. Ketentuan
umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut :
1) Semua modal disatukan untuk menjadi modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
2) Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha.
3) Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
dengan tidak boleh melakukan tindakan seperti: menggabungkan
dana proyek dengan dana pribadi, menjalankan proyek dengan
pihak lain tanpa seizin pemilik modal lainnya, memberi pinjaman
kepada pihak lain.
31
Ahmad Sumiyanto.Teori Kajian kerjasama dalam ekonomi islam.Jakarta: PT Rineka 2008. Hal.153
Gambar 2.1
Aplikasi Akad musyarakah
Sumber :Pedoman Operasional, 2007: 170
b. Mudharabah
1) Pengertian mudharabah
Menurut Adiwarman A. Karim pembiayaan mudharabah
adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan
sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya
untuk dikelola oleh kedua pihak, yakni si pelaksana usaha, dengan
tujuan untuk mendapatkan untung. Dalam pelaksanaan pembiayaan
mudharabah Ahmad Sumiyanto memaparkan beberapa ketentuan
umum yang berlaku adalah:
a) Jumlah modal yang diserahkan kepada anggota selaku
pengelola modal harus diserahkan secara tunai, dapat berupa
uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang.
lembaga keuagan BMT Nasabah Petani Tebu Modal % Modal % Usaha Laba - Rugi Bagi hasil sesuai kesepakatan
b) Apabila uang diserahkan secara bertahap, harus jelas dan
disepakati bersama.
c) Hasil dari pengelolaan pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara yaitu:
(1) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad,
pada bulan atau waktu yang ditentukan. Pemilik modal
menanggung seluruh kegiatan kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak pengelola.
(2) Pemilik modal berhak melakukan pengawasan terhadap
pekerjaan. Namun, tidak berhak mencampuri urusan
pekerjaan anggota.
2) Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah
a) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksanaan usaha)
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku.
Pihak pertama bertindak sebagai pelaksana pemilik modal
(shahib al-mal),sedangkan pihak kedua bertindak sebagai
pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini,
maka akad mudharabah tidak ada.
b) Objek mudaharabah (modal dan kerja)
Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan
kerjanya sebagai objek mudharabah.Modal yang diserahkan
bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai
keahlian, ketrampilan, sellingskill, managementskill, dan
lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak akan
ada.
c) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi
dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela).Disini kedua
belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan
diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan
perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si
pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan kerja.
d) Nisbah Keuntungan
Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh
kedua pihak yang bermudharabah.Mudharib mendapatimbalan
atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yangakan
mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan.
3) Ketentuan Kerjasama Mudharabah
Kerjasama shahibul maaldalam memberikan dana 100%
kepada mudharibadalah :
a) Jumlah modal yang diserahkan kepada anggota selaku
pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang
b) Apabila uang diserahkan secara bertahap, harus jelas
tahapannya dan disepakati bersama.
c) Hasil dari pengelolaan pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara yaitu: pertama hasil usaha
dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada bulan atau
waktu yang ditentukan. BMT selaku pemilik modal
menanggung seluruh kegiatan kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak pengusaha. Kedua BMT berhak
melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan anggota.32
Gambar 2.2
Aplikasi Akad Mudharabah
32
Ahmad Sumiyanto.Teori Kajian kerjasama dalam ekonomi islam.Jakarta: PT Rineka 2008. Hal.154
petani Tebu AkadMudharabah
Tenaga kerja Proyek Usaha Laba-Rugi Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan Modal 100 % Nisbah % Nisbah % BMT
Sumber :Pedoman Operasional, 2007: 164
4) Kedudukan Mudharabah
Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya
perbedaan-perbedaan keadaan. Maka kedudukan harta yang dijadikan modal dalam
mudharabah juga tergantung pada keadaan.Karena pengelola modal
perdagangan mengelola modal tersebut atas izin pemilik harta, maka
pengelola modal merupakan wakil pemilik barang tersebut dalam
pengelolaannya dan kedudukan modal adalah sebagai wikalah ‘alaih
(objek wakalah).
Ketika harta ditasharrufkan oleh pengelola, harta tersebut berada
di bawah kekuasaan pengelola, sedang harta tersebut bukan miliknya,
sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanah (titipan). Apabila
harta itu rusak bukan kerena kelalaian pengelola, ia tidak wajib
mengantinya. Bila kerusakan timbul karena kelalaian pengelola, ia
wajib menanggungnya.33
Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila
ada keuntungan dalam pengelolaan uang, laba itu dibagi dua dengan
persentase yang telah disepakati. Karena bersama-sama dalam
keuntungan, maka mudharabah juga sebagai syirkah.Ditinjau dari segi
keuntungan yang diterima oleh pengelola harta, pengelola mengambil
upah sebagai bayaran dari tenaga yang dikeluarkan, sehingga
33
mudharabah dianggap sebagai ijarah (upah-mengupah atau
BAB III
METODE PENELITIAN
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini, agar tidak menimbulkan kerancuan, sebagai
berikut :
G. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dengan
menggunakan pendekatan kualitatif analisis.Pendekatan kualitatif analisis
adalah suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena-fenomena buatan
manusia.Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan dan perbedaan antara yang satu dengan fenomena yang
lainnya.
H. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data dalam permasalahan yang dikaji, maka
penelitian ini dilakukan pada BMT Agam Madani Nagari Lawang yang
berlokasi di Jalan Pasar Lawang Jorong Ketaping Kec. Matur
Kab.Agam.Penelitian ini mulai dilakukan pada tanggal 26 Mei 2016 s/d 26
I. Sumber Data
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber aslinya
dan juga secara langsung dari narasumber tanpa perantara.34Data primer
dalam penelitian ini berupa hasil dari jawaban dan tanggapan informan atas
wawancara yang dilakukan pada pihak BMT yaitu Manager dan anggota
bagian pembiayaan BMT Agam Madani Nagari Lawang.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan pembahasan, literatur, serta sumber lainnya yang
berkaitan dengan objek penelitian.35
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pustaka berupa
teori-teori tentang penelitian serta data yang diberikan oleh pihak BMT
yaitu Manager BMT Agam Madani Nagari Lawang.
J. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:
1. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah pengamatan langsung dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.Dalam penelitian ini peneliti
mengamati secara langsung tentang sistem kerjasama yang dilakukan oleh
pihak BMT Agam Madani dengan petani yang ada di Nagari Lawang
34
Joko subagyo.Metodologi penelitian dalam teori dan paraktek. Jakarta: PT Rineke Cipta. 1999. hal. 87
35
Sugiono , Metodologi penelitian kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet. 2011. Cet-12. hal .225
Jorong Ketaping.36
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung.Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap
pihak BMT yaitu manager BMT dan anggota bagian pembiayaan BMT
Agam Madani Nagari Lawang serta Nasabah atau petani tebu yang ikut
dalam kerjasama tersebut.
K. Informan Penelitian
Informan yaitu orang yang memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian.37Informan dalam penelitian ini terdiri dari:
Tabel 3.1 Tabel Informan
Kelompok informen Jumlah
Pihak BMT 2 orang
Nasabah / petani tebu 8 orang
Jumlah informen 10 orang
L. Teknik Analisa Data
Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas dalam analisis data melalui tahap-tahap sebagai berikut:
36
Usman Husaini dan Purnomo Setyadi Akbar, metodologi penelitian sosial. Jakarta: PT. Bumi aksara, 2009, hal. 52-55
37
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandun: PT RemajaRosdakarya,2009, cet.ke-5 hal 90
Reduksi data yaitu dengan cara mereduksi data berarti, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
memudahkan peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya
bila diperlukan.Data ini diperoleh melalui wawancara, kegiatanlapangan dan
lainnya yang diberikan kepada penulis.
Setelah melakukan reduksi data, data yang didapat kemudian disajikan
yang disebut dengan penyajian data.Penyajian data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.Data dan informasi yang sudah
diperoleh dilapangan dimasukkan kedalam suatu teks.Penyajian data dapat
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Monografi BMT Agam Madani Nagari Lawang
Bagian ini mendeskripsikan mengenai BMT Agam Madani Nagari
Lawang yang dipilih sebagai daerah penelitian.
1. Sejarah Berdirinya BMT Agam Madani Nagari Lawang
Pendirian BMT Agam Madani Nagari Lawang dilatarbelakagi
oleh rasa kepedulian terhadap masyarakat sekitar dan upaya peningkatan
pembangunan ekonomi melalui usaha koperasi, mengingat koperasi yang
bergerak dalam usaha layanan anggota pada khususnya dan memberikan
kemaslahatan kepada masyarakat dengan menggunakan manajemen usaha
bersama dengan menerapkan sistem syari’ah atau bagi hasil, didorong oleh
keinginan dan niat kuat untuk memberikan alternatif keuangan yang lebih
bersih, saling menguntungkan dan bebas dari riba, sampai saat ini tetap
komitmen berada dijalur syari’ah.
Permasalahan yang mendasar bagi masyarakat untuk berusaha
selama ini adalah masalah modal, namun dengan kehadiran BMT Agam
Madani ini dengan pola kerjasama yang berdasarkan syariah dalam bentuk
bagi hasil, masyarakat merasa sangat terbantu, sebagai sebuah Lembaga
Ekonomi Mikro di Nagari Lawang Kecamatan Matur Kabupaten Agam.
BMT Agam Madani Lawang ini telah membawa dampak yang sangat
besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat terutama bagi masyarakat