• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA CYANOPHYTA DARI TANAH PERSAWAHAN KAMPUNG SAMPORA, CIBINONG, BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA CYANOPHYTA DARI TANAH PERSAWAHAN KAMPUNG SAMPORA, CIBINONG, BOGOR"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

WULAN EMBUN SARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

WULAN EMBUN SARI 105095003148

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Embun Sari, NIM 105095003148 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2011. Skripsi ini telah dierima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji 1, Penguji 2,

Dini Fardila, M.Si NIP.19800330 20090 1 2009

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Priyanti, M.Si NIP.19750526 200012 2 001

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis NIP. 19680117 200112 1 001

(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.

Jakarta, 23 Agustus 2011

Wulan Embun Sari 105095003148

(5)

Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Cyanophyta hadir berlimpah di sawah dan penting dalam membantu menjaga kesuburan padi melalui fiksasi nitrogen. Sebagian besar genus Cyanophyta yang ada di sawah adalah bentuk filamen heterokis. Sebanyak 144 sampel tanah diisolasi dari sawah Kampung Sampora, Cibinong, Bogor pada berbagai umur penanaman padi, yaitu padi dengan umur tanam 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Sampel diambil secara purposive sampling, dan sampel analisis menggunakan metode kualitatif. Sampel tanah dikeringkan dan ditumbuhkan di laboratorium menggunakan dua media, BBM dan BG-11. Proses pertumbuhan dilakukan dalam 2 tahap, masing-masing tahap membutuhkan waktu tumbuh selama 3 bulan. Sampel tanah yang telah ditumbuhi oleh mikroalga ditandai dengan adanya perubahan warna dari cokelat menjadi hijau. Sampel yang telah tumbuh kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dan Cyanophyta yang ditemukan dipisahkan ke dalam cawan petri yang berbeda. Cyanophyta lalu diidentifikasi dan diklasifikasi menurut karakteristik morfologinya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan adanya 4 ordo Cyanophyta, yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, dan Stigonematales. Genus dari Nostocales dan Stigonematales merupakan Cyanophyta yang memiliki heterokis dan berperan sebagai biofertilizer.

(6)

Rice Field Soils in Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Undergraduate Thesis. Biology Study Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. 2011.

Cyanophyta is abundant in the rice fields and important to capture nitrogen from the air in fixation process. Most of Cyanophyta existed in the rice fields are in the form heterocystous of filament. 144 soil samples were isolated from the rice fields of Sampora Village, Cibinong, Bogor in various age of paddy cultivation, namely 1 month, 2 months, and 3 months. Samples were taken by using purposive sampling, and analyzed using qualitative methods. Soil samples were dried and growth in the laboratory in two medium (BBM and BG-11). The growth process was carried out in 2 stages, each stage took 3 months of period. The soil samples overgrown with microalgae characterized by a changing in color from brown to green. The samples were grown and then observed under microscope and separated into different petri dish. Cyanophyta then identified and classified based on morphological characters. The result shown 4 ordo Cyanophyta namely Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, and Stigonematales. Genus of Cyanophyta Nostocales and Stigonematales is a genus that has heterocyst and can be use as biofertilizer.

(7)

menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Yang

menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.

Yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya

rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. Akan Kami

bacakan (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu

tidak akan lupa, kecuali apa yang dikehendaki Allah.

Sesungguhnya Dia mengetahui apa yang terang dan apa yang

tersembunyi. (QS. Al-A’la: 1-7)

Skripsi ini kupersembahkan untuk orang tua & suami ku tercinta;

terimakasih atas kepercayaan, dukungan dan

(8)

i

memberikan nikmat, rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Muhammad SAW yang diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang tegak di atas din-Nya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroalga Cyanophyta dari Tanah Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor” disusun untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar S.Si.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.

2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dasumiati, M.Si selaku pembimbing I dan Priyanti, M.Si selaku pembimbing II atas kesabarannya dalam membimbing.

4. Megga R. Pikoli, M. Si dan Dini Fardila, M. Si selaku penguji dalam sidang munaqosyah.

(9)

ii

6. Megga R. Pikoli selaku Kabid Laboratorium Biologi (PLT UIN) dan staf-staf laboran; Mba Puji, Mba Ida, dan Kak Bahri yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Mama, Papa, kakak, adik, dan suami tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa yang tulus, serta dukungan moril dan materil.

8. Dini Damayanti, S.Si yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan khususnya Biologi angkatan 2005 (BioMa), Zahara, Diah, Nelly, Eci, Dita, Mia, dan Peni serta semua pihak yang tak lelah memberikan semangat, tausiyah dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki keterbatasan baik dari segi materi maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2011

(10)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1 1.2 Perumusan Masalah ……….. 2 1.3 Hipotesis ………... 2 1.4 Tujuan ………... 3 1.5 Manfaat ………. 3 1.6 Kerangka Berpikir ………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Cyanophyta ……… 4

2.2 Sistematika Cyanophyta ……….... 6

2.3 Distribusi Cyanophyta ………..……… 7

2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta ...…………. 7

2.5 Potensi Cyanophyta sebagai Biofertilizer ………. 8

2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta ..……… 10

2.7 Persawahan Kampung Sampora ……… 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ……… 13

3.2 Bahan dan Alat ………. 13

(11)

iv

3.3.1 Penentuan Titik Sampling ……… 14

3.3.2 Isolasi Sampel Tanah ………... 14

3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah Di Laboratorium ..……….. 15

3.3.4 Identifikasi Cyanophyta …...……… 16

3.4 Analisis Data ……… 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta ..………. 18

4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta .….……….. 23

4.3 Heterokis Cyanophyta …………..………. 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 44

5.2 Saran ………. 45

DAFTAR PUSTAKA ……….. 46

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Genus Cyanophyta pada Sampel Permukaan Tanah ……… 18 Tabel 2. Genus Cyanophyta pada Sampel Dalam Tanah ……… 19

(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Aliran Kerangka Berpikir ……… 3

Gambar 2. Sel Heterokis dan Sel Akinet ……….. 6

Gambar 3. Persawahan Penduduk Kampung Sampora ……… 12

Gambar 4. Aphanocapsa dan Navicula ………..………... 24

Gambar 5. Aphanothece ……….………... 25 Gambar 6. Gloeocapsa ………. 26 Gambar 7. Chamaesiphon ……….…… 27 Gambar 8. Chroococcus …..………. 28 Gambar 9. Pleurocapsa …..……….. 29 Gambar 10. Oscillatoria ….……… 31

Gambar 11. Sel hormogonium dan Sel Nekridium ..……… 32

Gambar 12. Arthrospira yang Tumbuh Berpilin dan Melingkar …..……….. 33

Gambar 13. Microcoleus …..……….. 34

Gambar 14. Scytonema …..…..………... 35

Gambar 15. Percabangan Scytonema ………..……..………. 36

Gambar 16. Anabaena…...………. 38

Gambar 17. Nostoc ……….. 39

Gambar 18. Calothrix …..………...……… 40

(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ………... 49 Lampiran 2. Komposisi Bahan-bahan Kimia yang Digunakan Sebagai

Medium Pengayaan dan Pertumbuhan Mikroalga …………... 50 Lampiran 3. Data Faktor-faktor Lingkungan pada Titik-titik Pengambilan

Sampel ……….. 52

Lampiran 4. Data Cyanophyta Hasil Pengayaan ……….. 55 Lampiran 5. Sampel Tanah yang Ditumbuhi Mikroalga namun Tidak

Terdapat Cyanophyta ………...……… 59 Lampiran 6. Denah Pengambilan Sampel Tanah ………. 60 Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel ………... 61 Lampiran 8. Proses Pengayaan Sampel Tanah di Laboratorium ………….. 62 Lampiran 9. Hasil Pengayaan Sampel Tanah dengan Medium Pertumbuhan 63

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati memiliki potensi yang besar bagi kelangsungan hidup manusia serta menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan oleh manusia adalah dari kelompok mikroalga. Mikroalga dapat ditemukan di perairan, tanah maupun udara. Sesuai dengan habitatnya, berbagai jenis mikroalga memiliki karakteristik dan aktivitas yang berbeda (Ichimura, 1997). Mikroalga tanah memiliki sifat dan karakteristik khas, seperti kemampuannya untuk memfiksasi nitrogen dan mampu bertahan dalam kondisi kritis (Coleman, 2001). Mikroalga yang mampu memfiksasi N dapat dimanfaatkan di bidang pertanian sebagai biofertilizer atau pupuk hayati. Hal ini menyebabkan mikroalga mampu meningkatkan produksi pertanian bahkan beberapa negara telah menggunakan mikroalga tanah untuk menggemburkan tanah (Metting, 1981).

Cyanophyta dapat tumbuh dengan baik di persawahan, baik di air maupun

di tanahnya, karena persawahan menyediakan nutrisi yang diperlukan oleh mikroalga untuk hidup tanpa mengganggu tanaman yang tumbuh di sana. Saat ini persawahan umumnya menggunakan pupuk kimia dan pestisida, penggunaan bahan-bahan kimia tersebut dalam jangka panjang merupakan ancaman bagi penurunan keragaman hayati termasuk mikroalga tanah, mengurangi kesuburan tanah dan memberikan masalah bagi lingkungan (Nugraheni & Winata, 2003).

(16)

Dalam lingkungan alaminya Cyanophyta membutuhkan zat hara dari tanah berupa makronutrien dan mikronutrien. Dalam skala laboratorium, medium yang sering digunakan untuk pertumbuhan Cyanophyta adalah BBM (Basal Bold Medium) dan BG-11 (Blue Green Medium) karena kedua medium tersebut

memiliki komponen unsur-unsur hara (bahan kimia) yang dibutuhkan Cyanophyta untuk dapat tumbuh, terutama unsur nitrogen (N) (Watanabe & Nozaki, 1994).

Kampung Sampora merupakan kawasan pedesaan yang masih memiliki areal persawahan yang subur dan kehidupan penduduknya bergantung pada aktivitas pertanian tersebut. Sistem pertanian yang dijalankan oleh masyarakat Sampora umumnya adalah sawah tadah hujan selain itu mereka juga jarang sekali memakai pupuk kimia tetapi memakai kompos. Hal tersebut diduga merupakan tempat yang baik untuk ditemukannya beranekaragam mikroalga. Keanekaragaman jenis mikroalga di daerah persawahan Kampung Sampora belum ada yang meneliti sehingga perlu dilakukan penelitian tersebut untuk mendapatkan jenis-jenis mikroalga yang berfungsi sebagai biofertilizer.

1.1Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu berapa genus mikroalga khususnya Cyanophyta hasil isolasi tanah persawahan Kampung Sampora.

1.3Hipotesis

Diperoleh berbagai genus mikroalga khususnya Cyanophyta dari isolasi tanah persawahan Kampung Sampora.

(17)

1.4Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui genus-genus mikroalga Cyanophyta dari tanah persawahan di Kampung Sampora dan juga genus Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer.

1.5Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang mikroalga khususnya Cyanophyta yang hidup di tanah persawahan. Selanjutnya beberapa genus yang diperoleh ini dapat dikembangkan untuk memproduksi biofertilizer.

1.6Kerangka Berpikir

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berpikir

Keanekaragaman hayati

Mikroalga Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer di tanah persawahan

Isolasi Cyanophyta dari tanah persawahan

Identifikasi genus Cyanophyta

Cyanophyta pemfiksasi nitrogen (N)

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia di persawahan

- Menurunkan keanekaragaman hayati

- Menurunkan kesuburan tanah

- Memberikan masalah bagi lingkungan Persawahan Kampung Sampora

(18)

4 2.1 Deskripsi Cyanophyta

Cyanophyta berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Cyano” atau “Kyanỏs” yang artinya biru sedangkan “Phyta” artinya tumbuhan. Cyanophyta dikenal juga dengan Cyanobacteri, alga hijau-biru, atau Cyanophytes. Cyanophyta merupakan mikroalga prokariotik yang mendominasi kehidupan di bumi selama lebih dari 1,5 juta tahun (Graham & Wilcox, 2000). Nama Cyanophyta didasarkan atas pigmen-pigmen yang terdapat di dalam sel Cyanophyta, yaitu klorofil-a, dan sejumlah pigmen seperti b-karotin, xantofil dan fikobilin. Pigmen fikobilin yang paling dikenal pada Cyanophyta adalah pigmen biru fikosianin dan pigmen merah c-fikoeritrin. Dua pigmen unik Cyanophyta ini tidak ditemukan pada anggota alga lain (Vashista, 1999). Perbandingan macam-macam zat warna tersebut amat labil, oleh sebab itu warna alga tidak tetap (Tjitrosoepomo, 1998). Perubahan zat warna itu kemungkinan berhubungan dengan proses metabolisme Cyanophyta seperti jumlah sinar UV yang diterima, warna pigmen selubung (sheath) atau pertukaran gas di dalam sel (Graham & Wilcox, 2000).

Cyanophyta merupakan mikroalga bersel tunggal atau berbentuk benang

dengan struktur tubuh yang masih sederhana dan bersifat autotrof. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa yang kadang-kadang berupa lendir, oleh sebab itu Cyanophyta juga sering disebut sebagai alga lendir (Myxophyceae). Pada jenis-jenis yang berbentuk benang kadangkala terlihat dapat

(19)

melakukan gerakan seperti meluncur pada alas yang basah, tetapi sebenarnya Cyanophyta tidak dapat bergerak. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya bulu

cambuk yang menyebabkannya bergerak (Tjitrosoepomo, 1998).

Cyanophyta memiliki kemampuan untuk berfotosintesis sehingga alga ini dianggap sebagai salah satu pelopor dari kehidupan yang penting di dunia ini. Cyanophyta mempunyai sifat-sifat yang khas, yang tidak dimiliki oleh tumbuhan

lainnya, yaitu tahan kekeringan, tahan panas di dalam air, beberapa jenis dapat mengikat molekul N2 dari udara jika dalam tanah tidak ada nitrat, dapat tumbuh di

lingkungan toksik, dan dapat tumbuh di perairan dengan salinitas tinggi (Thajuddin & Subramanian, 1992). Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut di atas, Cyanophyta dapat dikatakan sebagai organisme yang sangat penting dalam memfiksasi nitrogen dari udara, memperkaya tanah, dan menghasilkan senyawa-senyawa yang berguna bagi dunia kesehatan, seperti Spirulina sp. (Graham & Wilcox, 2000).

Cyanophyta memiliki karakter morfologi yang sangat beragam, meliputi berbagai macam bentuk talus, yaitu uniseluler, koloni, filamen yang tidak bercabang, atau filamen yang bercabang (Vashishta, 1999). Cyanophyta baik yang uniseluler maupun yang berfilamen kadang-kadang membentuk struktur yang dapat dikenali dengan mata telanjang, tetapi biasanya memerlukan mikroskop untuk mengidentifikasi. Cyanophyta berukuran mulai dari 0,6 µm sampai 30 µm. Filamen Cyanophyta memiliki kisaran diameter tubuh mulai dari 0,4 µm sampai 45 µm bahkan ada yang melebihi 100 µm. Talus Cyanophyta, baik yang berbentuk uniseluler maupun filamen, diselubungi oleh suatu selubung

(20)

gelatin (sheath) yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel dan filamen Cyanophyta

karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2). Pada beberapa genera seperti

sepanjang filamen. Berbeda dengan

yaitu pada salah satu ujung filamen (Whitton dkk., 2002).

2.2 Sistematika Cyanophyta Divisi Cyanophyta menjadi 4 ordo, yaitu

Stigonematales. Ordo Chroococcales

Ordo Oscillatoriales memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo Nostocales memiliki 7 famili, 16 genus dan 109 spesies. Ordo

memiliki 3 famili, 6 genus dan 15 spesies (Whitton dkk., 2002).

Gambar 2. Sel heterokis (h) (Sumber:

yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel Cyanophyta penting dalam identifikasi. Salah satu bentuk

karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2). Pada beberapa genera seperti Anabaena, heterokisnya berkembang secara teratur sepanjang filamen. Berbeda dengan Calothrix yang hanya memiliki satu heterokis yaitu pada salah satu ujung filamen (Whitton dkk., 2002).

Cyanophyta

Cyanophyta masuk ke dalam kelas Cyanophyceae yang terbagi menjadi 4 ordo, yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales

Chroococcales memiliki 12 famili, 35 genus dan 98 spesies.

memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo memiliki 7 famili, 16 genus dan 109 spesies. Ordo Stigonematales memiliki 3 famili, 6 genus dan 15 spesies (Whitton dkk., 2002).

Gambar 2. Sel heterokis (h) dan sel akinet (a). (Sumber: http://www.ibvf.csic.es)

yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel alam identifikasi. Salah satu bentuk karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2). , heterokisnya berkembang secara teratur yang hanya memiliki satu heterokis

yang terbagi Nostocales, dan

memiliki 12 famili, 35 genus dan 98 spesies. memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo Stigonematales

(21)

2.3 Distribusi Cyanophyta

Cyanophyta dapat ditemukan pada berbagai kondisi lingkungan baik akuatik maupun terestrial seperti laut, lumpur, rawa, air tawar, payau, tanah, dan bebatuan. Pada umumnya Cyanophyta banyak ditemukan pada perairan tawar dengan pH netral. Meskipun begitu, ada pula Cyanophyta yang hidup pada lingkungan yang ekstrim seperti sumber air panas, gunung berapi, kutub utara, perairan dengan salinitas yang tinggi dan gurun. Oleh karena itu Cyanophyta dikenal sebagai organisme yang kosmopolit (Graham & Wilcox, 2000).

Beberapa penelitian menunjun suhu optimal untuk pertumbuhan Cyanophyta yaitu 15-35 °C, namun beberapa spesies Cyanophyta pernah ditemukan dapat bertahan hidup hingga suhu 72 °C di dalam kolam air panas di Taman Nasional Yellowstone (USA). Cyanophyta juga ditemukan pada saat musim dingin dimana suhu udara mencapai suhu 0 °C sampai -60 °C (Whitton dkk., 2002).

2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta

Kemampuan memfiksasi nitrogen pada alga diketahui hanya pada Cyanophyta dan khususnya pada kelompok Cyanophyta yang memiliki sel

heterokis. Heterokis merupakan sel yang khas pada Cyanophyta dan terdapat pada Cyanophyta dengan bentuk filamen kecuali Oscillatoriaceae. Mereka terbentuk

dari perkembangan sel-sel vegetatif dan ditandai oleh kutub nodul, dinding sel tebal, dan isi yang homogen apabila diamati di bawah mikroskop cahaya (Nagasathya & Thajuddin, 2008). Jumlah heterokis dapat bertambah ketika nitrogen dalam lingkungan terbatas. Heterokis terletak di bagian terminal atau

(22)

interkalar pada trikom (sel terminal yang berbentuk seperti rambut) dan letaknya dapat pula merata di antara sel-sel vegetatif (Prihantini dkk., 2008).

Faktor-faktor yang mengendalikan pembentukkan heterokis antara lain kemungkinan disebabkan rendahnya intensitas cahaya, bertambahnya jumlah fosfat, dan konsentrasi nitrogen dalam medium. Selain itu diferensiasi heterokis dapat pula dihambat oleh adanya sumber-sumber gabungan nitrogen (nitrat dan ammonium nitrogen) (Vashishta, 1999).

Beberapa anggota dari Cyanophyta telah menunjukkan kemampuannya mengikat nitrogen udara dimana kondisi terbaik dilakukan oleh Cyanophyta umumnya pada pH 7,0-8,5. Pada tanaman padi sawah yang tergenang air, Cyanophyta membantu mempertahankan jumlah nitrogen dalam tanah dengan menggunakan nitrogen bebas dari udara (Hardjowigeno, 2007).

2.5 Potensi Cyanophyta Sebagai Biofertilizer

Tuntutan pengadaan bahan pangan semakin besar karena jumlah penduduk yang selalu meningkat. Salah satu bahan pangan yang terpenting di Indonesia adalah beras. Budidaya padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pestisida dan pupuk kimia.

Menurut Swaminathan (2003), pada umumnya penggunaan pupuk kimia meningkatkan unsur-unsur garam tanah, yaitu Na+, Mg2+, dan Ca2+. Peningkatan kadar garam dalam tanah pada akhirnya akan menurunkan produktivitas

(23)

pertanian. Menurut Roger dkk (1994), penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan efek berupa kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan pada populasi organisme di tanah persawahan, dan perubahan efisiensi mikroorganisme dalam merombak bahan-bahan kimia di dalam pestisida.

Cyanophyta adalah salah satu organisme yang berguna bagi manusia. Cyanophyta memiliki kemampuan sebagai biofertilizer untuk memerangi polusi

tanah (Thajuddin & Subramanian, 2005). Kesuburan tanah sawah pada negara tropis disebabkan oleh adanya aktifitas Cyanophyta yang memfiksasi nitrogen sehingga Cyanophyta dan padi membentuk hubungan simbiosis (Chapman & Margulis, 1998).

Semua Cyanophyta menggunakan nitrat, nitrit dan ammonium sebagai sumber pertumbuhan tanaman. Menurut Jeong-Dong & Lee (2006), Cyanophyta dapat dimanfaatkan sebagai biofertilizer karena memiliki potensi untuk memproduksi senyawa antimikroba. Berdasarkan penelitian di Iran, sawah merupakan tempat dengan kondisi yang menguntungkan untuk fiksasi nitrogen biologis dan perkembangan Cyanophyta (Soltani dkk., 2007). Berbagai Cyanophyta yang memiliki heterokis dapat memperbaiki nitrogen atmosfer.

Beberapa spesies yang non-heterokis juga dapat memperbaiki nitrogen atmosfer di bawah kondisi mikroaerofilik (Thajuddin & Subramanian, 2005). Untuk itu, penggunaan biofertilizer diharapkan dapat mengurangi pemakaian pestisida dan pupuk kimia. Melalui penggunaan biofertilizer, tanaman dapat tumbuh sehat sekaligus meningkatkan kelestarian dan kesehatan tanah.

(24)

2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta

Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuan mikroalga antara lain cahaya, suhu dan pH air (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Upaya untuk mengisolasi mikroalga baik pada habitat akuatik maupun terestial perlu memperhatikan musim karena beberapa mikroalga yang hidup bebas dapat bercampur dengan lumpur. Jika kondisi musim kurang baik pengambilan, sampel menjadi kurang optimal. Mikroalga tanah dapat dilihat dengan mata telanjang karena biasanya mereka membentuk lapisan kehijauan seperti lendir pada permukaan tanah. Hal tersebut memudahkan pengambilan sampel. Pengambilan sampel mikroalga tanah dilakukan dari permukaan tanah hingga kedalaman 5 cm karena kemungkinan mikroalga juga terdapat pada lapisan bawah tanah (Whitton dkk., 2002).

Karakter morfologi adalah karakter yang paling mudah digunakan untuk mengidentifikasi Cyanophyta. Beberapa karakter morfologi yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi Cyanophyta adalah : 1) bentuk talus, dapat berupa uniseluler, koloni, filamen (bercabang atau tidak bercabang) (Whitton dkk., 2002); 2) ukuran panjang dan lebar talus; 3) keberadaan selubung gelatin; 4) bentuk ujung trikom; 5) septa pada filamen bergranula atau tidak; 6) keberadaan dinding pembatas pada filamen; 7) bentuk spiral pada talus; dan 8) keberadaan spora, akinet, dan heterokis (Geitler, 1985).

(25)

Sebagian besar Cyanophyta yang ditemukan di persawahan adalah Anabaena, Calothrix, Fischerella, Nostoc, dan Scytonema (Whitton dkk, 2002).

Spesies pemfiksasi nitrogen dari Cyanophyta ini diunggulkan di negara-negara tropis untuk meningkatkan kesuburan padi di sawah (Vashista, 1999).

2.7 Persawahan Kampung Sampora

Kampung Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur. Secara geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari Kelurahan Cibinong yang terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah Kelurahan Cibinong terletak di 6o 29' 27.79513" lintang selatan dan 106o 50' 56.07379" bujur timur. Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Kampung Sampora dapat dikatakan sebagai kampung yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang menjadi akses satu-satunya keluar wilayah itu tertutup oleh Cibinong Science Center (CSC) atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Akses

menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km, akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke ibukota Provinsi Jawa Barat 120 km (www.kotabogor.go.id).

Iklim di daerah Kampung Sampora mempunyai curah hujan yang cukup tinggi, hal ini tidak lain dikarenakan Kampung Sampora merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Bogor sendiri diberi julukan sebagai Kota Hujan di Indonesia. Kondisi iklim di Kota Bogor mempunyai suhu rata-rata tiap bulan 26º C dengan suhu terendah 21,8º C dan suhu tertinggi 30,4º C. Kelembaban udara 70 % serta curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 –

(26)

4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun (

turun dalam sehari lebih sering terjadi pada sore hari (pukul 12.00 2007).

Kampung Sampora

aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun bertani merupakan mata pencaharian utama masyarakat di ka

Gambar 3 (Sumber foto :

Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih padi yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan milik LIPI Cibinong. Hal ini dikarenakan jenis

memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun para petani di Kampung Sampor

bulir padi yang dihasilkan lebih besar.

m dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari

rata 191,2 hari hujan setahun (www.kotabogor.go.id). Hujan yang turun dalam sehari lebih sering terjadi pada sore hari (pukul 12.00-15.00) (Tatang,

Kampung Sampora merupakan kawasan pedesaan yang bergantung pada aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun bertani merupakan mata pencaharian utama masyarakat di kampung ini.

3. Persawahan penduduk Kampung Sampora. (Sumber foto : Wulan, 2009)

Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan Hal ini dikarenakan jenis-jenis benih padi tersebut memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun para petani di Kampung Sampora dapat panen sebanyak 3-4 kali. Selain itu bulir bulir padi yang dihasilkan lebih besar.

m dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari dengan ). Hujan yang 15.00) (Tatang,

merupakan kawasan pedesaan yang bergantung pada aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun

mpung ini.

Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan jenis benih padi tersebut memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun 4 kali. Selain itu

(27)

bulir-13 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari September 2009 sampai dengan Mei 2010. Isolasi sampel tanah dilaksanakan di wilayah persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor mulai pukul 08.30-17.00 WIB sedangkan identifikasi sampel dilakukan di laboratorium Fisiologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel mikroalga yang diambil dari tanah sawah, Basal Bold Medium (BBM), Blue Green Medium (BG-11) dan A5 Solution (Lampiran 2).

Peralatan yang digunakan adalah kape, tabung plastik/kantong plastik berkancing (sealed plastic-bag), kotak sampel, cawan petri (Normax), pipet Pasteur (Iwaki), pipet ukur (Iwaki), mikroskop cahaya (Olympus C011), pinset, bunsen/pembakar spiritus, lampu TL 36 W (Philips), thermometer (Boeco), pH indikator (Merck), labu Erlenmeyer (Schott Duran), vortex (Termolyne-Maxi Mix), timbangan analitik (Ohaus-Explorer Pro), LAFC, labu ukur (Iwaki), stirer (Mettler Toledo), Autoklaf (Omron ALP), Objeck Glass (Menzel-Glaser), Cover Glass (Menzel-Glaser), botol vial, aluminium foil, gunting/cutter, kapas, botol semprot, nampan, lemari pendingin, tisu, korek api, kertas label, dan alat tulis.

(28)

3.3 Cara Kerja

Rangkaian kerja pada penelitian ini terangkum dalam bagan alir di lampiran 1. Tahapan-tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut:

3.3.1 Penentuan Titik Sampling

Sampling tanah dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan titik sampling dilakukan atas dasar kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti dan dianggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang akan diambil sehingga memungkinkan peneliti menentukan titik-titik pengambilan tanah sesuai dengan kondisi/medan yang ada pada saat itu (Nasution, 2003). Penentuan titik-titik sampling didasarkan pada umur penanaman padi. Jumlah petak sawah yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel adalah 6 petak. Masing-masing petak diambil 4 titik sampling dengan pembagian 2 petak ditanami padi umur 1 bulan, 2 petak ditanami padi umur 2 bulan dan 2 petak ditanami padi umur 3 bulan (Lampiran 6 dan 7).

3.3.2 Isolasi Sampel Tanah

Sampel tanah diambil pada bagian permukaan tanah dengan ketebalan 0-2 cm dan bagian dalam tanah dengan ketebalan 5-10 cm. Pengambilan tanah dilakukan dengan menggunakan kape. Jumlah sampel tanah yang diambil adalah sebanyak 144 sampel. Sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam tabung plastik atau kantung plastik berkancing (sealed plastic-bag).

Masing-masing kantung plastik berisi sampel tanah kemudian diberi label yang berisi informasi tentang tempat dan tanggal pengambilan sampel serta diberi kode titik sampling. Data lingkungan berupa pH tanah dan suhu juga dicatat.

(29)

Seluruh sampel tanah yang telah ditempatkan di plastik berkancing kemudian disimpan di dalam kotak sampel yang tertutup rapat sehingga aman dibawa ke laboratorium.

3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah di Laboratorium

Cawan petri, pipet Pateur, pipet ukur, Erlenmeyer, tabung ukur, dan tabung reaksi yang akan digunakan dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Pada suhu dan tekanan yang sama, botol vial ukuran 500 ml yang berisi akuades ditutup dengan aluminium foil serta plastik tahan panas, diikat dengan karet kemudian disterilisasi menggunakan autoclave.

Sebelum melakukan pengayaan sampel tanah, pertama-tama dibuat medium pertumbuhan yaitu BBM dan BG-11. Masing-masing medium terlebih dahulu dibuat larutan stok. Larutan stok medium pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan bahan kimia sesuai dengan komposisi medium yang ditetapkan (Lampiran 2). Pembuatan medium pertumbuhan dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml dari setiap larutan stok ke dalam Erlenmeyer 1 liter kemudian ditambahkan akuades steril. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.

Pengayaan sampel tanah dilakukan dengan dua tahap menggunakan dua medium pertumbuhan, yaitu BBM dan BG-11. Tahap pertama pengayaan sampel dilakukan dari Oktober 2009 sampai Desember 2009. Tahap kedua pengayaan sampel tanah dilakukan dari Januari 2010 sampai Maret 2010.

(30)

Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 g kemudian diletakkan di cawan petri (sterilized-plate) dan dibiarkan mengering selama 3-7 hari (Lampiran 8). Setelah kering, sampel tanah ditambahkan akuades steril atau medium inorganik secukupnya (tidak sampai membanjiri sampel) (Lampiran 9).

Mikroalga baru tumbuh kurang lebih 2 atau 3 minggu setelah pemberian medium namun masih berupa spora mikroalga. Pengamatan sampel mikroalga yang telah tumbuh tersebut dilakukan setiap hari. Setelah kurang lebih 3 bulan sampel mikroalga baru dapat diidentifikasi karena pada tahap ini sel vegetatif masing-masing mikroalga sudah benar-benar terbentuk sehingga sudah dapat dibedakan satu sama lain dan memudahkan identifikasi.

3.3.4 Identifikasi Cyanophyta

Identifikasi dilakukan dengan mengamati sampel alga yang telah tumbuh setiap hari. Sel mikroalga memiliki karakteristik khas yang digunakan sebagai pengenalan atau identifikasi jenis, yaitu meliputi bentuk talus (uniseluler, koloni, filamen), susunan sel dalam koloni, selubung gelatin dalam filamen, percabangan filamen, dan keberadaan akinet. Pada beberapa genus, pengukuran morfometri (panjang dan lebar sel atau suatu ornamen) harus dilakukan (Whitton dkk, 2002). Pada penelitian ini, identifikasi Cyanophyta dilakukan hingga tingkat genus karena perbesaran mikroskop yang digunakan terbatas yaitu 10 x 40 dan 10 x 100 sehingga identifikasi Cyanophyta berdasarkan pada morfologi. Buku identifikasi yang dijadikan acuan adalah Whitton dkk., (2002) dan Graham & Wilcox (2000).

(31)

3.4 Analisis Data

Data hasil isolasi dan identifikasi dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan membuat deskripsi ciri-ciri Cyanophyta yang telah diamati. Hasil deskripsi digunakan untuk menentukan nama-nama genus Cyanophyta.

(32)

18 4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta

Berdasarkan hasil pengayaan sampel (288 sampel tanah), 227 sampel memperlihatkan pertumbuhan Cyanophyta. Tiga puluh satu sampel tidak ditumbuhi Cyanophyta (Lampiran 5). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya kompetisi antar mikroalga pada saat tumbuh.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil identifikasi diketahui bahwa terdapat 14 genus Cyanophyta, terdiri dari 12 famili yang ditemukan pada berbagai umur sawah. Berikut ini adalah data genus Cyanophyta yang telah diidentifikasi dari hasil pengayaan sampel tanah (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Genus Cyanophyta pada sampel permukaan tanah

No. Genus Padi Umur 1 Bulan

Padi Umur 2 Bulan

Padi Umur 3 Bulan Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

1. Aphanocapsa - - - - - - - - 2. Aphanothece - - - - - - - 3. Gloeocapsa - - - - 4. Chamaesiphon - - - - - - - - 5. Chroococcus - - - - - - 6. Pleurocapsa - - - - - - - - - 7. Oscillatoria 8. Arthrospira 9. Microcoleus - - - - - - - 10. Scytonema - - - - - - - 11. Anabaena - - - - - - 12. Nostoc - - 13. Calothrix - - - - - - - 14. Fischerella - - - - - - - - Jumlah 6 4 4 7 6 2 8 6 4 Keterangan : √ : ada - : Tidak ada

(33)

Tabel 2. Genus Cyanophyta pada sampel dalam tanah

No. Genus Padi Umur 1 Bulan

Padi Umur 2 Bulan

Padi Umur 3 Bulan Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

1. Aphanocapsa - - - - - - - - 2. Aphanothece - - - - - - - 3. Gloeocapsa - - - - - 4. Chamaesiphon - - - - - - - - - 5. Chroococcus - - - - - - 6. Pleurocapsa - - - - - - 7. Oscillatoria 8. Arthrospira - - - - 9. Microcoleus - - - - - - - - - 10. Scytonema - - - - - - 11. Anabaena - - - - - 12. Nostoc - 13. Calothrix - - - - - - - - 14. Fischerella - - - - - - - Jumlah 5 8 8 4 5 4 5 5 2 Keterangan : √ : ada - : Tidak ada

Berdasarkan data yang didapat, ada beberapa genus yang sering ditemukan pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan), yaitu Oscillatoria dari ordo Oscillatoriales dan Nostoc dari ordo Nostocales. Hal ini dikarenakan kedua genus

ini dapat hidup bebas di berbagai kondisi lingkungan terutama pada tanah-tanah persawahan yang banyak mengandung mineral.

Oscillatoria merupakan genus yang mampu beradaptasi dan bertahan pada berbagai kondisi lingkungan dikarenakan memiliki kemampuan metabolisme yang sangat baik, yaitu mampu menyesuaikan jumlah klorofil dan pigmen lain di dalam selnya. Nostoc mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang sangat kering dengan cara melakukan diferensiasi sel vegetatif menjadi sel akinet yang berupa sel berdinding tebal dan berisi cadangan makanan. Hal ini menyebabkan kedua genus tersebut sering kali ditemukan di tanah persawahan Kampung Sampora pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan).

(34)

Chamaesiphon dan Pleurocapsa yang ditemukan di daerah persawahan Kampung Sampora merupakan catatan terbaru bagi mikroalga tanah persawahan karena pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak pernah dilaporkan adanya kedua genus tersebut. Genus Cyanophyta yang hidupnya berkoloni seperti Merismopedia dan Microcystis atau yang berfilamen seperti Lyngbya dan

Tolypothrix yang ditemukan pada penelitian di tanah persawahan Korea yang

dilakukan oleh Jeong-Dong & Lee (2006) tidak ditemukan pada sampel tanah Kampung Sampora.

Berdasarkan data yang didapat, pada sampel umur sawah 1 bulan ada 6 genu yang mendominasi pada sampel permukaan pagi hari, yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel bagian dalam tanah sawah genus yang ditemukan pada pagi hari lebih sedikit, yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel permukaan siang genus yang ditemukan lebih sedikit, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, dan Microcoleus sedangkan pada sore hari yaitu

Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, dan Nostoc (Tabel 1 dan Lampiran 4).

Pada sampel dalam tanah siang dan sore hari genus yang ditemukan cenderung lebih banyak, yaitu Aphanocapsa, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, Anabaena, dan Nostoc untuk sampel siang hari

sedangkan sore hari yaitu Aphanothece, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 2 dan Lampiran 4 ). Hal

tersebut sangat mungkin disebabkan pada bulan pertama masa tanam, jarak tumbuh tanaman padi masih sangat jarang, sehingga dapat dikatakan Cyanophyta

(35)

masih mendapatkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Oleh karena itu genus Cyanophyta yang ditemukan lebih banyak pada sampel permukaan tanah daripada sampel dalam tanah. Sedangkan pada sampel dalam tanah di siang hari jumlah genus Cyanophyta lebih banyak dibandingkan dengan sampel permukaan tanah di siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan pada siang hari mikroalga cenderung sensitif terhadap paparan cahaya matahari sehingga Cyanophyta cenderung bergerak menuju ke dalam tanah. Namun berbeda dengan

kondisi pada sore hari dimana cahaya matahari sudah tidak ada sehingga menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikroalga menjadi berkurang pula.

Pada sampel tanah permukaan sawah umur 2 bulan genus yang ditemukan lebih banyak pada pagi hari, yaitu Aphanocapsa, Gloeocapsa, Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc sedangkan pada sampel dalam

tanah pagi hari genus ditemukan hanya 3, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, dan Fischerella. Pada sampel permukaan siang hari genus yang ditemukan yaitu

Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Anabaena, Nostoc, dan Calothrix. Pada

sampel permukaan sawah di sore hari hanya ditemukan 2 genus saja, yaitu Oscillatoria dan Arthrospira (Tabel 1 dan Lampiran 4). Jika dibandingkan dengan

sampel dalam tanah sawah umur 1 bulan pada siang hari dan sore hari, sampel dalam tanah sawah umur 2 bulan pada siang hari genus yang ditemukan lebih sedikit, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Calothrix. Sama halnya dengan sampel siang hari, genus yang ditemukan pada sampel sore hari lebih sedikit, yaitu Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc (Tabel 2 dan Lampiran 4). Perbedaan yang sangat signifikan ini kemungkinan disebabkan

(36)

mulai merapatnya jarak tumbuh padi sehingga Cyanophyta yang berada di dalam tanah lebih banyak bergerak ke permukaan tanah untuk mendapatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.

Pada sampel tanah permukaan sawah umur 3 bulan Cyanophyta yang ditemukan pada pagi hari yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Chamaesiphon, Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sampel

dalam tanah pagi hari sebanyak 5 genus, yaitu Gloeocapsa, Chroococcus, Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel permukaan siang hari genus

yang ditemukan yaitu Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Anabaena, Nostoc, dan Calothrix sedangkan sore hari genus yang ditemukan yaitu

Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 1 dan Lampiran 4). Pada sampel dalam tanah siang hari genus yang ditemukan yaitu Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sore hari jumlah

Cyanophyta yang ditemukan sangat sedikit, yaitu Oscillatoria dan Nostoc saja.

Pada saat umur tanam padi mencapai 3 bulan, jarak tumbuh tanaman padi semakin rapat dan bulir-bulir yang telah matang akan semakin merunduk sehingga tanah tertutupi oleh kanopi tanaman. Keadaan demikian menyebabkan Cyanophyta lebih sering bergerak ke permukaan tanah baik pada pagi hari, siang hari maupun sore hari menuju sumber cahaya. Selain itu kemungkinan Cyanophyta bergerak ke permukaan untuk melakukan fiksasi nitrogen karena pada saat padi berumur 3 bulan merupakan saat dimana padi membutuhkan ammonia dalam jumlah banyak agar dapat tumbuh subur.

(37)

Penelitian lain menyebutkan bahwa pertumbuhan mikroalga dan kebutuhannya terhadap cahaya memang dipengaruhi oleh adanya kanopi tanaman (dalam hal ini tanaman padi). Hal tersebut dikarenakan semakin rapatnya jarak pertumbuhan tanaman padi serta kanopi tanaman yang semakin menutupi tanah sehingga jumlah mikroalga di dalam tanah semakin menurun (Roger dkk., 1985).

Dengan demikian pada bulan pertama masa tanam padi Cyanophyta cenderung berada di permukaan tanah di pagi hari dan berada di dalam tanah pada siang dan sore hari. Pada bulan kedua dan ketiga masa tanam padi, Cyanophyta cenderung berada di permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan Cyanophyta terhadap cahaya untuk berfotosintesis dan adanya kanopi tanaman

yang semakin rapat.

4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta

Berikut deskripsi morfologi dari 14 genus Cyanophyta tersebut : 1. Aphanocapsa

Aphanocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyanophyceae, ordo Chroococcales, famili Merismopediaceae, dan genus

Aphanocapsa. Warna koloni biru kehijauan, merupakan koloni non-filamen,

bentuk koloni agak bulat dengan diameter koloni 20 µm Selubung gelatin (mucilago) tidak berwarna/tidak jelas, koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk bulat. Letak sel tidak beraturan, padat, tidak memiliki sel heterokis. Sel individu sangat kecil dengan diameter antara 1,5 – 3 µm.

(38)

Gambar 4. (Sumber foto: 2. Apanothece

Aphanothece diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo Chroococcales

Aphanothece. Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula

(sel tunggal), merupakan koloni non

dengan diameter koloni lebih dari 100 µm. M

koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang, lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi pembelahan sel.

Dari beberapa pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies Cyanophyta lain (Gambar

beraturan bersama Oscillatoria

penelitian dan identifikasi yang dilakukan

A

N

Gambar 4. Aphanocapsa (A) dan Navicula (N). (Sumber foto: Wulan, 2009)

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

Chroococcales, famili Synechococcaceae, dan genus . Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula

(sel tunggal), merupakan koloni non-filamen, bentuk koloni bulat atau lonjong, meter koloni lebih dari 100 µm. Musilago tidak berwarna/tidak jelas, koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang, lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi

a pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies lain (Gambar 5). Aphanothece yang ditemukan tumbuh tidak Oscillatoria dan ciri-ciri pertumbuhan ini sama dengan hasil penelitian dan identifikasi yang dilakukan oleh Graham dan Wilcox (2000).

Cyanophyta, kelas

, dan genus . Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula uniseluler bulat atau lonjong, usilago tidak berwarna/tidak jelas, koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang, lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi

a pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies yang ditemukan tumbuh tidak ciri pertumbuhan ini sama dengan hasil

(39)

Gambar 5. Aphanothece

pembelahan sel pada Aphanothece

3. Gloeocapsa

Gloeocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo

Gloeocapsa. Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non

bentuk koloni tidak beraturan, diameter koloni 50 µm Genus ini mempunyai musilago besar karena g

musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan karena masing-masing sel diselubungi oleh musilago. Koloni terdiri

sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah terjadi pembelahan sel, dan diameter sel 1 µm

Aphanothece. Koloni Aphanothece menempel pada Oscillatoria Aphanothece (b). (Sumber foto: Wulan, 2009)

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

, ordo Chroococcales, famili Microcystaceae, dan genus . Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non

bentuk koloni tidak beraturan, diameter koloni 50 µm-100 µm.

Genus ini mempunyai musilago besar karena gabungan dari beberapa sel, musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan masing sel diselubungi oleh musilago. Koloni terdiri dari beberapa sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah terjadi pembelahan sel, dan diameter sel 1 µm-3 µm (Gambar 6).

Oscillatoria (a) dan

Cyanophyta, kelas

, dan genus . Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non-filamen,

abungan dari beberapa sel, musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan dari beberapa sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah

(40)

Gambar 6. Gloeocapsa. Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) (a), Gloeocapsa dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto:

Wulan, 2009)

4. Chamaesiphon Chamaesiphon

Cyanophyceae, ordo Chroococcales

Chamaesiphon. Sel menempel pada substrat (ditemukan pada

bentuk sel heteropolar, yaitu agak memanjang denga

menempel pada subsrat agak menyempit dan ujung sel membulat. Genus ini merupakan spesies non

membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna sel biru-hijau pucat, sel diselu

pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang

. Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto:

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

Chroococcales, famili Chamaesiphonaceae, dan genus

. Sel menempel pada substrat (ditemukan pada Oscillatoria bentuk sel heteropolar, yaitu agak memanjang dengan bagian pangkal yang menempel pada subsrat agak menyempit dan ujung sel membulat.

Genus ini merupakan spesies non-filamen dengan ujung sel yang membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna hijau pucat, sel diselubungi oleh musilago yang memanjang dan terbuka pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang . Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto:

Cyanophyta, kelas , dan genus Oscillatoria),

n bagian pangkal yang

filamen dengan ujung sel yang membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna bungi oleh musilago yang memanjang dan terbuka pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang

(41)

sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel dewasa Chamaesiphon

terlihat dengan mata telanjang dalam satu koloni besar. 15 µm Gambar 7. Chamaesipho Wulan, 2009) 5. Chroococcus

Chroococcus diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo Chroococcales

Chroococcus termasuk ke dalam

hijau, hijau buah zaitun, hijau

(Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna, dalam satu koloni terdapat 2

berjauhan. Diameter sel 5 µm

sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel pada beberapa spesies dapat berbentuk makroskopis atau terlihat dengan mata telanjang dalam satu koloni besar.

on. Sampel 5dPp3 (a) dan sampel 6bPp3 (b). (Sumber foto:

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

Chroococcales, famili Chroococcaceae, genus Chroococcus

termasuk ke dalam Cyanophyta non-filamen, uniseluler, warna sel hijau, hijau buah zaitun, hijau-biru, atau kekuningan seperti pada sampel 2dDr1 (Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna, dalam satu koloni terdapat 2-4 sel, jarak antar sel adalam satu koloni a berjauhan. Diameter sel 5 µm- 10 µm.

sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel uk makroskopis atau

(Sumber foto:

Cyanophyta, kelas Chroococcus.

filamen, uniseluler, warna sel seperti pada sampel 2dDr1 (Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna, 4 sel, jarak antar sel adalam satu koloni agak

(42)

Gambar 8. Chroococcus. Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel 3dPp2 (d), sampel 6aDp3 (e), dan sampel 1cDs1 (f). (Sumber foto:

6. Pleurocapsa

Pleurocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo Chroococcales

Pleurocapsa merupakan jenis uniseluler non 10 µm 5 µm

Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel 3dPp2 (d), sampel 6aDp3 (e), dan sampel 1cDs1 (f). (Sumber foto: Wulan, 2009

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

Chroococcales, famili Hyellaceae, dan genus Pleurocapsa

merupakan jenis uniseluler non-filamen, dalam penelitian jenis ini Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel

Wulan, 2009)

Cyanophyta, kelas Pleurocapsa.

(43)

ditemukan menempel pada

beberapa kelompok sel yang tumbuh membentuk baris yang

saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang (ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa butiran butiran berwarna hijau

musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm sedangkan diameter sel 3 µm

adalah adanya baeocytes

sel yang berada pada bagian ujung percabangan sel.

Gambar 9. Pleurocapsa. Sampel 1bDr1 (a), sampel 1cDs1 (b), dan panah) pada sampel 6bDs3 (c dan d). (Sumber foto:

ditemukan menempel pada Chlorophyta sebagai substratnya. Jenis ini terdiri dari beberapa kelompok sel yang tumbuh membentuk baris yang tidak teratur dan saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang (ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa butiran butiran berwarna hijau, kekuningan, atau kemerahan. Sel diselubungi oleh musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm

sedangkan diameter sel 3 µm-9 µm (Gambar 9). Ciri khas dari Pleurocapsa baeocytes, yaitu sel yang terbentuk pada saat terjadi pembesaran

sel yang berada pada bagian ujung percabangan sel.

20 µm

. Sampel 1bDr1 (a), sampel 1cDs1 (b), dan baeocytes panah) pada sampel 6bDs3 (c dan d). (Sumber foto: Wulan, 2009)

sebagai substratnya. Jenis ini terdiri dari tidak teratur dan saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang (ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa

butiran-, kekuninganbutiran-, atau kemerahan. Sel diselubungi oleh musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm-20 µm Pleurocapsa

terjadi pembesaran

(44)

7. Oscillatoria

Oscillatoria diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyanophyceae, ordo Oscillatoriales, famili Oscillatoriaceae, dan genus

Oscillatoria. Oscillatoria memiliki bentuk tubuh berupa koloni filamen (trikom),

trikom lurus, berlapis-lapis, tidak bercabang, musilago tipis dan tidak berwarna. Pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan musilago agak tebal, hal ini kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai tempat tumbuhnya, karena menurut Komarek (2005), musilago pada Oscillatoria pada umumnya sangat tipis bahkan tidak ada, namun musilago akan tampak apabila Oscillatoria berada pada kondisi lingkungan yang ekstrim.

Warna koloni biru-hijau atau hijau, tebal trikom berbeda-beda, diameter dapat mencapai 3 µm-10 µm, panjang trikom dapat lebih dari 100 µm, ujung trikom membulat (pada pengamatan tidak ditemukan adanya kaliptra), tidak memiliki sel heterokis, pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan vakuola gas. Hasil pengamatan beberapa jenis ini dapat dilihat pada Gambar 10.

(45)

40 µm

H

N 3 µm

Gambar 10. Oscillatoria. (a-g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e dan f), dan vakuola gas (lingkaran) pada sampel 4cDr2 (f). (Sumber foto:

>100 µm

5 µm 3 µm

g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e dan f), dan vakuola gas (lingkaran) pada sampel 4cDr2 (f). (Sumber foto: Wulan, 2009

>100 µm

5 µm

6 µm

g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e

(46)

8. Arthrospira

Arthrospira diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo

Arthrospira. Arthrospira

Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis, diameter trikom 1 µm- 10 µm.

Beberapa Arthrospira

dengan penelitian Whitton dkk (2002) dimana memiliki vakuola gas, sedangkan

ditemukan adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

4 µm

Gambar 11 (Sumber foto:

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

, ordo Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, dan genus Arthrospira merupakan salah satu koloni Cyanophyta berfilamen.

Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis,

10 µm.

Arthrospira yang diamati tumbuh berpilin (melingkar). Berbeda

dengan penelitian Whitton dkk (2002) dimana Arthrospira yang ditemukan memiliki vakuola gas, sedangkan Arthrospira yang diidentifikasi peneliti tidak adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

H N

4 µm

11. Sel hormogonium (H) dan sel nekridium (N). (Sumber foto: Wulan, 2009)

Cyanophyta, kelas

, dan genus berfilamen. Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm-20 µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis,

yang diamati tumbuh berpilin (melingkar). Berbeda yang ditemukan yang diidentifikasi peneliti tidak adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat

(47)

2 µm

Gambar 12. Arthrospira

sampel 5aDs3 (b), sampel 5cPp3 (c),

2009)

9. Microcoleus

Microcoleus diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyceae, ordo

Microcoleus. Dari hasil pengamatan

Microcoleus pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal

seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing

sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna dan tidak terlalu tebal, ti

yang tumbuh berpilin atau melingkar. Sampel 5dDs3 (a), sampel 5aDs3 (b), sampel 5cPp3 (c), dan sampel 1dPr1 (d). (Sumber foto:

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta

, ordo Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, dan genus . Dari hasil pengamatan Microcoleus yang ditemukan lebih beragam. pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing

sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna dan tidak terlalu tebal, tidak memiliki heterokis, dinding antar trikom sempit,

10 µm

yang tumbuh berpilin atau melingkar. Sampel 5dDs3 (a), . (Sumber foto: Wulan,

Cyanophyta, kelas

, dan genus yang ditemukan lebih beragam. pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing-masing sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna dak memiliki heterokis, dinding antar trikom sempit,

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berpikir Keanekaragaman hayati
Gambar 2. Sel heterokis (h) (Sumber:
Gambar 3             (Sumber foto :
Tabel 1. Genus Cyanophyta pada sampel permukaan tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Sejauh ini penelitian kami telah sampai pada tahap pengujian kandungan metabolit sekunder dari isolat Sponge-6.1,” imbuh Dina, Jika kandungan metabolit sekunder yang ada

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh padat penebaran 10, 20, 30 dan 40 ekor/liter benih bawal ukuran 1,78 cm, terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih

Pada Tugas Akhir kali ini menggunakan plant penyulang Basuki Rahmat. Power factor sistem sebesar 0.799 lag, sehingga perlu diperbaiki agar rugi-rugi daya sistem

(2) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/ buruh yang sedang dalam proses

Mengingat masih minimnya informasi mengenai kerang bambu (Solen sp.) sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan panjang dan berat serta indeks kondisi

Sebuah produk yang kami namakan SINTAWAKA, mesin pemusnah sampah yang benar benar inovatif yang memberikan keuntungan pengurangan drastis pada biaya investasi

Peserta lelang wajib melakukan cek FISIK KENDARAAN dan DOKUMEN serta Lokasi Unit Display dengan sebaik baiknya karena kami MENJUAL APA ADANYA WEIGHT KLASIFIKASI SCORE. Tidak

Perjanjian GATT mengatur ketentuan mengenai pengikatan tarif bea masuk (tariff binding) yang diberlakukan negara-negara peserta. Di samping itu, GATT juga menetapkan