• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI WORK AND FAMILY CONFLICT TERHADAP KINERJA DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI WORK AND FAMILY CONFLICT TERHADAP KINERJA DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI WORK AND FAMILY CONFLICT TERHADAP

KINERJA DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI

VARIABEL INTERVENING PADA PERAWAT

INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA MENUR

SURABAYA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

DEPARTEMEN MANAJEMEN PROGRAM STUDI MANAJEMEN

DIAJUKAN OLEH

ASTARI MEIDI SWASTIANI

NIM: 040610075

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)
(3)

ABSTRAKSI

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja dengan perantara kepuasan kerja. Variabel laten eksogen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah work-family conflict (X1) dan family-work conflict (X2), sedangkan

variabel laten endogen atau variabel terikat yaitu kepuasan kerja (Z) dan kinerja (Y) dimana kepuasan kerja (Z) bertindak sebagai variabel intervening. Sampel dari penelitian ini adalah perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis path dengan software PLS (Partial Least Square).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa work-family conflict (X1)

dan family-work conflict (X2) memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap

kepuasan kerja (Z) dengan nilai t-statistik sebesar 3,027 dan 4,447. Sementara itu, hanya family-work conflict (X2) yang memiliki pengaruh langsung dan

berhubungan negatif dengan kinerja (Y) dengan t-statistik 3,467. Sedangkan, work-family conflict (X1) memiliki hubungan positif dengan kinerja (Y) namun

tidak dalam tingkat yang signifikan karena memiliki nilai t-statistik 0,963. Ditemukan pula bahwa kepuasan kerja (Z) memiliki hubungan negatif dengan kinerja (Y) namun tidak dalam tingkat yang signifikan, nilai t-statistik sebesar 1,166. Kepuasan kerja bukan merupakan variabel intervening hubungan tidak langsung work-family conflict (X1) terhadap kinerja (Y) karena memiliki pengaruh

tidak langsung sebesar 0,130 yang lebih kecil daripada pengaruh langsung 0,267. Begitu pula dengan hubungan tidak langsung family-work conflict (X2) terhadap

kinerja (Y), kepuasan kerja bukan merupakan variabel intervening karena pengaruh memiliki tidak langsung sebesar 0,088 lebih kecil daripada pengaruh langsung 0,223.

(4)

ABSTRACT

This study has the main purpose to investigate the influence of work-family conflict and work-family-work conflict on performance with job satisfaction as mediator. Exogenous latent variables or independent variables in this study are the work-family conflict (X1) and family-work conflict (X2), whereas endogenous

latent variables or the dependent variables were job satisfaction (Z) and performance (Y) where job satisfaction (Z) as an intervening variable. Samples from this study were installation inpatient nurses of Menur Psychiatric Hospital Surabaya. This study uses path analysis techniques with software PLS (Partial Least Square).

From the results of this study concluded that work-family conflict (X1) and

family-work conflict (X2) has a significant negative effect on job satisfaction (Z)

with t-statistic value of 3.027 and 4.447. Meanwhile, only family-work conflict (X2) which has a direct effect and negatively related to performance (Y) with the

t-statistic 3.467. While, work-family conflict (X1) has a positive relationship with

performance (Y) but not in a significant level because it has a t-statistic value of 0.963. Also found that job satisfaction (Z) has a negative relationship with performance (Y) but not in a significant level, t-statistic value of 1.166. Job satisfaction is not an intervening variable indirect relationship work-family conflict (X1) to performance (Y) because it has an indirect effect of 0.130 which is

smaller than the direct effect of 0.267. Similarly, the indirect relationship family-work conflict (X2) to performance (Y), job satisfaction is not an intervening

variable because it has an indirect effect of 0.088 is smaller than the direct effect of 0,223.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kebesaran, berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Work and Family Conflict Terhadap Kinerja dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.

Proses penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan perhatian dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih antara lain kepada:

1. Drs. Ec. Karjadi Mintaroem, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

2. Drs. Sri Gunawan, M.Com., DBA., selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

3. Dr. Djoni Budiardjo, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

4. Dr. Anis Eliyana, SE., M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan berbagi ilmu maupun pengalaman serta membimbing penulis dengan sabar dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

6. Kedua orang tua dan nenek tercinta, terima kasih banyak atas doa, kasih sayang dukungan dan semua fasilitas yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

7. dr. Melanie Handoyo dan Bapak Adi Suwito yang telah banyak membantu penulis selama proses penelitian.

8. Mbak Rini, Mas Didik, para pegawai akademik dan ruang baca.

9. Rudi ndut, terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk berdiskusi, dukungan serta semangat yang diberikan.

10. Sahabat-sahabatku di Banana Agent: Ayu, Risa, Nila, Phie, Nona, Rina, Nazie, Thoen, Sufi, Bom-Bom, Nanta, Mas Zendi, Grummy, dan Imam. Terima kasih atas persahabatan yang terjalin dan semua dukungan kalian. 11. Teman-teman seperjuangan: Rina, Aris, Dita, dan Fira.

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis disebutkan satu per satu namun sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

Surabaya, Agustus 2010

(7)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1.2. Rumusan Masalah ……… 1.3. Tujuan Penelitian ……….. 1.4. Manfaat Penelitian ……… 1.5. Sistematika Skripsi ………...

 

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori ……….... 2.1.1. Work-Family Conflict ……….. 2.1.1.1. Faktor-Faktor Work-Family Conflict ……….. 2.1.2. Family-Work Conflict ……….. 2.1.2.1. Faktor-Faktor Family-Work Conflict.……….. 2.1.3. Dampak Work-Family Conflict dan Family-Work

Conflict….………... 2.1.4. Hubungan Work-Family Conflict dengan Family-Work Conflict………...………... 2.1.5. Kepuasan Kerja………..

2.1.5.1. Pengertian Kepuasan Kerja ……….. 2.1.5.2. Teori-Teori Kepuasan Kerja ………. 2.1.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

(8)

Kerja ………  2.1.6. Kinerja ………..

2.1.6.1. Pengertian Kinerja ……… 2.1.6.2. Penilaian Kinerja ………...

2.1.6.3. Tujuan Penialaian Kinerja ……… 2.1.6.4. Metode Penialaian Kinerja ………... 2.1.6.5. Masalah Penilaian Kinerja ……… 2.1.7. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work

Conflict dengan Kepuasan Kerja ……… 2.1.8. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work

Conflict dengan Kinerja ……… 2.1.9. Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan

Kinerja ………...………. 2.1.10. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work

Conflict, Kepuasan Kerja dengan Kinerja …………...…. 2.2. Penelitian Sebelumnya ………. 2.3. Hipotesis dan Model Analisis ……….. 2.3.1. Hipotesis ...………..

2.3.2. Model Analisis………...………..

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian ……….. 3.2. Identifikasi Variabel ………. 3.3. Definisi Operasional Variabel ……….. 3.3.1. Variabel Laten Eksogen ……… 3.3.1.1. Work-Family Conflict ………... 3.3.1.2. Family-Work Conflict ………...

(9)

3.5. Prosedur Pengumpulan Data ……… 3.5.1. Populasi dan Sampel ………. 3.5.2. Teknik Pengumpulan Data ………... 3.6. Teknik Analisis ……… 3.6.1. Uji Validitas ... 3.6.2. Uji Reliabilitas ... 3.6.1. Partial Least Square (PLS) ……….. 3.6.2. Langkah-Langkah Menggunakan PLS ……….

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya ... 4.1.2. Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.. 4.1.3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya... 4.1.4. Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya... 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 4.2.1. Karakteristik Responden ...

4.2.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .. 4.2.1.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Status

Pernikahan ... 4.2.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 4.2.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 4.2.2. Deskripsi Jawaban Responden ... 4.3. Analisis Model dan Pengujian Hipotesis ... 4.3.1. Uji Kualitas Data ...

4.3.1.1. Uji Validitas ... 4.3.1.2. Uji Reliabilitas ... 4.3.2. Hasil Analisis Partial Least Square (PLS) ... 4.3.2.1. Model Pengukuran (Outer Model) ... 4.3.2.1.1. Convergent Validity ... 4.3.2.1.2. Discriminat Validity ...

(10)

4.3.2.1.3. Composite Reliability ... 4.3.2.2. Model Struktural (Inner Model) ... 4.3.2.3. Inner Weight ... 4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 4.4. Pembahasan ...

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ... 5.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN

89 90 91 96 100

108 109

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Jenis Kelamin Responden ... Tabel 4.2. Distribusi Status Pernikahan Responden ... Tabel 4.3. Distribusi Usia Responden ... Tabel 4.4. Distribusi Masa Kerja Responden ... Tabel 4.5. Kategori Mean Dari Nilai Interval ... Tabel 4.6. Penilaian Responden Terhadap Variabel Work-Family Conflict. Tabel 4.7. Penilaian Responden Terhadap Variabel Family-Work Conflict Tabel 4.8. Penilaian Responden Terhadap Variabel Kepuasan Kerja ... Tabel 4.9. Penilaian Responden Terhadap Variabel Kinerja ... Tabel 4.10. Hasil Uji Validitas Variabel Penelitian ... Tabel 4.11. Hasil Uji Reliabilitas Masing-Masing Variabel ... Tabel 4.12. Nilai Outer Loading Variabel Penelitian ... Tabel 4.13. Nilai Outer Loading Variabel Penelitian Setelah Pengujian

Ulang ... Tabel 4.14. Korelasi Antar Konstruk dan Average Variance Extracted

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Maslow’s Hierarchy of Needs ... Gambar 2.2. Kerangka Berpikir ... Gambar 3.1. Diagram Jalur ... Gambar 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya... Gambar 4.2. Diagram Path Pengujian I ... Gambar 4.3. Diagram Path Pengujian II ... Gambar 4.4. Diagram Path Pengujian III ...

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Emansipasi wanita membuat peran wanita menjadi bergeser. Semula wanita hanya sebagai ibu rumah tangga, sekarang banyak wanita yang juga meniti karir. Hal ini menimbulkan peningkatan pasangan suami-istri yang keduanya bekerja. Pendapat Bond et al. yang dikutip oleh Posig dan Kickul (2004) juga menyatakan bahwa sejak tahun 1998 jumlah pasangan suami-istri yang keduanya bekerja (dual-career couple) mengalami peningkatan.

Berdasarkan data statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur pada bulan Februari 2010 tentang ketenagakerjaan, hasil survei pada bulan Februari 2010 menunjukkan bahwa pekerja di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 306.484 orang dibandingkan Agustus 2009. Peningkatan tersebut diikuti dengan penurunan jumlah pengangguran sebesar 21.562 orang. Para pekerja perempuan lebih besar dibandingkan dengan pekerja laki-laki, yaitu jumlah pekerja perempuan meningkat 228.600 orang dan pekerja laki-laki meningkat sebesar 194.200 orang per Agustus 2009. Peningkatan pekerja perempuan pada umumnya untuk membantu suami dalam melakukan kegiatan ekonomi. Keadaan ini mendorong terjadinya konflik antara tuntutan pada pekerjaan dan keluarga.

(15)

dalam kedua domain tersebut, yaitu keluarga dan pekerjaan. Saat seseorang memenuhi tanggung jawab atas perannya di salah satu domain, waktu untuk menjalankan perannya di domain lain menjadi berkurang yang dapat menjadi pemicu terjadinya konflik (Chiu et al., 1998). Konflik yang bisa timbul di antara kedua domain tersebut adalah work-family conflict dan family-work conflict (Netemeyer et al. dalam Posig dan Kickul, 2004).

(16)

Dari kedua domain, keluarga dan pekerjaan, yang berhubungan erat dengan work-family conflict, Posig dan Kickul (2004) memberikan pendapat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Frone et al. (1992), bahwa definisi work-family conflict secara konseptual dapat dibedakan menjadi work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC). Tekanan pekerjaan mempunyai hubungan yang positif dengan work-family conflict dan keterlibatan keluarga mempunyai hubungan positif dengan family-work conflict. Frone et al. (1992) juga menemukan bahwa work-family conflict dan family-work conflict memiliki hubungan timbal balik, di mana tanggung jawab pekerjaan dapat menghalangi terlaksananya tanggung jawab pada keluarga (work-family conflict) dan tanggung jawab pada keluarga menghalangi pelaksanaan tanggung jawab pekerjaan (family-work conflict).

Work-family conflict terjadi saat tuntutan pekerjaan menghalangi aktivitas pada domain keluarga. Tuntutan pekerjaan membuat seseorang kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, menghalangi terlaksananya kewajiban di keluarga dan seringkali membatalkan janji yang telah dibuat dengan keluarga. Sebaliknya, family-work conflict terjadi saat tanggung jawab pada keluarga menghalangi aktivitas pekerjaan. Penyelesaian tugas-tugas di pekerjaan menjadi tertunda dan tidak masuk kerja karena harus memenuhi tanggung jawab peran di keluarga (Frone et al. dan Netemeyer et al. dalam Magnus dan Viswesvaran, 2006).

(17)

dalam Rode et al. (2007) konflik yang terjadi karena pekerjaan terganggu oleh aktivitas keluarga mempunyai hubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebagai contoh, jika ada anggota keluarga yang sakit akan membuat anggota keluarga lainnya menjadi khawatir saat sedang kerja, ini akan membuatnya kurang merasakan kepuasan kerja daripada biasanya dalam keadaan normal.

Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan positif yang dirasakan seseorang mengenai pekerjaannya. Seseorang akan berperasaan positif terhadap pekerjaannya jika dia merasakan kepuasan kerja yang tinggi, sedangkan jika tidak puas orang akan berperasaan negatif terhadap pekerjaannya (Robbins dan Judge, 2008:99). Hal serupa juga diungkapkan oleh Locke dalam Karatepe dan Tekinkus (2006) yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan senang yang dirasakan seseorang karena hasil penilaian kerjanya.

Selain berdampak negatif pada kepuasan kerja, konflik yang terjadi di keluarga dan di tempat kerja juga berdampak negatif pada kinerja. Seperti yang dikatakan oleh Netemeyer et al. dalam Yavas et al. (2008) jika karyawan tidak dapat menyeimbangkan tuntutan kerjanya dengan tanggung jawab di keluarga (work-family conflict) akan menyebabkan kinerja karyawan menurun. Begitu pula sebaliknya, family-work conflict juga akan menurunkan kinerja (Frone et al., 1997; Netemeyer et al., 2004 dalam Yavas et al., 2008).

(18)

Pekerjaan sebagai perawat rumah sakit jiwa tidaklah mudah. Perawat sering merasakan kelelahan secara emosional daripada perawat di rumah sakit umum karena pasien yang ditangani berbeda. Kelelahan emosi tersebut bisa mengganggu aktivitasnya bersama keluarga saat sudah tiba di rumah. Selain itu, tidak menutup kemungkinan adanya penambahan jam kerja akibat tugas yang belum terselesaikan, hal inilah yang membuat intensitas jam kerja perawat tinggi sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk bersama keluarga menjadi berkurang. Hal tersebut menimbulkan work-family conflict. Begitu pula sebaliknya, pada saat ada kepentingan keluarga yang mendesak seperti adanya anggota keluarga yang sakit atau meninggal, tentunya hal ini akan mengganggu pekerjaan seperti keterlambatan kerja dan absen kerja dan akhirnya family-work conflict terjadi. Konflik yang terjadi pada salah satu domain maka secara otomatis domain lainnya akan terpengaruh. Jika hal ini terjadi maka jelas pihak rumah sakit dirugikan karena kepuasan kerja menurun. Akibat dari penurunan kepuasan kerja selanjutnya akan membuat kinerja juga menurun. Dari uraian di atas, maka dapat judul penelitian ini adalah “Studi Work and Family Conflict Terhadap Kinerja dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya”.

1.2. Rumusan Masalah

(19)

1. Apakah work-family conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?

2. Apakah family-work conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?

3. Apakah work-family conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerjapada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya? 4. Apakah family-work conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerjapada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya? 5. Apakah kepuasan kerja berpengaruh langsung secara signifikan terhadap

kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya? 6. Apakah work-family conflict berpengaruh tidak langsung secara signifikan

terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?

7. Apakah family-work conflict berpengaruh tidak langsung secara signifikan terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian

(20)

1. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung work-family conflict terhadap kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

2. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung family-work conflict terhadap kepuasan kerjapada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

3. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung work-family conflict terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

4. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung family-work conflict terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

5. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

6. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh tidak langsung work-family conflict terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi peneliti, dapat menerapkan ilmu pengetahuan tentang manajemen sumber daya manusia yang telah dipelajari selama perkuliahan khususnya mengenai work-family conflict dan family-work conflict.

2. Bagi perusahaan, dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil keputusan dan memperlakukan karyawan yang sedang mengalami work-family conflict dan family-work conflict agar kinerjanya tetap bagus. 3. Bagi para pembaca, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan wawasan

dan pengetahuan pembaca mengenai pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja dengan perantara kepuasan kerja, serta dapat digunakan sebagai rujukan maupun literatur untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Sistematika Skripsi

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan work-family conflict dan family-work conflict yang dapat berakibat pada kepuasan kerja dan kinerja serta menjelaskan latar belakang pemilihan obyek penelitian.

Bab II Tinjauan Kepustakaan

(22)

kerja dan kinerja serta bagaimana pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja dengan perantara kepuasan kerja.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian, populasi dan besar sampel yang digunakan, teknik pengumpulan data serta teknik analisis.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Menjelaskan uraian tentang gambaran umum perusahaan, deskripsi hasil penelitian, analisis model dan pengujian hipotesis serta pembahasan yang didasarkan pada hasil pengolahan data maupun analisis data.

Bab V Simpulan dan Saran

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Work-Family Conflict

Berdasarkan data statistik BPS Jawa Timur tentang ketenagakerjaan, hasil survei pada bulan Agustus 2009 menunjukkan bahwa pekerja perempuan di Jawa Timur mengalami peningkatan. Peningkatan pekerja perempuan pada umumnya untuk membantu suami dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pasangan suami-istri yang keduanya bekerja disebut dengan dual-career couple. Hal serupa juga dikemukakan oleh Bond et al. (1998) yang dikutip oleh Posig dan Kickul (2004) yang menyatakan bahwa sejak tahun 1998 jumlah dual-career couple meningkat. Tantangan terbesar untuk dual-career couple adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab di keluarga karena baik suami maupun istri keduanya bekerja. Siapapun yang menjadi dual-career couple harus menemukan cara yang efektif untuk menyeimbangkan perannya di keluarga maupun di pekerjaan (Barnett et al., 2003).

(24)

antara kedua domain tersebut sangatlah penting. Setiap orang yang bekerja dan telah berkeluarga mengharapkan dapat memiliki waktu yang cukup untuk pekerjaan maupun keluarganya. Pada saat seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk pekerjaaan daripada untuk keluarga akan memicu terjadinya work-family conflict (Posig dan Kickul, 2004). Selain itu, work-family conflict juga dapat terjadi karena banyaknya peran yang dimiliki oleh seseorang dimana semua peran yang ia miliki tersebut menuntut tanggung jawab yang sama penting (Carlson et al., 1995). Pendapat Kahn (1964) yang dikutip oleh Carlson et al. (1995) mengatakan bahwa seorang individu hanya dapat menjalankan peran dalam jumlah yang terbatas di waktu yang sama.

(25)

oleh Netemeyer et al. (1996) dalam Yavas et al. (2008) yang mengatakan bahwa work-family conflict terjadi pada saat seseorang merasa lelah akibat tekanan pekerjaan yang pada akhirnya mengganggu tanggung jawab perannya di keluarga. Aktivitas bersama keluarga yang telah direncanakan sebelumnya menjadi terhalang atau bahkan bisa gagal terlaksana karena orang yang bersangkutan kelelahan setelah bekerja.

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) terdapat tiga jenis work-family conflict, yaitu:

(1) Time-based conflict. Waktu yang digunakan untuk menjalankan peran di salah satu domain dapat mengurangi waktu untuk menjalankan peran di domain lain.

(2) Strain-based conflict. Tekanan yang dirasakan pada satu domain mengganggu tanggung jawab peran domain lain.

(3) Behaviour-based conflict. Terjadi pada saat perilaku peran pada satu domain tidak sesuai dengan perilaku peran pada domain lain, artinya perilaku yang efektif di satu domain menjadi tidak efektif jika diterapkan pada domain lain.

(26)

conflict terjadi saat tuntutan peran di pekerjaan menghalangi aktivitas pada domain keluarga. Family-work conflict terjadi saat tanggung jawab peran di keluarga mengganggu pekerjaan (Netemeyer et al., 1996 dalam Magnus dan Viswesvaran, 2006). Oleh karena itu antara family demand dan work demand diharapkan dapat sejalan.

Konflik seringkali dianggap merugikan bagi organisasi. Pandangan tradisional beranggapan bahwa semua konflik berbahaya dan harus dihindari serta sedapat mungkin dihilangkan apabila timbul. Tetapi menurut pandangan interaksionis mengatakan bahwa konflik perlu bagi organisasi agar karyawannya tidak apatis. Ini merupakan tugas pemimpin untuk mengelola konflik agar memberikan dampak yang positif bagi organisasi (Robbins dan Judge, 2008:174). Oleh karena itu, organisasi atau perusahaan harus memahami isu-isu tentang konflik termasuk konflik pekerjaan dan keluarga karena dengan pemahaman tersebut maka diharapkan organisasi atau perusahaan dapat meminimalkan efek negatif dari timbulnya konflik pekerjaan dan keluarga yang berlebih, seperti deperesi dan kualitas kerja yang menurun (Posig dan Kickul, 2004).

2.1.1.1. Faktor-Faktor Work-Family Conflict

(27)

karena harus bertanggung jawab juga terhadap kinerja bawahannya sehingga dia mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Selain itu, budaya organisasi yang mengharapkan para senior manajer untuk bekerja dengan jam kerja yang lebih lama akan memicu terjadinya work-family conflict, terutama jika hal tersebut terjadi pada wanita karena wanita memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan memegang peran utama dalam keluarga (Rutherford, 2001 dalam Posig dan Kickul, 2004). Tanggung jawab terhadap pekerjaan dan tuntutan untuk bekerja dengan jam kerja yang lebih lama merupakan bentuk work demand.

(28)

Menurut Greenhaus et al. (1989) terdapat empat penyebab work-family conflict yang berasal dari work domain, yaitu:

a. Work role stressors. Tuntutan peran dalam pekerjaan yang ambigu dan beban kerja yang sangat banyak mengakibatkan waktu untuk pekerjaan bertambah sehingga mengganggu pelaksanaan tanggung jawab peran dalam keluarga. Posig dan Kickul (2004) berpendapat bahwa work-family conflict akan jarang terjadi jika seseorang bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek dari jam kerja normal.

b. Task characteristics. Keanekaragaman, otonomi dan kompleksitas pekerjaan merupakan sumber stress. Pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang akan mengalami stres berat yang dapat memicu konflik dalam keluarga (Brief et al., 1981). Sedangkan semakin tinggi otonomi dan kompleksitas pekerjaan akan menurunkan tingkat stress yang dialami oleh pekerja sehingga work-family conflict menjadi turun (Parasuraman dan Alutto, 1984).

c. Work schedule characteristics. Jadwal kerja yang tidak fleksibel membuat karyawan kurang memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi perannya dalam keluarga.

(29)

2.1.2. Family-Work Conflict

Pandangan tradisional tentang perbedaan pria dan wanita mengatakan bahwa pria yang bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga dan wanita yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga. Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan jaman pendapat tersebut mulai memudar. Saat ini banyak wanita yang juga bekerja mencari nafkah. Perubahan peran tersebut membuat wanita yang bekerja lebih sulit untuk membagi waktunya dalam memenuhi tanggung jawab di pekerjaan dan keluarga (Tenbusel et al., 1995 dalam Posig dan Kickul, 2004), sedangkan pria akan lebih mudah menyesuaikan perannya di pekerjaan dan keluarga (Posig dan Kickul, 2004).

Pria dan wanita yang sudah menikah dan keduanya bekerja dapat menjadi penyebab stres dan konflik peran dalam keluarga saat terjadi tuntutan dari peran yang tidak terduga sebelumnya, contohnya seperti tiba-tiba anak jatuh sakit saat orang tua bekerja atau orang tua harus bekerja sehari penuh (Barnett et al., 2003). Terutama bagi sang istri yang memiliki peran utama dalam mengurus rumah tangga. Family-work conflict lebih sering dialami oleh wanita daripada pria karena menurut Frone et al. (1992) keterlibatan seseorang dalam keluarga akan berdampak pada pekerjaannya. Meskipun family-work conflict bisa terjadi pada pria dan wanita, menurut menurut Cinamon dan Rich (2002) masalah tersebut tetap memberikan tanggung jawab tambahan bagi wanita yang memiliki keluarga dan bekerja.

(30)

domain keluarga yang mengganggu pekerjaan. Family-work conflict berkaitan dengan family responsibility yang dapat ditunjukkan dengan besarnya keluarga. Semakin tinggi tingkat family responsibility membuat seseorang harus meluangkan waktu yang lebih banyak untuk keluarga, dan sebaliknya waktu untuk pekerjaan menjadi lebih sedikit sehingga dapat mengganggu pelaksanaan peran dalam pekerjaan (Boyar et al., 2003).

2.1.2.1. Faktor-Faktor Family-Work Conflict

Family demand berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan kewajiban di rumah tangga, contohnya seperti mengasuh anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh jumlah anggota keluarga yang bergantung pada anggota keluarga yang lain (Boyar et al., 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi family-work conflict berasal dari domain keluarga. Karyawan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas bersama keluarga akan menghalangi pelaksanaan perannya di tempat kerja.

(31)

expectation) berpengaruh terhadap timbulnya family-work conflict tetapi tidak berpengaruh langsung terhadap work-family conflict.

2.1.3. Dampak Work-Family Conflict dan Family-Work Conflict

Konflik peran dalam keluarga dan pekerjaan dapat memberikan tekanan pada individu yang akan berdampak negatif pada pekerjaan dan keluarga. Dampak negatif yang ditimbulkan bagi keluarga adalah berkurangnya kesejahteraan keluarga (Kinnunen dan Mauno dalam Cinamon dan Rich, 2002), berkurangnya perhatian pada anak dan tanggung jawab sebagai orang tua (Marchese et al., 2002). Sedangkan, dampak negatif pada pekerjaan contohnya seperti tidak masuk kerja, keterlambatan kerja, keinginan untuk pindah kerja, kinerja yang buruk (Huang et al., 2004), kepuasan kerja menurun (Frone et al., 1992), dan komitmen organisasi rendah (Netemeyer et al., 1996 dalam Posig dan Kickul, 2004).

(32)

2.1.4. Hubungan Work-Family Conflict dengan Family-Work Conflict

Work-family conflict dan family-work conflict merupakan dua konstruk yang terpisah namun saling terkait satu dengan yang lain (Boyar et al., 2003). Begitu pula dengan hasil studi yang dilakukan oleh Frone et al. (1992) menemukan work-family conflict dan family-work conflict berkorelasi positif dan mempunyai hubungan timbal balik sehingga antara yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Frone et al. (1992) menjelaskan hubungan ini berdasarkan asumsi bahwa tanggung jawab pekerjaan mengalami benturan dengan pelaksanaan kewajiban pada keluarga. Saat kewajiban keluarga tidak terpenuhi maka akan mengganggu aktivitas di tempat kerja. Sebaliknya jika tanggung jawab dan masalah yang terkait dengan keluarga mengalami benturan dengan pelaksanaan kewajiban pada pekerjaan, maka kewajiban pada pekerjaan yang tidak terpenuhi akan mengganggu aktivitas sehari-hari bersama keluarga. Berdasarkan hubungan antara work-family conflict dan family-work conflict dapat diketahui domain pekerjaan berpengaruh terhadap work-family conflict sedangkan domain keluarga berpengaruh pada family-work conflict (Boyar et al., 2003).

(33)

terjadinya work-family conflict secara tidak langsung mempengaruhi family-work conflict melalui hubungan bi-directional antara kedua konstruk tersebut (Boyar et al., 2003).

2.1.5. Kepuasan Kerja

2.1.5.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan positif yang dirasakan seseorang terhadap pekerjaannya yang merupakan hasil evaluasi kerja. Para manajer meyakini bahwa karyawan yang merasa puas akan menjadi lebih produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak merasa puas. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan yang merasa puas akan cenderung bersikap positif terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak merasa puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan lingkungannya (Robbins dan Judge, 2008:99). Hasibuan (2009:202) juga mengemukakan kepuasan kerja merupakan sikap menyenangkan dan mencintai pekerjaan yang ditunjukkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Huang dan Hsiao (2007) yang menyatakan kepuasan kerja sebagai perasaan senang atau keadaan emosi yang positif yang merupakan hasil dari kualitas pekerjaaan seseorang dan pengalaman kerjanya. 

(34)

Kepuasan kerja akan timbul dalam diri karyawan bila penghargaan atau keuntungan yang dirasakan dari pekerjaan yang dilakukannya dianggap cukup memadai bila dibandingkan dengan usaha yang dia lakukan atas pekerjaannya. Karyawan yang merasakan kepuasan kerja akan bersikap positif terhadap pekerjaan dan lingkungannya serta menjadi lebih produktif. Sedangkan ketika karyawan merasakan ketidakpuasan kerja, mereka meresponnya dengan berbagai cara. Robbins dan Judge (2008:112) menyebutkan empat hal yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan yang tidak puas. Hal pertama yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan ketika merasa tidak puas adalah meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja. Karyawan yang aktif dan masih ingin tinggal di perusahaan akan berusaha untuk memperbaiki kondisi atau mendiskusikan masalah dengan atasan. Bagi karyawan yang pasif, kemungkinan yang akan dilakukannya adalah tetap setia pada perusahaan menunggu perbaikan. Namun, ada juga yang merespon dengan membiarkan kondisi menjadi lebih buruk seperti ketidakhadiran atau keterlambatan secara terus menerus, sering melakukan kesalahan dan mengabaikan pekerjaannya.

2.1.5.2. Teori-Teori Kepuasan Kerja

(35)

bekerja (contoh: tingkat pencahayaan, sistem pembayaran gaji, lamanya jam kerja) terhadap tingkat produktivitas pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari penerangan atau tingkat pencahayaan terhadap produktivitas. Produktivitas pekerja dipengaruhi oleh pengawasan. Pengawas yang bisa memotivasi dan memahami anggotanya dengan lebih baik akan membuat anggotanya merasa dihargai sebagai manusia. Ketika pekerja merasa dihargai sebagai manusia, mereka akan mengalami kepuasan kerja secara menyeluruh baik dari sisi finansial maupun dari sisi sosial individual (www.wikipedia.com). Selanjutnya adalah teori dua faktor (two factors theory) dari Herzberg yang meneliti tentang bagaimana motivator dan hygiene factors mempengaruhi kepuasan kerja.

Teori motivasi klasik dan teori-teori kepuasan kerja yang lain akan dijelaskan pada penjelasan di bawah ini:

a. Teori Motivasi Klasik

Teori motivasi klasik dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor. Frederick W. Taylor berpendapat bahwa manusia bersedia untuk kerja keras untuk memenuhi kebutuhan fisik yang berbentuk uang atau barang dari hasil kerjanya. Konsep dasar teori ini adalah manusia akan giat bekerja apabila mereka mendapatkan imbalan berupa materi sesuai dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, manajer dapat memberikan insentif agar karyawan mau bekerja dengan giat. Karyawan berpikir jika produktivitasnya tinggi, maka semakin banyak penghasilan yang mereka peroleh (Hasibuan, 2009:153).

(36)

Gambar 2.1

Maslow’s Hierarchy of Needs

Sumber: Daft, Richard L. 2006. Manajemen. Edisi keenam. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

1. Kebutuhan fisologis (physiological needs), merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar. Yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah makan, minum, dan oksigen. Jika dalam organisasi, kebutuhan ini tercermin dalam kebutuhan akan gairah kerja, ruang, dan gaji.

(37)

pekerjaan dan keamanan akan harta di tempat kerja seperti mobil yang dibawa jangan sampai hilang.

3. Kebutuhan akan kepemilikan (belongingness needs) adalah keinginan untuk diterima oleh masyarakat, teman, menjalin persahabatan, dicintai dan mencintai serta menjadi bagian dari satu kelompok karena manusia tidak ingin hidup sendiri. Dalam pekerjaan, kebutuhan ini membuat karyawan ingin memiliki hubungan baik dengan sesama rekan kerja maupun atasannya, dan berpartisipasi dalam kelompok kerja.

4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan untuk mendapat citra diri yang positif, perhatian, penghargaan diri dan pengakuan dari orang lain. Kebutuhan akan penghargaan dalam berorganisasi tercermin pada keinginan untuk memperoleh pujian atau penghargaan atas prestasi yang diraih, peningkatan jabatan dan tanggung jawab, serta mendapat pengakuan dari rekan kerja yang lain. Semakin tinggi status seseorang maka akan semakin tinggi pula kebutuhannya akan pengakuan, penghormatan dan prestise.

(38)

yang dimiliki, memberikan peluang karyawan untuk tumbuh dan memberikan tugas-tugas yang menantang.

George dan Jones (2005:83) menyebutkan empat teori yang paling berpengaruh pada kepuasan kerja, yaitu:

1. The facet model of job satisfaction, fokus pada elemen-elemen pekerjaan, seperti prestasi kerja, kebijakan perusahaan, kompensasi, tanggung jawab, keamanan kerja, kondisi kerja dan sebagainya. Elemen-elemen pekerjaan akan memberikan dampak kepuasan kerja pada karyawan dengan cara yang berbeda-beda. Sehingga elemen-elemen tersebut berguna bagi manajer untuk mengetahui bagaimana pekerjaan mempengaruhi karyawan melalui banyak cara.

(39)

tidak secara otomatis membuat para pekerja termotivasi dan merasa sangat puas dalam pekerjaan mereka.

3. The discrepancy model. Berdasarkan model ini kepuasan kerja bergantung pada perbedaan antara apa yang seharusnya diterima karyawan mengenai pekerjaannya, misalnya seperti gaji tinggi dan kesempatan untuk dipromosikan, dengan kenyataan yang diperoleh. Karyawan akan merasa puas apabila kenyataan yang diperoleh lebih besar daripada yang diharapkan. Sebaliknya, jika yang diharapkan lebih besar daripada yang didapat maka karyawan akan merasakan ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. Manajer dapat menggunakan discrepancy model dengan menanyakan kepada karyawan tentang apa yang mereka harapkan dari pekerjaannya sehingga informasi tersebut dapat membantu manajer untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

(40)

2.1.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja atau faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak dan bervariasi. Faktor-faktor tersebut tidak hanya dari pekerjaan saja melainkan juga berasal dari kondisi lingkungan kerja, faktor sosial, serta diri pekerja itu sendiri. Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut (Moyes et al., 2006):

1. Pekerjaan itu sendiri (the work its self) 2. Gaji dan tunjangan (pay and fringe benefits) 3. Promosi (promotions)

4. Pengawasan (supervision) 5. Rekan kerja (coworkers)

6. Lingkungan kerja (work environment)

Penjelasan untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja di atas adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Rasa puas terhadap pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Menurut Luthans (2008:142) pekerjaan yang memuaskan adalah pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, dan memberikan pertumbuhan karir.

2. Gaji dan tunjangan (pay and benefit)

(41)

(2008:143) menambahkan pemberian fringe benefits juga merupakan hal yang penting tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap kepuasan kerja karena karyawan tidak bisa menilai besarnya fringe benefits yang diberikan perusahaan. Oleh karena itu pemberian gaji dan tunjangan perlu memperhatikan prinsip keadilan karena para individu yang bekerja dalam perusahaan memiliki perbedaan keterampilan, pengalaman, pendidikan dan masa kerja. Hal tersebut perlu diterapkan agar para karyawan merasa diperlakukan dengan adil sehingga mereka akan puas dan menyenangi pekerjaannya.

3. Promosi (promotions)

Promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai bagi karyawan karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai. Karyawan yang dipromosikan, umumnya dianggap memiliki prestasi yang baik. Tetapi tidak semua pomosi dapat langsung memuaskan karyawan. Pada umumnya promosi di level eksekutif lebih memuaskan daripada promosi di level bawah dalam suatu organisasi karena promosi di level eksekutif memberikan kenaikan gaji yang lebih besar daripada promosi di level bawah (Luthans, 2008:143).

4. Pengawasan (supervision)

(42)

mengatakan bahwa terdapat dua gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah employee centeredness, supervisor lebih memperhatikan bawahannya dengan cara menilai hasil kerja bawahan, memberikan saran dan mengajari bawahan secara individual serta membina komunikasi baik secara personal maupun untuk urusan pekerjaan. Gaya pengawasan yang lain adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Pada umumnya karyawan menyukai supervisor yang adil, terbuka, dan mau bekerja sama dengan bawahan.

5. Rekan kerja (coworkers)

Rekan kerja yang bersahabat, ramah, dan kooperatif merupakan salah satu sumber kepuasan kerja karyawan. Bekerja sama dengan rekan kerja yang bersahabat, ramah, dan kooperatif membuat pekerjaan jadi menyenangkan. Selain itu, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja juga akan mempengaruhi kepuasan kerja karena bekerja sama dengan rekan kerja yang mempunyai masalah dengan kita membuat pekerjaan tidak lagi menyenangkan dan berdampak negatif pada kepuasan kerja. Meskipun demikian, faktor ini bukanlah faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja karena jika seseorang berkepribadian susah bergaul dengan orang lain, maka faktor ini kurang memberikan kepuasan kerja baginya.

6. Lingkungan kerja (work environment)

(43)

tingkat kepuasan kerja karyawan. Jika karyawan merasa didiskriminasikan oleh perusahaan akan berdampak negatif pada kepuasan kerjanya. Saat karyawan merasa nyaman bekerja di tempat kerjanya kepuasan kerjanya akan terpenuhi dan membuatnya lebih cepat menyelesaikan pekerjaan.

Sedangkan George dan Jones (2005:81) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu:

1. Personality

Kepribadian menentukan bagaimana cara karyawan dalam berpikir, berperilaku dan merasakan pekerjaan atau kepuasan terhadap pekerjaannya. Kepribadian tersebut mempengaruhi apakah mereka akan berpikir dan merasakan hal yang positif atau negatif mengenai pekerjaannya. Pemikiran dan perasaan karyawan yang positif terhadap pekerjaannya akan mengakibatkan kepuasan kerja, sedangkan pemikiran dan perasaan yang negatif akan berakibat pada ketidakpuasan kerja. Di samping itu, para peneliti dari Universitas Minnesota menemukan bahwa orang akan cenderung memilih pekerjaan yang sesuai dengan kepribadiannya.

2. Values

(44)

intrinsik lebih kuat akan menyenangi pekerjaannya dan merasakan kepuasan kerja meskipun dia harus bekerja melebihi jam kerja dan gaji yang diterimanya tidak banyak.

3. Work situation

Situasi di tempat kerja adalah faktor yang mungkin merupakan faktor terpenting yang menentukan kepuasan kerja seseorang. Segala aspek mengenai pekerjaan, kondisi tempat kerja serta cara perusahaan memperlakukan karyawannya merupakan faktor yang bisa mempengaruhi kepuasan kerja. Para pekerja akan lebih puas terhadap pekerjaan yang memberikan gaji yang baik dan memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan kehilangan pekerjaan.

4. Social influence

(45)

2.1.6. Kinerja

2.1.6.1. Pengertian Kinerja

Menurut Bernandin dan Russell dalam Gomes (2003:135) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai dari suatu pekerjaan dalam suatu periode tertentu. Selanjutnya, definisi kinerja menurut Mangkunegara (2009:9) adalah prestasi atau hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa diungkapkan oleh Babin dan Boles (1998) dalam Karatepe dan Tekinkus (2006) yang menjelaskan kinerja sebagai tingkat produktivitas seorang karyawan yang dibandingkan dengan produktivitas rekan kerjanya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan pekerjaannya. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil atau prestasi kerja yang diraih oleh seorang karyawan setelah melaksanakan dan myelesaikan tugasnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawabnya dalam periode tertentu.

2.1.6.2. Penilaian Kinerja

(46)

Robbins dan Judge (2008:313) mengungkapkan tiga kriteria yang digunakan ketika mengevaluasi kinerja karyawan, yaitu:

a. Hasil pekerjaan individual. Kinerja individu dinilai dari hasil akhir yang disesuaikan berdasarkan standar-standar pada setiap jenis pekerjaan. Kinerja karyawan dikatakan baik apabila sesuai dengan standar pekerjaan masing-masing.

b. Perilaku, yaitu sikap seorang karyawan terhadap sesuatu atau seseorang. Kinerja karyawan juga dapat diukur berdasarkan hubungan karyawan dengan teman sekerja maupun atasan, kedisiplinan, ketepatan waktu serta kontribusinya bagi efektivitas organisasi sesuai dengan jenis pekerjaannya. c. Sikap, merupakan karakteristik atau kepribadian yang diwujudkan dalam

perilaku karyawan pada saat bekerja seperti bertindak-tanduk yang baik, menunjukkan kepercayaan diri, dan bisa diandalkan yang sesuai dengan standar yang diinginkan oleh organisasi.

Gomes (2003:142) menambahkan penilaian kinerja dapat dilakukan berdasarkan pada deskripsi perilaku yang spesifik, antara lain:

a. Quantity of work, jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan karyawan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

b. Quality of work, kualitas kerja karyawan yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

c. Job knowledge, luasnya pengetahuan karyawan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

d. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang diberikan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang timbul.

e. Cooperation, kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).

f. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

(47)

h. Personal qualities, penilaian mengenai kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

2.1.6.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian atau evaluasi kinerja berguna untuk perusahaan serta akan memberikan manfaat bagi karyawan itu sendiri. Tujuan dari penilaian kinerja karyawan menurut Robbins dan Judge (2008:312) antara lain: (1) sebagai alat untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan mengenai promosi, perpindahan bagian, dan pemberhentian hubungan kerja; (2) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan karena evaluasi kinerja dapat menunjukkan kecakapan dan kompetensi karyawan yang untuk saat ini kurang memadai tetapi dapat dikembangkan melalui program pelatihan; (3) sebagai kriteria yang dapat digunakan manajemen untuk memvalidasi seleksi dan program pengembangan karyawan. Manajemen dapat mengetahui bagaimana kinerja seorang karyawan dan menilai efektivitas program pelatihan dan pengembangan karyawan; (4) menyediakan umpan balik bagi karyawan tentang bagaimana perusahaan melihat kinerja mereka; dan (5) sebagai dasar untuk menetapkan besarnya imbalan yang diterima oleh seorang karyawan.

2.1.6.4. Metode Penilaian Kinerja

Dessler (2005:5) menyebutkan beberapa metode penilaian kinerja yang sering digunakan oleh perusahaan dalam menilai karyawannya. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:

(48)

Pada metode ini disebutkan sejumlah faktor yang akan dinilai (seperti produktivitas, pengetahuan pekerjaan dan kehadiran) dan kisaran nilai untuk masing-masing faktor. Setiap karyawan dinilai berdasarkan faktor-faktor yang telah ditentukan dan memberi nilai sesuai dengan prestasinya, kemudian menjumlahkan nilai yang telah diberikan untuk setiap faktor.

2. Metode peringkat alternasi

Metode peringkat alternasi dilakukan dengan cara membuat daftar karyawan dengan peringkat/nilai tertinggi dan terendah. Penilai memasukkan nama karyawan satu per satu dengan menentukan dan mengurutkan nama karyawan dari yang memiliki peringkat tertinggi sampai terendah hingga semua karyawan telah diberi peringkat.

3. Metode perbandingan berpasangan

Dalam metode ini penilaian dilakukan dengan cara membandingkan setiap pekerja dengan pekerja lainnya untuk masing-masing faktor penilaian.

4. Metode kejadian kritis

Mencatat setiap aktivitas/perilaku positif dan negatif yang berhubungan dengan pekerjaan dari setiap karyawan dan meninjau catatan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Catatan tersebut dapat membuktikan contoh nyata prestasi baik dan buruk yang dapat digunakan penilai untuk menentukan peringkat karyawan.

5. Bentuk naratif

(49)

karyawan untuk setiap faktor dan memberikan saran untuk meningkatkan prestasi tersebut. Dengan ini, karyawan dapat mengetahui prestasinya yang baik atau buruk dan bagaimana cara meningkatkan prestasi itu.

6. Behaviorally anchored rating scales (BARS)

Metode penilaian yang mengkombinasikan bentuk naratif, kejadian kritis dan skala terukur (jenis peringkat grafis) dengan membuat skala peringkat dengan contoh prestasi baik atau perilaku buruk.

7. Management by objectives (MBO)

Setiap karyawan dan penilai/manajer secara bersama-sama menetapkan tujuan atau sasaran perusahaan kemudian secara periodik memberikan umpan balik atau meninjau kemajuan yang dihasilkan.

2.1.6.5. Masalah Penilaian Kinerja

Sebagian besar perusahaan menggunakan metode skala peringkat bentuk grafis untuk menilai kinerja karyawannya. Metode ini sangatlah rentan terhadap beberapa masalah, antara lain (Dessler, 2005:16):

1. Standar yang tidak jelas

Skala penilaian tidak memiliki deskriptif yang jelas untuk masing-masing kategori penilaian, seperti kinerja luar biasa, bagus, biasa, dan buruk sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Antara penilai atau penyelia yang satu dengan yang lain memiliki derajat yang berbeda dalam mendefinisikan kinerja bagus.

(50)

Nilai atas kinerja karyawan yang diberikan oleh penyelia dipengaruhi oleh satu aspek yang lebih mononjol di mata penilai. Penilai cenderung akan memberikan nilai baik jika mengetahui salah satu sifat baik dari karyawan atau penilai telah mengenal baik karyawan. Penilai seringkali mendasarkan penilaiannya atas dasar rasa suka atau tidak suka.

3. Kecenderungan terpusat

Penilai cendurung memberikan nilai rata-rata kepada semua karyawan tanpa memperhatikan bagaimana kualitas kinerjanya.

4. Longgar atau ketat

Penilai cenderung memberikan penilaian kepada semua karyawan dengan nilai atau peringkat tinggi atau rendah secara konsisten. Peringkat seharusnya digunakan untuk membedakan karyawan yang berkinerja baik dan buruk. 5. Prasangka

(51)

2.1.7. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work Conflict dengan

Kepuasan Kerja

Work-family conflict dan family-work conflict menjadi penting untuk diperhatikan oleh organisasi maupun keluarga karena hal tersebut berhubungan dengan banyak konsekuensi negatif. Salah satunya adalah berdampak pada kepuasan kerja karyawan. Sebagian besar penelitian mengenai work-family conflict mengindikasikan bahwa work-family conflict menyebabkan penurunan kepuasan kerja (Lambert et al., 2002). Lambert et al. (2002) menambahkan bahwa karyawan yang mengalami work-family conflict lebih sering menyalahkan pekerjaan sebagai penyebab terjadinya konflik dan akan memiliki kepuasan kerja yang lebih rendah bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak mengalami work-family conflict.

(52)

2.1.8. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work Conflict dengan

Kinerja

Penelitian tidak hanya dilakukan untuk mengetahui hubungan antara work-family conflict dan family-work conflict dengan kepuasan kerja, namun juga telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara work-family conflict dan family-work conflict dengan kinerja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yavas et al. (2006) menunjukkan hasil yang berbeda antara pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja. Work-family conflict memiliki hubungan yang positif dengan kinerja, sedangkan family-work conflict memiliki hubungan negatif dengan kinerja.

(53)

2.1.9. Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Kinerja

Menurut Robbins dan Judge (2008:113) karyawan yang bahagia saat melakukan pekerjaannya cenderung lebih produktif. Selain itu, untuk perusahaan yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung efektif daripada perusahaan yang memiliki karyawan yang kurang puas. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ivancevich (1978) yang mengindikasikan kepuasan kerja akan membuat karyawan berkinerja lebih efektif. Hasil penelitian tersebut mencerminkan kepercayaan bahwa karyawan yang puas adalah karyawan yang berkinerja lebih baik. Karl dan Peluchette (2006) dalam Gu dan Siu (2009) menambahkan, karyawan yang puas akan percaya bahwa perusahaannya dapat memberikan pelayanan terbaik, cepat tanggap dan berempati kepada para pelanggannya, serta karyawan tersebut telah dibekali pengetahuan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dalam diri pelanggan.

2.1.10. Hubungan antara Work-Family Conflict, Family-Work Conflict, dan

Kepuasan Kerja dengan Kinerja

(54)

Kepuasan kerja karyawan dapat diciptakan, salah satunya ditentukan oleh peran dari manajer. Manajer harus peka terhadap tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh bawahannya. Menurut Kinicki dan Kreitner (2009:165), kepuasan kerja karyawan merupakan kunci bagi manajer untuk menentukan apa yang harus dilakukannya agar kinerja bawahannya meningkat.

2.2 Penelitian Sebelumnya

1. The Effect of Work/Family Conflict on Intention to Quit: The Mediating Roles of Job and Life Satisfaction oleh Joseph C. Rode et al. (2007)

Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh dari work-family conflict dan family-work conflict terhadap tingkat keinginan untuk pindah kerja dengan kepuasan kerja dan life satisfaction sebagai perantara. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa work-family conflict dan family-work conflict mempengaruhi kepuasan kerja dan life satisfaction yang kemudian pada akhirnya juga mempengaruhi keinginan karyawan untuk pindah kerja. Persamaan antara penelitian kali ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rode et al. yaitu sama-sama meneliti pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kepuasan kerja. Namun pada penelitian kali ini tidak meneliti bagaimana pengaruh kedua konflik peran tersebut pada life satisfaction dan keinginan untuk pindah kerja.

(55)

Penelitian ini dilakukan pada perawat R.S. Panti Wilasa Citarum Semarang untuk menganalisis pengaruh work-family balance dan program family friendly terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-family balance dan program family friendly berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja perawat. Selain itu, work-family balance mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan kerja perawat dibandingkan dengan program family friendly. Persamaan antara penelitian kali ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Paramita dan Waridin adalah meneliti tentang pengaruh konflik peran di keluarga dan pekerjaan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian kali ini tidak meneliti pengaruh program family friendly terhadap kepuasan kerja dan sampel yang digunakan pada penelitian kali ini adalah perawat rumah sakit jiwa.

(56)

yang signifikan terhadap kinerja sedangkan family-work conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja. Selanjutnya, emotional exhaustion berpengaruh negatif terhadap kinerja secara signifikan, tetapi berpengaruh positif yang signifikan terhadap turnover intention. Persamaan antara penelitian kali ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ugur Yavas et al. adalah meneliti tentang pengaruh langsung work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian kali ini tidak meneliti pengaruh work-family conflict dan family-work conflict terhadap emotional exhaustion dan turnover intentions, tidak meneliti bagaimana peran gender serta sampel pada penelitian kali ini adalah perawat.

4. Drivers of Job Satisfaction as Related to Work Performance in Macao Casino Hotels: An Investigation Based on Employee Survey oleh Zheng Gu dan Ricardo Chi Sen Siu (2009)

(57)

pengaruh kepuasan terhadap kinerja dan sampel yang digunakan adalah perawat.

2.3. Hipotesis dan Model Analisis

2.3.1. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

1. Work-family conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

2. Family-work conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

3. Work-family conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

4. Family-work conflict berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

5. Kepuasan kerjaberpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

(58)

Work-family conflict

Family-work conflict

Kepuasan Kerja Kinerja 7. Family-work conflict berpengaruh tidak langsung secara signifikan terhadap

kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

2.3.2. Model Analisis

Pengaruh langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan oleh work-family conflict dan family-work conflict terhadap kinerja melalui kepuasan kerja pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya dapat digambarkan dengan kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir H3

H6

H5 H1

H4 H2

(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif yaitu penelitian yang menitikberatkan pada pengujian hipotesis.

Pendekatan ini dimulai dengan hipotesa dan teori-teori, kemudian membuat model

analisis, mengidentifikasikan variabel, membuat definisi operasional,

mengumpulkan data berdasarkan populasi dan sampel serta melakukan analisis.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan statistik deskriptif pada data diri

responden. Statistik deskriptif digunakan untuk memberi gambaran terhadap

obyek penelitian melalui data sampel atau populasi dengan melakukan analisis

dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2009:29).

3.2. Identifikasi Variabel

Untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai variabel-variabel

yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka variabel-variabel yang digunakan

akan diidentifikasi sebagai berikut:

a. Variabel laten eksogen atau disebut dengan variabel bebas (independent

variable) adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan perubahan pada variabel terikat. Varibel laten eksogen dalam penelitian ini adalah:

(60)

b. Variabel laten endogen atau disebut dengan variabel terikat (dependent

variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel laten endogen dalam penelitian ini adalah:

Kepuasan kerja (Z)

Kinerja (Y)

3.3. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan variabel-variabel

yang digunakan dan batasan ruang lingkup untuk penelitian ini maka diberikan

definisi operasional masing-masing variabel, yaitu:

3.3.1. Variabel Laten Eksogen

3.3.1.1. Work-Family Conflict (X1)

Work-family conflict merupakan konflik peran yang terjadi karena benturan antara tanggung jawab pada pekerjaan dengan tanggung jawab peran di

keluarga sehingga tekanan pada pekerjaan mengganggu aktivitas bersama

keluarga. Rode et al. (2007) menyebutkan beberapa indikator yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi adanya work-family conflict, yaitu:

a. Kewajiban pada pekerjaan membuat perawat merasa jauh dari keluarganya

(sulit berkumpul bersama keluarga)

b. Tuntutan pekerjaan mengganggu kehidupan pribadi bersama keluarga

c. Sering merasa tertekan dalam menyeimbangkan tanggung jawab pada

(61)

d. Tekanan pekerjaan membuat perawat lebih mudah marah saat bersama

dengan keluarga

e. Tekanan untuk menyeimbangkan tanggung jawab pada pekerjaan dan

keluarga menguras emosi perawat

3.3.1.2. Family-Work Conflict (X2)

Family-work conflict adalah konflik peran yang terjadi karena benturan antara aktivitas dalam kehidupan rumah tangga dengan tanggung jawab pekerjaan

di tempat kerja sehingga tanggung jawab peran di keluarga mengganggu

pekerjaan. Rode et al. (2007) menyebutkan beberapa indikator yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi adanya family-work conflict, yaitu:

a. Tanggung jawab terhadap keluarga membuat perawat tidak ingin terikat

dengan kewajiban pekerjaan

b. Keluarga sangat bergantung pada perawat sehingga mengganggu

pekerjaan

c. Keluarga tidak menyukai apabila perawat terikat dengan kewajiban

pekerjaan

d. Kehidupan pribadi perawat membuat waktu untuk pekerjaan menjadi

berkurang

e. Terlalu banyak tuntutan dari keluarga sehingga membuat perawat tidak

(62)

3.3.2. Variabel Laten Endogen

3.3.2.1. Kepuasan Kerja (Z)

Sebagai variabel intervening dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja,

yaitu perasaan senang atau keadaan emosi yang positif yang merupakan hasil dari

kualitas pekerjaaan seseorang dan pengalaman kerjanya (Huang dan Hsiao, 2007).

Kepuasan diukur menggunakan indikator menurut Moyes et al, (2006), adapun

indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Pekerjaan itu sendiri (the work its self), karakteristik pekerjaan yang

menarik dan menantang, tidak membosankan, dan memberikan

pertumbuhan karir akan menumbukan kepuasan kerja pada perawat.

b. Gaji dan tunjangan (pay and fringe benefits), merupakan faktor yang

sering dipandang perawat sebagai suatu refleksi atau pencerminan

terhadap pengakuan atas kontribusi yang telah diberikan kepada

perusahaan.

c. Promosi (promotions), perawat menganggap sebagai bukti pengakuan

terhadap prestasi kerja yang telah dicapai.

d. Pengawasan (supervision), seorang supervisor mengetahui dengan baik

bagaimana cara untuk membuat bawahannya merasa puas dalam bekerja

karena dia berhubungan langsung dengan bawahannya saat bekerja.

e. Rekan kerja (coworkers), merupakan orang diajak bekerja sama pada saat

bekerja untuk saling membantu agar pekerjaan menjadi lebih mudah dan

cepat selesai sehingga menjaga hubungan baik antarpekerja adalah

(63)

f. Lingkungan kerja (work environment), cara rumah sakit memperlakukan

perawat dan keadaan lingkungan di tempat kerja yang memberikan

kenyamanan kepada perawat saat bekerja akan membuat perawat

merasakan kepuasan kerja.

3.3.2.2. Kinerja (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja. Kinerja adalah prestasi

atau hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang

perawat dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009:9). Adapun indikator untuk mengukur

kinerja karyawan menurut pendapat Gomes (2003:142) adalah sebagai berikut:

a. Quantity of work, jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan perawat dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

b. Quality of work, kualitas kerja perawat yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

c. Job knowledge, luasnya pengetahuan perawat mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

d. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang diberikan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang timbul. e. Cooperation, kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama

anggota organisasi).

f. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

g. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

h. Personal qualities, penilaian mengenai kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

Tanggapan responden terhadap pernyataan dalam kuesioner diukur

menggunakan skala 4 tingkat untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung

oleh skala 5 tingkat (Hadi, 1991:76). Adapun skala 4 tingkat yang digunakan

(64)

1 = Sangat tidak setuju

2 = Tidak setuju

3 = Setuju

4 = Sangat setuju

Beberapa alasan meniadakan nilai tengah dengan jawaban “cukup setuju”

adalah:

1. Memiliki arti ganda yang bisa berarti responden ragu-ragu atau netral dalam

memberikan jawaban.

2. Tersedianya jawaban di tengah akan menimbulkan kecenderungan untuk

menjawab ke tengah, terutama bagi responden yang ragu-ragu.

3. Untuk melihat kecenderungan jawaban responden ke arah setuju atau tidak

setuju.

3.4. Jenis dan Sumber Data

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari obyek yang diteliti

secara langsung. Pada penelitian ini data primer diperoleh dengan cara

menyebarkan kuesioner kepada para perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur

Surabaya.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung. Data

(65)

perusahaan. Dalam hal ini data sekunder berupa sejarah singkat perusahaan,

visi dan misi serta struktur organisasi.

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

3.5.1. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat

instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang berjumlah 64 orang

dan sampel diambil sejumlah populasi yaitu perawat tetap instalasi rawat inap

Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah metode sensus, yaitu pengambilan seluruh anggota populasi menjadi

sampel (Sugiyono, 2009:68). Penggunaan teknik ini karena jumlah total perawat

tetap pada instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya relatif sedikit

dan tidak terlalu sulit untuk ditemui sehingga dapat diteliti semua.

Ukuran sampel pada penelitian ini berdasar pada pendapat Ghozali

(2008:18) yang mengatakan bahwa dalam penggunaaan PLS ukuran sampel

ditentukan dengan perkiraan sebagai berikut:

a. Sepuluh kali jumlah terbesar dari indikator formatif (mengabaikan indikator

refleksif), atau

b. Sepuluh kali jumlah terbesar structural path yang diarahkan pada konstruk

Gambar

Gambar 2.1.   Maslow’s Hierarchy of Needs .................................................
Gambar 2.1 Maslow’s Hierarchy of Needs
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Gambar 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengevaluasi saluran drainase yang sudah ada ( eksisting ) dalam menampung dan mengalirkan debit limpasan, serta melihat

Berdasarkan Tabel 2, hasil telaah pada aspek isi yang dilihat dari konten dan pertanyaan LKS dan artikel mem- peroleh rata-rata skor 3 dan 3,67 dengan kategori layak dan

Renungkanlah wasiat dan perintah yang agung dan mulia ini dengan senantiasa mengingat Allah ّلجوّزع dalam semua ibadah haji seperti wukuf di arafah yang diperintahkan untuk

Sungguh Allah telah mengkhususkan bulan yang mulia ini dengan kekhususan-kekhususan, di antaranya: ia adalah bulan yang paling utama dari bulan-bulan lain

Pokja Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Dinas Kesehatan Ftabupaten Lebong dengan ini. mengumumkan hasil Peblangan Umumdengan Pascakualifikasi pda Dinas

Seribuan buruh yang  tergabung dalam Aliansi Buruh Jabar memadati jalan raya di  depan Gedung Sate, mereka  berunjuk rasa menuntut 

Tinggi rendahnya kepuasan pengguna sistem informasi secara menyeluruh dapat diukur dari sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan dan kepuasan pengguna dalam implementasi

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat diketahui hasil perbandingan prasiklus, siklus I, dan siklus II dengan penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan