• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II III dan IV Hubungan Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bab II III dan IV Hubungan Internasional"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hubungan Internasional dan Ruang Lingkupnya

1. Mengkutip pendapat K.J. Hosti dalam buku karya P. Anthonius Sitepu yang berjudul Studi Hubungan Internasional (2011:19) yang mengatakan bahwa penggunaan kata hubungan internasional berkaitan erat pada seluruh interaksi yang terjadi diantara masyarakat negara-negara, yang dilakukan pemerintah maupun negara-negara. Maka dari hal itu studi hubungan internasional berkaitan dengan seluruh hubungan antar berbagai negara di dunia serta terkait pada lembaga-lembaga internasional. Seperti Internasional Red Cross (IRC), kepariwisataan, transportasi, komunikasi, dan lain-lain.

2. Tidak jauh berbeda dengan pendapat K.J Hosti hal senada juga dikemukakan oleh Theodore A. Coloumbis dalam buku karya P. Anthonius Sitepu yang berjudul Studi Hubungan Internasional (2011:19) yang mengatakan bahwa studi hubungan internasional mencakup pada permasalahan-permasalahan perang, konferensi internasional, perdagangan internasional, bantuan luar negeri, integrasi regionalisme, pariwisata internasional, yang seluruhnya merupakan aspek-aspek yang ada dalam studi hubungan internasional.

3. Hal serupa juga diungkapkan oleh Budiono Kusumohamidjojo dalam buku karya P. Anthonius Sitepu yang berjudul Studi Hubungan Internasional (2011:20) yang mengatakan bahwa studi hubungan internasional merupakan sesuatu hubungan antarbangsa yang meliputi politik, hukum, ekonomi, hingga diplomasi tetapi lebih menekankan pada aspek politik dan hukum yang menjadikan keduanya merupakan aspek yang dominan. Penekanan pada aspek politik merupakan aspek material yang dimaksudkan pada kepentingan militer, ekonomi, dan kebudayaan. Sedangkan pada aspek hukum merupakan aspek formal yang dimaksudkan pada suatu bentuk untuk penyelesaian prosedural dari berbagai kepentingan (interest).

(2)

1. Negara Sebagai Aktor dalam Sistem Hubungan Internasional

Menurut P. Anthonius Sitepu (2011:125) menjelaskan bahwa secara garis besar aktor-aktor yang berperan dalam hubungan internasional utamanya adalah aktor negara. Negara (nation-state) telah menjadi aktor (pelaku) utama dalam politik dan hubungan internasional yang mempunyai sifat istimewa (par-excellence). Maksud dari negara mempunyai sifat istimewa (par-excellence) adalah dimana negara merupakan subjek hukum internasional dan negara merupakan pengertian pokok dari doktrin maupun dari hukum internasional praktis. Sehingga dengan demikian negara sebagai entitas politik dan hukum internasional yang memiliki atribut-atribut seperti penduduk, wilayah, pemerintah dan kedaulatan serta pengakuan dari negara-negara lain. Selain hal tersebut juga tercemin dalam pasca perang dunia kedua dimana terjadi peningkatan pertumbuhan negara-negara baru (New Emerging Forces) sebagai anggota dalam masyarakat internasional. Masyarakat internasional atau organisasi-organisasi internasional dapat diambil contoh seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada awal mula didirikannya sekitar tahun 1945 PBB hanya memiliki anggota sekitar 51 negara dan di tahun 1983 PBB sudah memiliki 157 negara serta tentunya akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan keinginan suatu negara untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara lain dalam pergaulan internasional baik dengan tujuan menyelesaikan permasalahan ekonomi dan pembangunan maupun menyelesaikan problema-problema (masalah) yang tidak dimungkinkan untuk diselesaikan dalam tingkat nasional sehingga membutuhkan bantuan dunia internasional dalam menyelesaikannya.

2. Aktor-Aktor Non-Negara (NGO) sebagai Aktor dalam Sistem Hubungan Internasional

a. Non-Governmental Organization (NGO’s)

(3)

IGO’s misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Liga Bangsa-Bangsa (LBB), North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan lain-lain, dimana terdiri dari susunan negara-negara, individu-individu, yang menempatkan wakil-wakilnya sebagai organisasi agar dapat mewakili kepentingan-kepentingan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik luar negerinya masing-masing. Lebih lanjut Henderson, 1998 dalam buku karya P. Anthonius Sitepu (2011:132) menjelaskan bahwa peranan IGO’s di dunia sistem internasional adalah mengatur koorperasi diantara anggota-anggota asosiasinya, mengubungkan agar tetap dapat menjalin komunikasi secara berkelanjutan, dan bekerjasama dalam bidang perdagangan internasional, keamanan, perkembangan ekonomi, hingga keberlangsungan kesejahteraan manusia dan HAM. Sedangkan yang termasuk dalam kategori NGO’s misalnya seperti Internasional Red Cross (IRC), Amnesty Internasional. NGO’s juga merupakan organisasi-organisasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan kepentingan pemerintah nasional. Lebih lanjut Anthonius Sitepu juga menjelaskan bahwa organisasi-organisasi non pemerintah (NGO’s) mempunyai tujuan berupa sosial, ekonomi, dan politik serta suatu struktur dan kelembagaan formal yang besar serta organisasi-organisasi tersebut memperoleh dana dengan mengumpulkan dana kemudian mengalokasikannya dan mendistribusikan ke dalam berbagai jenis dan bentuk informasi. Agar lebih mudah dipahami arti dan tujuan NGO’s merupakan sebuah organisasi yang otonom dan berfungsi untuk membantu meringankan negara-negara dalam penyelesaian masalah ataupun dalam perumusan kebijakan baru ( Minix & Hawley, 1998). Lebih sederhanya tujuan NGO dapat sangat terlihat jelas apabila misalnya terjadi suatu bencana alam maka disini peran Internasional Red Cross (IRC) sebagai NGO melakukan kegiatan sosial kemanusiannya khususnya kesehatan para pengungsi bencana alam tersebut.

b. Multi-National Corporation (MNC’s)

(4)

Anthonius Sitepu (2011:136) yang berjudul Studi Hubungan Internasional menjelaskan bahwa kekuataan perekonomian perusahaan-perusahaan multinasional dibandingkan dengan kekuataan perekonomian negara-negara mengalami perbandingan, dimana MNC’s mempunyai proporsi yang lebih besar pada perekonomian baik dari luas lingkup dan volume dari perusahaan-perusahaan multinasional tersebut. Artinya MNC’s mempunyai peranan penting terhadap sistem internasional dalam kaitannya pada penggerak roda perekonomian di dunia.

C. Konsep Kerjasama dalam Hubungan Internasional 1. Kerjasama Bilateral

Kerjasama bilateral secara singkat dapat diartikan sebagai kerjasama yang dilakukan oleh dua negara. Contohnya kerjasama antara Indonesia dengan Amerika Serikat terkait dalam pengelolaan tambang di PT Freeport yang berada di Papua. Seperti yang telah dikemukakan oleh Y, Sri, T.D Haryo Tamtomo Dkk (2007:96) menjelaskan bahwa kerjasama bilateral dapat diartikan sebagai kerjasama yang dilakukan oleh negara satu dengan negara lain yang terbatas hanya oleh dua negara saja serta tidak terbatas hanya pada bidang ekonomi saja tetapi juga di dalam bidang lain seperti politik, pertahanan, hingga keamanan. Lebih lanjut Achmad Roestandi & Zul Afdi Ardian (2007:176) menjelaskan bahwa dalam kerjasama bilateral terdapat suatu perjanjian yang diantara kedua negara yang melakukan kerjasama tersebut yang dibuat untuk kepentingan dua negara tersebut sehingga menutup suatu kemungkinan negara lain untuk turut bergabung dalam kerjasama yang sudah ditetapkan oleh kedua negara tersebut.

2. Kerjasama Multilateral

(5)

D. Teori Hubungan Asimetris

(6)

BAB III PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Perkembangan Nuklir di Dunia

Sejarah perkembangan senjata nuklir di dunia mulai terlihat pasca Perang Dingin yang didominasi oleh persaingan dua negara besar yaitu AS dan Uni Soviet. Pasca terjadinya Perang Dingin kedua negara tersebut senjata nuklir mulai dikembangkan oleh negara-negara yang ada di dunia dan tidak hanya terbatas pada negara maju tetapi juga negara-negara berkembang bahkan fakta yang sangat tampak jelas adalah keterlibatan organisasi-organisasi bukan pemerintah seperti gerakan terorisme dinilai memiliki andil dalam perkembangan senjata nuklir yang berujung pada perdagangan gelap senjata nuklir. Para pembuat (produsen) dan pemilik sekaligus pemakai tidak memperhatikan secara benar akan dampak yang ditimbulkannya khususnya bahaya radiasi yang ditimbulkan bagi lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia mengenai bahaya suatu nuklir apabila digunakan. Pengembangan dan kepemilikan senjata nuklir seolah menjadi bias dari bahaya radiasi yang ditimbulkannya dan bias dari tidak adaya aturan baku yang mengatur mengenai persenjataan nuklir yang ada di dunia saat ini. Oleh karena hal itu senjata nuklir menjadi suatu isu yang sangat komplek dengan erat kaitannya dengan stabilitas kawasan. Beberapa negara dan kaum realis akan menganggap bahwa proliferasi nuklir akan membawa dampak pada instabilitas dan memicu konflik antarnegara tetapi pandangan akan menjadi berbeda dengan pandangan negara-negara pengembang senjata nuklir bahwa proliferasi nuklir justru akan membawa dampak pada meningkatnya stabilitas kawasan (Budi Winarno, 2014:272)

(7)

terbatas pada negara-negara yang menandatangani saja. Begitu juga dengan isu-isu senjata nuklir yang dinilai berbanding lurus dengan ancaman militer yang dimanfaatkan oleh kelompok separatis atau teroris. Kelompok separatis atau teroris memanfaatkan kepemilikan link dengan negara atau kelompok para pembuat senjata nuklir dengan melakukan perdagangan pasar gelap agar dapat melakukan penyeledupan lalu menjualnya kepada pihak-pihak lain secara ilegal dan mendapatkan keuntungan uang dalam jumlah yang besar bagi kelompok separatis atau teroris yang memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut. Cara berpikir kelompok separatis tersebut sama halnya dengan konsep deterrence, dimana negara A menjadi ancaman bagi negara B yang merupakan negara tetangga A sehingga dinilai penting bagi negara B untuk melakukan pengembangan teknologi yang sama bahkan cara-cara ilegal juga sering dilakukan. Pergeseran makna kepemilikan senjata nuklir yang pada awalnya digunakan sebagai senjata untuk perang beralih menjadi sebuah keuntungan politik dan dan prestise yang dinilai sebagai suatu bentuk persenjataan maupun perlindungan yang sangat modern sehingga senantiasa membawa efek pada suatu negara yang memilikinya pada suatu momentum perundingan dalam permasalahan internasional. Beberapa pendapat dalam isu senjata nuklir ini adalah dimana keberadaan proliferasi nuklir tersebut justru akan membawa dampak pada terciptanya stabilitas kawasan, di satu sisi juga penggunaan proliferasi nuklir yang sempat dilakukan oleh India dan pakistan telah dipertimbangkan faktor kehati-hatian yang baru dalam pengambilan keputusan maupun menciptakan stabilitas strategik diantara kedua negara tersebut. Di sisi lain juga proliferasi nuklir justru akan memunculkan sebuah situasi security dilemma di tengah masyarakat dunia. Carl Sagan dalam Budi Winarno (2014:273) juga menekankan bahwa yang terpenting adalah mendorong pengaturan-pengaturan alternatif terkait tuntutan mendapatkan senjata nuklir dan memperkuat adanya perjanjian non-proliferasi nuklir (NPT) secara global (Budi Winarno, 2014:273).

B. Hubungan Bilateral Korea Utara dengan Tiongkok 1. Dukungan Diplomatis Tiongkok Terhadap Korea Utara

(8)

geografis keduanya yang berada di kawasan Asia Timur dan kedua negara tersebut berbatasan langsung. Sedangkan pada aspek kesamaan ideologi yang dimiliki yaitu ideologi komunis membawa Tiongkok terlibat pada Perang Korea Utara di tahun 1950. Berdasarkan sejarah singkat keterlibatan Tiongkok dalam Perang Korea tersebut menjadi awal hubungan keduanya atau yang sering disebut dengan “Blood Alliance” (Beina dan Bajoria, 2006 dalam council on Foreign Relations).

Tidak hanya terbatas pada pada kedekatan geografis dan kesamaan ideologi komunis diantara keduanya tetapi juga didukung oleh suatu perjanjian di tahun 1961 yang dinamakan Treaty of Friendship, Coorperation and Mutual Assistance. Isi dari perjanjian tersebut adalah mengatur tentang bantuan yang saling menguntungkan baik antara Korea Utara dengan Tiongkok dan mewajibkan untuk saling berkonsultasi terkait isu internasional yang berpengaruh terhadap keduanya. Perjanjian berlaku jika adanya kesepakatan perubahan ataupun penghentian dari kedua belah pihak. Perjanjian tersebut tidak menjadi satu-satunya faktor kuat dalam persekutannya melainkan juga ada faktor lain seperti pasca runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991 yang menyebabkan Korea Utara bergantung kepada Tiongkok dengan tujuan untuk mengembalikan perekonomiannya. Fokus ketergantungannya terletak pada sektor penting seperti energi, pangan, dan pembangunan. Persoalan Korea Utara tersebut bukan sesuatu yang sulit bagi Tiongkok karena pasca kebijakan open door policy oleh Deng Xiaoping membawa dampak pada peningkatan ekonomi Tiongkok yang sangat signifikan (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:50).

Bentuk dukungan yang diberikan oleh Tiongkok kepada Korea Utara tidak hanya dalam bidang ekonomi saja tetapi juga dalam dukungan diplomatis. Tiongkok dianggap sebagai sebuah negara penting bagi Korea Utara menggingat Tiongkok adalah salah satu anggota dewan keamanan PBB. Tingkat pentingnya Tiongkok terhadap Korea Utara terlihat pasca pengunduran diri Korea utara pada keanggotaan Non-Proliferation Treaty sehingga untuk melancarkan proliferasi nuklirnya Korea Utara menjalin dan membutuhkan dukungan diplomatis dari Tiongkok. Korea Utara sendiri sudah pernah tercatat melakukan uji coba nuklirnya di tahun 2006, 2009, 2013, dan 2017 (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:51).

(9)

senjata. Tetapi hal tersebut justru mendapatkan penolakan dari Tiongkok dan tetap memberikan dukungan kepada Korea utara berupa dukungan diplomatis. Bentuk dukungan diplomatis yang dilakukan Tiongkok terhadap Korea Utara adalah dengan tidak menerapkan sanksi sepenuhnya yang diberikan oleh PBB kepada Korea Utara. Hal tersebut terlihat jelas pada sanksi PBB terhadap Korea Utara mengenai uji coba nuklirnya yang tertuang dalam Resolusi 1718 tahun 2006, Resolusi 1874 tahun 2009, dan Resolusi 2094 tahun 2013. Berdasarkan laporan dari Global Trade Atlas tahun 2006, 2007, 2009, 2009, dan 2010 terlihat jelas bahwa Tiongkok memberikan dukungan diplomatis berupa tetap melakukan ekspor kendaraan ke Korea Utara pada tahun 2007 sehingga hal tersebut bertentangan dengan Resolusi 1718 tahun 2006 mengenai larangan eskpor-impor kendaraan yang dapat mendorong terjadinya provokasi seperti pesawat tempur, kapal perang, maupun kendaraan lapis baja. Dukungan diplomatis Tiongkok ke Korea utara juga terlihat jelas pada kegiatan ekspor senjata Tiongkok ke Korea Utara yang bertentangan dengan Resolusi 1874 tahun 2009 mengenai embargo semua jenis senjata kecil ke Korea Utara. Seperti yang telah dilansir oleh Arms Control Association tahun 2013 mengatakan bahwa Tiongkok melalui perwakilan diplomatiknya menekankan kepada PBB agar menggunakan cara-cara lain diluar sanksi yang mempunyai sifat memaksa dan Tiongkok juga menekankan agar Resolusi PBB tidak memberikan dampak negatif terkait pembangunan ekonomi di Korea utara (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:51).

(10)

akan kehilangan pangkalan militer di kawasan Asia Timur (XU & Bajoria, 2014 dalam Yesaya Anggia, 2016:50).

2. Perubahan Kebijakan Luar Negeri Tiongkok Terhadap Korea Utara

Seiring perkembangan waktu hubungan bilateral yang asimetris antara Korea Utara dengan Tiongkok mulai mengalami kemunduran. Hal tersebut terlihat pada dukungan diplomatis yang diberikan oleh Tiongkok terhadap Korea Utara yang pada awal mulanya mendukung penuh Korea utara terhadap Resolusi 1718 tahun 2006 mengenai larangan ekspor-impor kendaraan yang dapat mendorong terjadinya provokasi dan Resolusi 1874 tahun 2009 mengenai embargo semua jenis senjata kecil ke Korea Utara yang dijatuhi sanksi oleh PBB menjadi berubah tidak memberikan dukungan diplomatis kepada Korea Utara di Resolusi 2094 tahun 2013. Perubahan kebijakan luar negeri Tiongkok di peluncuran uji coba nuklir ketiga di tahun 2013 yang dilakukan oleh Korea Utara adalah dengan memberikan dukungan sepenuhnya terhadap sanksi PBB berupa Resolusi 2094 tahun 2013 kepada Korea Utara. Bentuk dukungan Tiongkok terhadap sanksi PBB di Resolusi 2094 tahun 2013 adalah dengan memanggil duta besar Korea Utara dan meyerukan pembicaraan mengenai denuklirisasi, menerapkan sanksi Resolusi 2094 dengan tidak mengekspor barang mewah seperti emas dan permata, dan Tiongkok hanya melakukan ekspor berupa perak, perhiasan imitasi dan lukisan dengan nilai tidak lebih dari US$ 322 ribu dan melakukan embargo minyak mentah terhadap Korea Utara (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:51).

3. Pengaruh Perubahan Kebijakan Luar Negeri Tiongkok Terhadap Korea Utara di Dunia Internasional

(11)

Terminal High-Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan. Tujuan dari berdirinya THAAD tersebut adalah untuk melindungi Korea Selatan dan militer Amerika Serikat di Korea Selatan dari ancaman rudal Korea Utara. Selain bekerjasama dengan Korea Selatan, Amerika juga melakukan kerjasama dengan Jepang berupa perjanjian yang berisi bahwa Amerika akan mengerahkan pesawat-pesawat pengintai jarak jauh tanpa awak agar dapat memantau kegiatan maritim di pasifik, Amerika Serikat akan menempatkan sistem radar X-band di pangkalan udara Kyogamisaki di pantai barat Jepang, dan Amerika Serikat akan merelokasi 5000 tentara dari Okinawa ke daerah-daerah lain di Pasifik. Adanya seruan-seruan Amerika Serikat tersebut membuat Security dillemma bagi Tiongkok (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:52).

4. Pengaruh Perubahan Kebijakan Luar Negeri Tiongkok Terhadap Korea Utara Pada Sektor Domestik

Perubahan kebijakan luar negeri Tiongkok terkait erat pada keamanan nasional dan keberlangsungan hidup sektor domestik. Begitulah keadaan yang dialami oleh Tiongkok yang mendapat seruan dari negara-negara yang berpengaruh di dunia yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Faktor keamanan nasional dan keberlangsungan hidup merupakan sebuah kebutuhan utama suatu negara maka dari itu Tiongkok melakukan perubahan kebijakan luar negerinya terhadap Korea utara demi tetap terciptanya keamanan nasional dan keberlangsungan hidup khususnya pada sektor domestik Tiongkok. Perubahan kebijakan luar negeri Tiongkok terhadap Korea Utara membawa pengaruh pada keadaan domestik Tiongkok yang didasarkan pada persepsi pemimpin, kekuatan negara, dan kondisi masyarakat (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:52).

(12)

memiliki makna bahwa menjalin hubungan baik dengan negara tetangga baik kepada Jepang maupun Korea Selatan (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:52).

Perubahan keadaan domestik Tiongkok dalam konteks kekuataan ekonomi Tiongkok mengatakan bahwa menurut World Economic Forum tahun 2015 tercatat Tiongkok menduduki peringkat kedua ekonomi terbesar di dunia. Oleh karena itu kekuatan utama Tiongkok dalam melakukan diplomasinya adalah pada sektor ekonominya. Apabila Tiongkok kehilangan partner dagang besar maka kekuatan ekonomi Tiongkok sebagai basis diplomasinya tersebut juga akan mendapatkan ancaman bagi keadaan ekonominya. Sementara partner dagang terbesar Tiongkok terbesar adalah Amerika Serikat, Jepang, dan korea. Dan ketiga partner dagang terbesar Tiongkok tersebut merupakan yang paling aktif menyerukan pemberhentian proliferasi nuklir yang dilakukan Korea utara (Nur Afiyah Isnaeni, 2017:53).

(13)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Hubungan bilateral yang dibangun oleh Korea utara dan Tiongkok mempunyai tingkat yang sangat kuat dan bersifat asimetris karena dilatarbelakangi oleh kedekatan geografis maupun kesamaan ideologi yaitu komunis. Keterlibatan Tiongkok terhadap Korea Utara dalam perjanjian-perjanjian diantara keduanya seperti Treaty of Friendship maupun keterlibatan Tiongkok terhadap Perang Korea Utara 1950 juga menjadi dasar hubungan bilateralnya semakin kuat. Bahkan ketergantungan Korea Utara di bidang pangan, energi, dan pembangunan pada Tiongkok pasca runtuhnya Uni Soviet dinilai agar dapat memperbaiki perekonomiannya di kala itu. Sifat asimetris dalam hubungan bilateral antara keduanya muncul karena pada dasarnya Tiongkok sebenarnya tidak mendapatkan keuntungan apapun dari Korea Utara. Dapat dianalogikan Tiongkok merupakan negara yang kuat dan Korea Utara merupakan negara yang lemah sehingga membutuhkan bantuan dari negara yang kuat seperti Tiongkok. Pertimbangan hubungan tersebut tetap dilakukan oleh Tiongkok dan mengabaikan sanksi PBB terhadap Korea Utara agar tidak melakukan ekspor-impor maupun embargo senjata kecil karena dilatarbelakangi untuk menghindari jatuhnya Korea Utara yang diramalkan akan menerima gelombang migrasi Korea Utara ke Tiongkok bahkan kekhawatiran kehilangan investasi dan perusahaan bila Korea Utara dan Selatan bersatu karena perusahaan-perusahaan besar Tiongkok berada di Korea Utara.

(14)

B. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Skala Massal (3000 L) Ch Chlorella ChBO Chlorella+Bahan Organik BF Bioflok BFBO Bioflok+Bahan Organik Semi terbuka 5 hari pemeliharaan RANCANGAN PENELITIAN.  Bahan

Kriteria pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik t adalah jika nilai signifikansi t < 0,05 maka hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwa suatu

Ditinjau dari faktor sosial terlihat bahwa keinginan untuk memanfaatkan waktu luang (48,80 %) dan menambah pengalaman (34,52 %) adalah faktor yang memotivasi

layanan jasa akan komparatif dengan unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya jasa yang sesuai dengan bentuk layanan yang dapat memberikan kepuasan

Kegiatan pelatihan ini terdiri dari dua sesi, yakni Sesi I fokus pada keterampilan komunikasi entrepreneur (baik secara langsung maupun by media) dan sesi II adalah

Karena apabila investor melakukan penanaman modal asing di suatu negara maka tingkat suku bunga domestik di negara tersebut akan menambah biaya dan mengurangi keuntungan yang

Blok ”Radar Kalman Filter” di dalam model Simulink ini sedikit berbeda dengan model Simulink yang pertama, karena pada model sistem Multi Radar Tracking ini, blok ”Radar