• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inversi Impedansi Akustik dengan Model-Based Inversion untuk Identifikasi Coal Bed Methane (CBM) pada Formasi Sajau, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inversi Impedansi Akustik dengan Model-Based Inversion untuk Identifikasi Coal Bed Methane (CBM) pada Formasi Sajau, Kalimantan Timur"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Inversi Impedansi Akustik dengan Model-Based Inversion untuk

Identifikasi Coal Bed Methane (CBM) pada Formasi Sajau,

Kalimantan Timur

Diana Putri Hamdiana1, Supriyanto2, Agus Santa Ginting3 1,2

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok

3

Pusat Riset & Kerja Sama

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran, Bandung

Abstrak

Formasi Sajau berada di Cekungan Berau, dimana formasi ini merupakan lapisan pembawa gas metan dalam batubara. Batuan yang menyusun Formasi Sajau terdiri dari perselingan batupasir, batulempung dan batubara; dimana batupasir konglomeratan berkembang di bagian atas dari sikuen batuan Formasi Sajau. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data seismik 2D post-stack time migration dan data sumur untuk identifikasi reservoar coal bed

methane pada Formasi Sajau menggunakan metode inversi seismik. Inversi yang digunakan

adalah model-based inversion dengan teknik soft constraint. Penulis juga membandingkan hasil inversi tersebut dengan hasil sparse spike inversion. Nilai error pada model based inversion yaitu 2271,1. Hasil inversi impedansi menunjukkan reservoar coal bed methane ditemukan pada zona batubara 1 dan 2 di Formasi Sajau. Kedua zona batubara di Formasi Sajau memiliki impedansi akustik berkisar 6600 - 8219 gr / cc * ft / s. Zona batubara 1 memiliki kandungan gas in-place sebesar 118,15 BCF. Zona batubara 2 memiliki kandungan

gas in-place sebesar 163,98 BCF. Hasil model-based inversion menunjukkan persebaran

reservoar coal bed methane di Formasi Sajau. Perhitungan GIP dari reservoar coal bed

methane di Formasi Sajau yaitu 282,13 BCF.

Kata Kunci : Coal Bed Methane; Impedansi Akustik; Model-Based Inversion; Sparse Spike

Inversion; Gas In-Place

Abstract

The Sajau Formation is located at Berau Basin, which contains bearing formation coal bed methane. The Sajau Formation consists of interbedded of sandstone, claystone and coal; which is conglomeratic sandstone in upper part of the formation. In this study, we have performed 2D post-stack time migration and well data to identify coal bed methane in Sajau Formation using seismic inversion method. The inversion is carried out by model-based inversion with respect to soft constraint technique. We have also compared to the result with sparse spike method. The error of model-based inversion calculated 2217,1. The result of inversion show coal bed methane is found on two coal zones at the Sajau Formation. In the Sajau Formation, two coal zones have acoustic impedance range 6600 - 8219 g / cc * ft / s.

(2)

Zone 1 has a gas in-place at 118.15 BCF. Zone 2 has a gas in-place at 163.98 BCF. Model-based inversion result shows the distribution of reservoir coal bed methane at the Sajau Formation. The calculated of gas in-place from reservoir coal bed methane at the Sajau Formation is 282,13 BCF.

Keywords : Coal Bed Methane; Acoustic Impedance; Model-based Inversion; Sparse Spike Inversion; Gas in-place

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki ketergantungan yang besar dengan minyak bumi untuk sektor transportasi dan industri. Hal ini bisa mengakibatkan menurunnya jumlah cadangan minyak bumi. Pada tahun 2003, pemerintah menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) tahun 2003-2020. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien. Ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi tertentu harus dikurangi dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi alternatif dan penggunaan teknologi dengan energi secara efisien perlu ditingkatkan (Deptamben, 2004). Oleh karena itu, Pemerintah harus mendapatkan sumber energi alternatif dan mempunyai jumlah cadangan energi yang besar agar Kebijakan Energi Nasional bisa tercapai.

CBM merupakan sumber energi alternatif. Coal Bed Methane (CBM) atau Gas Metan-B adalah gas metan yang terdapat di dalam batubara. Oleh karena itu, gas metan dapat diproduksi secara berkelanjutan apabila terdapat lapisan batubara. Proses pembentukan CBM terdiri dari 2 cara yaitu secara biogenik dan thermogenik. Total cadangan CBM di Indonesia berkisar antara 400 – 453 Trilliun Cubic Feet (TCF) tersebar dalam 11 cekungan di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi (Kementrian ESDM, 2012). Dengan demikian, CBM merupakan sumber energi alternatif dan mempunyai jumlah cadangan energi yang besar.

Salah satu metoda pengolahan data yang digunakan untuk mengidentifikasi gas metan di dalam batubara yaitu metode inversi impedansi akustik. Metode ini merupakan metode seismik inversi. Secara umum, metode seismik inversi adalah suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik dan data sumur sebagai pengontrolnya (Sukmono, 2007). Hasil dari metode inversi impedansi akustik berupa model impedansi akustik. Model impedansi akustik merupakan salah satu atribut seismik yang berguna untuk mengidentifikasi reservoar.

(3)

Lokasi penelitian untuk menjalankan metode inversi impedansi akustik menempatkan fokus penelitian pada cekungan batubara Berau yang terletak di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Batubara yang terdapat dalam Formasi Sajau menunjukkan jenis lignite yang mempunyai jumlah cadangan mencapai 225.000.000 ton dan total ketebalan 90 meter (Delmar Mining, 2005). Hal ini mengindikasikan potensi yang besar keterdapatan gas metan dalam batubara (CBM). Oleh karena itu, metode inversi impedansi akustik yang dilakukan pada Formasi Sajau dapat digunakan untuk mengidentifikasi gas metan dalam batubara (CBM).

Gambar 1. Lokasi penelitian inversi impedansi akustik untuk identifikasi coal bed methane pada Formasi Sajau di Cekungan Berau, Kalimantan Timur

TINJAUAN TEORITIS 1. Impedansi Akustik

Impedansi akustik merupakan perkalian antara densitas dengan kecepatan penjalaran gelombang dalam medium (Suprajitno, 2000). Impedansi akustik dianalogikan sebagai

acoustic hardness (Sukmono, 1999). Secara sederhana, impedansi akustik dapat diartikan

(4)

kekerasannya semakin besar. Contoh, limestone yang mempunyai nilai impedansi akustik yang tinggi sedangkan claystone yang memiliki nilai impedansi akustik yang rendah.

Secara matematis, impedansi akustik dinyatakan dalam bentuk persamaan : 𝐴𝐼 = 𝜌 𝑥 𝑉 (1)

Dimana,

ρ = densitas batuan

V = kecepatan batuan

Perubahan nilai impedansi akustik berhubungan dengan jenis batuan, perlapisan sedimen, ketidakmenerusan lapisan dan keberadaan fluida pada pori batuan. Keberadaan gas dalam batuan reservoar menyebabkan impedansi akustik yang lebih rendah, dikarenakan adanya gas dapat menyebabkan mengecilnya kecepatan gelombang seismik ketika menjalar pada batuan reservoar tersebut.

2. Inversi Seismik

Inversi seismik didefinisikan sebagai teknik pemodelan geologi bawah permukaan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrolnya (Sukmono,2007). Proses inversi adalah kebalikan dari proses forward modelling. Forward

Modelling adalah proses konvolusi antara koefisien reflektifitas dengan wavelet yang

menghasilkan seismogram sintetik. Oleh karena itu, Inversi Seismik adalah proses dekonvolusi dari seismogram sintetik dengan wavelet.

(5)

Metode inversi seismik dibagi menjadi 2 kelompok (Russell, 1988) yaitu inversi

pre-stack dan inversi post-pre-stack. Inversi pre-pre-stack terdiri dari Tomography Time Inversion dan Inversion Amplitude (AVO). Inversi post-stack terdiri dari Amplitude Inversion dan Wavefield Inversion. Amplitude Inversion terdiri dari Band limited Inversion, Sparse Spike Inversion

dan Model-Based Inversion.

Gambar 3. Metode inversi seismik (Russell, 1988)

Hasil inversi seismik berupa impedansi meliputi Acoustic Impedance (AI) dan Shear

Impedance (SI). Kedua impedansi tersebut merupakan parameter dari suatu lapisan batuan.

Oleh karena itu, impedansi akustik adalah sifat batuan yang dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur, maka impedansi akustik dapat digunakan sebagai indikator litologi, hidrokarbon, pemetaan litologi, pemetaan satuan aliran sampai dengan analisa kuantitaif (Sukmono, 2000).

2.1. Model-Based Inversion

Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya dengan data rill seismik. Hasil perbandingan tersebut digunakan secara iteratif memperbaharui model untuk menyesuaikan dengan data seismik (Russel,1988). Metode ini dikembangkan untuk mengatasi masalah yang tidak dapat dipecahkan menggunakan metode band limited inversion.

Keuntungan metode model-based inversion adalah metode ini tidak menginversi langsung dari seismik melainkan menginversi model geologinya. Permasalahan menggunakan metode ini adalah :

(6)

1. Sifat sensitif terhadap bentuk wavelet, dimana dua wavelet berbeda dapat menghasilkan

trace seismik yang sama.

2. Sifat ketidakunikan (non-uniqueness) untuk wavelet tertentu dimana semua hasil sesuai dengan trace seismik pada lokasi sumur yang sama.

2.2. Sparse Spike Inversion

Prinsip metode ini adalah mengasumsikan bahwa reflektivitas yang sebenarnya dapat diasumsikan sebagai seri dari spike-spike besar yang bertumpukan dengan spike-spike yang lebih kecil sebagai background, kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model tersebut. Sparse spike mengasumsikan bahwa hanya spike yang besar yang penting. Inversi ini mencari lokasi spike yang besar dari trace seismik. Spike-spike tersebut terus ditambahkan sampai trace dimodelkan secara cukup akurat. Parameter yang ditambahkan pada metode ini adalah menentukan jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap

trace seismik.

Menurut Sukmono (2007), model dasar trace seismik didefinisikan dengan : 𝑆 𝑡 = 𝑊 𝑡 ∗ 𝑅 𝑡 + 𝑛(𝑡) (2)

Persamaan tersebut mengandung tiga variabel yang tidak diketahui sehingga sulit untuk menyelesaikan persamaan tersebut, namun dengan menggunakan asumsi tertentu permasalahan dekonvolusi dapat diselesaikan dengan beberapa teknik dekonvolusi yang dikelompokkan dalam metode sparse spike. Teknik-teknik tersebut meliputi :

1. Inversi dan dekonvolusi maximum likelihood 2. Inversi dan dekonvolusi linear programming

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode inversi impedansi akustik untuk mengidentifikasi gas metan dalam batubara (CBM). Input data yang digunakan dalam metode inversi impedansi akustik berupa data sumur dan data seismik 2D post-stack. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : melakukan korelasi sumur dan geological marker pada data sumur; kemudian hasil tersebut diintegrasikan dengan data seismik melalui well-seismic tie; setelah itu melakukan seismik inversi berupa inversi impedansi akustik; selanjutnya menganalisa reservoar dan menentukan daerah yang prospek dari hasil inversi impedansi akustik. Hasil akhir dari penelitian ini berupa model impedansi akustik. Model impedansi akustik merupakan salah satu atribut seismik yang berguna untuk mengidentifikasi reservoar.

(7)

Oleh karena itu, metode inversi impedansi akustik yang dilakukan pada formasi Sajau dapat digunakan untuk mengidentifikasi gas metan dalam batubara (CBM). Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 4. Diagram alur penelitian

HASIL & PEMBAHASAN 1. ANALISA DATA SUMUR

Reservoar dalam penelitian ini adalah coal bed methane. Coal bed methane merupakan gas metan yang terdapat di dalam batubara. Jadi, penulis melakukan geological marker terhadap reservoar batubara.

(8)

2. ANALISA WELL SEISMIC TIE

Well seismic tie merupakan suatu proses dimana data sumur diikat terhadap data

seismik. Dari proses well seismic tie, bisa dilihat geological marker yang dibuat pada data seismik. Oleh karena itu, penulis dapat melakukan interpretasi seismik seperti picking horizon dan fault.

Gambar 6. Well seismic tie dengan nilai korelasi 0,822

3. ANALISA MODEL INISIAL IMPEDANSI AKUSTIK

Model inisial impedansi akustik menunjukkan hasil yang cukup baik jika nilai impedansi akustik yang mengikuti data log impedansi akustik dari data sumur. Hasil analisa inversi impedansi akustik terhadap model inisial impedansi akustik dengan metode model based mempunyai nilai error yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode sparse spike. Jadi, metode yang terbaik untuk melakukan proses inversi impedansi akustik pada daerah penelitian yaitu metode model-based dengan teknik soft contraint.

Gambar 7. Model inisial impedansi akustik arah NW-SE pada Formasi Sajau menggunakan metode Model-Based dengan teknik soft contraint

(9)

4. ANALISA HASIL INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK

Penelitian ini menggunakan metode inversi impedansi akustik. Metode inversi impedansi akustik merupakan salah satu metode inversi seismik yang menggunakan impedansi akustik untuk mengidentifikasi reservoar. Impedansi akustik merupakan sifat batuan yang dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur, maka impedansi akustik dapat digunakan sebagai indikator litologi dan gas.

Reservoar dalam penelitian ini adalah coal bed methane. Coal bed methane merupakan gas metan yang terdapat di dalam batubara. Hasil inversi impedansi akustik pada penelitian ini berupa penampang nilai impedansi akustik di daerah penelitian. Jadi, nilai impedansi akustik batubara di Formasi Sajau dapat digunakan untuk mengidentifikasi reservoar coal bed

methane pada Formasi Sajau.

Gambar 8. Penampang impedansi akustik pada Formasi Sajau arah NW-SE menggunakan metode Model-Based dengan teknik soft contraint

5. ANALISA PETA STRUKTUR WAKTU

Peta struktur waktu dibuat berdasarkan hasil picking horizon dan fault. Peta ini berada dalam domain waktu. Dari peta struktur waktu, diperoleh informasi waktu tempuh. Oleh karena itu, informasi waktu tempuh yang didapat dari peta struktur waktu zona batubara 1 dan

(10)

2 dapat digunakan untuk menganalisa kecepatan gelombang seismik yang menjalar pada batubara dan menghasilkan peta struktur kedalaman.

Gambar 9. Peta struktur waktu zona batubara 1 pada Formasi Sajau

(11)

6. ANALISA PETA STRUKTUR KEDALAMAN

Peta struktur kedalaman merupakan hasil konversi peta struktur waktu menggunakan

horizon keyed velocity PSDM. Peta ini dalam domain kedalaman. Dari peta struktur

kedalaman, dapat diketahui informasi kedalaman dari objek penelitian. Oleh karena itu, informasi kedalaman yang didapat dari peta struktur kedalaman zona batubara 1 dan 2 dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan eksplorasi reservoar coal bed methane pada Formasi Sajau.

Gambar 11. Peta struktur kedalaman zona batubara 1 pada Formasi Sajau

(12)

7. ANALISA VOLUMETRIK

Perhitungan GIP setiap zona batubara di Formasi Sajau, maka terlebih dahulu ditentukan masing-masing lead pada masing masing zona batubara. Lead memberikan informasi mengenai potensi reservoar coal bed methane yang diduga prospek pada suatu lapangan. Lokasi lead ditentukan berdasarkan peta struktur kedalaman, yakni melihat elemen-elemen struktural yang terlihat pada peta tersebut. Berdasarkan informasi lokasi lead, coal thickness,

net/gross, density dan gas content, penulis mencari nilai sweetspot area, bulk volume, net volume, mass rock unit dan gas volume (GIP).

Gambar 13. Peta persebaran lead zona batubara 1 pada Formasi Sajau

(13)

Tabel 1. Hasil perhitungan GIP zona batubara 1 pada Formasi Sajau

Parameter Unit Coal Zone 2

Lead-a Lead-b

Sweetspot Area Acre 9.584,73 6.720,64

Coal Thickness ft 43,53 43,53

Bulk Volume

acre feet 417.223,12 292.549,50

cm3 514637144342774,00 360854498333386,00

yard 673119832,34 471979766,89

Net / Gross frac 0,90 0,90

Net Volume acre feet 375.500,81 263.294,55 cm3 463173429908497,00 324769048500048,00 yard 605807849,11 424781790,20 Density gr/cm3 1,18 1,18 ton/yard 0,99 0,99

Mass Rock Unit gram 546544647292026,00 383227477230056,00

ton 602.462.221,95 422.435.895,38

Gas Content scf/ton 165,43 165,43

Gas Volume SCF 99.665.927.840,11 69.883.992.609,21

BCF 99,67 69,88

Tabel 2. Hasil perhitungan GIP zona batubara 2 pada Formasi Sajau

Parameter Unit Coal Zone 1

Lead-a Lead-b

Sweetspot Area Acre 11.369,47 6.655,80

Coal Thickness ft 28,37 28,37

Bulk Volume

acre feet 322.551,84 188.825,16

cm3 397861830939818,00 232912404776034,00

yard 520383520,47 304637861,02

Net / Gross frac 0,90 0,90

Net Volume acre feet 290.296,65 169.942,64 cm3 358075647845836,00 209621164298430,00 yard 468345168,42 274174074,92 Density gr/cm3 1,18 1,18 ton/yard 0,99 0,99

Mass Rock Unit gram 422529264458087,00 247352973872148,00

ton 465.758.691,02 272.659.924,46

Gas Content scf/ton 159,42 159,42

Gas Volume SCF 74.251.250.522,23 43.467.445.157,81

(14)

KESIMPULAN

1. Metode inversi impedansi akustik yang digunakan dalam penelitian adalah metode

Model-Based dengan menggunakan teknik soft constraint. Soft constraint dalam

penelitian ini merupakan suatu parameter yang dipengaruhi oleh data seismik dan model inisial awal. Metode ini memiliki error sebesar 2271,1 dan nilai korelasi antara seismogram sintetik dengan data seismik riil sebesar 0,955.

2. Berdasarkan hasil inversi impedansi akustik, reservoar coal bed methane ditemukan di zona batubara 1 dan 2 pada Formasi Sajau. Keduanya memiliki nilai impedansi akustik berkisar 6600 - 8219 gr/cc * ft/s.

3. Perhitungan GIP setiap zona batubara di Formasi Sajau, maka terlebih dahulu ditentukan masing-masing lead pada masing masing zona batubara. Pada zona batubara 1 ditentukan dua lead yakni Lead-a dan Lead-b; dengan nilai GIP Lead-a sebesar 74,25 BCF dan nilai GIP Lead-b sebesar 43,47 BCF. Sedangkan pada zona batubara 2 ditentukan dua lead yakni Lead-a dan Lead-b; dengan nilai GIP Lead-a sebesar 99,67 BCF dan nilai GIP

Lead-b sebesar 69,88 BCF.

SARAN

Pada penelitian ini diperlukan metode geofisika lainnya seperti metode GPR dan metode resistivitas agar bisa melengkapi kekurangan dari metode inversi impedansi akustik. Hal ini ditujukan agar semakin akurat dalam identifikasi reservoar coal bed methane pada Formasi Sajau.

KEPUSTAKAAN

Delmar Mining, 2005. Laporan Eksplorasi Batubara Konses PKP2B PT. Delmar Mining, Di

Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur (tidak dipublikasikan).

Deptamben, 2004. Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE)/KEN 2003-2020. <www. Casindo-info-MEMR-Pusdatin.pdf>

Hamdiana, Diana P., Rahmi, Shafa., Satrio, Ichwan., and Supriyanto. 2012. Application

Acoustic Impedance Inversion to Identification Coal Bed Methane (CBM) of Sajau Formation in Berau Basin, East Kalimantan : Proceedings 6th Kentingan Physics Forum International Conference on Physics and Its Applications (ICOPIA), p. 161-165.

(15)

Hamdani, A.H. Kontrol Tektonik terhadap Kelimpahan Gas Metan Batubara dalam Formasi

Sajau Di Cekungan Berau. Disertasi S3, UNPAD (tidak diterbitkan).

Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Schlumberger Oil Field Services. Jakarta.

Fujita, Kazuo. 2009. Sekitan no hon. Nikkan Kōgyō Shinbunsha.

Ulanovskii, M.L. 2011. Origin of Methane in Coal Beds in The Initial and Intermediate

Stages of Coalification: Coke and Chemistry, v. 54, no. 1, p. 4-6.

Munadi, Suprajitno. 2000. Aspek Fisis Seismologi Eksplorasi. Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Indonesia. Depok.

Mussett, Alan and Khan, M. Aftab. 2000. Looking Into the Earth. Cambridge University Press.

Remner, D.J., Ertekin,T., Sung,W., and King,G.R., 1986. A Parametric Study of The Effects

of Coal Seam Properties on Gas Drainage Efficiency: SPE Reservoir Engineering, p.

633–645.

Rice D.D., Claypool G. E. 1981. Generation, Accumulation and Resources Potential of

Biogenic Gas: American Association of Petroleum Geologists Bulletin, v. 65, no. 1,

p. 5-25.

Rider, Malcolm. 2002. The Geological Interpretationof Well Logs. Rider-French Consulting Ltd. Scotland.

Russell, Brian. 1988. Introduction to Seismic Inversion. SEG. Tulsa.

Sheriff, R.E. and Geidart, L.P. 1995. Exploration Seismology : 2nd Edition. Cambridge University Press. Tulsa.

Situmorang, R.L. and Burhan, G. 1992. Geological Map of the Tanjungredeb Quadrangle,

Kalimantan, scale 1:250.000. Geological Research and Development Centre, Bandung

Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi. Geophysical Engineering, Bandung Institute of Technology. Bandung.

Sukmono, S. 2000. Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoar. Geophysical Engineering, Bandung Institute of Technology. Bandung.

Sukmono, S. 2007. Fundamentals of Seismic Interpretation. Geophysical Engineering, Bandung Institute of Technology. Bandung.

Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi. Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia. Depok.

Thiessen R. 1974. The Coal Thin-Section Slide Collection of The U.S. Geological Survey: Geological Survey Bulletin, p. 1432.

(16)

Tissot, B. P. and Welte, D. H. 1984. Petroleum Formation and Occurrence: Springer-Verlag, p. 699. New York.

Tossin S. and Kadar R. 1996. Tipe Reservoir Sedimen Miosen Tengah di Sub Cekungan

Referensi

Dokumen terkait