• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anda Iviana Juniani ; Lukman Handoko ; Cahya Ardie Firmansyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anda Iviana Juniani ; Lukman Handoko ; Cahya Ardie Firmansyah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN DESAIN TEMPAT KERJA PADA PROSES

PENGELASAN SMAW MELALUI PENDEKATAN AHP (ANALYTICAL

HIERARCHY PROCESS) DAN ANALISIS ERGONOMI DI BENGKEL

LAS, PPNS-ITS

Anda Iviana Juniani ; Lukman Handoko ; Cahya Ardie Firmansyah Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Sukolilo Surabaya Indonesia

Email: andahome@gmail.com ; aluk96@yahoo.com ; the.cahya@gmail.com ABSTRAK

Pengelasan merupakan cara yang umum digunakan untuk menyambung logam secara permanen, dimana input panas diberikan pada logam hingga mencair dan menyambungnya dalam suatu sambungan yang permanen. Praktikum pengelasan merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan di Bengkel Las PPNS-ITS, dimana salah satu proses pengelasan menggunakan las jenis SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Permasalahan yang dihadapi operator las adalah desain tempat kerja pengelasan yang tidak memadai, sehingga muncul keluhan pada operator dari buruknya hasil kualitas pengelasan. Operator sering mengalami nyeri tubuh pada bagian tubuh tertentu yang beresiko pada kelelahan dan Musculoskeletal disorder (MSDs). Selain itu, tidak tersedianya tempat peletakan busur las juga menjadi salah satu faktor penyebab kelelahan dan menurunnya tingkat konsentrasi operator las.

Penelitian ini menggunakan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan analisis ergonomi. Melalui AHP ini, dimulai dari pembentukan hirarki sampai ditentukannya tingkat kepentingan antar kriteria dalam merancang stasiun kerja pengelasan yang efektif, aman, dan nyaman. Selanjutnya analisis ergonomi berusaha menyatukan kesenjangan melalui perbaikan tempat kerja yang disesuaikan dengan kemampuan pekerja. Ergonomi memberikan keyakinan bahwa kesesuaian antara manusia, bahan, peralatan kerja dan lingkungan kerja akan meningkatkan produktivitas kerja.

Makalah ini akan menjelaskan proses perbaikan tempat kerja pengelasan SMAW, dengan menggunakan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan analisis ergonomi melalui sebuah studi kasus.

Kata kunci : Ergonomi, AHP (Analytical Hierarchy Process), Pengelasan

ABSTRACT

Welding process represent the used of occasionally method to joint the metal permanently, where passed by hot input of metal till melt and joint it in a permanent extension. One of activities done in Welding workshop of PPNS-ITS represent practical work of welding, where one of these practical work use the SMAW (Shielded Metal Arc Welding) type of welding process. Problems face by the welder is the design of welding workplace which is not adequate, so that emerge the sigh of welder from unacceptable result of welding quality. Pains in bone of body at certain body shares, injuries are also an unwanted condition happens to the welder. Fatigue and Musculoskeletal disorders (MSDS) could be occurred. Others, is not available of place of situating of welding bow also become one of fatigue’s factor cause and downhill the welder’s concentration level.

The approach AHP (Analytical Hierarchy Process) and ergonomic analyze used in this research to solve the problems. Through AHP, begin from hierarchy forming then determining of criterion importance level in designing the effective, safe, and comfortable welding workstation. Ergonomic analyze try to unite the difference through redesign the workplace, which fit for a worker ability. Ergonomic give the confidence that according to among human being, substance, equipments work and job environment will improve work productivity.

This paper will describe the process of redesign welding workshop using AHP approach and ergonomic analyze as a case study.

(2)

1. PENDAHULUAN

Desain tempat kerja pengelasan di bengkel las PPNS-ITS merupakan salah satu aspek tempat kerja yang perlu diperhatikan sebagai upaya penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja di lingkungan kampus. Tempat kerja las sebagai tempat melakukan proses pengelasan membutuhkan desain tempat kerja yang dapat mengurangi terjadinya kelelahan. Hal ini disebabkan karena manusia dapat merasakan lelah, letih, bosan dan akurasi kerja berkurang jika bekerja terlalu lama dan mendapat ketidak sesuaian dari tempat kerja.

Permasalahan yang timbul dari tempat kerja las dikarenakan keluhan operator akan buruknya hasil kualitas pengelasan dikarenakan tinggi meja yang terlalu rendah, nyeri tubuh pada bagian tertentu yang beresiko pada kelelahan dan Musculoskeletal

disorder (MSDs). Sehingga hal-hal tersebut dapat

memicu terjadinya insiden maupun kecelakaan dalam pengelasan.

Penelitian ini akan membahas tentang perancangan ulang desain tempat kerja pengelasan yang ergonomis guna membantu mengurangi terjadinya kelelahan dan mempertahankan akurasi pekerjaan. Diawali dengan penentuan kriteria-kriteria yang akan menjadi faktor penentu desain ulang tempat kerja pengelasan. Metode AHP digunakan untuk pemilihan kriteria terbaik. Selain itu peneliti juga melakukan pengumpulan data Anthopometri, data ini akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan ukuran dari tempat kerja pengelasan. 2. LANDASAN TEORI

2.1. Pengelasan

Proses pengelasan adalah dengan pengelasan cair dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. Cara melakukan pengelasan SMAW yang dipergunakan adalah klasifikasi las busur listrik dengan menggunakan elektroda terbungkus yaitu pengelasan menggunakan kawat elektoda logam terbungkus fluks. Di dalam pengelasan SMAW hal yang penting adalah bahan fluks dan jenis listrik yang digunakan.

2.2. Ergonomi

Ergonomi barasal dari bahasa Yunani yaitu kata ERGOS yang berarti kerja dan NOMOS yang berarti hukum alam. Dengan demikian Ergonomi dimaksudkan adalah tentang aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Pendekatan disiplin ilmu ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performansi kerja manusia seperti ketepatan, keselamatan kerja disamping mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia.

Dengan mengaplikasikan aspek-aspek

Ergonomi, maka tujuannya adalah dirancang sebuah stasiun kerja yang dapat dioperasikan oleh rata-rata manusia dengan memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efisien, efektif, aman dan nyaman. 2.3. Anthropometri

Istilah Anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Dengan demikian anthropometri memiliki arti telaah tentang ukuran tubuh manusia dan mengupayakan evaluasi untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana.

Anthropometri adalah satu kumpulan data

numerik yang berubungan dengan karakteristik fisik ukuran tubuh manusia dan bentuk serta penerapan dari data tersebut untuk penangana masalah desain.

Anthropometri merupakan bidang yang berhubungan

dengan dimensi-dimensi tubuh manusia. Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran tubuhnya, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan.

Anthropometri sangat penting untuk

diperhatikan terutama dalam pendesainan tempat kerja. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh dan bentuk manusia yang mempunyai banyak varibilitas. Selain itu jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan juga mempengaruhi dalam pendesaianan.

2.4. Sikap Tubuh Dalam Bekerja

Posisi tubuh dalam bekerja ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Menurut (Tarwaka dan Bakri, SHA., 2004) batasan stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri sebagai berikut :

1. Pekerjaan dilakukan dengan duduk dan pada saat lainnya dilakukan dengan berdiri saling bergantian

2. Perlu menjangkau lebih dari 40 cm ke depan dan atau 15 cm diatas landasan

3. Tinggi landasan kerja 90-120 cm 2.5. Nordic Body Map

Kelelahan maupun ketidaknyamanan akibat pekerjaan yang berulang-ulang sering terjadi di tempat kerja. Hal –hal yang menyebabkan terjadinya resiko tersebut adalah:

static positions (posisi yang tetap)

• body movements (pergerakan tubuh)

• handling – lifting (pengangkatan dan penanganan benda)

• pushing/pulling and carrying loads (pekerjaan menarik, mendorong, dan mengangkat beban)

use of a localised force (penggunaan gaya

setempat)

repeated efforts (usaha yang berulang – ulang)

energy expenditure (pengeluaran energi yang

(3)

Untuk mengatasi mesalah tersebut ada beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam upaya penilaian dan pengendalian teerhadap resiko kelelahan otot serta ketidaknyamanan pada proses kerja.

• Identifikasi resiko • Penilaian resiko • Evaluasi resiko

Gambar 1. Nordic body map 2.6. Analytical Hirarchy Process (AHP)

Analiytic Hierarchy Process (AHP)

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dari University Of Pittsburgh. AHP dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dengan kriteria yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan struktur permasalahan yang belum jelas dan minimnya data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi. Ada kalanya timbul permasalahan pada saat masalah yang diamati memerlukan keputusan yang harus diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga data tidak mungkin dapat dicatat secara numerik hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi, pengalaman, dan intuisi.

Menurut Saaty, definisi hirarki disini adalah suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti oleh level faktor, ktiteria, subkriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan demikian sebuah hirarki dapat digunakan untuk mendekomposisi permasalahan yang kompleks, sehingga permasalahan yang akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Karena menggunakan persepsi manusia, model ini dapat megelola data yang bersifat kualitatif. Selain itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi objektif dan multi kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan komprehensif. Prosedur yang dipakai dalam model AHP adalah :

1. Penyusunan hirarki

Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan

pendangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan yang dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga mencapai suatu tahapan yang paling operasional/ terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan yang harus dilakukan terhadap masalah tersebut.

2. Penentuan prioritas

Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot / kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar 2 elemen hingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun tidak langsung (kuesioner). 3. Konsistensi logis

Konsistensi jawaban para responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen dengan contoh sebagai berikut : jika A>B dan B>C, maka secara logis koresponden harus menyatakan bahwa A>C, berdasarkan nilai-nilai numerik yang disediakan oleh Saaty. Hal-hal yang diperhatikan didalam menyusun hirarki keputusan yaitu :

1. Identifikasi seluruh sasaran (goal)

2. Identifikasi kriteria-kriteria dan sub-sub kriteria dan atribut (jika ada) untuk mencapai goal.

3. Identifikasi alternati untuk dievaluasi oleh setiap sub kriteria

4. Jika hirarki yang bawah sudah dapat menjelaskan hirarki yang atasnya dan kita sudah dapat memahami / menguasai hirarki paling bawah, maka proses selesai. 3. HASIL-HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan subjek adalah mahasiswa Politeknik perkapalan Negeri Surabaya dengan usia 20 s.d 23 tahun. Diambil sebanyak 17 orang pekerja perempuan dan pria untuk mengetahui dimensi Anthropometri tiap pekerja. Proses pengelasan yang ada di bengkel PPNS-ITS adalah pengelasan SMAW dan OAW (Oxy Acetetylene Welding). Pada penelitian ini dikhususkan pada salah satu proses pengelasan yaitu pengelasan SMAW. Subjek diukur antropometri statis pada posisi berdiri yang meliputi : tinggi tubuh, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi lutut, dan jarak dari siku ke ujung jari. Untuk mengetahui

(4)

keluhan subjektif otot skeletal dilakukaan pendataan dengan kuisioner NordicBody map.

3.1. Hasil Kuisioner

Langkah awal penelitian ini adalah dengan dilakukan penyebaran ergonomic cheklist terhadap 17 orang perempuan dan pria yang kesemuanya adalah mahasiswa PPNS-ITS. Dari penyebaran

ergonomic cheklicst adalah untuk mengetahui

masalah yang timbul pada kegiatan pengelasan SMAW serta kelelahan secara umum. Permasalah dari kegiatan pengelasan SMAW pada posisi pengelasan adalah 77% pekerja mengalami sakit pada bagian tubuh tertentu ketika melakukan pengelasan, dalam melakukan pekerjaan pengelasan pekerja merasa terlalu membungkuk ketika mengelas sebanyak 74% mengatakan YA. Pada material dan ukuran meja las sebanyak 77% pekerja merasa tidak nyaman ketika melakukan pengelasan SMAW dan permukaan meja las yang tidak stabil dapat mengganggu efektivitas pekerjaan sebanyak 63% mengatakan YA. Kelelahan yang sering terjadi pada pekerja adalah 54% pekerja sering menguap pada saat melakukan pengelasan, 57% pekerja merasa tidak nyaman dalam melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja sering merasakan kaku pada bahu pada saat melakukan pengelasan sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung.

3.2. Hasil Pendataan Kuisioner Nordic Body Map Kuisioner Nordic body map disebarkan kepada 17 orang pekerja perempuan dan pria yang kesemuanya adalah Mahasiswa PPNS-ITS. Kuisioner yang disebarkan adalah data kualitatif untuk mengetahui bagian tubuh mana saja yang mengalami rasa sakit. Hasil pendataan gangguan otot skeletal setelah bekerja yang didata dengan kuisioner Nordic Body Map ada pada gambar 2.

Gambar 2. Hasil Pemetaan Kelelahan dan Ketidaknyamanan dalam Nordic Body Map Tabel 1 Klasifikasi warna dalam Nordic Body Map

Prosentase Warna Keterangan

0 % - 10 % Sedikit terjadi keluhan 11 % - 30 % Keluhan yang timbul sedang 31 % - 50 % Sering terjadi keluhan 51 % - 70 % Keluhan sangat sering terjadi 71 %- 90 % Keluhan hampir selalu terjadi > 90 % Keluhan selalu terjadi

3.3.Hasil dan pembahasan penentuan bobot variabel

Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengetahui bobot dari tiap-tiap variabel, sehingga dapat diketahui variabel bobot mana paling berpengaruh terhadap operator. Kuisioner bobot varabel disebarkan kepada 3 orang pekerja yaitu kepala bengkel las, teknisi dan praktikan. Kuisioner yang telah disebarkan diolah dengan menggunakan software expert choice didapatkan kriteria terpenting adalah tingkat keamanan. Berikut adalah urutan tingkat kepentingan antar kriteria :

1. Tingkat keamanan (0,614) 2. Tingkat kenyamanan (0,208) 3. Multi fungsi (0,110) 4. Feasibility (0,069)

Setelah diketahui urutan tingkat kepentingan antar kriteria maka selanjutnya akan dilakukan perancangan ulang tempat pengelasan SMAW.

3.4. Hasil Pengukuran Antropometri

Hasil pengukuran pekerja pengelasan berumur 20 s.d 23 tahun pada posisi berdiri pada tabel 1.

Tabel 2: data antropometri statis posisi berdiri pekerja las No Dimensi 5% (mm) 50% (mm) 95% (mm) SD 1 Tinggi tubuh posisi berdiri tegak 1586, 60 1670,0 0 1728,0 0 48,5 9 2 Tinggi siku 949,0 0 1030,0 0 1112,0 0 53,7 0 3 Tinggi genggaman 564,0 0 710,00 730,00 109, 97

(5)

tangan posisi berdiri 4 Tinggi siku posisi duduk 196,0 0 260,00 382,00 128, 82 5 Tinggi lutut 477,0 0 510,00 634,00 113,77 6 Tinggi lipat betis 383,6 4 400,00 458,00 26,9 9 6 Tinggi bahu 1314, 00 1385,0 0 1434,0 0 44,0 2 8 Panjang tangan 177,20 185,00 200,00 7,89 9 Lebar bahu 398,0 0 430,00 476,00 30,1 2 10 Jarak siku keujung jari 309,0 0 440,00 484,00 82,9 1 11 Tinggi pegangan tangan posisi tangann vertikal keatas & berdiri tegak 1585, 00 2070,0 0 2194,0 0 230, 15

3.5. Data dimensi tempat pengelasan lama dan baru

Pada bengkel las PPNS-ITS yang digunakan sebagai proses pengelasan SMAW dan OAW memiliki tempat kerja las yang berbeda. Penelitian ini akan merancang ulan tempat pengelasan SMAW berdasarkan kriteria terpenting dari proses mengelas. Tempat pengelasan SMAW 18 ruang yang semuanya memiliki dimensi ruang yang sama, tabel dimensi tempat pengelasan :

Gambar 3. tempat pengelasan lama

Untuk dimensi perancangan tempat pengelasan baru dari tabel 2.maka ukuran perancangan ulang dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Panjang tempat las = tinggi tubuh posisi berdiri tegak – panjang tangan (95%)

382,00 – 200,00 = 1528,00 ≈ 153 mm

2. Lebar tempat las = tinggi tubuh posisi berdiri tegak (50%)

1670,00 ≈ 167 mm

3. Tinggi keseluruhan tempat las = Tinggi pegangan tangan (grip)posisi tangann vertikal keatas & berdiri tegak (95%)

2070,00 ≈ 207 mm

4. Tinggi laci = tinggi genggaman tangan posisi berdiri (50%)

710,00 ≈ 71mm

5. Tinggi meja las = tinggi siku (50%) 1030.00 ≈ 103 mm 6. lebar meja = 2 * lebar bahu (95%)

2*476,00 = 952,00 ≈ 95 mm 7. panjang meja = Jarak dari siku ke ujung jari

(50%)

(6)

Gambar 4. tempat pengelasan baru

3.6. Perbandingan desian tempat pengelasan lama dan baru

Membandingkan desain lama dan baru diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari tiap desain tempat pengelasan. Berikut adalah perbandingan antara desain tempat pengelasan lama dan baru :

Tabel 3. Perbandingan tempat las lama dan baru Kriteria Faktor Desain

lama

Desain Baru Penghisap

debu Ada Ada

Penerangan Tidak ada Ada Aman

Pemutus

arus manual Tidak ada Ada

Luas Sempit Luas

Permukaan

meja las Sering bergerak Kuat Nyaman Ketersediaan

tempat pembuangan sisa material

Sulit

dijangkau Mudah dijangkau

Multifungsi Pengelasan SMAW dan OAW SMAW SMAW dan OAW

Pembersihan Sulit Mudah

Feasibility Tempat peletakkan busur las dan elektode

Tidak ada Ada

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan dari hasil pengolahan dan perancangan tempat las yang baru adalah :

1. Dari hasil penyebaran kuisioner diperoleh bahwa sebagian besar pekerja mengalami nyeri pada saat melakukan pengelasan pada seperti kaku pada bahu, nyeri pada bagian leher, nafas merasa tertekan dan nyeri pada bagian tubuh karena seringnya membungkuk saat melakukan pengelasan.

2. Ditinjau dari kriteria untuk perancangan tempat pengelasan adalah kriteria keamanan, kenyamanan, multi fungsi dan

feasibility yang selanjutnya diolah software expert choice diperoleh kriteria terbaik

untuk perancangan tempat pengelasan SMAW adalah keamanan (0,614) dan kenyamanan (0,208)

3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa perbaikan bahwa tempat pengelasan baru tersedia pemutus arus, jika terjadi arus bocor cepat dimatikan. Permukaan meja las yang kuat agar pekerja merasa nyaman saat melakukan pengelasan dan kemudahan dalam peletakkan busur las dan elektrode dalam desain pengelasan baru.

5. SARAN

a. Peneliti memberikan saran untuk kelanjutan penelitian berikutnya, menguji pengaruh desain stasiun kerja pengelasan SMAW yang baru terhadap populasi. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa keluhan pengguna mampu tereduksi dengan perbaikan stasiun kerja.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menganalisa pula faktor-faktor lingkungan kerja yang berperngaruh terhadap performansi

kinerja welder. Selain itu juga

memperhitungkan jenis material yang digunakan.

c. Selain itu, riset selanjutnya diharapkan mampu memperhitungkan pengaruh luas ventilasi terhadap daya hisap blower terhadap debu hasil pengelasan.

6. REFERENSI

• Nurmianto, Eko (2003). Ergonomi Konsep

Dasar dan Aplikasinya. Guna widya. Jakarta.

• Saaty, Thomas L (1989). Decision Making

For Leaders The Analytic Hierarchy Process for Decision In Complex World, RWS Publications. Pittsburgh, USA.

• Tarwaka, Bakri,SHA (2004). Ergonomi untuk

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta

• Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura (1985). Teknologi Pengelasan Logam, cetakan ketiga. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Gambar

Gambar 2. Hasil Pemetaan Kelelahan dan  Ketidaknyamanan dalam Nordic Body Map  Tabel 1  Klasifikasi warna dalam Nordic Body Map
Gambar 3. tempat pengelasan lama
Tabel 3. Perbandingan tempat las lama dan baru  Kriteria Faktor  Desain

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya ayat al-Qur’an yang memiliki makna global bukanlah berarti melemahkan peranan al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam, akan tetapi justru menempatkan

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya massa anal atau anus, yang ditandai benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal pada daerah anus..

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan program studi dan pemodelan basis data program studi yang telah dibuat dengan menggunakan semantic object model dan

Sejenis kontrak yang tidaK melibatkan kontrak tetap tetapi kerj-kerja diukur dan dinilai sebaik sahaja kerja berjalan dan menunjukkan kemajuan. Pembayaran merupakan jumlah

Berdasarkan data pada siklus I, deskripsi data yang diambil kondisi keterampilan passing atas bola voli pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 3 Sungai Ambawang Kabupaten

Dari definisi yang tercantum pada Math Glossary tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran matematika

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 197,