• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Klasifkasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Klasifikasi ikan Nila Jatimbulan yang dijelaskan berdasarkan ilmu taksonomi hewan sebagai berikut:

Filum : Chordata .

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphii

Sub ordo : percoidea

Family : Cichilidae

Genus : Orechoromis (Gambar 2. Morfologi ikan Nila) Spesies : Oreochromis niloticus (Sumber:Saanin, 1986) ( Dirjen perikanan tahun, 1972)

Strain : Nila Jatimbulan

( SK Menteri Nomor.11/ MEN/ 2008)

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang memiliki bentuk tubuh memanjang dan ramping dengan sisik berukuran besar Matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Jumlah sisik dan sirip anal mempunyai jari jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya dan sirip dadanya berwarna hitam. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman dan Amri, 2008).

Ikan Nila memiliki sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), sirip ekor (caudal

fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas

sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sedangkan sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Arie, 2009).

(2)

2 2.2 Habitat Ikan Nila

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) umumnya hidup diperaian tawar seperti sungai, danau, waduk, sawah, rawa dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau. Ikan Nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau dengan proses adaptasi bertahap ikan yang masih kecil ukuran 2-5 cm, lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dari pada ikan yang sudah besar. Pemindahan secara mendadak dapat menyebabkan ikan tersebut stress bahkan mati (Kordi, 2000).

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) mampu hidup normal pada kisaran suhu 14 -38 °C Untuk pertumbuhan optimum ikan Nila adalah 25-30 °C dengan nilai pH air antara 6-8,5 (Suyanto, 2003). Ikan Nila strain Jatimbulan memiliki adaptasi yang kuat terhadap perubahan salinitas yaitu salinitas 20 ppt, dan tahan terahadap serangan penyakit (Bakteri Aeromonas hydrophylla). (Arrosyad dan Prayoga, 2014).

Menurut (Suyanto, 2010) hal yang paling berpengaruh dengan pertumbuhan ikan adalah salinitas atau kadar garam berkisar antara 0-29% sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meskipun ikan nila dapat hidup pada kadar garam sampai 35% namun ikan nila sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik.

Penyebaran ikan Nila (Oreochromis niloticus) dimulai dari daerah asalnya yaitu Afrika bagian timur, seperti sungai Nil (Mesir), Danau Thanganyika, Chad, Nigeria dan Kenya. Ikan ini lalu dibawa orang ke Eropa, Amerika, negara-negara Timur Tengahdan Asia. Konon ikan jenis ini telah dibudidayakan di 110 negara di Indonesia (Suyanto, 2010).

2.3 Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut Effendie, (2002) pertumbuhan merupakan panjang dalam satu waktu atau pertambahan ukuran berat menurut istilah sederhana, sedangkan jika dilihat lebih lanjut pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor luar dan dalam. Faktor dari dalam yang mempengaruhi pertumbuhan

(3)

3

adalah keturunan, sex, umur, penyakit, sedangkan faktor dari luar adalah makanan, suhu perairaan, dan faktor kimia perairan (Ardiani dkk, 2005). Laju pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlah mencukupi, kondisi lingkungan mendukung dan dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan Nila akan menjadi cepat sesuai dengan yang diharapkan (Amri dan khairuman, 2003).

2.3.1 Rasio konversi pakan

Rasio konversi pakan adalah jumlah berat makanan yang dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh atau menambah bobot tubuh ikan. Pascual (2009), menjelaskan bahwa semakin rendahnya nilai konversi pakan semakin baik karena jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasikan berat tertentu. Tinggi rendahnya nilai konversi pakan dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama kualitas dan jumlah pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas air.

2.3.2 Daya hidup

Tingkat daya hidup akan menentukan produksi ikan yang di panen dan erat kaitan nya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Daya hidup benih ikan nila ditentukan oleh induk, kualitas telur, kualitas air maupun perbandingan antara jumlah pakan dan padat penebaran (Effendi, 2004).

Ikan Nila bersifat eurihaline walaupun habitat aslinya adalah air tawar, Ikan nila Jatimbulan dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam yang tinggi ikan nila mampu mempertahankan hidupnya sampai salinitas 20 ppt (lim, dalam Chotiba, 2013).

Daya hidup ikan air tawar dilingkungan berkadar garam bergantung pada jaringan insang, laju konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi) (Black

dalam Wulandari, 2008). Peningkatan padat tebar akan mengganggu proses

fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan ikan dan fisiologi sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup akan mengalami penurunan (Wedemeyer dalam Darmawangsa,2008).

(4)

4 2.4 Pakan dan Pemberian Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut Amri danKhairuman, (2003) Ikan Nila (Oreochoromis niloticus) tergolong pemakan segala (omnivora), sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan. Larva ikan nila makanannya adalah Zooplankton seperti Rotifera sp, Daphnia sp, serta alga atau lumut yang menempel pada benda benda hidupnya. Apabila telah dewasa ikan nila diberi makanan tambahan pellet, ampas tahu dan lain.

Ikan dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang seimbang dengan kata lain ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah yang cukup (Mudjiman, 2004). Kebutuhan ikan terhadap pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan yang dapak dilihat berdasarkan kandungan nutrisi yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kualitas pakan juga ditentukan oleh kemampuan ikan untuk mencerna dan mengabsorsi nutrisi. Kualitas pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung spesies umur dan jenis kelamin. Energi yang diperoleh dari pakan dimanfaatkan untuk menjaga atau memelihara tubuh, setelah itu digunakan untuk metabolisme tubuh, pergerakan, perkembangan, pertumbuhan, pematangan gonad dan pemijahan (Liviawaty dan Afrianto, 2005).

Tabel.1 Kandungan Nutrisi Pakan Ikan Nila

Nutrien Jumlah yang dibutuhkan

Protein Larva 35%

Konsumsi 25% -30%

Lemak 6-10%

Asam Lemak Essensial 0,5%-18% 2n-6

Fosfor <0,9%

Karbohidrat 25%

Digestible energy (DE) 2500-4300 KKal/kg

Sumber: BBAT SUKABUMI (2005).

2.4.1 Protein

Protein merupakan penyusun enzim dan hormon yang mengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh ikan (Sahwan, 2002). Protein terdiri dari asam amino yang berhubungan satu dengan lainnya oleh peptida.

(5)

5 karboksilat dan gugus yang terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon

alfa).

Protein berperan sebagai sumber energi, selain itu juga berfungsi memperbaiki jaringan yang rusak, serta membantu pertumbuhan ikan. Protein dibutuhkan oleh tubuh ikan secara continue karena asam amino dalam protein dibutuhkan secara terus-menerus terutama untuk mengganti protein rusak selama masa peneliharaan dan membentuk protein baru selama masa pertumbuhan dan masa reproduksi (Murtidjo, 2001).

Tingkat kebutuhan protein optimum pada pada ikan nila (ukuran di atas 40 gr) diduga berkisar antara 27,5 – 35% (Jauncey and Roses, dalam Webster dan Lim, 2002). Pada praktiknya kandungan protein pakan yang digunakan untuk pembesaran ikan nila berkisar antara 25 - 35%. Sedangkan pada kolam atau tambak yang memiliki pakan alami yang dapat menyumbangkan protein bagi ikan, maka kadar protein dalam pakan yang memadai untuk ikan dapat berkisar antara 20 - 25% (Newman, et.al. Lovell, 1980 dalam Webster dan Lim, 2002).

2.4.2 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi dan pada umumnya diproduksi oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Kebutuhan ikan terhadap karbohidrat sangat tergantung pada jenis ikan. Golongan ikan karnivoramembutuhkan karbohidrat kurang lebih 9%, golongan omnivora memerlukan karbohidrat hingga 18,6%, dan ikan herbivora memerlukan karbohidrat lebih banyak lagi, yaitu mencapai 61% (Sahwan, 2002).

Fungsi karbohidrat dalam tubuh adalah sebagai cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), sebagai bahan bakar misalnya glukosa, materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan). Peranan lain dari karbohidrat adalah sebagai prekursor dalam berbagai metabolisme internal (intermediate metabolism) dimana produk yang dihasilkan dibutuhkan untuk pertumbuhan, misalnya asam aminonon

(6)

6 2.4.3 Lemak

Berdasarkan kejenuhannya, lemak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lemak jenuh dan tidak jenuh. Lemak yang terkandung dalam makanan sangat ditentukan oleh kandungan asam lemaknya terutama asam lemak esensial. Asam lemak yang sangat penting terdapat dalam makanan adalah asam lemak tidak jenuh karena dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan antioksidandi dalam tubuh (Sistiawan, 2011).

2.4.4 Fosfor

Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang

berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainya. (Havlin et al.,2005).

Fosfor berperan dalam pembagian sel dan pembentukan lemak serta

albumin, pembentukan bunga, buah, dan biji, melawan pengaruh buruk nitrogen dan ketahanan terhadap penyakit (Winarto,2003) kekurangan Pakan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen.

2.5 Kualitas Air pada Ikan Nila

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya sehingga sumber daya air perlu dilindungi agar tetep dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu untuk kualitas air merupakan hal yangsangat penting dan harus tetap untuk dijaga kestabilannya (Efffendi, 2003).

Menurut Khairuman dan Amri, (2012)kualitas air adalah kondisi air yang diukur atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu. Air keruh menyebabkan ikan kekurangan oksigen, nafsu makan berkurang, batas pandang berkurang serta tertutupnya insang oleh partikel lumpur. Ikan menyukai perairan yang jernih, tenang dan tidak banyak mengandung lumpur. Kecerahan air optimum yang dapat menunjang kehidupan ikan yaitu 40 - 60cm (Badan Standardisasi Nasional, 2006).

(7)

7

Lesmana (2001) menyatakan peran air adalah sebagai media, baik sebagai media internal ataupun eksternal. Sebagai media internal air berfungsi sebagai bahan baku untuk reaksi di dalam tubuh, pengangkut bahan makanan ke seluruh tubuh dan penyangga suhu tubuh. Sedangkan media eksternal berfungsi sebagai habitatnya.

Faktor kualitas air terdiri dari faktor fisika dan faktor kimia (Mukti dkk, 2003):

2.5.1 Faktor fisika

 Suhu

Suhu merupakan parameter lingkungan yang penting untuk organisme akuatik. Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, waktu penyinaran, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman air. Perubahan suhu dipengaruhi terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Ghufron, 2011).

Pertumbuhan dan kehidupan ikan sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan diperairan tropis adalah antara 28-32o C. Kisaran suhu 25- 18o C ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makan ikan menurun, suhu air 12-18o C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu dibawah 12o C ikan tropis mati kedinginan. Secara teoritas, ikan tropis masih hidup normal pada suhu 30-35o C jika kosentrasi oksigen terlarut cukup tinggi (Ghufran, 2011).

Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruh terhadap kelarutan oksigen didalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen didalam air dan sebaliknya (Ghufran, 2011).

2.5.2 Faktor kimia

 Derajat keasaman (pH)

PH merupakan ukuran kosentrasi ion hydrogen yang menunjukan suasana asam atau basa suatu perairan. Faktor yang mempengaruhi pH adalah kosentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam, nila pH di atas 7

(8)

8

menunjukkan lingkuan yang basa (alkalin) sedangkan pH sama dengan 7 menunjukkan keadaan lingkungan netral (Lesmana, 2004)

Cahyono (2000) menyatakan bahwa pada siang hari pH suatu peraiaran meningkat. Hal ini disebabkan adanya proses fotosintesis pada siang hari, saat itulah fitoplankton mengkonsumsi karbondioksida. Sebaliknya malam hari kandungan pH suatu perairan akan menurun karena tanaman air dan fitoplankton mengkonsumsi oksigen dan menghasilkan karbondioksida.

Arie (2009) menyatakan bahwa pH mempengaruhi daya prokduk tifitas suatu perairan, pHyang baik untuk pertumbuhan ikan Nila adalah 7-8,5%.

 Salinitas

Salinitas menurut Boyd dalam Ghufron et al. (2007), salinitas adalah kadar seluruh ion–ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion-ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan didominasikan oleh ion-ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan magnesium. Kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Stenohaline) dan mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline).

Salinitas erat kaitannya dengan osmoregulasi yakni upaya untuk mengontrol keseimbangan air dengan kosentrasi total dari ion-ion terlarut dalam air seperti Na (natrium), K (kalium), Ca (kalsium), Mg (magnesium), Cl (Kholr), SO4 (sulfat), dan HCO3 (asam karbonat)

antarara tubuh dengan lingkungannya (Effenndi, 2003).

Osmoregulasi pada ikan air tawar memilik kosentrasi media yang lebih rendah dari kosentrasi cairan tubuhnya (hiperomotik) sehingga secara alami air bergerak masuk kedalam tubuh dan ion-ion keluar kelingkungan secara difusi. Beberapa organ yang berperan dalam osmerogulasi adalah insang, ginjal, kulit, usus dan darah.

(9)

9 2.6 Osmoregulasi Ikan Nila

Osmoregulasi adalah upaya mengontrol keseimbangan air dan ion – ion

antara tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan osmose (Fujaya ,1999).

Tanpa osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat mengontrol konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmose dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi dalam aspek kesehatan ikan (Fujaya,1999).

Selama osmoregulasi, hewan air membutuhkan keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan media yang sangat penting terhadap kelangsungan hidupnya. Hormon memainkan peran sebagai pengontrol terhadap proses kondisioning ikan dan transport ion (Bestian 1996). Organ seperti ginjal, insang, kulit dan usus melakukan fungsi kondisioning hormon osmoregulasi, terutama hormone-hormon yang disekresikan oleh pituitari, ginjal dan uropisis, diantaranya

hormon prolaktin (PRL) dan hormon tiroid.

Kenaikan salinitas akan menyebabkan kenaikan kekentalan air yang dapat menyebabkan kelarutan oksigen menurun, sedangkan osmoregulasi membutuhkan banyak energi sehingga konsumsi oksigen juga akan meningkat. Oleh karena itu, toleransi terhadap kelarutan oksigen yang rendah merupakan faktor pembatas ekologis bagi spesies yang mendiami media dengan salinitas yang berfluktuasi (Bestian 1996).

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut ataupun air yang telah melalui proses pencampuran dengan air garam. Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas semakin besar pula tekanan osmotiknya. Semua ikan Nila lebih toleran terhadap lingkungan payau (Ghufran, 2011).

Ikan Nila hitam tumbuh dengan sangat baik pada salinitas 15 ppt, blue tilapia (Tilapia aurea) tumbuh dengan baik pada salinitas hingga di atas 20 ppt. Hal ini berbeda dengan nila merah dan mujair yang dapat tumbuh pada salinitas mendekati air laut, namun perkembangan alat reproduksinya mengalami penurunan pada salinitas di atas 10-15 ppt. Tilapia aurea dan ikan nila hitam dapat bereproduksi pada salinitas 10-15 ppt, namun kemampuan adaptasinya lebih baik

(10)

10

pada kadar di bawah 5ppt. Jumlah benih yang dihasilkan mengalami penurunan pada tingkat salinitas sebesar 10ppt (Ghufran, 2011). Awal pemeliharaan di tambak, nila hasil adaptasi dari air tawar (0ppt) ke air asin (10ppt - 30ppt) mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini disebabkan pada minggu awal atau bulan pertama nila masih menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan. Nila yang dipindahkan dari air tawar ke air laut atau payau, akan mengalami

osmoregulaasi karena konsentrasi senyawa-senyawa dalam darah, juga tekanan

darah berbeda dengan lingkungan air laut. Setelah mengkondisikan dengan lingkungan yang baru, baru insang dan ginjal mulai berfungsi dengan baik untuk membuang kelebihan garam yang keluar dari tubuhnya. Dengan demikian, nila setelah minggu ke 4, baru akan hidup dengan normal (Ghufran, 2011).

Ikan air tawar, air secara terus menerus masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang, sehingga garam-garam tersebut juga terserap ke dalam tubuhnya melalui kulit atau melalui osmoregulasi. Penyesuaian ikan terhadap pengaruh lingkungan itu merupakan homoestatis, yang berfungsi untuk mempertahankan keadaan yang stabil melalui suatu proses aktif melawan perubahan yang dimaksud (Affandi dan Tang, 2002). Proses ini secara pasif berlangsung melalui suatu proses osmosis, yaitu terjadi sebagai akibat dari garam dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Apabila ikan tidak mampu mengontrol proses osmosis yang terjadi, maka ikan akan mengalami kematian yang diakibatkan karena tidak adanya keseimbangan konsentrasi larutan tubuh, yang akan berada di batas toleransinya. Osmoregulasi diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi cairan dalam tubuh, karena pada saat ikan stress atau sakit maka proses osmosis akan terganggu sehingga air akan lebih banyak masuk kedalam tubuh ikan dan garam lebih banyak keluar tubuh, sehingga mengakibatkan beban kerja ginjal akan meningkat. Bila beban kerja ginjal meningkat secara terus menerus maka ikan pun akan mati.

Menurut Affandi dan Tang (2002), organisme hewan air dapat dibagi menjadi dua kategori yang saling berhubungan, mekanisme fisiologi dalam menghadapi tekanan osmotik, antara lain: Osmokonformer adalah organisme yang karakteristik osmotik internalnya sama dengan lingkungannya. Saat terjadi

(11)

11 osmokonformer dapat segera menyesuaikan kondisi internalnya dengan cara

mengubah tonisitasnya. Sifat osmotik pasif semacam itu dimiliki oleh avertebrata-avertebrata yang hidup dilaut. Contoh jenis ikan antara lain: salmon, sidat, dan ikan-ikan tilapia,osmoregulator adalah organisme yang dapat menjaga lingkungan

osmotik internalnya dalam kondisi konstan, tidak tergantung pada lingkungan eksternal. Contoh jenis ikan antara lain: ikan air tawar.

2.7. Organ Osmorgulasi 2.7.1 Insang

Insang memiliki sel-sel yang berperan dalam proses osmoregulasi adalah sel-sel khlorida yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang. Insang Teleostei mengindikasikan bahwa pompa ion untuk Cl-(khlorida), Na+(natrium) dan K+ (kalium). Perubahan ion-ion pada ikan air laut berbeda

dengan ikan-ikan air tawar. Perbedaan utama yaitu bahwa Na+, NH

4+, Cl-,

dan HCO3- semuanya bergerak keluar pada ikan air laut sedangkan pada

ikan air tawar Na+ dan Cl-, keduanya masuk dan keluar yang disebabkan

oleh suatu perubahan difusi (Artawan, 2009).

2.7.2 Ginjal

Ginjal ikan berupa pronefros dan mesonefros yang memiliki fungsi sebagai organ osmoregulator. Ginjal pada ikan air tawar berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan ion-ion dan membebaskan air. Ginjal pada ikan air laut berfungsi untuk membebaskan ion-ion dan menyimpan di air. Sebagian besar sisa metabolisme berupa senyawa-senyawa nitrogen yang dibebaskan melalui insang. Ginjal juga berfungsi dalam haematoplesis pada jaringan haemotopletik yang terdapat pada interstilium ginjal. Haemotoplesis berlangsung pada bagian anterior ginjal, akan tetapi proses tersebut dapat berlangsung diseluruh bagian ginjal. Selanjutnya sisa metabolisme akan dibuang ke luar tubuh (Irianto, 2009).

(12)

12 2.7.3 Usus

Usus memiliki banyak variasi dari bentuk dan warna. Beberapa ikan seringkali bagian depan ususnya berbentuk besar menyerupai lambung sehingga bagian ini di namakan sebagai lambung palsu, misalnya ikan mas (Tridjoko 2009). Setelah air masuk ke dalam usus ikan air laut, dinding usus aktif mengambil ion-ion monovalen (Na+, K+, dan Cl-) dan

air, sebaliknya membiarkan lebih banyak ion-ion divalen (Mg2+, Ca2+, dan

SO42-), di dalam usus sebagai cairan rektal agar osmolaritas usus sama

dengan darah. Hal ini penting dilakukan untuk menghindarkan air yang telah diserap usus kembali ke dalam rektal. Proses minum pada ikan air tawar dibutuhkan oleh usus untuk mengambil kembali ion-ion yang hilang melalui difusi dan juga melalui urin. Selain itu organ yang terlibat dalam osmoregulasi diatur oleh hormon kelenjar yang bertanggung jawab terhadap proses osmoregulsi antar lain pituitari, ginjal dan urophisis (Bestian, 1996).

2.7.4 Kulit

Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar yang disebut

epridermis dan lapisan dalam yang disebut dermis (corium). Epidermis

selalu memiliki tekstur basah karena adanya lendir yang dihasilkan oleh sel-sel yang berbentuk plata yang terdapat diseluruh permukaan tubuhnya.

Epidermis bagian dalam terdiri dari lapisan sel yang selalu melakukan

pembelahan untuk menggantikan sel-sel bagian luar yang terlepas dan untuk persediaan pengembangan tubuh. Lapisan ini dinamakan stratum

germinativum (lapisan melphigi). Dermis berperan dalam pembentukan

sisik pada ikan-ikan yang bersisik. Derivat-derivat kulit juga dibentuk di dalam lapisan ini. Dermis mengandung pembuluh darah, saraf, dan jaringan pengikat. Kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi dan

Referensi

Dokumen terkait

digester dapat menghambat produksi biogás. Penggunaan digester dua tahap memisahkan beberapa tahap reaksi. Tahap hidrolisis, asidogenesis , dan asetogenesis terjadi

Gambar Saluran Pemasaran Rajungan PT Windika Utama Nelayan Semarang Nelayan Tuban Nelayan Jepara Nelayan Surabaya Nelayan Banyuwangi Nelayan Madura Nelayan Sumbawa

Analisis logam berat buatan dalam larutan yang tercampur dengan nanopartikel ferrite juga telah dilakukan dengan pengukuran yang berbeda berdasarkan partikel, magnet murni,

Avriazar Beng Kiuk Tahun 2012 Kemampuan Manajerial Kepala Puskesmas Membangun Team Work Yang Efektif Di Kabupaten Kotawaringin Barat Kepala Puskesmas belum dapat

Setelah itu tim menjelaskan bahwa generasi muda dapat ikut serta dalam mengurangi penggunaan plastik dengan memanfaatkan barang – barang yang sudah tidak terpakai

Menurut Balitbang Kemendikbud (2013) dalam Mulyasa (2014:81- 2), pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memerhatikan dan

Kesimpulan yang peneliti lakukan berdasarkan dari data-data yang di peroleh, dan mengecek kembali hasil dari data yang diperoleh dengan melihat informasi yang telah