Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 109
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN OBAT DI HUTAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
Sri Astutik1, Irpan Fahrurozi 2, dan Priyanti2*
1
UPT BKT Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
*Corresponding author: priyanti@uinjkt.ac.id
Abstract
Mount Gede Pangrango National Park is medicinal plant species diversity because of the fertile soil and humidity tropical forests. This study had been done to identify, preserve, and conserve the medicinal plant. Square method used in this study i.e: 2x2 m, 5x5 mm, 10x10 m, and 20x20 m. Mount Gede Pangrango people interviewed to know the medicinal function of each species. The quantitative data analyzed by Micrsoft Office Excel 2007. Urticaceae had 4 species while the other families did not know yet. Leaf is the larger utility as herbal (42%) than root, stem, flower and fruit. The diversity of medicinal plants was moderate (1≤H≤3). Herbaceous had the highly rich index
(R’>5), boundary pole and tree R’=3.5─5, and bar R’<3.5. Mount Gede Pangrango National Park
is expected to be utilized for the local people and carried out the conservation effort for the medicinal plant.
Keywords: Conservation, leaf, Mount Gede Pangrango National Park, medicinal plant
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu hal penting yang menjadi perhatian manusia. Pelayanan kesehatan telah diupayakan Kementrian Kesehatan RI untuk menyentuh daerah-daerah di seluruh tanah air. Akses menuju pusat pelayanan kesehatan terdekat dapat dialami oleh masyarakat yang tinggal di pelosok desa yang sulit dijangkau dengan kendaraan atau oleh masyarakat dengan pendapat lebih rendah dari upah minimum regional. Kendala tersebut menyebabkan masyarakat memanfa-atkan tumbuhan untuk mengobati penya-kitnya.
Indonesia memiliki sekitar 30 ribu jenis tumbuhan. Masyarakat di tanah air telah menggunakan 800-1200 ribu jenis tumbuhan sebagai bahan baku obat (Hidayat, 2006). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terdiri atas zona Sub Montana (1000-1500 m dpl), zona Montana (1500-2400 m dpl), dan zona Sub Alpin ((1500-2400-3019 m dpl). Zona Sub Montana merupakan kawasan hutan dengan keaneka-ragaman tumbuhan yang tinggi (Van Steenis, 1972) termasuk tumbuhan obat.
Sekitar TNGGP ditemukan kurang lebih 23 jenis penyakit yang diderita masyarakat dengan 72 resep yang menggunakan sekitar 80 jenis tumbuhan obat (Rosita et al., 2007). Salah satu jenis tumbuhan bernilai ekonomi yang diyakini berkhasiat obat adalah Cinna-momum sp yang kulit kayunya dapat dijadi-kan ramuan pasca melahirdijadi-kan. Kulit kayu
Beilschmiedia gemmiflora telah digunakan sebagai obat gatal-gatal (Rahayu, 2010).
Data tumbuhan obat yang tumbuh di taman nasional TNGGP masih perlu dikaji keanekaragaman, potensi, dan penyebaran jenisnya. Data ini diperlukan untuk konser-vasi tumbuhan obat Indonesia dan peman-faatannya secara berkelanjutan.
MATERIAL DAN METODE Waktu dan lokasi penelitian
Sri Astutik dkk Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 110 Cara kerja
Analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat yang ditentukan secara acak. Plot betingkat digunakan pada penelitian ini dengan ukuran 2x2 m2,5x5 m2, 10x10 m2, dan 20x20 m2 (Purba 2009). Identifikasi tum-buhan menggunakan Indeks Tumtum-buhan Obat di Indonesia (1995), The Plant List (http://www.theplantlist.org), The Interna-tional Plant Names Index (http://www. ipni.org), dan Tropicos® (http://www. tropicos.org). Wawancara tentang manfaat tumbuhan obat dilakukan terhadap 25 orang yang tinggal di sekitar hutan TNGPP. Metode wawancara adalah snowball yaitu pemilihan responden berdasarkan informasi responden
sebelumnya (Ernawati, 2009). Responden dipilih yang memiliki pengetahuan tentang tumbuhan obat dan pemanfaatannya. Selain itu digunakan kuesioner untuk memperoleh data tumbuhan obat yang digunakan, macam penggunaan, bagian yang digunakan, dan cara penggunaannya.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dan deskriptif menggunakan
Microsoft Office Excel 2007. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan mengacu pada Ernawati (2009). Indek nilai penting (INP) dihitung dengan rumus yang mengacu pada Purba (2009). Keanekaragaman dan kekayaan jenis mengacu pada Odum (1998).
Gambar 1. Lokasi penelitian di hutan TNGGP
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman tumbuhan obat di hutan TNGGP
Tumbuhan obat yang tumbuh di hutan TNGGP dan berhasil diidentifikasi terdiri atas 45 jenis yang dikelompokkan ke dalam 29 suku. Sebanyak empat jenis dikelompokkan ke dalam Urticaceae, tiga jenis dari Ru-biaceae dan Arecaceae, dua jenis dari
Zingi-beraceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Mora-ceae, MyrsinaMora-ceae, PiperaMora-ceae, Rosa-Mora-ceae, Actinidiaceae, dan Theaceae, sedangkan satu jenis dari suku-suku lainnya.
Keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
Sri Astutik dkk Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 111 Gambar 2. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat di TNGGP
pertumbuhan herba tergolong tinggi (R’>5), pancang dan pohon tergolong sedang (3.5≤ R’≤ 5), sedangkan tingkat pertumbuhan tiang rendah (R’<3.5) (Gambar 2).
Tingkat pertumbuhan herba yang berhasil diidentifikasi berjumlah 42 jenis yang dikelompokkan dalam 28 suku. Cyrtandra picta merupakan jenis dengan nilai INP tertinggi yaitu 17.79% sedangkan nilai INP terendah terdapat pada Altingia excelsa
sebesar 2.27%. Sebanyak 16 jenis tingkat pertumbuhan pancang dikelompokkan ke dalam 13 suku. Eugenia lineata, Castanopsis javanica, dan Litsea resinosa mempunyai nilai INP tertinggi sebesar 16.69% sedangkan jenis-jenis lainnya dengan nilai INP sebesar 11.36%. Tingkat pertumbuhan tiang yang
berhasil diidentifikasi berjumlah 10 jenis dengan 10 suku. Turpinia sphaerocarpa
merupakan jenis dengan nilai INP 59.99% sedangkan Ostodes paniculata, Ardisia vilio-sa, dan Neonauclea lanceolata dengan nilai INP 17.19%. Nilai INP tertinggi pada tingkat pertumbuhan pohon dimiliki oleh Schima wallichii 44.52% sedangkan nilai INP terendah terdapat pada Toona sureni 5.77%. Organ tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat
Masyarakat sekitar kawasan TNGGP memanfaatkan akar, batang, pcuk daun, biji sebagai bahan baku pembuatan obat. Daun merupakan organ yang paling banyak (42%) dimanfaatkan dalam pembuatan obat diban-dingkan organ tumbuhan lainnya (Gambar 3).
Sri Astutik dkk Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 112 Keanekaragaman tumbuhan obat di
hutan TNGGP yang diamati sebelumnya oleh Purnawan (2006) tercatat 210 jenis. Jumlah jenis yang berbeda pada penelitian ini dapat disebabkan oleh pemanfaatan tumbuhan obat yang semakin meningkat namun tidak diiringi dengan usaha perbanyakan di habitat ala-minya.
Tingkat pertumbuhan herba mempunyai indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis yang tinggi dipengaruhi oleh topografi lokasi penelitian yang berlereng-lereng dan sedikit-nya tutupan dari tajuk pada tingkat partum-buhan tiang dan pohon. Hal ini disebabkan tercukupinya ruang, nutrisi, dan sinar mata-hari bagi pertumbuhan herba. Tingkat partum-buhan herba lebih mudah beradaptasi dengan topografi seperti ini (Handayani 2008).
Daun banyak digunakan sebagai bahan baku obat karena organ ini yang paling banyak ditemukan ketika tumbuhan tidak memasuki musim berbunga dan berbuah. Bahan baku obat yang menggunakan organ daun ditemukan pada 749 jenis tumbuhan berkhasiat obat. Selain daun, kulit batang, batang maupun akar juga merupakan organ yang digunakan sebagai bahan baku obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekara-gaman Hayati Bapedal dan Fakultas Kehu-tanan IPB 2001).
KESIMPULAN
Jenis tumbuhan obat yang ditemukan paling banyak di TNGGP merupakan anggota suku Urticaceae. Keanekaragaman tumbuhan obat di TNGGP tergolong sedang. Kekayaan jenistumbuhan obat pada tingkat pertumbuhan herba tergolong tinggi, pancang dan pohon tergolong sedang, dan tiang tergolong rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1995). Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (edisi ke-2). PT Esai Indone-sia. Jakarta.
Ernawati. (2009). Etnobotani Suku Melayu Da-ratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabu-paten Kampar, Provinsi Riau). Depar-temen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehu-tanan IPB. Bogor.
Hidayat, S. (2006). Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi dan Sebaran.
Pusat Konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI, Bogor.
Odum, E. P. (1998). Dasar-dasar Ekologi (Terje-mahan) Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purba, E. F. B. (2009). Studi
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekanatan (Naturalis narvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehu-tanan IPB. Bogor.
Purnawan, B. I. (2006). Inventarisasi Keanekara-gaman Jenis Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehu-tanan IPB. Bogor.
Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekara-gaman Hayati Bapedal dan Fakultas Kehutanan IPB. (2001). Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia Executive Summary. Kerja-sama Proyek Pengelolaan dan Pemu-lihan Kerusakan Lingkungan dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Rosita, S. M. D., Rostiana, O., Pribadi, E. R., & Hermani. (2007). Penggalian Iptek
Etno-medisin di Gunung Gede
Pangrango. Buletin Littro XVIII (1), 13-28.
The Plant List. (2013). Version 1.1. (30 April
2014). Diakses dari http://
www.theplantlist.org/
The Royal Botanic Gardens. (2011). The international plants names index. (3 Mei
2014). Diakses dari
http://www.ipni.org.