• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Penataan Ruang Berbasis

Multipihak Pasca Erupsi Merapi

Analisa Kritsis Tata Ruang Pasca Erupsi Merapi

Suparlan S.Sos.I

WALHI-Yogyakarta

(2)

Pendahuluan

Rencana Tata Ruang 

kesepakatan bersama

semua stakeholders /

Multipihak (Pemerintah, DPR/DPRD, Masyarakat, Dunia Usaha,

Cendekiawan, LSM)  Kebijakan politik  dalam rangka mengelola

sumberdaya alam di darat, di laut, dan di udara dalam satu kesatuan

tata lingkungan yang dinamis  berlandaskan wawasan Nusantara dan

kesatuan Nasional

Ruang  wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah  tempat

manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara

kelangsungan hidupnya

Merapi  Gunung Merapi (2980 m dpl) Gunungapi teraktif  Ancaman

Letusan  kawasan penyangga, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Air,

(3)

Halimun 1920 Gede 2958 T.Prahu 2084 Papandayan 2655 Cikuray Galunggung Cireme Slamet 3432 Dieng 2565 Sindoro 3151 Sumbing 3371 Merapi 2911 Merbabu Telomoyo Ungaran Muria Lawu 3265 Liman Dorowati Kelud 1731 Kawi 2631 Anjasmoro 2000 Argowayang Welirang 3156 Arjuno 3339 Semeru 3676 Bromo 2329 Argopuro Raung Ijen Merapi

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

(4)

Aspek Kebencanaan

Merupakan gunungapi teraktif di dunia

Siklus letusan yang teratur

Wilayah Rawan becana

Aspek Ekologi / ekositem

Kaya potensi Sumberdaya alam

Kawasan penyangga, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Air,

Pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata,

Aspek Sosial dan budaya masyarakat

Sebagai salah satu tempat / pusat kehidupan masyarakat secara

turun temurun

Sejarah Peradapan masyarakat lereng merapi

Pusat pembelajaran budaya masyarakat “ labuhan”

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

(5)

Pasal 3 UU No 26 tahun 2007

• Terwujudnya keharmonisan antara

lingkungan alam dan lingkungan

buatan;

• Terwujudnya keterpaduan dalam

penggunaan sumber daya alam dan

sumber

daya

buatan

dengan

memperhatikan

sumber

daya

manusia; dan

• Terwujudnya pelindungan fungsi

ruang dan pencegahan dampak

negatif terhadap lingkungan akibat

pemanfaatan ruang.

(6)

Analisa Dasar Kebijakan

UU Tata ruang No 26 Tahun 2007 dan UU 32 tahun 2009

Tata ruang Wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan

memperhatikan daya dukung dan daya tampung LH

KLHS Wajib dilaksanakan dlm menyusun + evaluasi: + RTRW, RPJP, RPJM

+ kebijakan, rencana, dan/atau program yang menjadi dasar bagi

kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

Jika daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka:

+ kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib

diperbaiki dan tidak diperbolehkan lagi.

Keterlambatan Perda Propinsi, Kabupaten / Kota terkait dengan tata ruang.

(7)

Perluanya Penataan ruang Pasca

Erupsi Merapi

1. Letusan Merapi tahun 2010 diperkirakan 3 kali lipat dari letusan

sebelumnya. Implikasi dampaknya :

a. Masyarakat yang mengungsi akibat letusan Merapi mencapai 320.090

orang yang tersebar di 578 titik pengungsian di wilayang Jawa

Tengah dan Yogyakarta

b. Jumlah korban meninggal mencapai 151 orang terdiri atas 135

korban di Yogyakarta dan 16 korban di Jateng

c. Ratusan rumah rusak dan puluhan hanyut terbawa derasnya banjir

lahar dingin merapi,

d. Kerugian akibat erupsi merapi diperkiraan mencapai 7 trilyun lebih

e. Perubahan peta rawan bencana Merapi

2. Mandat UU No 26 Tahun 2007, pasal 78, ayat 4 point C “ semua peraturan

daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan “

(8)

ANCAMAN dam dampak erupsi G.MERAPI

• BAHAYA PRIMER :

bahaya langsung ketika terjadi letusan (awanpanas, jatuhan piroklastik, abu vulkanik, aliran lava)

• BAHAYA SEKUNDER

bahaya terjadi setelah letusan (lahar hujan)

• BAHAYA TERSIER

bahaya akibat kerusakan lingkungan gunungapi

(hilangnya daerah resapan/hutan/mata air)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

Hilangnya tempat Tinggal, sarana dan

prasarana

publik

Rumah, jembatan, sumber air, kawasan

wisata dll

Hilangnya keberlanjutan pelayanan alam:

lenyapnya kemampuan daya dukung dan

daya tampung lingkungan dan alam

Sumber daya hutan, air, ekosistem dll

Belum pulihnya sistem pertanian dan

perkebunan masyarakat akbiat dari erupsi

merapi

Pertanian, perkebunan, perikanan,

perdagangan, wisata dll

Minimnya dan krisis ketersediaan air bersih

Sumber air, sanitasi air bersih, tempat

penampungan air dll

Terisolirnya beberapa wilayah akibat dari

infrastuktur jalan rusak atau jebol.

Akses transportasi, akses komunikasi,

akses kesehatan dan pendidikan

(9)

• Kecamatan Cangkringan

• Desa Umbulharjo : Dusun Pelemsari, Dusun

Kinahrejo, Dusun Pangukrejo

• Desa Kepuhharjo : Dusun Kaliadem, Dusun

Petung, Dusun Kopeng, Dusun Batur, Dusun Jambu

• Desa Glagahharjo : Dusun Kalitengah Lor,

Dusun Klaitengah Kidul, Dusun Srunen, Dusun Ngancar

(10)

PETA KAWASAN RAWAN BENCANA VERSI PVMBG

KRB III KRB II KRB I

Endapan Awan Panas Thn 2010 Area Terdampak Awan Panas

Tahun 2010

• Kecamatan Cangkringan

• Desa Umbulharjo : Dusun Pelemsari, Dusun

Kinahrejo, Dusun Pangukrejo

• Desa Kepuhharjo : Dusun Kaliadem, Dusun

Petung, Dusun Kopeng, Dusun Batur, Dusun Jambu

• Desa Glagahharjo : Dusun Kalitengah Lor,

Dusun Klaitengah Kidul, Dusun Srunen, Dusun Ngancar

(11)

Kawasan Rawan Bencana III

adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awanpanas, aliran dan

guguran lava, gas beracun, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat .

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda

awanpanas, aliran dan guguran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu

lebat. Batas Kawasan Rawan Bencana II ditentukan berdasarkaan sejarah

kegiatan lebih tua dari 100 tahun, dengan indeks letusan (VEI 3-4), baik untuk

bahaya aliran massa ataupun bahaya material lontaran batu (pijar). Di dalam

peta, Kawasan Rawan Bencana II digambarkan berwana merah muda

Kawasan Rawan Bencana I

adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir. Apabila erupsinya

membesar, maka kawasan ini berpotensi tertimpa hujan abu dan lontaran

batu (pijar).

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

(12)

Perda No 2 Tahun 2010

• Pasal 51 “ Kawasan rawan letusan merapi merupakan kawasan rawan bencana alam” strategi Pelaksanaannya :

• a. menegakkan aturan untuk mempertahankan fungsi lindung; • b. mengatur penghunian di dalam

kawasan untuk keselamatan manusia; dan

• c. mengatur kegiatan kehidupan untuk mitigasi bencana.

• Pasal 101, kawasan merapi terdiri dari kecamatan Turi, Cangkringan dan Pakem merupakan Kawasan strategis lindung dan budidaya seluas 1.743,250 ha

Rec Tata ruang Kab

Sleman 2005-2014

• Hal VI-13 : untuk melindungi manusia dan

kegiatannya dari bahaya erupsi / awan panas merapi meliputi lahan seluas 2.116 ha yang tersebar di

puncak gunung merapi dan beberap a kawasan sekitar sungai di atas ketinggian 400 Mdpl yang di lewati lahar.

• Arah Kegiatannya :

Melindungai Penduduk dari ancaman merapi Kegiatan / pengunaan lahan untuk pengendali

eruspi merapi • Arah Kebiajkan :

• Pemantauan perkembangan kawasan • Penetapan daerah kwalifikasi berbahaya • Relokasi pada daerah aman

(13)

UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang  memberi warna bagi

penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang lebih baik. Terkait dengan

peran masyarakat dalam Penataan Ruang  adanya ruang yang lebih luas untuk

peran masyarakat pada proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

Peran masyarakat dalam penataan ruang  berperan sebagai “Mitra

Pemerintah” dalam pembangunan guna mewujudkan tertib tata ruang.

Lahirnya PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

Masyarakat dalam Penataan Ruang sebagaimana amanat UU No. 26/2007 

diharapkan dapat menjadi acuan/pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah

Daerah dan Masyarakat dalam keterlibatannya pada penataan ruang

.

Peran Multipihak

(14)

Tata ruang kawasan merapi:

Tata ruang belum sebagai daya dukung kehidupan masyarakat baik itu secara lingkungan hidup, sosial, ekonomis mampu memberikan layanan keamanan kepada masyarakat

terhadap rentannya bencana

Pola pemulihan dan pembangunan masih menekankan pada faktor kuantitas daripada kualitas. Misalnya sabo DAM, Bangker, Penghijauan dll

Rencana pembangunan lintas sektor dan tingkatan seringkali gagal memasukkan biaya sosial dan lingkungan ke dalam biaya produksi, prioritas adalah fisik

Ketidak mampuan kelembagaan yang berkaitan dengan masalah lintas pelaku.

Ketergantungan pada upaya perencanaan serta kerja yang mudah dan murah tanpa memperhitungkan dampak negatifnya dikemudian hari.

Kegagalan untuk menganggap lingkungan sebagai bagian yang menyeluruh dan saling ketergantrungan antara faktor dan komponen-komponennya.

(15)

Kebijakan Tata Ruang yang Ideal

Penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik

wilayah yang meliputi bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem,

endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran

energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik

wilayah (memadukan antara sistem sosial dengan ekosistem)

Tata Ruang harus mampu mendorong adanya kebijakan untuk memberi

insentif terhadap inisiatif pelestarian fungsi kawasan & disinsentif

terhadap eksploitasi SDA yang berlebihan

Proses dan hasil perencanaan alokasi, pemanfaatan, pengendalian atas

pemanfaatan ruang harus bertumpu pada kepentingan dan perlindungan

atas sumber-suember kehidupan rakyat serta menempatkan partisipasi

masyarakat sebagai salah satu faktor penting dalam kebijakan penataan

ruang.

Kebijakan tata ruang harus menunjukan adanya keseimbangan antara

aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan, serta

keberlanjutannya”daya dukung dan daya tampung”KLHS (pp segera di

terbitkan)

(16)

Catatan

Pertama Indentifikasi para pihak yang bekerja atau berhubungan erat dengan kawasan merapi, Identifikasi para pihak ini akan memudahkan pola koordinasi dan komunikasi bersama untuk menganalisa kondisi riil lapangan pasca terjadinya erupsi merapi sehingga bisa di jadikan satu landasan untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis yang mengarah pada kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Kedua Menentukan status lahan dan ruang yang berada pada kawasan merapi khususnya daerah-daerah rawan bencana, penentuan status ini sangat penting untuk ditegaskan terlebih dahulu,baik kepemilikian individu, kelompok/desa bahkan milik negara. Harapnnya jika telah ditentukan status lahan akan meminimalkan konflik di kemudian hari.

Ketiga melakukan konsultasi dan koordinasi para pihak dalam merusmuskan agenda-agenda penting

penataan ruang pasca erupsi merapi. Konsolidasi ini bisa lebih difokuskan pada desa-desa yang terkena erupsi merapi.

Keempat Membagi peran para pihak dalam perencanaan dan pengembangan kawasan merapi

pasca erupsi, peran yang di maksud adalah peran strategis dari para pihak untuk membuat rencana

aksi pemulihan dan pengembangan wilayah-wilayah kritis pasca erupsi, termasuk rencana kehidupan masyarakat korban erupsi merapi.

Kelima melakukan kontrol dan monitoring bersama antar para pihak dalam perencanaan hingga pelaksanaan dan implementasi dari dok tata ruang pasca erupsi merapi.

(17)

Terima Kasih

“ Pulihkan Kawasan Merapi

Referensi

Dokumen terkait