• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN

4.1 UMUM

Pengembangan lahan rawa gambut untuk budidaya Perkebunan Kelapa Hibrida di lokasi Guntung (GHS-II) dilakukan dengan usaha reklamasi berdasarkan suatu perencanaan teknis jaringan tata air untuk melayani kegiatan budidaya pertanian (perkebunan kelapa) dengan menyediakan sarana dan prasarana berupa jaringan saluran lengkap dengan bangunan hidraulis sebagai pengendali dan pengatur perilaku aliran, khususnya muka air tanah. Jaringan tata air tersebut sekaligus direncanakan sebagai sarana transportasi untuk melayani kegiatan masyarakat petani (transmigran) yang akan menempati lahan plasma maupun pihak swasta nasional sebagai pembina yang akan mengelola lahan Inti. Perencanaan teknis jaringan tata air guna menunjang budidaya Perkebunan Kelapa Hibrida di lokasi Guntung dengan pola PIR-Trans dilaksanakan dengan menerapkan sistem drain terkendali (drain control system) berdasarkan konsep teknologi yang tepat dengan biaya yang wajar serta menjaga kelestarian lingkungan.

Pengelolaan dan pengaturan jaringan tata air harus dapat dilakukan secara sederhana dan mudah terutama dalam pengoperasian bangunan pintu air untuk mengendalikan muka air tanah pada lahan perkebunan, yang akan dilaksanakan oleh masyarakat petani (transmigran).

4.2 KONSEP PERENCANAAN 4.2.1 Lay-out Tata Air

Layout tata air yang dimaksudkan disini adalah pengaturan jaringan tata air dan perlengkapannya untuk budidaya kelapa hibrida dan navigasi. Kerangka jaringan tersebut mencakup jaringan saluran primer (kanal utama), saluran sekunder (kanal cabang), saluran kolektor dan tersier, bangunan hidraulis lahan perkebunan.

Pola tata air dan hubungan masing-masing komponennya, tergantung dari kondisi lingkungan, antara lain: kondisi topografi, hidrologi, kondisi tanah dan kondisi sosial ekonomi yang dirumuskan dalam kriteria perencanaan. Konsep tata air pada

(2)

pengembangan lahan rawa gambut untuk menunjang perkebunan kelapa Pola PIR-Trans di lokasi GHS-II Guntung didasarkan pada suatu konsep pengaturan dan pengendalian air yaitu air permukaan pada saluran dan air tanah pada lahan perkebunan.

Sumber air pada lahan perkebunan adalah air hujan, dimana air tersebut sebagian mengalir sebagai aliran permukaan, air tanah; interflow, air kapiler dan evapotranspirasi. Sebagian besar lahan tidak terkena pengaruh pasang-surut baik melalui pantai maupun Sungai Guntung. Sebagian lagi, terutama daerah dekat Sungai Guntung terkena pengaruh pasang surut kategori II dan III.

Jaringan saluran dapat mengendalikan muka air tanah di tingkat lahan perkebunan sehingga dapat memberikan kelengasan yang baik bagi budidaya kelapa hibrida. Sistem tata air yang dirancang harus mampu menjaga dan mengendalikan muka air tanah di lahan agar berada di bawah zone perakaran. Oleh karena itu sangat penting guna menentukan drain spacing baik untuk saluran tersier maupun sal. sekunder (kanal,cabang).

Jaringan saluran dapat melayani kegiatan transportasi sehingga memudahkan pengangkutan hasil panen, pengangkutan manusia, pupuk, obat-obatan dan.sejenisnya dari pemukiman ke perkebunan.dan juga ke pabrik pengolahan.

Untuk kepentingan transportasi, saluran primer (kanal utama) dapat digunakan oleh ponton dua arah bersimpangan, sedangkan kanal cabang (saluran sekunder) untuk ponton satu arah tanpa simpangan.

Sistim tata air juga memperhatikan faktor keamanan lingkungan, baik dari gangguan binatang, maupun bahaya kebakaran dan sejenisnya.

4.2.2 Kondisi Tanah

Jenis tanah dilahan calon perkebunan didominasi oleh gambut yang memiliki ketebalan (2-4) m dengan angka porositas yang cukup besar berkisar antara 70-80%. Kondisi tofografi yang cukup datar kemiringan rata-rata < 0.3% maka limpasan

(3)

permukaan akan kecil dibandingkan dengan sub. surface flow. Oleh karena itu jumlah air yang dikendalikan merupakan selisih hujan total dikurangi evapotranspirasi.

Sesuai dengan kondisi fisiknya, tanah gambut tidak boleh menjadi kering (persentase kadar air < 30 %), hal ini karena dapat merusak struktur sifat tanah sehingga kehilangan daya serap terhadap air.

4.2.3 Tata Ruang

Penempatan saluran, baik saluran primer (kanal utama), saluran sekunder (kanal cabang) maupun saluran tersier selain peran utamanya sebagai pengendali air, kanal-kanal tersebut juga ditempatkan sedemikian sehingga memenuhi kriteria kenyamanan para penghuni (transmigran) maupun kemudahan dalam transportasi hasil bumi.

4.2.4 Saluran (Kanal) 4.2.4.1 Saluran Tersier

Saluran tersier harus diatur sedemikian sehingga memenuhi persyaratan berikut : ™ Permukaan air tanah di tingkat lahan tetap dijaga berada dibawah zone perakaran. ™ Saluran tersier harus mampu mengalirkan air berlebih (excess water) yang berasal

dari curah hujan maksimum untuk n hari berurutan dengan periode ulang tertentu. ™ Aliran harus memenuhi persyaratan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi

penggerusan maupun pengendapan yang tidak seimbang (dynamically stable channels).

™ Penempatan elevasi saluran harus memperhitungkan subsidence yang akan terjadi akibat penurunan air tanah.

4.2.4.2 Saluran Sekunder (Kanal Cabang)

Saluran sekunder diharapkan dapat berfungsi sebagai penampung aliran yang berasal dari saluran tersier dan sekaligus saluran tersebut berfungsi untuk transportasi air lokal. Ukuran saluran sekunder serta elevasi muka air diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan, antara lain :

™ Mampu menampung beban limpasan berlebih yang berasal dari saluran tersier sekaligus mengendalikan muka air tanah di tingkat lahan agar tidak terlalu rendah namun selalu berada di bawah zone perakaran.

(4)

™ Dapat berperan sebagai sarana transportasi (navigasi) baik dalam tahap periode penanaman kelapa maupun waktu panen (pengangkut bibit, pupuk, bahan bakar, produksi kelapa, dll).

™ Saluran ini mampu dilewati ponton satu arah tanpa papasan.

4.2.4.3 Saluran Primer (Kanal Utama)

Saluran Primer diharapkan dapat berfungsi sebagai penampang aliran dari saluran sekunder. Selain itu, saluran tersebut mempunyai fungsi penting lainnya yaitu sebagai sarana transportasi baik pada tahap prakonstruksi (untuk pengangkutan kayu) , pada tahap kontruksi maupun pada tahap pasca konstruksi yaitu untuk mengangkut produk kelapa dan lain-lain. Ukuran saluran primer ditetapkan agar dapat memenuhi persyaratan transportasi kapal motor, speed boat, ponton yang dapat ditempuh dari kedua arah secara berpapasan.

4.2.4.4 Saluran Kolektor

Saluran kolektor direncanakan sebagai penampung limpasan air dari aeral sekitarnya, yang di tempatkan pada batas areal pengembangan perkebunan dan berperan sebagai keamanan dari gangguan hama, binatang maupun pencurian.

4.2.4.5 Bangunan Hidraulis

Pembuatan bangunan air. mempunyai fungsi :

™ Mengatur kedalaman air pada kanal sehingga peranan saluran sebagai sarana transportasi air terpenuhi.

™ Mengatur muka air tanah di lahan untuk menjaga kelengasan tanah sehingga kebutuhan air untuk tanaman dapat terpenuhi demikian juga muka air tanah harus dijaga agar berada di bawah zone perakaran.

™ Fungsi lain bangunan air adalah agar kemiringan saluran dapat diatur sehingga kecepatan air tidak terlalu besar yang dapat mengakibatkan penggerusan.

™ Dengan pengaturan muka air diharapkan agar supaya komposisi fisik tanah gambut tidak rusak akibat pembuangan yang berlebih.

(5)

a. Stop-log yang ditempatkan di ujung saluran sekunder dekat Saluran Utama. Apabila dianggap perlu stop-log dan drop structure juga ditempatkan di dalam saluran sekunder.

b. Bangunan pengalihan (control structure) pada saluran primer (kanal utama) untuk mengatur kecepatan aliran, kemiringan kanal dan kedalaman air di hulu bangunan tersebut apabila diperlukan.

c. Bangunan-bangunan tersebut harus dilengkapi dengan peredam energi untuk menghindarkan penggerusan lokal.

4.2.4.6 Jarak Antar Saluran (Drain Spacing)

Perencanaan drain spacing didasarkan pada asumsi bahwa muka air tanah diusahakan berada di bawah zone perakaran kelapa hibrida. Selain itu perlu adanya pertimbangan kemudahan pengangkutan hasil panen oleh para petani yang dibawa dari lahan menuju ke sarana pengangkut air.

4.3. KRITERIA PERENCANAAN

Untuk mendapatkan besaran kuantitatif dalam konsep perencanaan ini maka perlulah disusun kriteria perencanaan ini. Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa Perencanaan Teknis Jaringan pengairan perkebunan Kelapa Hibrida pola PIR-Trans di daerah GHS II Guntung seluas 12.000 Ha didasarkan atas konsep teknologi tepat dengan biaya yang wajar serta menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan konsep diatas, reklamasi lahan rawa gambut untuk keperluan pengembangan Perkebunan Kelapa Hibrida dilakukan melalui Perencanaan Teknis Jaringan Tata Air untuk melayani kegiatan budidaya perkebunan dengan usaha menyediakan sarana dan prasarana berupa jaringan saluran lengkap dengan bangunan pengendali tata air (pintu) termasuk prasarana transportasi guna melayani kegiatan masyarakat petani (transmigran) maupun Pihak Swasta Nasional yang akan mengelola lahan Perkebunan Inti.

Dengan menggunakan data fisik seperti peta topografi hidrometri, mekanika tanah serta data hidrologi dapat dirumuskan kriteria perencanaan sebagai petunjuk dan

(6)

pedoman dalam Pembuatan Perencanaan Teknis Jaringan Tata Air terutama untuk perencanaan jaringan saluran, bangunan hidraulis (Pintu Air).

Dalam sub-bab ini akan dibahas kriteria perencanaan yang meliputi 3 aspek, antara lain :

a. Aspek budidaya b. Aspek teknis

4.3.1 Aspek Budidaya

Syarat-syarat tumbuh bagi tanaman kelapa hibrida adalah sebagai berikut :

4.3.1.1 Iklim

a. Curah Huian

Curah hujan tahunan antara 1250-2500 mm, dengan nilai optimumnya 1500 mm, sedangkan curah hujan bulanan optimum

r

r 130 mm, dengan musim kering tidak lebih dari 5 bulan. Pertumbuhan kelapa di daerah pantai umumnya baik meskipun curah hujanya lebih rendah dari pada batas minimum karena ketersediaan air tanah.

b. Suhu Udara

Suhu rata tahunan 27°C - 28°C dengan fluktuasi 6°C - 7°C : suhu minimum rata-rata bulanan 20°C.

Hasil kajian di pantai di pantai Gading (Afrika), tanaman kelapa tumbuh baik pada ™ Suhu minimum bulan terdingin = 21.8oC

™ Suhu maksimum rata-rata = 30.1oC ™ Suhu minimum rata-rata = 23.5oC

o

™ Suhu rata-rata tahunan = 21.8 C

c. Ke1embaban

Kelembaban optimum 80 - 90 %, rata-rata minimum kelembaban bulan kering yaitu 63 %.

d. Sinar Matahari

Kebutuhan sinar matahari dalam setahun ± 2000 jam penyinaran atau minimum 120 jam penyinaran sebulan.

(7)

e. Angin

Angin berperan dalam proses penyerbukan bunga dan transpirasi tanaman. Oleh karena itupun angin tidak boleh terlalu kencang, tetapi tiupannya yang optimum sangat diperlukan. Tanpa angin akan sulit proses penyerbukan sehingga kemungkinan berbuah akan terganggu.

4.3.1.2 Letak Lintang

Letak lintang di permukaan bumi yang cocok untuk tanaman kelapa antara 20° LS dan 20° LU, dengan optimumnya : 15° LS.

4.3.1.3 Elevasi (Ketinggian Lahan)

Tanaman kelapa adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah dataran rendah. Ketinggian yang optimal adalah 0 – 450 meter di atas permukaan laut.

4.3.1.4 Persediaan Air Dalam Tanah

Apabila persediaan air di tambah dengan curah hujan dalam bulan yang bersangkutan sama atau lebih besar dari potensi evapotranspirasi (evaporasi + transpirasi), maka diperkirakan air di dalam tanah cukup tersedia bagi tanaman.

4.3.1.5 Kondisi Tanah

Dari segi tanah tanaman kelapa membutuhkan persyaratan fisik dan kimia tanah yang sesuai, yaitu :

™ Struktur tanah yang baik ;

™ Permukaan air tanah letaknya eukup dalam ± 70 – 100 cm ™ Air tanah selalu bergerak/tidak menggenang ;

™ Peresapan air atau drainase dan aerasi baik.

Pohon - pobon kelapa yang tumbuh pada tempat-tempat yang berdekatan dengan air bergerak seperti di tepi-tepi sungai, dekat pantai, umumnya pertumbuhannya baik sekali. Hal ini disebabkan karena air yang bergerak mengandung banyak oksigen (O2), yang penting untuk pernapasan akar. Walaupun demikian kelapa mempunyai

daya adaptasi yang besar terhadap tanah-tanah berat yang bertekstur liat, asalkan memiliki keseimbangan kandungan udara dan air yang baik.

(8)

Tanaman kelapa tidak menghendaki syarat-syarat kimia tanah yang istimewa. Kelapa dapat tumbuh baik pada tanah yang memi liki kemasaman pH = 5.0 - 8.0. Pada tanah-tanah yang pH-nya diatas 7.5 dan tidak terdapat keseimbangan unsur-unsur hara yang eukup sering menunjukkan gejala defisiensi besi (Fe) dan mangan (Mn). Pohon-pohon kelapa yang tumbuh pada tanah-tanah berpasir di pantai dapat tumbuh dengan baik, walaupun kandungan NaCl cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya air bergerak yang banyak mengandung oksigen (O ) yang penting untuk pernapasan akar.2

Kadar keasinan yang sesuai untuk tanaman kelapa paling baik < 2 mmhos/cm sedangkan salinitas (2-8) mmhos/cm merupakan kisaran yang hampir memenuhi dan cukup sesuai untuk pertumbuhan kelapa.

4.3.3 Aspek Teknis

Pada dasarnya kriteria perencanaan yang menyangkut Aspek Teknis merupakan perumusan kaidah atau kriteria yang akan ditetapkan sehubungan dengan pengaturan dan pengendali tata air baik ditingkat lahan maupun di saluran berdasarkan data fisik yang ada seperti :

™ Penetapan beban limpasan (drain module)

™ Pengaturan letak muka air tanah di lahan & di saluran ™ Penentuan dimensi/ukuran saluran dan pola drainase ™ Kebutuhan transportasi (navigability)

™ Kebutuhan jalan

™ Bangunan hidraulis/pintu air

4.3.3.1 Beban Limpasan (Modul Drainase)

Besarnya modul drainase dihitung sebagai:

T E I R q t t t u u u   3600 24 1000 liter/det/Ha Dimana :

(9)

Rt = curah hujan harian selama t hari (mm) It = infiltrasi selama t hari (mm)

Et = evapatranspirasi selama t hari (mm) T = lama waktu pembuangan (hari)

Lama t didasarkan pada kekerapan hujan yang terjadi. Lama pembuangan (T) didasarkan pada ketahanan tanaman terhadap genangan, kecepatan gerakan air dan durasi hujan.

Beberapa alternatif pemilihan t, yaitu 1,2,3,4,5 atau 6 harian. Untuk menentukan nilai t perlu adanya evaluasi curah hujan yang dominan dan kurva durasi curah hujan dari data di Guntung Kateman, Tanjung Batu dan sekitarnya. Untuk perencanaan ini digunakan hujan 3 harian berurutan dengan perioda ulang 10 tahun. Pemilihan periode ulang terutama dididasarkan pada kelayakan pengambilan faktor resiko. Pada kebanyakan pengembangan rawa di Indonesia, lahan usaha dengan kedalaman gambut kurang dari 1.0 meter, maka diambil perioda ulang 5-10 tahun dan curah hujan 2-3 harian. Lokasi pengembangan PIR-Trans Kateman-Guntung, tanahnya didominasi oleh gambut dengan kedalaman 2-5 meter. Gambut tersebut mempunyai kerapatan massa yang sangat kecil (± 1.05) dan sangat peka untuk bersifat lepas apabila tergenang air. Oleh karena itu diupayakan agar jangan sampai terjadi aliran air banjir di atas hamparan gambut tersebut.

Pertimbangan lain adalah akar tanaman kelapa baru mencapai kondisi yang kuat setelah mencapai umur 5 tahun dan produktivitasnya mencapai nilai maksimum pada umur 8-9 tahun. Memperhatikan hal tersebut diatas maka perioda ulang untuk PIR-Trans Guntung diambil 10 tahun.

Dari informasi menunjukkan bahwa tanaman kelapa hibrida tetap masih tegar walau tergenangi air yang bersifat asam sampai 1 minggu. Setelah 2 minggu, pohon kelapa yang tergenang menunjukkan mulai proses pembusukan. Memperhatikan hal tersebut, besarnya saluran dalam perencanaan ini genangan air di lahan direncanakan tidak lebih dari 5 hari.

(10)

Untuk lahan pemukiman kapasitas saluran pembuang didasarkan atas bebas limpasan yang berasal dari curah hujan maksimum 1 hari untuk periode ulang 10 tahun yang harus dapat dibuang dalam 1 hari.

Nilai evapotranspirasi diperkirakan 50% dari yang diperhitungkan karena terjadinya penurunan muka air tanah dan lahan tertutup oleh kelapa. Modul drainase dengan asumsi tersebut diatas akan berkisar antara 5-10 l/det/ha.

4.3.3.2 Taraf Muka Air Pada Lahan Perkebunan

Selama penanaman, taraf muka air tanah di lahan perkebunan kelapa harus dijaga agar berada di bawah zone perakaran tergantung dari umur tanaman.

Tabel 4.1: Taraf Muka Air dan Umur Tanam Kelapa

Umur Tanaman Kelapa Kedalaman zona akar dan muka tanah

Mulai tanam 20 cm 1 tahun 40 cm 2 tahun 60 cm 3 tahun 70 cm 4 tahun 80 cm 5 tahun 100 cm

Pengendalian taraf muka air tanah ditingkat lahan perkebunan dilakukan di saluran sekunder dengan menempatkan bangunan pintu air (stop log). Saluran tersier berfungsi sebagai penampung dan pembuang kelebihan air yang berasal dari lahan dan membantu menjaga permukaan air tanah agar tidak terlalu rendah yakni dengan adanya kontrol dari saluran sekunder.

(11)

Gambar 4.1 Penurunan Muka Air Rencana

4.3.3.3 Drain spacing

Drain spacing didasarkan prinsip bahwa muka air di lahan tidak boleh terlalu lama menggenangi akar. Muka air dalam perencanaan akan berada dibawah zone perakaran. Perencanaan drain spacing didasarkan pada asumsi bahwa muka air tanah diusahakan berkisar antara 70 - 100 cm di bawah permukaan tanah. Fasilitas pengatur muka air tanah berupa saluran sekunder yang dilengkapi dengan stop-log (skot balok) pada hilirnya, dan saluran tersier.

Saluran tersier selain membantu saluran sekunder dalam menjaga elevasi muka air, juga sangat berperan untuk mempercepat pembuangan beban limpasan berlebihan dan menurunkan muka air tanah pada saat-saat hujan. Air yang jatuh di lahan diharapkan seluruhnya merembes ke dalam tanah. Kemudian bergerak sebagai aliran air tanah menuju ke saluran tersier. Dimensi saluran tersier setelah pemadatan mempunyai kedalaman 1,55 m dengan lebar 0,6 m. Besarnya debit q adalah 8 l/det/ha.

Perhitungan Jarak Drainase Menggunakan Persamaan Ernst Persamaan Ernst untuk tanah yang homogen.

u D K L q KD L q K h y q h 0 2 ln 8  S  

(12)

Keterangan dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 4.2 Saluran Drainase untuk Persamaan Ernst

Perhitungan Jarak Drainase Menggunakan Persamaan Hooghoudt

Persamaan Hooghoudt untuk tanah homogen dimana dasar saluran tidak mencapai lapisan kedap. q Kh h KD L e 2 2 8 4

Keterangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.3 Saluran Drainase untuk Persamaan Hooghoudt untuk Dasar Saluran yang Tidak Mencapai Lapisan Kedap Air

Dimana : L = drain spacing (m)

K = koefisien permeabilitas (m/det)

D = kedalaman lapisan tanah kedap kemuka air di saluran (m) h = beda elevasi muka air di lahan dan saluran (m)

(13)

Besarnya permeabilitas tanah gambut ini dihitung dari percobaan lapangan dan laboratorium, dengan asumsi aliran masih laminer. Besarnya koefisien permeabilitas-k diperoleh dari Laporan Penelitian Pemanfaatan Lahan Rawa Gambut untuk Budidaya Perkebunan Kelapa Ditinjau dari Aspek Peningkatan Tata Air oleh Ir. Mulyana Wangsadipoera, M.Eng dkk.

™ Untuk tanah gambut safrik nilai k berkisar antara (4,53-5,00) m/hari atau rata-rata = 4,76 m/hari.

™ Untuk tanah gambut hemik besamya nilai k berkisar antara (19,87-34,86) m/hari atau rata-rata 26,49 m/hari.

™ Untuk tanah gambut fibrik besamya nilai koefisien permeabilitas-k berkisar antara (43,09- 51,18) m/hari atau rata-rata = 47,26 m/hari.

Hasil pengukuran sebanyak 6 lokasi dilakukan di Guntung-Kateman, Propinsi Riau masing-masing di lokasi perkebunan RSTM dan GHS memperlihatkan nilai k antara (22,24 ; 27,36 ; 34,58) m/hari atau rata-rata = 28,06 m/hari, sedangkan untuk 3 lokasi yang lain memberikan nilai k antara (43,75 ; 47,54 dan 52,11) m/hari atau rata-rata 47,80 m/hari. Pertimbangan lain di dalam penentuan drain spacing adalah tata ruang.

4.3.3.4 Dimensi/Ukuran Saluran

Dimensi saluran dalam perencanaan, ditetapkan berdasarkan: ™ Kriteria kebutuhan drainase;

™ Kriteria kebutuhan transportasi (navigasi)

Pengalaman menunjukkan bahwa dimensi saluran untuk kebutuhan navigasi pada umumnya lebih besar dari dimensi untuk kebutuhan drainase. Untuk saluran tersier, dimensi saluran didasarkan beban drainase. Ukuran saluran tersier adalah lebar dasar ditetapkan b = 0.60 m selebar ukuran bucket, kedalaman = 1.0 m setelah subsidence. Ukuran saluran sekunder, primer dan kolektor ditetapkan berdasarkan kriteria kebutuhan transportasi.

4.3.3.5 Kebutuhan Transportasi (Navigable) a. Saluran Sekunder (Kanal Cabang)

Dimensi saluran sekunder (kanal cabang), primer (kanal utama) dan kolektor ditetapkan berdasarkan kriteria kebutuhan transportasi.

(14)

Lebar saluran ditetapkan sebesar lebar kapal motor/ponton ditambah kelonggaran. Dengan anggapan lebar ponton 2.4 m maka untuk kepentingan transportasi lebar kanal cabang (saluran sekunder) perlu 4.0 m. Tinggi air minimum di saluran ditetapkan dengan peninjauan draft kapal, ditambah kelonggaran kemungkinan pengendapan lumpur dan penggalian sebesar 1.5 m. Taraf muka air di saluran sekunder diatur sedemikian rupa agar supaya berada maksimum sedalam 1.00 m di bawah muka tanah (menjaga agar muka air tanah selalu berada di bawah zone akar). Jadi ukuran saluran sekunder tipikal adalah :

™ b = lebar dasar = 4.00 m,

™ H = kedalaman perlu saluran = 2.5 m

Saluran sekunder direncanakan dapat di lewati oleh sebuah kapal motor ponton dengan bobot 15 ton dari satu arah (tak berpapasan)

b. Saluran Primer (Kanal Utama)

Saluran primer direncanakan dapat dilewati oleh dua buah kapal motor ponton dari dua arah secara berpapasan selama 24 jam, dengan anggapan tidak terpengaruh oleh ponton yang sedang parkir di tempat penampungan (storage) kelapa yang direncanakan dibangun di kiri-kanan kanal utama dekat saluran sekunder. Bobot kapal motor/ponton adalah 15 ton dengan draft 1.50 m dan kelonggaran untuk pengendapan lumpur dan penggalian sedalam 1.00 m sehingga kedalaman air minimal di salurkan primer adalah 2.50 m. Lebar dasar sa luran primer ditetapkan = 10.0 m. Kemiringan talud adalah 1:1. Elevasi muka air pada muara ditetapkan sama dengan tide mean level agar kapal masih dapat keluar masuk muara selama beda pasang surut dengan tinggi muka air laut (tml) sekitar 1 meter saja.

c. Saluran Semi Primer (Kanal Semi Utama) dan Kolektor

Saluran kolektor direncanakan dapat dilewati oleh satu buah kapal motor (ponton) dari satu arah dengan lebar dasar saluran kolektor adalah 4.00 mtr, draft ditambah kelonggaran = 2.5 m dengan kemiringan talud = 1:2. Lebar dasar kanal Semiutama mempunyai lebar dasar 6 m dengan/kemiringan talud 1:1.

(15)

d. Saluran Pengalihan (Diversion Channel)

Pada GHS-II KM.5-Kanal Utama I cukup curam, sehingga kalau direncanakan saluran dengan mengikuti kemiringan topografi yang Ada maka air akan mengalir terlalu cepat, kedalaman air kurang besar untuk transportasi, debit terlalu besar, dan kemungkinan besar terjadi penggerusan. Untuk menghindarkan hal-hal tersebut dibuat bangunan pengontrol Kanal Utama dan dilengkapi dengan saluran pengalihan. Dengan adanya saluran ini, yang panjangnya lebih kurang 1.50 m, transportasi air tetap dapat berlangsung.

4.3.3.6 Ruang Bebas (Clearance) Untuk Jembatan

Lantai jembatan di saluran sekunder ditempatkan pada ketinggian 1.5 m di atas muka air tertinggi disaluran tersebut, sedangkan untuk jembatan di saluran primer lantai jembatan ditempatkan setinggi 2.5 m di atas muka air tertinggi di sa luran tersebut.

4.3.3.7 Lebar Berm Untuk Saluran

Untuk kanal utama lebar berm ditetapkan sebesar 10.0 m dari tepi saluran untuk menghindarkan kemungkinan longsornya tebing dan untuk maksud pemeliharaan dan pelaksanaan penggalian (alat berat). Lebar berm untuk saluran sekunder ditetapkan (1 – 1.5) m dari tepi saluran, sedangkan untuk saluran semi primer dan kolektor di ambil minimal 2 m.

4.3.3.8 Kemiringan Talud dan Kecepatan Dalam Saluran

Kemiringan talud untuk saluran primer ditetapkan 1 : 1 sedangkan kecepatan (0.50 - 1.2) m/det. Talud saluran sekunder dibuat tegak dengan kecepatan aliran pada saluran tersebut berkisar antara (0.2 - 0.4) m/dt. Kecepatan aliran pada saluran tersier ditetapkan antara (0.1 - 0.2) m/dt.

4.3.3.9 Bangunan Air (Pintu Stop-Log) di Saluran Sekunder

Pintu stop log memiliki lebar 3.00 m dan bahan pintu dibuat dari kayu. Konstruksi bangunan air stop log meliputi : lantai, turap dan tiang pancang semua dari bahan kayu. Direncanakan bangunan ini dilengkapi dengan drop structure. Dengan pintu ini maka kedalaman dan elevasi muka air sepenuhnya dapat dikontrol, yaitu kedalaman minimum 1.5 m dengan muka air paling tinggi 1.0 m dibawah muka tanah.

(16)

Penempatan stop-log selain pada ujung pertemuan saluran sekunder dengan saluran utama, juga ditempatkan pada tengah saluran yang sangat curam agar pengaturan air lebih efektif dan saluran tidak rusak.

4.3.3.10 Bangunan Pintu Air di Kana1 utama (Sa1uran Primer)

Konstruksi bangunan pintu dibuat dari bahan tiang pipa baja, turap dari papan baja (sheet pile), lantai dari baja, pintu dari baja. Lebar pintu total = 10 m, terdiri dari 5 bagian dengan lebar masing-masing 2.0 m dan lebar pintu bersih adalah 1.55 m. Pintu ini dapat di putar oleh tenaga manusia seorang diri dengan gaya yang diperlukan 12.5 kg. Pintu dapat dibuka total sampai 3.0 m dengan waktu buka 40 menit.

Untuk lokasi lahan perkebunan 12.000 Ha, terdapat 1 buah bangunan pintu air di kanal utama (sal. primer) yaitu di Km.5 lokasi KUT-I.

4.3.3.11 Bangunan Pengendali di Ujung Kanal Utama (Sa1uran Primer)

Bangunan pengendali ini telah direncanakan pada lokasi lahan perkebunan kelapa hibrida seluas 12.000 Ha, yaitu bangunan tersebut di letakkan di bagian hilir.

™ Pintu Pengendali Relokasi (Outlet)

Pintu pengendali ditempatkan pada saluran pengendali, saluran yang menghubungkan kanal utama (sa1. primer) dan sungai. Pintu pengendali ini berupa pintu sorong dengan ukuran 4 x 3 m (lebar x tinggi), terbuat dari bahan pelat baja (tebal 8 mm), dan diperkuat dengan rangka baja. Kabel baja mutu tinggi yang digerakkan oleh generator-set digunakan untuk menaikkan / menurunkan pintu ini. Generator tersebut harus mampu mengangkat beban total pintu ditambah gaya gesek akibat tekanan hidrostatik air.

Fungsi pintu pengendali adalah sebagai berikut

a. Untuk lalu lintas perahu dari sungai ke kanal utama (sal. primer), pada saat air pasang.

b. Membantu mengontrol elevasi muka air di kanal utama (sal. primer), dengan melimpaskan kelebihan air tersebut ke sungai. Tinggi pelat pintu ditentukan 3.0 m,

(17)

sehingga air bisa melimpas keluar lewat bagian atas pintu. Dengan demikian, sistem tata air dalam areal perkebunan bisa tetap terkontrol, dan sesuai untuk pertumbuhan tanaman.

c. Dalam keadaan darurat (hujan lebat/ekstrem) dan elevasi muka air di saluran utama bergerak terus keatas me lebihi taraf maksimum yang diizinkan, pintu pengendali dapat diangkat sehingga debit air yang keluar ke sungai lebih banyak.

™ Pintu Pembilas

Pintu air penguras ditempatkan pada saluran penguras, saluran yang menghubungkan ujung kanal utama (sal. primer) dengan sungai. Pintu penguras ini terdiri dari 2 set pintu sorong yang dipasang berdampingan. Tiap set pintu terdiri dari 2 buah pintu sorong (muka dan belakang), dengan ukuran plat pintu 80 x 160 cm (lebar x tinggi), dan dipasang atas-bawah untuk menutupi lubang pembilas berukuran 80 x 300 cm (lebar x tinggi). Di atas pelat daun pintu sebelah atas, dipasang pelat beton. Fungsi pintu ini untuk menguras/membuang ke sungai endapan material sedimen yang ada di ujung kanal utama (sal. primer).

Pengoperasian pintu ini bisa dilakukan dengan tenaga manusia, karena ukuran masing-masing pintu sorong tersebut kecil. Pada bagian, atas konstruksi rangka pintu, dipasang alat pemutar untuk menaikan dan menurunkan pintu secara manual (tenaga manusia). Alat pemutar ini sarna seperti yang dipakai dalam Standard Bangunan Irigasi. pada saat endapan material sedimen sudah banyak terkumpul di ujung kanal utama (saluran primer), pintu penguras ini dibuka untuk membuang material sedimen tersebut ke sungai melalui saluran penguras. Cara membuka/menurunkan pintu dengan memutar alat pemutar yang ada pada pintu. Pembukaan pintu penguras bisa satu persatu atau serentak semua pintu, tergantung keperluan. Setelah selesai proses pengurasan, pintu penguras ditutup lagi seperti semula.

Gambar

Tabel 4.1: Taraf Muka Air dan Umur Tanam Kelapa
Gambar 4.1 Penurunan Muka Air Rencana
Gambar 4.3 Saluran Drainase untuk Persamaan Hooghoudt untuk Dasar Saluran  yang Tidak Mencapai Lapisan Kedap Air

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sakit belum mempunyai tim yang mengelola keluhan se- cara khusus, keluhan yang masuk dianggap sesuatu yang wajar sehingga masalah yang dianggap biasa kurang mendapat

Untuk mengetahui faktor apa saja yang sangat mempengaruhi dari produktivitas tenaga kerja dalam pekerjaan konstruksi bangunan.. TINJAUAN PUSTAKA

kewarisan adat tidak memberlakukan sistem pergantian tempat bagi ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dari si pewaris dengan pendapat bahwa apabila seorang anak

utama dari oeganisasi sosial, seperti kepercayaan ( trust ) , norma-norma (norms) dan jaringan (Network) yang dapat meningkatkan efesiensi dalam suatu masyarakat.. Lebih lanjut

APU Foundation Students will also have the opportunity to pursue Bachelor Degrees at Staffordshire University in the areas of Comput- ing &amp; Technology, Engineering,

Menurut semua tim dari SKRRI faktor yang mempengaruhi perilaku seks pra nikah ini adalah pengaruh dari tekanan teman sebaya (bisa juga dari pacar), ada dorongan

Jika gagal berpisah pada oogenesis, gonosom gamet yang mungkin adalah X, XX, dan O, sedangkan dalam spermatogenesis terjadi gagal berpisah maka gonosom gamet yang

Prinsip mekanisme kerja probiotik pada akuakultur adalah kompetisi dengan bakteri patogen misalnya Pseudomonas terhadap beberapa Vibrio yang patogen pada udang, pengaktifan