BAB V
INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN
SANITASI
5.1. Area berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya
5.1.1 EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan studi singkat dengan bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan warga, studi sanitasi yang diteliti mencakup :
1). Kondisi kesehatan meliputi sistem penyedian air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah.
2). Perilaku dengan higienitas dan sanitasi meliputi cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah.
Dalam Pelaksanaan EHRA yang menjadi penanggung jawab serta pelaksana adalah Pokja Sanitasi Kabupatem Bojonegoro, untuk kegiatan pelaksanaannya di mulai bulan November 2011. Hasil EHRA ini diharapkan untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan Buku Putih Sanitasi dan perencanan program-program sanitasi di tingkat kabupaten. Serta mengakomodasi variabel-variabel yang muncul dari kondisi sanitasi Kabupaten Bojonegoro.
A. Persampahan
Hasil studi EHRA di Kabupaten Bojonegoro diketahui sebesar 30% responden membuang sampah dengan cara membuang sampahnya di dalam rumah atau di tempat bersama untuk kemudian diangkut petugas. Kelompok kedua yang cukup besar adalah responden yang membuang sampah dibuang dan dikubur dilubang sebanyak 22,75%, ketiga cara pembuangan sampah dengan cara dibakar sebanyak 20,75%. Sementara, responden yang membuang ke tempat terbuka/lahan kosong sebanyak 20,5%, responden yang membuang ke sungai sebanyak 4,75%, sementara yang pembuangan sampahnya hanya dibiarkan saja sebesar 1,25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.1 Cara pembuangan sampah.
Tabel 5. 1 Cara Pembuangan Sampah
Keterangan Frekuensi Prosentase
Cara pembuangan sampah
Dibuang dan dikubur dilubang 91 22,75 % Diangkut tukang sampah, di TPS 120 30 %
Dibakar 83 20,75 %
Dibuang ke suangai 19 4,75 %
Dibiarkan saja 5 1,25 %
Dibuang ke lahan kosong 82 20,5 %
Total 400 100 %
Sumber: Hasil Studi EHRA
B. Air Limbah Rumah Tangga (Domestik)
Hasil survei EHRA diketahui fasilitas BAB di Kabupaten Bojonegoro yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik (tempat terakhir kali BAB) yaitu sebesar 43,80%. Sementara, jumlah rumah tangga yang membuang tinja ke cubluk atau lubang tanah sebesar 39,80%, dan yang langsung menyalurkan ke ruang terbuka atau tidak ada fasilitas sebesar 16,4%. Untuk lebih jelasnya mengenai tempat penyaluran buang akhir tinja dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5. 2 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Keterangan Frekuensi Prosentase
Tempat penyaluran buangan akhir tinja Tangki septik 175 43,80% Cubluk/lobang tanah 159 39,80% Langsung ke drainase 41 10,20% Sungai/danau 16 4,00% Kebun 9 2,20% Total 400 100,00%
Sumber: Hasil Studi EHRA
Dari hasil wawancara diperoleh sekitar 43,80% rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro yang melaporkan menggunakan tangki septik. Namun, data yang didasarkan pada laporan verbal ini tidak memberi petunjuk tentang kualitas atau keamanan tangki septik yang digunakan rumah tangga. Untuk melihat apakah yang dilaporkan sebagai tangki septik adalah benar tangki septik. EHRA kemudian menindaklanjuti dengan pertanyaan:
1). Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan? 2). Kapan tangki septik dikosongkan?
Secara mudah klaim tangki septik diragukan atau dicurigai keliru bila tangki septik dibangun lebih dari lima tahun lalu namun belum pernah dikuras atau dikosongkan sekalipun. Bila pernah dikosongkan, EHRA mencurigai bahwa klaim responden itu benar.
Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk pun dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk.
Tabel 5. 3 Tangki Suspek Aman
Keterangan Frekuensi Prosentase
Sudah berapa lama tangki septik ini dibuat/dibangun?
0-12 bulan yang lalu 5 2,80% 1-5 tahun yang lalu 68 38,60% Lebih dari 5-10 tahun
yang lalu 60 34,10%
Lebih dari 10 tahun 39 22,20%
Tidak tahu 3 2,30%
Total 175 100,00%
Sumber: Hasil Studi EHRA
Tabel 5. 4 Pengurasan Tangki Septik
Keterangan Frekuensi Prosentase
Kapan tangki septik terakhir dikosongkan
0-12 bulan yang lalu 35 20,00% 1-5 tahun yang lalu 12 6,90% Lebih dari 5-10 tahun
yang lalu 6 3,40%
Lebih dari 10 tahun 116 66,30%
Tidak pernah 2 1,10%
Tidak tahu 4 2,30%
Total 175 100,00%
Sumber: Hasil Studi EHRA
Seperti pada tabel di atas, sebesar 43,80% yang melaporkan menggunakan jamban siram ke tangki septik, sebesar 34,10% melaporkan tangki septiknya dibangun lebih dari 5 tahun lalu. Dari sejumlah itu, sebagian besar sekitar 66,3% melaporkan bahwa tangki septiknya 10 tahun lebih baru dikosongkan sehingga mengindikasikan bahwa yang digunakan responden bukan tangki septik melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki.
C. Drainase
Dari rumah tangga yang melaporkan pernah mengalami banjir, kebanyakan atau sekitar 31,0% melaporkan banjir terjadi sekali dalam setahun. Namun jumlah rumah tangga yang mengalami banjir beberapa kali dalam satu setahun sebesar 5,5%. Dengan kata lain, pengalaman banjir masih merupakan pengalaman yang belum lama berlalu dan kemungkinan besar masih kuat dalam ingatan warga karena daerah Kabupaten Bojonegoro merupakan daerah yang dilalui Sungai Bengawan Solo dari perbatasan kabupaten bagian barat (Kecamatan Padangan) sampai perbatasan kabupaten bagian timur (Kecamatan Baureno).
0 20 40 60 80 100 120
Apakah banjir biasa terjadi secara rutin?
Ya Tidak
Gambar 5. 1 Pengalaman Banjir
Berdasarkan hasil wawancara juga ditemukan bahwa di daerah Kabupaten Bojonegoro ada rumah tangga yang pernah mengalami kebanjiran sekitar 68,2% secara rutin dalam kurun waktu tertentu. Sementara, 31,8% rumah tangga melaporkan kejadian banjir tidak berlangsung rutin.
Dari sisi frekuensi, terjadinya banjir yang paling umum dialami rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro adalah yang terjadi beberapa kali dalam setahun (5,5%).
Gambar 5. 2 Frekuensi Banjir
Gambar 5. 3 Pengalaman Banjir – Lama Mengering
Cukup banyak rumah tangga yang mengalami banjir dalam waktu cukup lama. Dalam musim penghujan yang intensitasnya tinggi, sekitar 48,7% rumah tangga yang mengalami banjir, mengalaminya dalam waktu lebih dari sehari. Sekitar 2,7% mengalaminya dalam setengah hari. Sedangkan proporsi rumah tangga yang mengalami banjir tidak lama (kurang dari sehari), yakni yang besarnya sekitar 40,7%. Proporsi ini terdiri dari rumah yang mengalami banjir 1-3 jam (31,9%), kurang dari 1 jam (8,8%).
D. Air Minum
Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Bojonegoro terdapat 3 (tiga) sumber air minum yang menonjol, yakni:
1). Sumur,
2). Air ledeng pdam 3). Penjual air: isi ulang.
Pengguna sumur di Kabupaten Bojonegoro mencakup sekitar 50,0% dari total populasi. Sekitar 2,2% di antaranya menggunakan sumur gali tidak terlindungi sedangkan sekitar 25,8% menggunakan sumur terlindungi. Yang dimaksud dengan sumur terlindungi adalah sumur yang memiliki cincin dan lantainya di semen. Sekitar 22,0% memiliki sumur pompa tangan yang relatif aman.
Pengguna air ledeng PDAM mencakup sekitar 36,8% rumah tangga. Ini terdiri dari 4,5% rumah tangga yang mendapat air dari ledeng PDAM langsung di rumahnya, 2,5% hidran umum. Sementara penjual air: isi ulang mencakup sekitar 10,3% dari total populasi rumah tangga.
Seperti dapat dilihat pada tabel 5.5, sumber-sumber air minum bagi rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh sumur gali dan sumur pompa tangan. Selain ketiga sumber itu, penggunaan sumber yang lain proporsinya 0-20% dan memang bisa dijadikan alternatif penggunaan kebutuhan sumber air.
Tabel 5. 5 Sumber – sumber Air Minum Keterangan Frekuensi Prosentase
Air botol kemasan 72 18,00%
Air isi ulang 41 10,30%
Air Ledeng dari PDAM 18 4,50% Air hidran umum - PDAM 10 2,50% Air kran umum -PDAM/PAMSIMAS 20 5,00% Air kran umum HIPPAM 22 5,50% Air sumur pompa tangan 88 22,00% Air sumur gali terlindungi 103 25,80% Air sumur gali tdk terlindungi 9 2,20% Mata air terlindungi 10 2,50% Mata air tdk terlindungi 6 1,50%
Air hujan 1 0,20%
Air dari sungai 0 0,00%
Air dari waduk/danau 0 0,00%
Total 400 100,00%
Sumber: Hasil Studi EHRA
Terkait dengan keamanan, hasil analisis data EHRA menunjukkan bahwa sebagian besar atau sekitar 59,0% rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro memiliki
sumber air minum yang relatif aman. Sekitar 41,0% yang diidentifikasi memiliki sumber air yang relatif tidak aman.
5.1.2 Proses Penilaian
Penentuan sampel untuk pemilihan area survey EHRA dilakukan dengan pengclusteran kecamatan dan desa. Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro yaitu 27 kecamatan diambil 25% sehingga didapatkan 7 kecamatan sampel. Pengclusteran desa Kriteria pengclusteran berdasarkan kepadatan, kemiskinan, daerah aliran sungai (DAS) dan banjir. Pengclusteran desa dari kecamatan terpilih dilakukan berdasarkan kriteria yang sama, sedangkan untuk jumlah desa diambil 10% dari total desa di kecamatan terpilih. Hasil cluster kecamatan dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5. 6 Hasil Cluster Kecamatan
No. Kecamatan Kepadatan Penduduk KemiskinanAngka Daerah Aliran Sungai Daerah Banjir Score
1 Margomulyo 1 0 0 0 1 2 Ngraho 1 1 0 1 3 3 Tambakrejo 1 1 0 0 2 4 Ngambon 0 0 0 0 0 5 Sekar 0 1 0 0 1 6 Bubulan 0 0 0 0 0 7 Gondang 0 0 0 0 0 8 Temayang 1 0 0 0 1 9 Sugihwaras 1 1 0 0 2 10 Kedungadem 1 1 0 0 2 11 Kepohbaru 1 1 0 1 3 12 Baureno 1 1 0 1 3 13 Kanor 1 1 0 1 3 14 Sumberjo 1 1 0 1 3 15 Balen 1 1 0 1 3 16 Sukosewu 1 0 0 0 1 17 Kapas 1 0 0 1 2 18 Bojonegoro 1 1 1 1 4 19 Trucuk 1 0 1 1 3 20 Dander 1 1 0 0 2 21 Ngasem 1 1 0 1 3 22 Kalitidu 1 1 1 1 4 23 Malo 0 0 1 1 2 24 Purwosari 0 0 0 0 0 25 Padangan 1 0 1 1 3 26 Kasiman 0 0 1 1 2 27 Kadewan 0 0 0 0 0 19 14 6 14 53
Pemilihan kecamatan masing-masing cluster dipilih secara acak untuk memenuhi kuota sampel yang akan diambil sehingga kecamatan yang terpilih adalah;
- Cluster 0 = Kecamatan Ngambon, Bubulan - Cluster 1 = Kecamatan Sukosewu
- Cluster 2 = Kecamatan Dander - Cluster 3 = Kecamatan Trucuk, Balen - Cluster 4 = Kecamatan Bojonegoro
Tabel 5. 7 Rekapitulasi Jumlah Sample Rekapitulasi Cluster Jumlah Kecamatan Total Jumlah Sampling Kecamatan Jumlah Desa Total Jumlah Sampling Desa Jumlah Sample Proporsional Cluster 4 2 1 18 2 80 Cluster 3 9 2 35 2 80 Cluster 2 7 1 16 2 80 Cluster 1 4 1 14 2 80 Cluster 0 5 2 10 2 80 Jumlah 27 7 93 10 400
Pemilihan sampling desa berdasarkan kriteria yang sama yaitu berdasarkan kepadatan, kemiskinan, daerah aliran sungai (DAS) dan banjir, diperoleh desa sebagai berikut :
- Cluster 0 = Desa Nglampin Kec. Ngambon, Desa Bubulan Kec. Bubulan - Cluster 1 = Desa Sidodadi, Desa Purwoasri Kec. Sukosewu
- Cluster 2 = Desa Dander, Desa Ngumpakdalem Kec. Dander
- Cluster 3 = Desa Banjarsari Kec. Trucuk, Desa Margomulyo Kec. Balen - Cluster 4 = Desa Sukorejo, Desa Banjarejo Kec. Bojonegoro
Dasar penentuan area berisiko dari penilaian data sekunder, persepsi SKPD dan studi EHRA. Penilaian data sekunder meliputi data administrasi, populasi, jumlah KK miskin, pelayanan air bersih, kepemilikan jamban dan genangan. Hasil penilaian data sekunder dapat dilihat pada tabel 5.8
Tabel 5. 8 Penilaian Data Sekunder Kec
Desa Kepadatan penduduk (25%) KK miskin (30%) Pelayanan PDAM (25%) Jamban Pribadi (20%) Luas Genangan (0%) Total Skor Bubulan Bubulan 1 1 4 2 1 1 Ngambon Nglampin 1 3 4 3 1 4 Sukosewu Purwoasri 1 2 4 4 1 4 Sidodadi 1 2 4 3 4 3 Dander Dander 1 2 2 3 1 1 Ngumpakdalem 1 2 4 4 1 4 Trucuk Banjarsari 1 1 4 2 1 1
Kec
Desa Kepadatan penduduk (25%) KK miskin (30%) Pelayanan PDAM (25%) Jamban Pribadi (20%) Luas Genangan (0%) Total Skor Margomulyo 1 4 4 1 1 4 Bojonegoro Banjarejo 2 1 1 4 2 1 Sukorejo 2 2 4 2 1 3
Penilaian atau persepsi SKPD mengenai area berisiko dihimpun dari dinas/instansi terkait yang berhubungan dengan sanitasi dan termasuk dalam keanggotaan Pokja Sanitasi Kabupaten Bojonegoro. Hasil persepsi SKPD dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5. 9 Persepsi SKPD Kec
Desa BLH DKP Bappeda PDAM BPPKB Dinkes Pengairan-PU PKK Bubulan Bubulan 2 1 3 3 2 2 2 1 Ngambon Nglampin 3 3 2 2 2 4 2 4 Sukosewu Purwoasri 4 4 2 2 4 2 3 4 Sidodadi 3 3 3 2 3 2 2 3 Dander Dander 2 2 2 2 2 2 2 1 Ngumpakdalem 3 4 3 2 4 2 3 4 Trucuk Banjarsari 2 2 1 3 2 2 3 1 Balen Margomulyo 4 3 3 2 4 4 3 4 Bojonegoro Banjarejo 1 2 2 2 2 2 2 1 Sukorejo 2 2 1 1 2 3 3 3
Penilaian dari studi EHRA didapatkan dari hasil kuisioner yang telah disebar ke masyarakat di desa terpilih sejumlah 400 kuisioner (berdasarkan perhitungan rumus slovin) dan dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Sumber air
1.1 Sumber air tercemar
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi 1.3 Kelangkaan air
2. Air Limbah Domestik
1.1 Tangki septic suspect aman
1.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septic 1.3 Pencemaran karena SPAL
1.1 Pengelolaan sampah
1.2 Frekuensi pengangkutan sampah 1.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah 1.4 Pengolahan setempat
4. Drainase (adanya genangan air) 5. Perilaku hidup bersih sehat
1.1 CTPS di lima waktu penting
1.2 a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? 5.2 b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? 5.2 c. Keberfungsian penggelontor?
5.2 d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air 5.4 Perilaku BABS
Hasil akhir dari skoring ketiga data tersebut diperoleh area-area risiko yang dapat dilihat pada tabel 5.10 dan gambar 5.4.
Tabel 5. 10 Area Risiko di Kabupaten Bojonegoro No. Kec
Desa Area Risiko Bubulan
1 Bubulan Risiko tinggi Ngambon
2 Nglampin Risiko sangat tinggi Sukosewu
3 Purwoasri Risiko tinggi 4 Sidodadi Risiko sangat tinggi
Dander
5 Dander Risiko rendah 6 Ngumpakdalem Risiko rendah
Trucuk
7 Banjarsari Risiko tinggi Balen
8 Margomulyo Risiko sangat tinggi Bojonegoro
9 Banjarejo Risiko tinggi 10 Sukorejo Risiko tinggi
Gambar 5. 4 Area Berisiko Berdasarkan studi EHRA
Selain dari beberapa desa sampling tersebut, juga terdapat beberapa daerah yang memang secara kondisi eksisting dan dari data perlu mendapatkan penanganan sebagai daerah berisiko tinggi. Beberapa desa yang memiliki risiko rendah sanitasi karena telah menjadi desa ODF namun masih kurang baik dari sektor air limbah domestik dan drainase. Daerah-daerah tersebut khususnya daerah di perkotaan Bojonegoro yang mendapatkan bantuan sanitasi dari program Urban Sanitation For Support PNPM Mandiri yaitu:
1. Desa Sukorejo 2. Kelurahan Banjarejo 3. Kelurahan Mojokampung 4. Kelurahan Ledok Wetan 5. Kelurahan Karangpacar 6. Kelurahan Klangon 7. Kelurahan Ledok Kulon
8. Kelurahan Ngrowo 9. Kelurahan Mulyoagung 10. Kelurahan Kalirejo 11. Desa Campurejo 12. Desa Semanding 13. Desa Pacul 14. Kelurahan Jetak
Sedangkan daerah yang risiko rendah karena telah menjadi desa ODF namun masih kurang baik dari sektor air limbah domestik dan drainase yaitu:
1. Kelurahan Sumbang 2. Kelurahan Kadipaten 3. Desa Kauman 4. Kelurahan Kepatihan
Untuk selanjutnya penentuan area berisiko di Kabupaten Bojonegoro digeneralisir berdasarkan hasil clustering yang ada di tahapan sebelumnya. Berikut ini peta area berisiko Kabupaten Bojonegoro pada gambar 5.2.
Gambar 5. 5 Peta Area Berisiko di Kabupaten Bojonegoro
Permasalahan utama yang dihadapi di area berisiko sangat tinggi berhubungan erat dengan tingkat perekonomian masyarakat (rumah tangga miskin), sehingga untuk memenuhi kebutuhan sanitasi dasar tidak menjadi prioritas utama. Untuk memenuhi kebutuhan air, masyarakat memanfaatkan sumber air yang jauh dari jangkauan dan tidak ada pengelolaan. Pada musim kemarau sumber air yang digunakan tersebut mengalami penurunan debit atau mengalami kekeringan. Pelayanan pemerintah dari PDAM tidak menjangkau ke masyarakat yang berada di perdesaan dikarekan kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro yang berbukit-bukit sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk mencapai pelayanan di seluruh desa.
Gambar 5. 6 Kondisi sumber air di Desa Nglampin, Kec. Ngambon Secara umum masyarakat di daerah area prioritas membuang air limbah di sekitar rumah yang belum memiliki saluran drainase terbangun, sehingga di daerah padat penduduk sangat riskan mencemari sumber air bersih yang digunakan dan mengganggu kesehatan. Selain itu, untuk perilaku buang air sembarang lebih dipengaruhi oleh kebiasaan dan pemikiran masyarakat yang masih tertinggal. Hal ini terkait dengan penanganan cara buang air besar pada balita yang masih dilakukan di tempat terbuka. Pada umumnya para orang tua mengajarkan cara buang air besar di tempat terbuka kepada anak-anak. Pengelolaan sampah di area berisiko cenderung memanfaatkan lahan yang luas di sekitar rumah dengan cara ditimbun atau dibakar.
Gambar 5. 7 Kondisi rumah di Desa Bubulan
Dari gambar dapat dilihat bahwa kondisi rumah di area prioritas merupakan rumah semi permanen dengan sumber air bersih dari sumur gali dan sumur pompa tangan. Selain itu di sekitar rumah tidak ada saluran drainase terbangun sehingga aliran air dari saluran pembuangan dan aliran hujan tidak dapat tertampung dengan baik.
5.2. Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di Area
Prioritas
Lokasi yang menjadi tempat kunjungan dari program sanitasi ini adalah Desa Margomulyo, Kecamatan Balen. Desa ini memiliki penduduk sebanyak 5.227 jiwa
dengan jumlah laki-laki 2.687 jiwa dan perempuan 2.540 jiwa. Masyarakat yang tinggal di Desa Margomulyo bekerja sebagai petani sebanyak 65,59%, sektor jasa/perdagangan sebanyak 20,20% dan sektor industri sebanyak 15,21%. Tingkat pendidikan cukup tinggi dengan lulusan SLTA dan beberapa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Jumlah penduduk Desa Margomulyo berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.11.
Tabel 5. 11 Jumlah Penduduk Desa Margomulyo Berdasarkan Pendidikan
No Keterangan Jumlah
1 Penduduk usia 10 th ke atas yang buta huruf 0 Orang 2 Penduduk tidak tamat SD/Sederajat 151 Orang 3 Penduduk tamat SLTP/Sederajat 1990 Orang 4 Penduduk tamat SLTA/Sederajat 1249 Orang 5 Penduduk tamat SD/Sederajat 3970 Orang 6 Penduduk tamat S-3 0 Orang 7 Penduduk tamat S-2 2 Orang 8 Penduduk tamat S-1 27 Orang 9 Penduduk tamat D-3 5 Orang 10 Penduduk tamat D-2 3 Orang 11 Penduduk tamat D-1 5 Orang
Jumlah 7402 Orang
Sumber: BPMD Kab. Bojonegoro, 2010
Untuk kebutuhan air bersih, masyarakat memperoleh dari sumur, tidak terdapat sumber PDAM yang dialirkan ke desa tersebut. Untuk kondisi sanitasi berupa air limbah, masyarakat menggunakan jamban darurat (cubluk) sebagai tempat pembuangan tinja. Kajian opsi partisipasi masyarakat dan jender pada area prioritas dilaksanakan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber kunci yaitu kepala desa dan beberapa perwakilan dari masyarakat.
Gambar 5. 8 Kondisi jamban dan septic tank komunal Dari kegiatan ini dapat dilihat beberapa hal yang berkaitan dengan sanitasi
1. Warga masih banyak yang menggunakan cubluk sebagai sarana buang air besarnya, kondisi jamban darurat sehingga membutuhkan bantuan
2. Kondisi saluran drainase masih berupa saluran alami dan tidak bisa menampung secara maksimal sehingga terjadi genangan saat musim hujan
3. Keterwakilan perempuan dalam kegiatan perencanaan pembangunan masih kurang, walaupun secara operasional tingkat kepesertaannya lebih tinggi dari laki-laki
4. Belum semua warga memahami pola hidup bersih dan sehat (PHBS) berkaitan dengan pemeliharaan ternak, sebab masih banyak kandang ternak yang berdekatan dengan rumah warga
5.3. Komunikasi untuk Peningkatan Kepedulian Sanitasi
Peran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya sanitasi merupakan kunci utama untuk pembangunan sanitasi. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui media lokal baik cetak maupun elektronik menghimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kesehatan melalui peningkatan kondisi sanitasi lingkungan. Media yang akan digunakan yaitu radio Pemerintah Kabupaten Bojonegoro (Malowopati FM), Radar Bojonegoro dan tabloid lokal lainnya. Selain itu, sosialisasi dan penyuluhan akan ditingkatkan melalui kader PKK dan puskesmas di masing-masing desa.
5.4. Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi
5.4.1. Pengelolaan Sampah
Pelatihan pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik di tiga desa di sekitar Gas Oil Separation Plant (GOSP) Banyuurip yakni, Desa Begadon, Gayam, dan Ringintunggal, Kecamatan Ngasem merupakan rangkaian dari Program Konservasi Lingkungan Berbasis Lahan Rakyat, buah kerja sama antara Pemkab Bojonegoro, MCL, dan IDFoS Indonesia. Pelatihan juga meliputi pelatihan motivasi, pelatihan pengelolaan lingkungan dan budidaya matoa, dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga.
PetroChina
Program pengembangan lingkungan, kegiatan peningkatan kondisi lingkungan di Desa Campurejo meliputi bantuan:
- pengadaan gerobak sampah - pengadaan bak sampah
- biaya operasional pengelolaan sampah lingkungan - penghijauan lingkungan
5.4.2. Penyediaan Air Bersih
Mobil Cepu Limited (MCL) bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Farabi melaksanakan proyek peningkatan air bersih di Desa Begadon, Ringintunggal dan Gayam Kabupaten Bojonegoro. Ketersediaan air bersih bagi warga masyarakat di tiga desa lokasi sasaran program lebih mudah dengan tersambungnya air bersih ke rumah-rumah warga sebagai pemanfaat sekaligus anggota KPAB. Jumlah pemanfaat air bersih melalui sistem perpipaan pada program Peningkatan Akses Air Bersih Perdesaan seluruhnya 722 KK, terdiri dari di Desa Ringintunggal 310 KK, Desa Begadon (220 KK), dan Desa Gayam (192 KK). Mobil Cepu Limited (MCL) mendanai program air bersih dan sanitasi dengan membangun sarana penyediaan air bersih dengan sistem perpipaan. Program Peningkatan Akses Air Bersih Perdesaan dimulai sejak Agustus sampai Desember 2008 dengan pembangunan penyediaan sarana air bersih melalui sistem perpipaan di Desa Ringintunggal, Desa Begadon, dan Desa Gayam Kecamatan Ngasem.
Program itu diiringi terbentuknya organisasi pengurus air bersih Kelompok Pengelola Air Bersih (KPAB) Subur Makmur di Desa Ringintunggal, Tirto Panguripan di Desa Begadon, dan Banyu Urip di Desa Gayam. Tujuan utama dari program ini meningkatnya akses terhadap air bersih melalui sistem perpipaan berbasis masyarakat. Hasil pelaksanaan proyek peningkatan air bersih ini mencakup penyambungan jaringan perpipaan air bersih dengan sistem tandon, terbentuknya KPAB secara mandiri. Sasarannya di setiap keluarga tercukupi kebutuhan air bersih untuk minum, masak, mandi, dan mencuci. Diharapkan pula ada kemandirian secara kelembagaan dan keuangan bagi kelompok pengelola air bersih. Masyarakat penerima program diharapkan memiliki kepedulian dan komitmen bersama untuk mengelola, merawat, dan melestarikan sistem air bersih melalui sistem perpipaan supaya berkelanjutan. Model peningkatan akses air bersih yang dijalankan merupakan bentuk sinergi antara pemerintah kabupaten Bojonegoro, pemerintah desa, masyarakat, LSM, dan perusahaan (MCL).
Selain itu Program bantuan fasilitas air bersih dilakukan MCL bekerja sama dengan LSM Stadi diberikan secara langsung di Desa Ngasem yang terdiri dari 200 KK dan Desa Sendangharjo 1200 KK dan tersebar di Dusun Soko, Dusun Karangpaing, Dusun Mundu, Dusun Tawaran dan Dusun Klumpang.
Exxon Mobil
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan air bersih dengan pembangunan fasilitas air bersih secara partisipatif. Lokasi program yaitu Desa Ngasem dan Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngasem. Mitra kerjasama program ini dengan LSM Spektra.
b. Penguatan Kelompok Air Bersih
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan air bersih dalam manajemen pengelolaan air bersih. Mitra kerjasama dengan LSM Farabi. PetroChina
a. Program Perbaikan Fasilitas Umum
- bantuan 2 unit sumur air bersih dan instalasi pipa di Desa Ngampel
5.4.3. Pengolahan Air Limbah
Exxon Mobil
Program Peningkatan akses sanitasi pedesaan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat melalui kampanye kesehatan dan pembangunan sarana jamban. Lokasi program yaitu Desa Katur, Desa Ringin Tunggal, Desa Gayam, Desa Mojodelik, Desa Brabawon, Desa Bonorejo dan Desa Begadon. Mitra kerjasama yaitu LSM Farabi.
PetroChina
Keterlibatan PetroChina dalam membantu masyarakat Kabupaten Bojonegoro dimulai tahun 2005 hingga saat ini. Bantuan dari bidang infrastruktur hingga kemasyarakat maupun sanitasi. Berikut ini adalah bantuan PetroChina dalam bidang pengolahan air limbah:
a. Program kesehatan dan kebersihan, kegiatan perbaikan fasilitas kesehatan Pembangunan MCK di Musholla RT 7 RW 2 Kel. Jetak (Ring 2)
b. Program permasalahan lingkungan, kegiatan peningkatan lingkungan desa - Pembangunan saluran air lingkungan Desa Sambiroto dan Desa Ngampel
(Ring 1)
- Pembangunan MCK di 3 RT Desa Sambiroto (Ring 1) c. Program perbaikan fasilitas umum
- Kegiatan perbaikan saluran air di Desa Campurejo, Desa Kepatihan Kec Bojonegoro dan Desa Tlogorejo Kec Kepohbaru (Ring 3).
- Bantuan jamban 25 unit di Desa Campurejo, Kec. Bojonegoro - Bantuan jamban 45 unit di Desa Sambiroto, Kec. Kapas
- Pembuatan dan perbaikan saluran air di Desa Ngampel
- Bantuan pembuatan jamban di Desa Ngrowo, Kec. Bojonegoro
5.4.4 Keterlibatan Media di dalam Pemberitaan Sanitasi di Bojonegoro
Pemberitaan media lokal dan nasional mengenai kondisi sanitasi Kabupaten Bojonegoro sangat minim, pemberitaan didominasi oleh kondisi kekeringan dan banjir yang sering terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Hanya sedikit media yang memberitakan tentang sektor sanitasi yang lain. Hasil penelusuran pada beberapa media tentang sanitasi di Bojonegoro menghasilkan data-data sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.12. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sanitasi di Kabupaten Bojonegoro mendapat perhatian yang lebih baik dari pihak luar maupun masyarakat di Kabupaten Bojonegoro sendiri.
Tabel 5. 12 Berita Sanitasi Kabupaten Bojonegoro
No Judul Berita Sumber
1 Kekeringan Mulai Meluas di Bojonegoro www.beritakota.net tanggal 16 Juni 2008 2 Sampah Pasar Bojonegoro Jadi Pupuk
Organik www.kompas.com tanggal 6 Oktober 2009 3 8 Desa di Kecamatan Ngasem Bebas ODF www.bojonegorokab.go.id tanggal 13 Mei 2011 4 Air bengawan solo berbuih karena pencemaran www.antaranews.com tanggal 9 Juli 2011 5 Air bengawan solo tercemar www.waspada.co.id tanggal 10 Juli 2011 6 Pemkab Bojonegoro akan jual sampah www.kompas.com tanggal 27 Juli 2011 7 Sampah Bojonegoro Sehari capai 143 m3 www.blokbojonegoro.com tanggal 28 Juli 2011