• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Crop agro vol. no 2018 Page 1

Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai

(

Capsicum annum L

.) di Sembalun

The Population Dinamics of Peast-Sucking Insects And The Incidence of Geminivirus Attacks on Chili Plants (Capsicum Annum L.) In Sembalun

JURNAL Oleh Ita Wahyuni C1M014091 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM 2018

(2)

Crop agro vol. no 2018 Page 2

HALAMAN PENGESAHAN

Artikel diajukan oleh:

Nama : Ita Wahyuni

NIM : C1M014091

Program studi : Agroekoteknologi Jurusan : Budidaya Pertanian

Judul Skripsi : Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian

Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Sembalun.

.

telah diperiksa, diperbaiki dan disetujui oleh dosen pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang terdiri atas: Dr. Ir. Mery Windarningsih, M.Si dan Ir. Aluh

Nikmatullah, M.Agr.Sc., Ph.D., untuk diterbitkan pada jurnal CROP AGRO.

Menyetujui:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Ir. Mery Windarningsih, M.Si. NIP. 19640110 198903 2 003

Ir. Aluh Nikmatullah, M.Agr.Sc.,Ph.D. NIP. 19650224 199203 2 003

(3)

Crop agro vol. no 2018 Page 1

Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) di Sembalun

The Population Dinamics of Peast-Sucking Insects And The Incidence of Geminivirus Attacks on Chili Plants (Capsicum annum L.) In Sembalun

Ita Wahyuni1), Mery Windarningsih2), Aluh Nikmatullah3)

1)

Mahasiswa, Program Studi Agroekoteknologi Pertanian UNRAM

2)

Dosen Tetap, Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi hama penghisap daun dan kejadian gejala serangan Geminivirus pada tanaman cabai telah dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai Januari 2018 di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif yaitu melakukan survei langsung pada pertanaman cabai milik petani. Pengambilan tanaman sampel untuk mengamati populasi dan serangan hama dilakukan secara diagonal sebanyak 5% dari populasi tanaman setiap plot. Pengamatan kejadian gejala serangan Geminivirus dilakukan secara purposive yaitu mengamati seluruh tanaman pada setiap plot pengamatan. Pengamatan ini dilakukan sebanyak 8 kali dengan interfal waktu 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama penghisap daun yang ditemukan adalah Thrips spp, Bemisia tabaci, dan Myzus persicae. Populasi hama penghisap daun meningkat sampai tanaman berumur 12 mst, baik populasi hama yang didapatkan secara langsung maupun menggunakan perangkap warna kuning. Intensitas serangan hama meningkat sampai tanaman berumur 15 mst walaupun pada umur tanaman tertentu mengalami penurunan, hama yang memiliki nilai kelimpahan yang tinggi adalah Thrips spp yaitu 96%. Kejadian gejala serangan Geminivirus terus meningkat dan memiliki hubungan yang kuat dengan intensitas serangan hama yaitu 62%.

Kata kunci : Tanaman cabai, populasi hama, intensitas serangan hama, Geminivirus.

ABSTRACT

This study aimed to determine the population dynamics of leaves sucking insects and the incidence of Geminivirus attacks on chili plants from October 2017 to January 2018 in the Sembalun Timba Gading, village Sembalun District, East Lombok Regency. This research use a descriptive method that is direct survey on chili cultivation owed by farmers the plant samples to observe population and pest attack was done diagonally as much as 5% from plant population in each plot. On the other hand, observation of virus incidence was done purposively ie observing all plants on each observation plot. This observation was done 8 times with 7 days interval. The results showed that the leaf-sucking pest found was Thrips spp, Bemisia tabaci, and Myzus persicae. Leaf-harvesting pest populations increased up to the age of 12 mst either directly obtained pest populations or using yellow traps, the intensity o pest attack increased up to the age of 15 mst even though the age of certain plants decreased, pests the have a high abundance of 96% are Thrips spp, the incidence of symptoms of Geminivirus attack continues to increase and has strong relationship with the intensity of peast attacks that is 62%.

(4)

Crop agro vol. no 2018 Page 2

PENDAHULUAN

Sembalun merupakan salah satu Kecamatan di pulau Lombok yang terletak di Lereng Gunung Rinjani dengan ketinggian 1.200 sampai1.600 meter dari permukaan laut (dpl) (BPS TPH NTB, 2009). Dengan letak yang relatif tinggi dan terletak di kaki Gunung Rinjani maka tanah di Desa Sembalun sangat subur. Keunggulan geografis tersebut menjadikan Sembalun sebagai daerah penghasil sayuran terbesar di pulau Lombok dan Sumbawa. Komoditas terbesar yang dihasilkan petani Sembalun adalah bawang putih, cabai besar dan kentang (Novita, 2014).

Cabai (Capsicum annum L.) dapat menyebar ke berbagai Negara karena memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan tertentu dan beberapa varietas cabai tahan terhadap cuaca panas (Widya, 2008). Pada perkembangannya, cabai menjadi rempah-rempah utama di Indonesia. Cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri (industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan atau jamu). Selain itu, cabai merupakan komoditas penting sebagai sumber pendapatan petani, digunakan sebagai bahan baku industri, dan memiliki peluang eksport (Alex, 2013).

Prediksi kebutuhan terhadap cabai besar (cabai merah dan cabai keriting) dalam negeri adalah 720.000 sampai 840.000 Ton/Tahun, sementara produksi nasional 1.061.428 Ton/Tahun dari luas panen 126.790 Ha (BPS 2014). Meskipun produksi cabai di Indonesia lebih tinggi dari pada kebutuhan, namun fluktuasi produksi sepanjang tahun menjadi masalah dalam ketersediaan cabai. Hal ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga sepanjang tahun yang berimbas pada inflasi. Lonjakan harga cabai terjadi pada saat curah hujan tinggi, yang biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Februari. Pada musim penghujan terjadi penurunan produktivitas dan luas panen cabai akibat meningkatnya serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Hal ini menyebabkan menurunnya ketersediaan cabai sehingga harga menjadi 2 sampai 4 kali dari harga normal (Alex, 2013).

Rendahnya produksi cabai disebabkan oleh faktor iklim seperti curah hujan yang tinggi. Pada musim penghujan terjadi penurunan produktivitas dan luas panen cabai akibat meningkatnya serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Hal ini menyebabkan menurunnya ketersediaan cabai sehingga harga menjadi 2 sampai 4 kali dari harga normal (Alex, 2013). Salah satu kendala dalam usaha budidaya tanaman cabai adalah adanya serangan

(5)

Crop agro vol. no 2018 Page 3 hama dan penyakit. Hama yang sering menyerang pada tanaman cabai adalah kelompok serangga yang merupakan hama penghisap daun yaitu thrips, kutu daun, kutu kebul dan tungau (Meilin, 2014). Hama penghisap daun dapat merusak tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan yang ada pada permukaan daun tanaman. Selain itu hama penghisap daun ini dapat berperan sebagai vektor penular virus.

Tanaman cabai di Indonesia banyak yang terinfeksi oleh Geminivirus dari kelompok Begomovirus yang mengakibatkan penyakit kuning, daun keriting dan menggulung, atau penyakit bulai (Sudiono, 2013). Tanaman yang terinfeksi virus tidak dapat berproduksi secara optimal sehingga penyakit karena serangan virus menyebabkan kerugian besar dalam budidaya tanaman cabai. Sehingga, informasi tentang hama penghisap daun yang berperan sebagai vektor penular virus pada tanaman cabai perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun dan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Tanaman Cabai di Sembalun.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan melakukan survey langsung di lapangan. Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur pada bulan Oktober 2017- Januari 2018. Areal budidaya tanaman cabai yang dijadikan lokasi penelitian adalah seluas 5 are. Plot pengamatan dilokasi ditentukan dengan metode sistematik. Terdapat lima plot pengamatan dengan masing-masing luas 16 m2 dan pada tiap plot terdapat 100 tanaman. Tanaman sampel untuk mengamati populasi dan intensitas serangan hama ditentukan sebanyak 5% dari populasi tanaman cabai tiap plot, sedangkan pengamatan kejadian gejala serangan geminivirus dilakukan secara Purposive yaitu mengamati semua tanaman yang terinfeksi virus dalam tiap plot pengamatan.

Parameter dan Cara Pengamatan Populasi hama penghisap daun

Populasi hama penghisap daun dihitung dengan sistem perhitungan in-situ yaitu menghitung jumlah semua hama penghisap pada tiap tanaman sampel secara langsung dan secara tidak langsung dengan menggunakan perangkap warna kuning (yellow trap).

(6)

Crop agro vol. no 2018 Page 4

Intensitas serangan hama pada tanaman

Perhitungan besarnya intensitas serangan yaitu menggunakan rumus menurut Gunawan (2006):

P =∑( )

100%

Keterangan:

P : Tingkat Kerusakan (%)

ni : Jumlah bagian tanaman yang diamati dari tiap kategori serangan

vi : Nilai skala tiap kategori serangan Z : Skala Kategori serangan tertinggi

N : Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati Nilai kategori serangan:

0 : Sehat

1 : Kerusakan Ringan >0-25% 2 : Kerusakan Sedang >25-50% 3 : Kerusakan Berat >50-75%

4 : Kerusakan Sangat Berat >75-100%

Kelimpahan Populasi Hama Penghisap Daun

Untuk menghitung kelimpahan hama penghisap daun dapat menggunakan rumus menurut Sinta (2014):

Kelimpahan (K) = ΣIndividu satu spesies

ΣTotal individu seluruh spesiesX 100%

Kejadian Gejala Serangan Geminivirus

Pada penelitian ini, kejadian gejala serangan Geminivirus dihitung menggunakan rumus:

P = 100%

Keterangan:

P : Potensi intensitas serangan (%) A : Jumlah tanaman bergejala N : Jumlah tanaman yang diamati

(7)

Crop agro vol. no 2018 Page 5

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Hama Penghisap Daun

Selama pengamatan ada tiga hama penghisap daun yang ditemukan pada areal pertanaman cabai yaitu Thrips spp., Bemisia tabaci, dan Myzus persicae. Ketiga hama penghisap daun tersebut ditemukan sejak awal pengamatan. Perkembangan populasi hama penghisap daun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut.

Gambar 4.1. Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun (Metode Langsung) pada Berbagai Umur Tanaman Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.

Pada Gambar 4.1, sejak awal pengamatan (saat tanaman berumur 8 MST) populasi hama penghisap daun meningkat sampai pada umur 12 mst (kecuali saat umur 10 MST). Setelah itu populasi hama penghisap daun menurun. Populasi hama penghisap daun dari sejak tanaman cabai berumur 8 MST sampai 15 MST secara berurutan adalah 245,33 ekor/tanaman, 464,33 ekor/tanaman, 423 ekor/tanaman, 541,67 ekor/tanaman, 595,67 ekor/tanaman, 171,67 ekor/tanaman, 25,67 ekor/tanaman dan 6,67 ekor/tanaman.

245,33 464,33 423 541,67 595,67 171,67 25,67 6,67 0 100 200 300 400 500 600 700 8 9 10 11 12 13 14 15 P o p u las i H am a (e k o r /tan am an ) Umur Tanaman (MST)

(8)

Crop agro vol. no 2018 Page 6 Gambar 4.2. Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun (Metode tidak Langsung) pada Berbagai Umur Tanaman

Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.

Hasil pengamatan secara tidak langsung (Gambar 4.2) menunjukkan populasi hama tertinggi berada di awal pengamatan (saat tanaman berumur 8 MST) dan populasi hama terendah pada pengamatan terakhir (saat tanaman berumur 15 mst).

Terjadinya peningkatan dan penurunan populasi hama penghisap daun dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik atau kondisi lingkungan di daerah penanaman tanaman cabai tersebut. Salah satunya adalah ketersediaan makanan yang cukup dapat mempengaruhi meningkatnya populasi hama. Maramis (2005) menyatakan bahwa besarnya populasi di alam maupun kelimpahan populasi serangga pada suatu habitat ditentukan oleh adanya keanekaragaman dan kelimpahan sumber pakan yang tersedia. Makanan yang mencukupi, diperoleh oleh hama pada tanaman cabai yang masih berada pada fase vegetatif yakni pada umur 8 MST sampai 12 MST, fase dimana tanaman mengalami pertumbuhan yang cepat, yang ditandai dengan penambahan tinggi dan jumlah daun.

Pada penelitian ini, populasi hama terendah ditemukan pada pengamatan terakhir yaitu saat tanaman cabai berumur 15 MST yaitu 6,67 ekor/tanaman untuk metode langsung dan 105,67 ekor untuk metode tidak langsung. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya hujan sejak pengamatan ke enam saat tanaman berumur 13 MST. Hujan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan hama. Hujan dapat berpengaruh langsung terhadap perkembangan hama, seperti hujan lebat dapat menghanyutkan serangga hama yang memiliki ukuran tubuh yang ringan. Sudiono dan Purnomo (2009) menyatakan bahwa kenaikan curah hujan dapat berpengaruh terhadap penurunan populasi hama penghisap

666,67 563 316 495,33 598,33 494,33 209 105,67 0 100 200 300 400 500 600 700 800 8 9 10 11 12 13 14 15 P o p u las i H am a (e k o r ) Umur Tanaman (MST)

(9)

Crop agro vol. no 2018 Page 7 daun dilapangan. Selain itu, penggunaan pestisida dan pemeliharaan tanaman cabai oleh petani juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah populasi hama penghisap daun pada areal pertanaman cabai di Sembalun.

Intensitas Serangan Hama Penghisap Daun

Gambar 4.3. Grafik Persentase Intensitas Serangan Hama Penghisap Daun pada Berbagai Umur Tanaman Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kabupaten Lombok Timur

Berdasarkan Gambar 4.3 diketahui bahwa intensitas serangan hama meningkat sejak awal pengamatan (saat tanaman berumur 8 MST) kecuali saat tanaman berumur 10 MST hingga tanaman berumur 11 MST. Setelah itu, intensitas serangan hama meningkat. Intensitas serangan hama sejak umur 8 MST sampai 15 MST berkisar antara 2,2 sampai 5,8%. Meningkatnya intensitas serangan hama dari awal pengamatan hingga saat tanaman berumur 11 MST diduga dipengaruhi oleh jumlah populasi hama yang juga mengalami peningkatan pada umur tersebut. Intensitas serangan hama tidak menurun setelah tanaman cabai berumur 11 MST, diduga karena intensitas serangan hama yang diukur adalah akumulasi dari intesitas serangan pada daun yang telah terkena serangan hama pada pengukuran sebelumnya. Maka daun yang telah terserang tersebut tidak dapat kembali ke keadaan semula, sehingga daun yang digunakan sebagai sampel bisa saja daun yang terserang pada pengamatan-pengamatan sebelumnya, sehingga intensitas serangannya lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini, intensitas serangan hama yang diperoleh masuk dalam kategori sangat ringan. Sehingga dalam hal ini petani tidak perlu melakukan pengendalian lagi.

2,7 3,6 2,2 5,1 4,6 4,7 5,3 5,6 0 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 In te n si tas S e r an gan h am a (% ) Umur Tanaman (MST)

(10)

Crop agro vol. no 2018 Page 8

Kelimpahan Penghisap Daun pada Cabai

Gambar 4.4. Kelimpahan Hama Penghisap Daun pada Pertanaman Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kabupaten Lombok Timur

Populasi tertinggi dari ketiga hama penghisap daun yang ditemukan yaitu Thrips sp., Bemisia tabaci, dan Myzus persicae dapat dilihat dari besar total rata-rata masing-masing hama penghisap daun selama pengamatan. Thrips spp., merupakan hama yang memiliki jumlah yang banyak dibandingkan dari kedua serangga lainnya yaitu 511,9 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan dari hama penghisap daun selama pengamatan adalah Thrips spp. Nilai kelimpahan hama penghisap daun selama pengamatan yaitu Thrips spp. 96%, Bemisia tabaci 4%, dan Myzus persicae 0,2% (Gambar 4.4).

Kejadian Gejala Serangan Geminivirus

Geminivirus dapat menular dari satu tanaman ke tanaman lainnnya melalui beberapa cara, dan yang paling banyak ditemukan adalah penularan melalui serangga vektor. Selama pengamatan hama yang ditemukan dan diduga sebagai vektor penular virus adalah Thrips spp, Bemisia tabaci, dan Myzus persicae . Thrips spp dan Myzus persicae merupakan penyebab utama keriting daun pada tanaman cabai. Meilin (2014) bahwa hama Thrips spp menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan daun terutama daun-daun muda, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak keperakan, daun mengeriting, tunas menggulung ke dalam serta muncul benjolan seperti tumor (Gambar 4.5. A). Sementara Myzus persicae dapat menyebabkan daun keriting, menggulung, mosaik dan apabila serangan berat dapat membuat

Thrips spp. 96% Bemisia tabaci

4%

Myzus persicae

(11)

Crop agro vol. no 2018 Page 9 tanaman menjadi kerdil (Gambar 4.5. B). Namun hanya Bemisia tabaci yang menjadi salah satu agen utama dalam penyebaran penyakit kuning di lahan. Berikut adalah gejala serangan masing-masing hama penghisap daun.

Gambar 4.5. Hama Penghisap Daun pada Tanaman Cabai Beserta Gejala Serangannya. A = Hama Thrips spp. Beserta Gejalanya (Info Tani, 2016). B = Hama Myzus Persicae dan Gela Serangannya (Info Tani, 2016). C = Hama Bemisia tabaci (Info Tani, 2016) dan Gejala Serangannya.

Pada penelitian ini, ditemukan tanaman yang menunjukkan gejala serangan Geminivirus dari kelompok Begomovirus. Tanaman yang diduga terserang Gemiivirus gejala awal yang tampak pada umumnya adalah pada helai daun berkembang menjadi warna kuning sangat jelas, tulang daun menebal, dan helai daun menggulung ke atas (cupping), daun-daun muda mengecil, pada infeksi lanjut tanaman menjadi kerdil (Gambar 4.6 A). Menurut Windarningsih (2015), tanaman yang terserang Geminivirus menunjukkan gejala yang bervariasi baik dalam satu areal ataupun antara areal yang berbeda seperti pada areal pertanaman cabai rawit di Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur . Gejala khas berupa daun muda yang menguning, berukuran kecil, dan mengeriting ke atas (upward leaf curl) seperti mangkok.

Morfologi tanaman cabai yang diduga terserang gejala virus Gemini pada areal pertanaman cabai di Sembalun disajikan pada Gambar berikut:

A B

(12)

Crop agro vol. no 2018 Page 10

Gambar 4.6. Gejala Serangan Virus Gemini dari Kelompok Begomovirus pada Pertanaman Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kab. Lombok Timur. A = Tanaman Kerdil, B = Warna Daun Kuning Cerah, C = Daun Menggulung, D = Daun Mengeriting

Tanaman yang diduga menujukkan gejala serangan Geminivirus pada areal pertanaman cabai di Sembalun (Gambar 4.6 B) memiliki ciri-ciri yang sama dengan tanaman cabai Lombok Timur (LT) yang terserang Geminivirus seperti yang didapatkan oleh Windarningsih (2015) yaitu memiliki gejala daun berwarna kuning, tepi daun melengkung ke atas, daun mengecil, tunas-tunas daun mengeriting serta tulang daun menebal. Serangan Geminivirus pada tanaman cabai dari Lombok Tengah (LTG) memperlihatkan gejala daun berwarna kuning dan sedikit keperakan, daun mengecil, tunas-tunas daun mengeriting dan tulang daun menebal. Sedangkan gejala pada tanaman cabai dari Lombok Barat (LB) menunjukkan gejala daun didominasi berwarna keperakan, daun-daun mengecil, dan mengeriting serta tulang daun menebal. Pada penelitian ini, tanaman cabai yang ada di Sembalun tidak ditemukan yang menunjukkan gejala serangan Geminivirus pada Lombok Tengah (LTG) dan Lombok Barat (LB), yang ditemukan adalah gejala serangan Geminivirus pada Lombok Timur (LT).

A

D C

(13)

Crop agro vol. no 2018 Page 11 Gambar 4.7. Perkembangan Kejadian Gejala Serangan Virus (%) pada Berbagai Umur Tanaman Cabai di Desa

Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kabupaten Lombok Timur

Tanaman cabai yang diduga menunjukan gejala Geminivirus ditemukan sejak pengamatan pertama dengan potensi kejadian serangan virus sebesar 2,8%. Potensi kejadian gejala serangan virus meningkat sejak awal pengamatan hingga pengamatan terakhir meliputi 31,8% (Gambar 4.7).

Meningkatnya intensitas gejala serangan Geminivirus dikarenakantanaman yang telah terinfeksi virus tidak dapat kembali menjadi tanaman yang sehat. Nuraeni (2011) menyatakan bahwa tanaman yang sudah terinfeksi tidak dapat dikembalikan menjadi tanaman sehat walaupun diberikan pupuk sesuai dosis yang disarankan oleh Dinas Pertanian.

Hubungan Populasi Hama Dengan Kejadian Gejala Serangan Virus

Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara populasi hama dengan intensitas gejala serangan virus dapat dilakukan analisis regresi seperti pada Gambar 4.9.

Gambar 4.8. Grafik Hubungan antara Intensitas Serangan Hama dengan Kejadian Gejala Serangan Geminivirus pada Pertanaman Cabai di Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kabupaten Lombok Timur 2,8 3,4 6,2 8,8 16,4 22,4 27,4 31,8 0 5 10 15 20 25 30 35 8 9 10 11 12 13 14 15 K e jad ia G e jal a S e r an gan V ir u s (% ) Umur Tanaman (MST) y = 7,163x - 15,39 R² = 0,624 0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 K e jad ian S e r an gan G e m in iv ir u s (% )

(14)

Crop agro vol. no 2018 Page 12 Grafik di atas menunjukkan hasil analisis dengan persamaan garis regresi Y= 7,163x -15,39. Artinya setiap penambahan satu intensitas serangan hama akan meningkatkan kejadian gejala serangan Geminivirus sebesar 7,163 kali dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,624 (Sugiyono, 2007). Nilai koefisien korelasi R2 menunjukkan bahwa intensitas serangan hama mempengaruhi kejadian gejala serangan Geminivirus sebesar 62%, yang berarti persentase kejadian gejala serangan Geminivirus memiliki hubungan yang kuat terhadap intensitas serangan hama.

Kejadian gejala serangan Geminivirus memiliki hubungan yang kuat dengan intensitas serangan hama. Hal ini dikarenakan keberadaan satu ekor saja serangga vektor akan mampu menularkan virus pada areal pertanaman cabai. Duriat (2009) yang melaporkan bahwa pada percobaan dengan menggunakan satu imago Bemicia tabaci dapat menularkan Geminivirus dan menyebabkan tanaman cabai menjadi sakit. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kejadian gejala serangan virus pada pertanaman cabai yang diamati selama penelitian adalah tidak adanya upaya pengendalian sumber inokulum penyebab penyakit. Serangan virus dapat terjadi apabila serangga vektor menginfeksi tanaman yang sehat. Populasi hama penghisap daun yang tinggi tidak selalu menyebabkan adanya serangan virus dalam suatu lahan, karena serangan virus dapat terjadi apabila 2 faktor terpenuhi yaitu terdapat sumber inokulum dan adanya vektor misalnya serangga hama yang dapat menginfeksi dan menularkan virus tersebut.

Berdasarkan Gambar 4.8 intensitas serangan hama memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian gejala serangan virus. Faktor yang menyebabkan tingginya kejadian gejala serangan virus ini dikarenakan terdapatnya sumber penyakit seperti tanaman cabai lain sakit yang merupakan tanaman border, sebagian besar hampir mengelilingi areal pertanaman cabai penelitian. Semakin banyak sumber penyakit dan terdapatnya serangga vektor maka semakin besar pula peluang meningkatnya penyakit virus (Vivaldi, 2016). Selain itu, tidak adanya pengendalian penyakit selama penelitian.

(15)

Crop agro vol. no 2018 Page 13

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil Penelitian dan Pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan :

1. Thrips spp., Bemisia tabaci, dan Myzus persicae merupakan hama yang ditemukan pada tanaman cabai di Desa Sembalun.

2. Populasi hama penghisap daun terus meningkat sampai dengan umur 12 MST baik populasi hama yang didapatkan secara langsung maupun menggunakan perangkap warna kuning, sedangkan intensitas serangan hama meningkat sampai dengan umur 15 MST walaupun pada umur tanaman tertentu mengalami penurunan.

3.

Hama Thrips spp memiliki nilai kelimpahan 96% yang lebih tinggi dibandingkan Bemisia tabaci, dan Myzus persicae pada tanaman cabai di Desa Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur

.

4.

Kejadian gejala serangan Geminivirus meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman dan intensitas serangan hama memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian gejala serangan Geminivirus yaitu sebesar 62%.

DAFTAR PUSTAKA

Alex S. 2013. Usaha Tani Cabai (Kiat Jitu Bertanam Cabai Disegala Musim). Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen Sayuran di Indonesia 2010-2014. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura.

http://www.bps.go.id/aboutus.

[6 November 2017].

BSB TPH NTB. 2009. http://diperta.ntbprov.go.id/data-base/kentang. [6 November 2017]. Duriat A.S. 2009. Pengendalian Penyakit Kuning Keriting pada Tanaman Cabai Kecil. Balai

Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Gunawan O. S. 2006. Pengaruh Cahaya dan Tempat Penyimpanan Bibit Kentang di Gudang Terhadap Pertunasan dan Serangan Hama Penyakit Gudang. Jurnal Hortikultura. 16 (2) : 142-150.

Info Tani. 2016. Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai. http://klik-infotani.co.id?2016/02/hama-dana-penyakit-pada-tanaman-cabai.html.

[25 april 2018].

Maramis R. 2015. Konstribusi dari Berbagai Spesies Parasitoid Generalis yang Berasal dari Serangga Inang Erionota thrax (L) (Lepidoptera : Hesperiidae) pada Habitatnya. Departemen Biologi ITB. Bandung.

(16)

Crop agro vol. no 2018 Page 14 Meilin A. 2014. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta Pengendaliannya. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Jambi.

Novita D. 2014. Keadaan Kegiatan Agroindustri Di Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. http://www.co.id/2015.keadaan-kegiatan-agroindustri-di-sembalun-Lombok-timur-nusa-tenggara-barat. [8 Oktober 2017].

Nuraeni A. 2011. Mekanisme Infeksi Virus Kuning Cabai (Pepper Yellow Leaf Curl Virus) dan Pengaruhnya Terhadap Proses Fisiologi Tanaman Cabai. [Skripsi]. Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sinta N. W. 2014. Inventarisasi Serangga yang Berasosiasi dengan Tanaman Gandum (Triticum aestrivum L) pada Percobaan Adaptasi Ketinggian Tempat di Lombok Tengah. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Sudiono. 2013. Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (1): 1-7.

Sudiono., Purnomo. 2009. Hubungan Antara Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) dan Penyakit Kuning pada Cabai di Lampung Barat. Jurnal Hama Penyakit Tanaman-Tropika. 9 (2) : 115-120.

Vivaldy L. A. 2016. Insiden Penyakit Virus Kunig pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) di Desa Kakaskasen II Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon. [Skripsi].

Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. Widya Y. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Tim Bina Karya Tani. Bandung.

Windarningsih M. 2015. Karakterisasi Molekuler Begomovirus Penyebab Peyakit Daun Keriting Kuning pada Cabai Rawit (Capsicum frutescens) di Pulau Lombok. [Disertasi]. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 4.1. Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun (Metode Langsung) pada Berbagai Umur Tanaman Cabai  di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur
Gambar 4.2. Dinamika Populasi Hama Penghisap Daun (Metode tidak Langsung) pada Berbagai Umur Tanaman  Cabai di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur
Gambar 4.3. Grafik Persentase Intensitas Serangan Hama Penghisap Daun pada Berbagai Umur Tanaman Cabai  di Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalu, Kabupaten Lombok Timur
Gambar  4.5.  Hama  Penghisap  Daun  pada  Tanaman  Cabai Beserta  Gejala  Serangannya
+3

Referensi

Dokumen terkait

(2) Pesawat udara yang datang dari daerah demam kuning atau yang mengangkut seorang penumpang yang datang dari daerah demam kuning, ditetapkan tersangka demam kuning, jika pada

Madrasah Ibtidaiyah Unggulan Al-Islah Muncar Banyuwangi adalah sekolah swasta yang pada bulan Januari 2018 mulai menerapkan kegiatan ekstrakurikuler tari tradisional

Selain itu, setek cabang tidak merusak rumpun bambu induknya, dan pembentukan rumpun lebih cepat (Rao dkk., 1992). Pada setek cabang tanaman bambu hitam perlu

Latar belakang Mahkamah Konstitusi memperoleh kewenangan menyelesaikan seng- keta Pemilukada adalah berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Peru- bahan

Untuk pewarnaan imunohistokimia terhadap TH, proses deparafinisasi dan rehidrasi seperti pada pewarnaan cresyl echt violet , kemudian jaringan dibilas dua kali di dalam larutan

Hanya menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat tetapi tidak signifikan antara kadar vitamin C kedua sediaan cair berbasis bawang putih dengan aktivitas

Dengan melihat hadits yang diriwayatkan Abdullâh bin ‘Umar dan beberapa riwayat lain serta melihat proses turunnya syariat yang tanpa diawali sebab-sebab tertentu serta beberapa

Motivasi dapat berpengaruh pada meningkatnya kinerja karyawan sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Regina (2010), Wahyu (2014), Azin (2013), dan