PERFORASI DUODENUM
PERFORASI DUODENUM
SUBBAGIAN BEDAH DIGESTI/BAGIAN BEDAH SUBBAGIAN BEDAH DIGESTI/BAGIAN BEDAH
RSUP dr. SARDJITO YOGYAKARTA RSUP dr. SARDJITO YOGYAKARTA
2012 2012
Oleh: Santi Rini Oleh: Santi Rini Pembimbing : Pembimbing : Prof. dr. Marijata, SpB-KBD Prof. dr. Marijata, SpB-KBD
REFERAT I
REFERAT I
Merupakan bagian pertama dari usus
Merupakan bagian pertama dari usus
halus,
halus,
berbentuk C, melekat pada caput
berbentuk C, melekat pada caput
pankreas, panjang 20-25 cm
pankreas, panjang 20-25 cm
Terdiri dari 4 bagian:
Terdiri dari 4 bagian:
Pars I (superior)
Pars I (superior)
Pars II (desenden)
Pars II (desenden)
Pars III (horizontal/inferior)
Pars III (horizontal/inferior)
Pars IV (asenden)
Pars IV (asenden)
ANATOMI DUODENUM
ANATOMI DUODENUM
Retroperitoneal
Intraperitoneal
Duodenum Pars I (Superior)
Duodenum Pars I (Superior)
Memanjang dari orificium piloricum gaster hingga collum Memanjang dari orificium piloricum gaster hingga collum
vesica felea, tepat di sisi kanan corpus vertebra L1. vesica felea, tepat di sisi kanan corpus vertebra L1.
Panjang Panjang 5 cm. 5 cm. Batas:Batas:
Posterior oleh ductus biliaris komunis, arteri Posterior oleh ductus biliaris komunis, arteri
gastroduodenalis, vena porta, dan vena cava inferior. gastroduodenalis, vena porta, dan vena cava inferior.
Anterior oleh lobus quadratus hepar.Anterior oleh lobus quadratus hepar. Superior oleh foramen epiploicaSuperior oleh foramen epiploica
Inferior oleh caput pankreasInferior oleh caput pankreas
Setengah bagian proksimalnya bebas bergerak dan Setengah bagian proksimalnya bebas bergerak dan
setengah bagian distalnya terfiksasi setengah bagian distalnya terfiksasi
Duodenum Pars II (Desenden)
Duodenum Pars II (Desenden)
Berada tepat di sisi kanan linea mediana dan memanjang dari Berada tepat di sisi kanan linea mediana dan memanjang dari
collum vesica fellea hingga batas inferior dari vertebra L3. collum vesica fellea hingga batas inferior dari vertebra L3.
Panjangnya sekitar 7,5 cm. Panjangnya sekitar 7,5 cm. Batas: Batas:
Anterior oleh kolon transversum, lobus hepar dekstra, dan Anterior oleh kolon transversum, lobus hepar dekstra, dan
jejunum, jejunum,
Posterior oleh ginjal kanan, Posterior oleh ginjal kanan, Medial oleh caput pankreas, Medial oleh caput pankreas,
Lateral oleh kolon asenden dan fleksura kolika dekstra. Lateral oleh kolon asenden dan fleksura kolika dekstra.
Di pertengahan pars II (sisi posteromedial) terdapat traktus Di pertengahan pars II (sisi posteromedial) terdapat traktus
pankreatikobiliaris
pankreatikobiliaris terdapat papila duodeni mayoris (muara terdapat papila duodeni mayoris (muara dari duktus biliaris dan duktus pankreatikus) serta papila
dari duktus biliaris dan duktus pankreatikus) serta papila duodeni minoris (muara duktus pankreatikus asesorius). duodeni minoris (muara duktus pankreatikus asesorius).
Batas antara foregut dan midgut tepat di distal papila duodeni Batas antara foregut dan midgut tepat di distal papila duodeni
mayoris mayoris
Duodenum Pars III
Duodenum Pars III
(Horizontal/Inferior)
(Horizontal/Inferior)
Bagian duodenum terpanjang, Bagian duodenum terpanjang, memanjang dari sisi memanjang dari sisi
kanan vertebra lumbal 3 atau 4 ke sisi kiri aorta kanan vertebra lumbal 3 atau 4 ke sisi kiri aorta
Panjangnya 10 cm. Panjangnya 10 cm. Batas:Batas:
Superior : caput dan prosessus uncinatus pankreas, Superior : caput dan prosessus uncinatus pankreas,
dengan arteri pankreatikoduodenalis inferior terletak dengan arteri pankreatikoduodenalis inferior terletak
pada sulkus di antara pankreas dan duodenum. pada sulkus di antara pankreas dan duodenum.
Duodenum Pars IV (Asenden)
Duodenum Pars IV (Asenden)
Panjangnya sekitar 2,5 cm Panjangnya sekitar 2,5 cm Melengkung secara oblik ke atas, atau ke sisi kiri aorta Melengkung secara oblik ke atas, atau ke sisi kiri aorta
hingga kira-kira batas atas dari vertebra lumbal II dan hingga kira-kira batas atas dari vertebra lumbal II dan berakhir pada
berakhir pada duodenojejunal junctionduodenojejunal junction. Sambungan ini . Sambungan ini berada sekitar 4 cm di inferomedial dari ujung kartilago berada sekitar 4 cm di inferomedial dari ujung kartilago costa IX, dikelilingi oleh lipatan peritoneum yang
costa IX, dikelilingi oleh lipatan peritoneum yang mengandung kumpulan serabut otot yang disebut mengandung kumpulan serabut otot yang disebut muskulus/ligamentum suspensoria (ligamentum muskulus/ligamentum suspensoria (ligamentum Treitz).
Treitz).
Ligamentum Treitz merupakan sisa dari mesenterium Ligamentum Treitz merupakan sisa dari mesenterium
dorsalis yang memanjang dari fleksura duodenojejunal dorsalis yang memanjang dari fleksura duodenojejunal ke
ke cruscrus dekstra diafragma. dekstra diafragma.
Batas posterior dari pars IV adalah trunkus simpatikus Batas posterior dari pars IV adalah trunkus simpatikus
sinistra, muskulus psoas serta arteri/vena renalis dan sinistra, muskulus psoas serta arteri/vena renalis dan gonad
Vaskularisasi Duodenum
Duodenum pars I divaskularisasi oleh Duodenum pars I divaskularisasi oleh
arteri supraduodenalis arteri supraduodenalis
cabang pankreatikoduodenalis superior posterior dari cabang pankreatikoduodenalis superior posterior dari
arteri gastroduodenalis (cabang utama dari arteri arteri gastroduodenalis (cabang utama dari arteri
hepatika komunis). hepatika komunis).
Pada beberapa individu, bagian proksimal dari 1 cm Pada beberapa individu, bagian proksimal dari 1 cm
pertama juga disuplai oleh arteri gastrika dekstra. pertama juga disuplai oleh arteri gastrika dekstra.
Arteri gastroduodenalis mempercabangkan Arteri gastroduodenalis mempercabangkan
Arteri supraduodenalis, Arteri supraduodenalis, Arteri retroduodenalis Arteri retroduodenalis
Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior. Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior.
Arteri ini berakhir dengan membentuk percabangan Arteri ini berakhir dengan membentuk percabangan
menjadi arteri gastroepiploica dekstra dan menjadi arteri gastroepiploica dekstra dan
pankreatikoduodenalis superior anterior. pankreatikoduodenalis superior anterior.
Ketiga bagian duodenum yang lain divaskularisasi oleh Ketiga bagian duodenum yang lain divaskularisasi oleh
arkade anterior dan posterior. arkade anterior dan posterior.
Arteri yang mensuplai arkade vaskular Arteri yang mensuplai arkade vaskular
pankreatikoduodenalis adalah: pankreatikoduodenalis adalah:
Arteri pankreatikoduodenalis superior anteriorArteri pankreatikoduodenalis superior anterior Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior
(retrododenalis) (retrododenalis)
Arteri-arteri pankreatikoduodenalis inferior anterior Arteri-arteri pankreatikoduodenalis inferior anterior
dan posterior keluar dari arteri mesenterika superior dan posterior keluar dari arteri mesenterika superior
atau dari cabang jejunal pertama, atau dari cabang jejunal pertama,
Vena pada duodenum pars 1 bagian distal dan pilorus Vena pada duodenum pars 1 bagian distal dan pilorus
biasanya bermuara ke vena gastroepiploica dekstra biasanya bermuara ke vena gastroepiploica dekstra
(disebut juga vena subpilorikum). (disebut juga vena subpilorikum).
Duodenum pars 1 bagian proksimal mengalir ke vena Duodenum pars 1 bagian proksimal mengalir ke vena
suprapilorikum, yang bermuara ke vena porta dan vena suprapilorikum, yang bermuara ke vena porta dan vena
pankreatikoduodenal superior posterior. pankreatikoduodenal superior posterior.
Arkade Arkade vena vena meninggalkan meninggalkan duodenum duodenum dengan dengan
mengikuti arkade arteri dan cenderung terletak lebih mengikuti arkade arteri dan cenderung terletak lebih
superfisial. superfisial.
Vena-vena superior anterior bermuara ke vena Vena-vena superior anterior bermuara ke vena
gastroepiploica dekstra sedangkan vena-vena superior gastroepiploica dekstra sedangkan vena-vena superior posterior biasanya menyilang di posterior duktus biliaris posterior biasanya menyilang di posterior duktus biliaris
komunis sebelum memasuki vena porta. komunis sebelum memasuki vena porta.
Vena-vena inferior bermuara ke vena mesenterika Vena-vena inferior bermuara ke vena mesenterika
superior, mesenterika inferior, splenikus dan vena superior, mesenterika inferior, splenikus dan vena
jejunalis pertama. jejunalis pertama.
Inervasi Duodenum
Inervasi Duodenum
Di dalam dinding duodenum dikenal dua macam pleksus Di dalam dinding duodenum dikenal dua macam pleksus
neural traktus gastrointestinal: neural traktus gastrointestinal:
Pleksus Meissner berada di submukosa, sedangkan Pleksus Meissner berada di submukosa, sedangkan pleksus Auerbach berada di jaringan ikat di antara pleksus Auerbach berada di jaringan ikat di antara
lapisan muskularis eksterna sirkularis dan longitudalis. lapisan muskularis eksterna sirkularis dan longitudalis.
Serabut parasimpatik preganglionik di dalam pleksus Serabut parasimpatik preganglionik di dalam pleksus
awalnya dibawa oleh nervus vagus. awalnya dibawa oleh nervus vagus.
Serabut simpatik postganglionik keluar dari corpus sel Serabut simpatik postganglionik keluar dari corpus sel
yang terletak di ganglia mesenterika superior dan seliaka, yang terletak di ganglia mesenterika superior dan seliaka, pada ganglia rantai simpatik antara T6 sampai T12, atau pada ganglia rantai simpatik antara T6 sampai T12, atau tersebar sepanjang nevus splannikus.
tersebar sepanjang nevus splannikus.
Nervus ekstrinsik yang mempersarafi duodenum terkadang Nervus ekstrinsik yang mempersarafi duodenum terkadang
meliputi serabut yang keluar dari pleksus hepatikus meliputi serabut yang keluar dari pleksus hepatikus
anterior di dekat tepat keluarnya arteri gastrika dekstra. anterior di dekat tepat keluarnya arteri gastrika dekstra.
Perforasi Duodenum
Perforasi Duodenum
Trauma:
Trauma:
Tajam
Tajam
Tumpul
Tumpul
Perforasi Duodenum Traumatik
Perforasi Duodenum Traumatik
seringkali tak terdiagnosis dan mematikan.
seringkali tak terdiagnosis dan mematikan.
umumnya terjadi bersamaan dengan cedera
umumnya terjadi bersamaan dengan cedera
intraabdomen yang lain.
intraabdomen yang lain.
Trauma pada gaster dan duodenum jarang
Trauma pada gaster dan duodenum jarang
menimbulkan perforasi (sekitar 5,3% dari
menimbulkan perforasi (sekitar 5,3% dari
seluruh trauma tumpul abdomen), namun
seluruh trauma tumpul abdomen), namun
memiliki tingkat komplikasi hingga 27-28%
memiliki tingkat komplikasi hingga 27-28%
Lokasi anatomi duodenum yang paling
sering cedera adalah duodenum pars 2
(33%), pars 3 dan 4 (20%),
Cedera pars 1 adalah cedera duodenum
yang paling jarang terjadi, yaitu sebesar
14%. Cedera multipel terjadi pada 14%
kasus.
Perforasi Duodenum Nontraumatik
Perforasi Duodenum Nontraumatik
Ulkus duodenum dan ulkus gastrik tetap
Ulkus duodenum dan ulkus gastrik tetap
menjadi penyebab tersering perforasi
menjadi penyebab tersering perforasi
gastroduodenal
gastroduodenal
.
.
dengan insidensi antara 2-10% pasien
dengan insidensi antara 2-10% pasien
Lokasi tersering terjadinya perforasi ulkus
Lokasi tersering terjadinya perforasi ulkus
adalah duodenum pars I (35-65%), di
adalah duodenum pars I (35-65%), di
pilorus (25-45%) dan di gaster (5-25%).
pilorus (25-45%) dan di gaster (5-25%).
Etiologi ulkus gastroduodenal:
Etiologi ulkus gastroduodenal:
Terkait dengan sekresi asam lambung dan
Terkait dengan sekresi asam lambung dan
pepsin
pepsin
Dikombinasi dengan infeksi
Dikombinasi dengan infeksi
Helicobacter
Helicobacter
pylori
pylori
& penggunaan obat-obat anti-
& penggunaan obat-obat
anti-inflamasi non steroid (OAINS).
inflamasi non steroid (OAINS).
Penyebab lain
Penyebab lain
obstruksi, iskemia, dan
obstruksi, iskemia, dan
keganasan
Diagnosis
Diagnosis
Klinis dari ulkus duodenum: Klinis dari ulkus duodenum:
Nyeri abdomen Nyeri abdomen terlokalisir di mid-epigastrium, terlokalisir di mid-epigastrium,
tolerable
tolerable, awalnya timbul episodik & kemudian menetap , awalnya timbul episodik & kemudian menetap jika ulkus sudah semakin dalam
jika ulkus sudah semakin dalam
Perforasi Perforasi nyeri peritoneal difus, mendadak, demam, nyeri peritoneal difus, mendadak, demam,
takikardi, dehidrasi, ileus. Defans muskular (+), nyeri takikardi, dehidrasi, ileus. Defans muskular (+), nyeri
tekan (+). Gambaran udara bebas (+) secara radiologis. tekan (+). Gambaran udara bebas (+) secara radiologis.
Perdarahan Perdarahan masif jika terjadi jika penetrasi ulkus ke a. masif jika terjadi jika penetrasi ulkus ke a.
gastroduodenalis (jarang), sebagian besar ulkus terletak gastroduodenalis (jarang), sebagian besar ulkus terletak
superfisial & menmbulkan perdarahan minor superfisial & menmbulkan perdarahan minor
Obstruksi Obstruksi terjadi pada inflamasi akut duodenum, terjadi pada inflamasi akut duodenum,
dapat disertai dengan
dapat disertai dengan gastric outlet obstruction gastric outlet obstruction
(anoreksia, mual, muntah, pengosongan lambung (anoreksia, mual, muntah, pengosongan lambung
lambat)
lambat) inflamasi kronis menimbulkan stenosis inflamasi kronis menimbulkan stenosis duodenum.
Klinis dari trauma duodenum:
Klinis dari trauma duodenum:
Riwayat benturan di daerah mid-epigastrium
Riwayat benturan di daerah mid-epigastrium
(misal : terkena setir, jatuh dari ketinggian
(misal : terkena setir, jatuh dari ketinggian
ekstrim)
ekstrim)
Tanda klinis dapat tidak manifes pada awalnya,
Tanda klinis dapat tidak manifes pada awalnya,
tapi dapat juga ditemukan nyeri tekan di kuadran
tapi dapat juga ditemukan nyeri tekan di kuadran
kanan atas/mid-epigastrium, defans muskuler.
kanan atas/mid-epigastrium, defans muskuler.
Ruptur duodenum di retroperitoneal tidak akan
Ruptur duodenum di retroperitoneal tidak akan
manifes sampai sekresi duodenum masuk ke
manifes sampai sekresi duodenum masuk ke
intraperitoneal
intraperitoneal
Radiologis
Radiologis
Rontgen thorax posisi tegak
Rontgen thorax posisi tegak
DPL/FAST
DPL/FAST
Manajemen
Manajemen
Ulkus duodenum:
Ulkus duodenum:
50% kasus perforasi ulkus akan menutup sendiri
50% kasus perforasi ulkus akan menutup sendiri
terapi konservatif, jika :
terapi konservatif, jika :
Onset < 24 jamOnset < 24 jam Nyeri perut ringanNyeri perut ringan Hemodinamik stabilHemodinamik stabil
Tidak ada tanda-tanda sepsis pada pasien usia < 70 thTidak ada tanda-tanda sepsis pada pasien usia < 70 th
Dekompresi dengan pipa nasogastrik, resusitasi
Dekompresi dengan pipa nasogastrik, resusitasi
cairan, pemberian obat-obatan PPI (
cairan, pemberian obat-obatan PPI (
proton pump
proton pump
inhibitor
inhibitor
), profilaksis tromboembolik, dan terapi
), profilaksis tromboembolik, dan terapi
antibiotik yang sesuai, biasanya memberikan
antibiotik yang sesuai, biasanya memberikan
Indikasi laparotomi emergensi:
Indikasi laparotomi emergensi:
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil,
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil,
Onset gejala lebih dari 24 jam,
Onset gejala lebih dari 24 jam,
Adanya tanda peritonitis dan sepsis,
Adanya tanda peritonitis dan sepsis,
Pasien berusia lebih dari 70 tahun (biasanya
Pasien berusia lebih dari 70 tahun (biasanya
tidak berespons baik terhadap terapi
tidak berespons baik terhadap terapi
non-operatif)
operatif)
Dengan pemberian antibiotik terhadap H. pylori,
Dengan pemberian antibiotik terhadap H. pylori,
dan obat-obat penurun asam lambung, hampir
dan obat-obat penurun asam lambung, hampir
90% perforasi dapat ditangani dengan
90% perforasi dapat ditangani dengan
simple
simple
suture
suture
dengan atau tanpa
dengan atau tanpa
omental patch
omental patch
(
(
Graham patch
Graham patch
).
).
Rekurensi menurun drastis dengan pemberian
Rekurensi menurun drastis dengan pemberian
medikmentosa paska operasi
Untuk ulkus dengan ukuran kecil (kurang dari 1 cm) dan Untuk ulkus dengan ukuran kecil (kurang dari 1 cm) dan
besar (1-3 cm) cukup dilakukan
besar (1-3 cm) cukup dilakukan simple suture dan simple suture dan omental omental patch
patch
Untuk ulkus dengan ukuran sangat besar (lebih dari 3 cm, Untuk ulkus dengan ukuran sangat besar (lebih dari 3 cm,
atau yang ukuran defeknya terlalu besar sehingga omental atau yang ukuran defeknya terlalu besar sehingga omental
patch saja dinilai tidak cukup aman untuk menutup defek patch saja dinilai tidak cukup aman untuk menutup defek
tersebut) perlu dilakukan operasi lain: tersebut) perlu dilakukan operasi lain:
reseksi bagian duodenum yang perforasi, reseksi bagian duodenum yang perforasi,
gastrektomi parsial, dengan rekonstruksi Billroth I atau II. gastrektomi parsial, dengan rekonstruksi Billroth I atau II. Konversi dari perforasi menjadi piloroplasti atau penutupan Konversi dari perforasi menjadi piloroplasti atau penutupan
perforasi dengan serosal patch atau graft pedikel dari perforasi dengan serosal patch atau graft pedikel dari jejunum,
jejunum,
Trauma gastroduodenal tumpul maupun tajam: Trauma gastroduodenal tumpul maupun tajam:
Ditangani dengan simple suture, tanpa perlu direseksiDitangani dengan simple suture, tanpa perlu direseksi Jika didapati jaringan rusak yang luas pada duodenum Jika didapati jaringan rusak yang luas pada duodenum
pars II dan III akibat trauma tumpul, maka perlu pars II dan III akibat trauma tumpul, maka perlu
dilakukan reseksi dan rekontruksi. dilakukan reseksi dan rekontruksi.
Perforasi akibat keganasan umumnya memerlukan reseksi Perforasi akibat keganasan umumnya memerlukan reseksi
dalam penanganannya dalam penanganannya
TERIMA KASIH
Referensi
Referensi
1.
1. Mitchell AWM, Drake RL, Vogl Wayne, Gray H. Mitchell AWM, Drake RL, Vogl Wayne, Gray H. Gray’s Anatomy for Students, 2nd editionGray’s Anatomy for Students, 2nd edition. . Churchill Livingstone; 2007.
Churchill Livingstone; 2007.
2.
2. Skandalakis JE, Skandalakis PN, Colborn GL, Weidman TA, et al. Skandalakis JE, Skandalakis PN, Colborn GL, Weidman TA, et al. Skandalakis’s Surgical Skandalakis’s Surgical
Anatomy
Anatomy. The McGraw-Hill Companies; 2006. The McGraw-Hill Companies; 2006
3.
3. Dardinski VJ. Dardinski VJ. The anatomy of the major duodenal papilla of man, with special reference to The anatomy of the major duodenal papilla of man, with special reference to
its musculature
its musculature. J Anat 1935;69:469. J Anat 1935;69:469
4.
4. Watts DD, Fakhry SM. Watts DD, Fakhry SM. Incidence of hollow viscus injury in blunt trauma: an analysis from Incidence of hollow viscus injury in blunt trauma: an analysis from
275,557 trauma admissions from the East multi-institutional trial
275,557 trauma admissions from the East multi-institutional trial. J Trauma . J Trauma 2003;54(2):289–294
2003;54(2):289–294
5.
5. Demetriades D. Asensio JA. Trauma ManagementDemetriades D. Asensio JA. Trauma Management. Landes, USA; 2000 . Landes, USA; 2000
6.
6. Behrman S. Management of complicated peptic ulcer diseaseBehrman S. Management of complicated peptic ulcer disease. Arch Surg 2005;140:201–. Arch Surg 2005;140:201– 208
208
7.
7. Svanes C, Salvesen H, Stangeland L, Svanes K, Soreide O. Perforated peptic ulcer over Svanes C, Salvesen H, Stangeland L, Svanes K, Soreide O. Perforated peptic ulcer over
56 years.
56 years. Time trends in patients and disease characteristicsTime trends in patients and disease characteristics. Gut 1993;34:1666–1671. Gut 1993;34:1666–1671
8.
8. Townsend CM. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Townsend CM. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical
Practice, 18th edition
Practice, 18th edition. Saunders; 2007. Saunders; 2007
9.
9. Higham J, Kang J, Majeed A. Higham J, Kang J, Majeed A. Recent trends in admissions and mortality due to peptic Recent trends in admissions and mortality due to peptic
ulcer in England: increasing frequency ot haemorrhage among older subjects
ulcer in England: increasing frequency ot haemorrhage among older subjects. Gut . Gut 2002;50:460–464
2002;50:460–464
10.
10. Gisbert J, Legido J, Garcia-Sanz I, et al. HGisbert J, Legido J, Garcia-Sanz I, et al. Helicobacter pylori and perforated peptic ulcer: elicobacter pylori and perforated peptic ulcer:
prevalence of the infection and role of non-steroidal anti-inflammatory drugs
12.
12. Oosting SF, Peters FT, Hospers GA, Mulder NH. Oosting SF, Peters FT, Hospers GA, Mulder NH. A patient with metastatic melanoma presenting A patient with metastatic melanoma presenting
with gastrointestinal perforation after dacarbazine infusion: a case report
with gastrointestinal perforation after dacarbazine infusion: a case report. J Med Case Reports . J Med Case Reports 2010;4(1):10
2010;4(1):10
13.
13. Jacobs DG, Angus L, Rodriguez A et al. Jacobs DG, Angus L, Rodriguez A et al. Peritoneal lavage white count: A reassessmentPeritoneal lavage white count: A reassessment. J Trauma . J Trauma 1990;30:607
1990;30:607
14.
14. Rozycki GS, Ballard RB, Feliciano DV et al. Rozycki GS, Ballard RB, Feliciano DV et al. Surgeon-performed ultrasound for the assessment of Surgeon-performed ultrasound for the assessment of
truncal injuries
truncal injuries. Ann Surg 1998;228:557. Ann Surg 1998;228:557
15.
15. Malhotra AK, Fabian TC, Katsis SB et al. Malhotra AK, Fabian TC, Katsis SB et al. Blunt bowel and mesenteric injuries: the role of Blunt bowel and mesenteric injuries: the role of
screening computed tomography
screening computed tomography. J Trauma 2000;48:991–1000. J Trauma 2000;48:991–1000
16.
16. Fakhry S, Watts D, Clancy K et al. Fakhry S, Watts D, Clancy K et al. Diagnosing blunt small bowel injury (SBI): an analysis of the Diagnosing blunt small bowel injury (SBI): an analysis of the
clinical utility of computerized tomography (CT) scan from a large multi-institutional trial
clinical utility of computerized tomography (CT) scan from a large multi-institutional trial. J Trauma . J Trauma 2001;51:1232
2001;51:1232
17.
17. Crofts TJ, Kenneth GM, Park MB, Stelle RJC, Chung SSC, Li AKC. Crofts TJ, Kenneth GM, Park MB, Stelle RJC, Chung SSC, Li AKC. A randomized trial of A randomized trial of
nonoperative treatment for perforated duodenal ulcer
nonoperative treatment for perforated duodenal ulcer. N Engerapi antibil J Med 1989;320:970–973. N Engerapi antibil J Med 1989;320:970–973
18.
18. Marshall C, Ramaswamy P, Bergin FG, Rosenberg IL, Leaper DJ. Marshall C, Ramaswamy P, Bergin FG, Rosenberg IL, Leaper DJ. Evaluation of a protocol for the Evaluation of a protocol for the
nonoperative management of perforated peptic ulcer
nonoperative management of perforated peptic ulcer. Br J Surg 1999;86:131–134. Br J Surg 1999;86:131–134
19.
19. Hentschel E, Brandstatter G, Dragosics B, et al. Hentschel E, Brandstatter G, Dragosics B, et al. Effect of ranitidine and amoxicillin plus Effect of ranitidine and amoxicillin plus
metronidazole on the eradication of Helicobacter pylori and the recurrence of duodenal ulcer metronidazole on the eradication of Helicobacter pylori and the recurrence of duodenal ulcer. N . N Engl J Med 1993;328:308–312
Engl J Med 1993;328:308–312
20.
20. Blomgren LGM. Blomgren LGM. Perforated peptic ulcer: long-term results of simple closure in the elderlyPerforated peptic ulcer: long-term results of simple closure in the elderly. World J . World J Surg 1997;21:412–415
Surg 1997;21:412–415
21.
21. Gupta S, Kaushik R, Sharma R, Attri A. Gupta S, Kaushik R, Sharma R, Attri A. The management of large perforations of duodenal ulcersThe management of large perforations of duodenal ulcers. . BMC Surgery. 2005; 5-15