• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Komposisi Tumbuhan pada Hutan Rasamala (Altingia excelsa Noronha) di Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Struktur dan Komposisi Tumbuhan pada Hutan Rasamala (Altingia excelsa Noronha) di Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Struktur dan kompoSiSi tumbuhan pada hutan

raSamala (Altingia excelsa Noronha)

di bodogol, taman naSional gunung gede

pangrango, Jawa barat

Asep Sadili dan Laode Alhamd Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI

Jl. Raya Jakarta-Bogor km 46 Cibinong, 16911, Indonesia e-mail; asep.sadili@gmail.com

Abstrak

Penelitian struktur dan komposisi jenis tumbuhan telah dilakukan di hutan rasamala (Alt. excelsa Noronha) Bodogol, Taman National Gede Pangrango. Lokasi ini termasuk dalam areal vegetasi hutan transisi antara hutan dataran rendah dengan hutan dataran tinggi. Data-data penelitian ekologi belum pernah ada, khususnya di areal hutan rasamala. Petak permanen 1 ha (100x100m) telah di buat tahun 2008. Seluruh pohon yang ada dalam petak berdiameter batang >5cm diukur batangnya setinggi 130 cm, selanjutnya diidentifikasi jenis, dan diukur total pohonnya. Dari hasil penelitian menunjukan, bahwa struktur pohon, komposisi jenis, dan kerapatan menyerupai hutan primer alami tropik, terdiri dari 117 jenis, 44 suku, dan 585 individu per ha katagori pohon dan anak pohon. Jenis Alt. excelsa INP=137.7% (indek nilai penting) adalah jenis utamanya, dan disusul oleh jenis Villebrunia rubescens, Macaranga semiglobossa, Turpinia sphaerocarpa dengan INP masing-masing sebesar 20.9%, 19.0%,11,3%. Untuk anakan pohon didominasi oleh Vill. rubescens (INP= 20.9%), Mac. semiglobosa (INP=19.0%),

Kata kunci: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Anak pohon, Hutan rasamala,

Strukture pohon, Hutan hujan tropis. Abstract

Tree structure and species composition were investigated in rasamala forest (Alt. excelsa Noronha) at Bodogol, Gede Pangrango National Park the forest. Is transition between lowland and low montane forests. However, there is no data for ecological study, especialy in rasamala forest. A permanent plot in 1 ha (100x100m) was established in 2008. All tree in the plot were measured at DBH>5cm in diameter with heigt 130 cm, identified the species, and measured the height total. The result showed that the tree structure, species composition, and density closed to the composition of natural primary forest in tropical area, consiting of 117 species, 44 families, and 585 individual trees per ha for tree and juvenile catagory. For tree structure, the Alt. excelsa IVI=137.7% (Inportent Value Index) mine species, and as the main species in these forest, followed by Villebrunia rubescens, Macaranga semiglobossa, Turpinia sphaerocarpa with IVI=20.9%, IVI=19.0%, IVI=11,3%, respectipely. For juvenile trees was dominated by Vill. rubescens (IVI= 20.9%), Mac. semiglobosa (IVI=19.0%).

Key words: Gede Pangrango National Park. Juvenile tree, Rasamala fores, Tree structure, Tropical rain fores.

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Tegakan jenis tumbuhan baik pada hutan alami maupun hutan homogen merupakan keadaan setiap individu sebagai penghuni pada kawasan hutan tersebut, salah satunya di hutan perluasan Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Luas kawasan hutan TNGGP secara keseluruhan menjadi ±21.975 ha. yang awalnya ±15.196 ha. Perluasan tersebut berasal dari areal Perum Perhutani yang terdapat pada bagian pinggiran kawasan TNGGP berbatasan dengan lahan masyarakat. Di wilayah kerja resort Bodogol areal perluasannya ±390ha, yang asalnya ±2.000 ha dan sekarang menjadi ±2.390 ha (SK Menhut No 174/Kpt.s-II/tanggal 10 Juni 2003 (personal komunikasi).

Kawasan perluasan di Bodogol telah ditanami beberapa jenis pohon penghasil kayu, salah satunya rasamala (Alt. excelsa) dan telah berumur cukup tua. Menurut informasi jenis rasamala ditanam sejak kolonial Belanda, sehingga keadaan diameter batangnya menunjukan sudah besar hampir sebanding dengan tegakan jenis rasamala yang ada di hutan-hutan alami khususnya di Jawa Barat. Diantara pohon rasamala yang ditanam, telah tumbuh dan berkembang jenis-jenis lain menyusun struktur tegakan vegetasi kawasan perluasan secara alami dengan ukuran diameter batang bervariasi. 1.2. Tujuan

Semenjak diserahkan dari Perhutani ke TNGGP pada kawasan tersebut belum pernah dilakukan penelitian dan oleh karena itu, maksud dan tujuan penelitian ini yakni mengungkap informasi yang ada terutama struktur dan komposisi jenis tumbuhan selain jenis rasamala yang telah tumbuh besar.

Lebih jauhnya dari penelitian ini diharapkan akan mendapatkan informasi

yang bermanfaat khususnya dalam mempelajari perkembangan proses suksesi yang terjadi sebagai areal laboratorium alami, sehingga dapat digunakan untuk acuan dalam mendukung dan penguatan program-program pengembangan perluasan kawasan di TNGGP khususnya di resort Bodogol.

Gambar 1. Lokasi penelitian 2. METODOLOGI 2.1. Lokasi penelitian

Kawasan resort Bodogol adalah kawasan hutan berupa rangkaian punggungan atau perbukitan menuju arah gunung Pangrango dari arah barat. Kondisi alam umumnya terdiri dari daerah perbukitan yang berlereng, mulai dari curam sampai sangat curam terutama pada aliran sungai dengan iklim basah.

Wilayah kerja resort Bodogol terletak di dua kabupaten yakni Bogor dan Sukabumi yang termasuk katagori hutan tropik transisi antara hutan pamah dataran rendah dengan hutan pegunungan, karena jenis tumbuhan dataran rendah masih dijumpai, begitu juga sebaliknya jenis tumbuhan pegunungan masih bisa ditemukan.

Tofografi di areal penelitian dari jalur A1-A10 lebih landai karena sebagian berada dipunggungan bukit, tetapi untuk jalur A-J berlereng lebih terjal mencapai 50% ke arah timur (Gambar, 5 dan 6). Letak geografi

(3)

pada posisi 06o46.547’ lintang selatan dan

106o 51.110’ bujur timur pada anak petak

A1 dengan ketinggiannya lokasi ±805m dari permukaan laut (Gambar 1).

2.2. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan adalah dengan membuat petak permanen berukuran 100x100m (1 ha). Petak tersebut dibagi menjadi anak petak sebanyak 100 buah (10mx10m). Jenis-jenis tumbuhan dalam anak petak diberi nomor permanen dari seng aluminium dan diukur diameter batang setinggi ±130 cm yang berdiameter >5cm. Setiap individu yang diukur diidentifikasi jenis ilmiahnya dan diukur tinggi total (tt), serta tinggi bebas cabang (tb). Jenis-jenis belum teridentifikasi dilapangan sebagian daun dengan tangkainya dibuat sepesimen herbarium untuk diidentifikasi jenis ilmiahnya sebagai spesimen bukti atau voucher.

Data-data dianalisa nilai dominansi relatif (DR), kerapatan relatif (KR), frekuensi relatifnya (FR) dan ditentukan nilai pentingnya (NP). Nilai indek keanekaragaman jenis, dan indek kemerataanya 3,4,7).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Struktur dan komposisi jenis

Struktur dan komposisi jenis tumbuhan yang dihasilkan (diamter >5cm) sebanyak 585 individu termasuk jenis rasamala. Luas bidang dasarnya sebesar 26.55m2/

ha. Kerapatannya pohon di hutan-hutan alam tropika umumnya berjumlah 500-800 individu/ha. Hasil penelitian di sekitar Cibodas-TNGGP pada ketinggian 1.400m dpl. mencatat sebanyak 427 individu/ha. Di Wanariset tercatat sebanyak 541 individu, di Bengkulu 547 individu, Sekundur 459 individu, Ketambe 460 individu dan Riau 580 individu/ha 11, 12)

Gambar 2. Histogram persebaran kelas diameter jenis rasamala (Alt. excelsa)

Gambar 3. Histogram persebaran kelas diameter jenis lain

Berdasarkan spesimen bukti tercatat 117 jenis, 86 marga dari 44 suku. Indek keanekaragaman jenis sebasar 4.10 (H’) dan indek kemerataanya sebesar 0.74 (E). Dengan demikian keanekaragaman jenis tumbuhan pada hutan perluasan tersebut relatif cukup tinggi dibandingkan dengan hutan tropis lainnya, mengingat pada areal tersebut telah terganggu sebelumnya.

Jenis-jenis lain yang hidup secara alami membentuk vegetasi hutan bersama-sama rasamala memiliki luas bidang dasar <5m2/

ha. Jenis Villebrunea rubescens (DR=2.45%), Macaranga semiglobosa (DR=1.89%), Turpinia sphaerocarpa (DR=1.13%). Untuk jenis Turp. sphaerocarpa merupakan jenis dominan tertinggi, sedangkan jenis yang memiliki nilai dominansi relatif terendah

(4)

Gambar 4. Kurva species di hutan rasamala Bodogol TNGGP

sebanyak 18 jenis masing-masing sebesar 0.01% (DR).

Jenis Vill. rubescens dan Mac. semiglobosa merupakan jenis yang mempunyai nilai penting yang hampir sama (NP=5%) sehingga dimungkinkan ada kecocokan yang tinggi pada habitat tersebut bersama rasamala. Begitu juga sebaliknya ada 17 jenis dengan nilai penting yang sama dan terendah, sehingga dimungkinkan kurang sesuai pada habitat hutan rasamala tersebut walaupun masih dapat bertahan hidup.

Berdasarkan kurva species area (Gambar 4), penambahan jenis relatif konstan dari setiap anak petak, tetapi pada anak petak ke 80an terlihat sudah mulai stabil walaupun ada penambahan, namun jumlahnya tidak signifikan. Selain jenis-jenis tumbuhan alam pada petak ini terdapat jenis yang telah ditanam atau didomestikasi untuk diambil kayu dan buahnya seperti jenis Maeopsis emini (manii), Artocarpus heterophylus (nangka) dan A. elasticus (teureup). Ketiga jenis tersebut tingkat nilai pentingnya masih rendah dan merupakan jenis asing bagi TNGGP (NP=2.4%, NP=0.8% dan NP=2.98%). Jenis manii adalah tumbuhan asli dari Afrika yang diintroduksi tahun 1920an dan ditanam

disekitar perkebunan-perkebunan teh16).

Jenis Pternandra azurea (kibuyur) dan Vill. rubescens (nangsi) adalah jenis dominan di petak permanen hutan alam Bodogol15). Dari kedua jenis tersebut pada

petak perluasan ini menempati rangking 6 dan 2 untuk jenis dominan. Dengan demikian sebaran jenis tersebut diduga berasal dari hutan alam yang masih baik karena jarak kedua petak tersebut tidak terlalu jauh (±300m).

3.2. Regenerasi

Selain jenis rasamala hasil penelitian ini menunjukan jumlah tertinggi dikuasai kelas diameter batang terkecil. Dengan demikian, pada hutan perluasan ini mencirikan tipe hutan alami yang dinamis yakni membentuk hurup ”L” besar (Gambar 3). Keadaan ini juga menggambarkan bahwa, secara keseluruhan hutan kawasan yang diteliti umumnya terdiri dari pohon-pohon muda yang akan menggantikan pohon-pohon besar atau tua dan mati. Namun jenis-jenis dari hasil yang dicapai umumnya masih penyusun hutan untuk kategori sekunder.

Diantara suku-sukunya yang tercatat, suku Euphorbiaceae merupakan suku yang memiliki jenis terbanyak (14 jenis), diikuti Moraceae (11 jenis), Meliaceae (8 jenis), Rubiaceae (6 jenis) dan Fagaceae (5 jenis). Melimpahnya jenis dari suku Euphorbiacea merupakan indikator adanya telah terjadi kerusakan hutan alam pada waktu sebelumnya. Selain jenis pioner dari suku Euphorbiaceae, telah menandakan akan adanya jenis pengganti untuk tingkat pohon selain jenis rasamala yang berumur panjang dan berdiameter besar. Jenis tersebut adalah dari suku Lauraceae dan Fagaceae atau suku-suku lain penyusuan komposisi jenis-jenis hutan alami primer tua.

(5)

Jenis rasamala memiliki diameter batang bervariasi mulai dari 8.63cm-97.23cm. Jumlah terbanyak pada batang berdiamter 50-69.9cm dan hal ini menunjukan regenerasinya relatif baik pula (Gambar, 2). Jenis rasamala ini masih tetap mendominasi dan nilainya sangat signifikan dibandingkan jenis lainnya yaitu sebesar 21.77m2/ha Gambar 5. Propil tegakan pohon pada jalur petak A1-A10 di hutan perluasan Bodogol TNGGP.

Gambar 6. Propil tegakan pohon pada jalur petak A-J di hutan perluasan Bodogol TNGGP.

yang dihasilkan sebagai jenis utama apada areal perluasan di Bodogol masih sangat signifikan dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya yaitu sebesar 108.19% (NP). Untuk pola dominansi jenis utama untuk jenis lain menujukan tegakan hutan tidak dikuasai satu jenis atau terjadi pemusatan jenis, tetapi menunjukan pola merata 9, 14).

Jenis rasama yang masih mendominasi dan sebagai jenis utama, namun ada 5 individu sudah mati tetapi masih tegak merangrang tidak berdaun dengan diameter batang bervariasi yaitu ±54.66-cm, ±42.95-cm, ±35.32-±42.95-cm, ±59.50-cm dan ±69.36-cm. Oleh karena itu kompetisi terhadap sesama jenis rasamala atau jenis lainnya sudah memperlihatkan pada hutan tersebut, terutama kompetisi untuk mendapatkan nutrisi di dalam tanah.

Tajuk pohon yang dikaji digunakan untuk melihat pola pemanfaatan cahaya oleh jenis-jenis dominan di bawah naungan yang dibagi menjadi beberapa strata. Pada gambar 5 dan 6 jenis rasamala masih menguasai dan jenis-jenis lainnya termasuk strata D tinggi <15m 8) .

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kawasan perluasan hutan homogen rasamala di Bodogol TNGGP merupakan labolatorium alam untuk mempelajari proses-proses suksesi menuju hutan alam klimak

No. Jenis NP (%) No. Jenis NP (%)

1 Alt. excelsa 108.19 6 Pternandra azurea 5.69

2 Villebrunea rubescens 17.75 7 Diospyros frutescens 4.58 3 Macaranga semiglobosa 16.40 8 Pometia pinnata 4.29 4 Turpinia sphaerocarpa 8.69 9 Arthrophyllum javanicum 3.98 5 Dendrocnide stimulans 6.11 10 Meliosma lanceolata 3.68 Tabel 1. 10 jenis tumbuhan berdasarkan NP di areal perluasan Bodogol-TNGH

(DR=82.07%). Begitu juga kerapatannya sebanyak 82 individu/ha (KR=14.02%) dan dengan frekuensinya 58 individu/ha (FR=12.11%). Dengan demikian nilai penting

dan saat ini masih katagori hutan sekunder. Keanekaragaman jenisnya relatif tinggi dan kerapatannya tinggi pula. Regenerasi jenis cukup baik. Dominansi tertinggi masih

(6)

dimiliki rasamala tetapi jenis nangsi dan mara merupakan jenis tertinggi sebagai jenis utama.

Bagi pengelola kawasan khususnya TNGGP tercatatnya jenis manii, teureup dan jenis nangka perlu dimonitoring keberadaanya supaya tidak mendominasi dan menjadi tumbuhan invasif bagi kawasan TNGGP, khususnya di kawasan resort Bodogol

uCapan terima kaSih

Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Bidang Botani dan Kepala Puslit Biologi-LIPI yang telah memberikan tugas penelitian. Tak lupa kepada Kepala Balai TNGGP dan para petugas lapangan di Resort Bodogol seperti pak Pepen dan yang lainnya kami sampaikan terima kasih atas ijin yang telah diberikan. Untuk pembantu lapangan khususnya masyarakat Bodogol kami mengucapak terima kasih atas kerjasamanya selama penelitian ini dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulhadi R. R. Yusuf dan K. Kartawinata.1991. A. riverine tropical rainforest in Ketambe, Gn. Leuser National Park, Suamtera, Indonesia. Proc.Fouth Round-table Conference on Dipt. Biotrop Spec. Publ.41:247-255.

2. Backer, C.A. & Bakhuizen van Den Brink Jr.. RC. 1963-1968. Flora of Java. I-IIL Groningen, Noordhoff. Nederland. 3. Cox, G.W.1967. Labolatory Manual of general Ecology. M.C. crown. Iowa. London.

4. Geig-Smith, P. 1964. Quantitative Plane Ecology., London

5. Heriyanto NM. 2003. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Bekas Terbakar di Berau, Kalimantan Timur. Bul. Pen. Hutan. 639:22.

6. Kartawianta, K.R. Abdulhadi and T.

Partomihardjo. 1981. Composition and structure of a lowland Dipterocarp forest at Wanariset East Kalimantan. Malay Forester, 44 (2&3):397.

7. Mueller–Dombois D & Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley & Sons, New York. 8. Misra K. 1973. Ecological Work Book. Oxford & IBH Publishing Ltd. New Delhi.

9. Odum PW. 1971. Fundamental of Ecologycal 3rd ED.W.B. Sounder. Coy.

Philadelphi. London Toront. hlm 1-24. 10. Rifai MA, Rugayah dan EA Widjaya

(Peny.). 1992. Tiga puluh jenis tumbuhan obat langka Indonesia. Sisispan Floribunda 2 . Bogor.

11. Yamada I. 1975. Forest Ecological Studies of Montane Forest of Mt. Pangrango, West Java. Stratification and Floristic Composition of The Mountain Rain Forest. The Southeast Asian Studies. 13: 402-426.

12. Yusup R. 2003. Penelitian Ekologi Jenis Pohon Di Kawasan Hutan Bulungan, Kabupaten Bulungan–Kalimantan Timur. Berita Biologi. Vol. 6, no. 6, Desember 2003. hal. 767-780.

13. Smith RL and TM Smith. 2000. Elements of Ecology. Community Science Publising, San Fransisco. CA. 14. Soerianegara I dan A Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hlm 38-102.

15. Sambas, dkk. 2007. Struktur Vegetasi dan Dinamika Hutan Pada Petak Permanen di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dalam Evaluasi Keanekaragaman Jenis Biota dan Fungsi Ekosistem Hutan Dataran Rendah di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Bodogol-Sukabumi, Jawa Barat. (Laporan perjalanan Puslit Biologi-LIPI). Bogor.

16. Sunarno & Rugayah (Peny.). 1992. Flora Taman Nasional Gede Pangrango. Herbarium Bogoriense. Bogor.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian
Gambar 2.  Histogram persebaran kelas diameter  jenis rasamala (Alt. excelsa)
Gambar 4. Kurva species di hutan rasamala  Bodogol TNGGP
Gambar 6.  Propil tegakan pohon pada jalur  petak A-J di hutan perluasan Bodogol  TNGGP.

Referensi

Dokumen terkait

struktur komunitas kupu-kupu di hutan hujan tropis Bodogol memiliki indeks keanekaragaman spesies yang lebih tinggi pada ruang kanopi bercelah dibandingkan ruang pada

Selain itu mengacu pada Tabel 4 diketahui bahwa 4 dari 10 jenis anak pohon yang memiliki urutan nilai penting tertinggi baik di petak I maupun II ternyata adalah

Untuk memperoleh data komposisi dan struktur vegetasi di kawasan hutan TNGGP dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak pada

Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan obat!. Hal tersebut disebabkan tanah yang subur dan

Pengelolaan owa jawa mutlak dilakukan mengingat owa jawa merupakan salah satu jenis primata endemik yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi

(2007) menunjukkan bahwa terdapat 18 jenis Anura di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), sedangkan khusus di Sungai Cibeureum terdapat enam jenis Anura. Penelitian

Sementara itu BBTNGGP memandang SDH dan lahan dari aspek property rights dimana lahan hutan kawasan perluasan TNGGP adalah milik negara (state property). Fakta

(iii) Nilai indeks diversitas jenis pohon pada lokasi penelitian tergolong ke dalam kategori tinggi (3,78) tetapi dengan nilai kemerataan yang relatif rendah (1,26) karena