• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioetanol alternatif bahan bakar ramah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bioetanol alternatif bahan bakar ramah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Transformasi si Bojag (Bonggol Jagung) menjadi Bioetanol sebagai Alternatif Bahan Bakar Tebarukan yang Lebih Ramah Lingkungan

(Artikel Review) Oleh:

Mariati Batma A.S

4113210016, KIMIA-Universitas Negeri Medan Abstraks

Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, limbah jagung berupa bonggol jagung berpotensi sangat baik sebagai sumber bioenergi terbarukan yang bernilai ekonomis tinggi dan mampu mengatasi permasalah krisis bahan bakar fosil saat ini. Telah dilakukan kajian teori dan penelitian mengenai potensi transformasi terhadap bonggol jagung. Diperoleh bahwa bonggol jagung dapat ditransformasi menjadi bioenergi berupa bioetanol. Bioetanol menjadi alternatif bahan bakar yang menjajikan karena dibuat dari sumber daya yang dapat diperbaharui dan lebih ramah lingkungan.Proses pembuatan bioetanol dari si bojag diawali dengan proses delignifikasi yaitu menghilangkan penggangu berupa senyawa lignin, kemudian proses hidrolisis atau dengan sakarifikasi untuk mendapatkan senyawa gula yang nantinya akan difermentasi dengan khamir sacharomyces cereviciae menjadi bioetanol. Untuk memproduksi bioetanol di Indonesia dalam jumlah banyak sebaiknya perlu mengkaji dan memperhatikan kembali pemilihan teknik metode pemprosesannya agar mendapatkan bioetanol yang ekonomis dari segi waktu, biaya produksi serta nilai jualnya. Dengan metode dan cara yang tepat Bioetanol dari Bojag akan menjadi primadona alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan bagi Indonesia.

Keyword : Bioenergi,Bonggol Jagung,Bioetanol, Proses Bioetanol

Pendahuluan

Saat ini kontribusi dan aplikasi bioteknologi telah dapat diterapkan pada produksi bioenergi seperti produksi biomassa (Ruane et al.,2010). Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi, limbah, dan residu dari pertanian (berasal dari nabati dan hewani), industri kehutanan dan terkait, dan sebagian kecil biodegradasi dari limbah industri dan kota (FAO). Bioenergi berperan penting pada pencapaian target dalam menggantikan petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi dengan bahan bakar alternatif dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang.(Hadiyanto.2013)

(2)

untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini jika Indonesia mampu mengoptimalkan keseimbangan pengolahannya.

Terdengar kabar bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami penipisan sumber daya alam tak terbaharukan terutama pada bahan bakar fosil. Hal ini dipicu akibat meningkatnya pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan wilayah dari tahun ke tahun yang otomatis ikut menaikkan ekploitasi kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar secara nasional. Karena kelemahan dari minyak bumi atau bahan bakar fosil adalah sifatnya yang tidak mudah diperbaharui, sehingga untuk mengatasinya perlu adanya bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yang tebarukan dan lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah bioetanol. (Simamora,2008 dalam Fitriani dkk, 2013)

Bioetanol dapat dikonversi dari sumber daya alam terbarukan yang mengandung bahan lignoselulosa. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi (gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa), seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu).

Jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di negara Indonesia. Kinerja produksi jagung Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) produktivitas jagung ditahun 2011 mencapai 17,92 juta ton sedangkan di tahun 2013 meningkat menjadi 18,51 juta ton (http://www.bps.go.id/-download_file/IP_Februari_2014.pdf) . Buah jagung terdiri dari 30% limbah yang berupa bonggol jagung (Irawadi, 1990 dalam Subekti, 2006). Jadi jika dikonversikan dengan jumlah produksi jagung pada tahun 2013, maka negara Indonesia berpotensi menghasilkan bonggol jagung sebanyak ± 5,553 juta ton. Jumlah limbah tersebut dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat di biotransformasi menjadi sesuatu yang bermanfaat secara tepat.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan dalam transformasi si Bojag (Bonggol Jagung) menjadi bioenergi terutama sebagai bioetanol dengan berbagai metode penelitian. Untuk itu diperlukan kajian kembali berbagai penelitian tersebut agar diperoleh cara dan metode yang tepat dan pas dalam produksi pembuatan bioetanol dari si Bojag (Bonggol Jagung) yang berkualitas dan bernilai ekonomis tinggi sebagai alternatif bahan bakar yang menjajikan.

Bonggol Jagung

(3)

jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu.Bonggol jagung muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran. Bonggol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural, sejenis monosakarida dengan lima atom karbon.

Bonggol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Shofiyanto, 2008).

Karakteristik kimia dan fisika dari bonggol jagung sangat cocok untuk pembuatan tenaga alternative, kadar senyawa kompleks lignin dalam bonggol jagung adalah 6,7-13,9%, untuk hemiselulose 39,8% , dan selulose 32,3-45,6%(Astuti,Puji dkk.2013).Sedangkan beberapa jurnal menyebutkan kadar senyawa kompleks lignin pada bonggol jagung 15%, selulosa 45%, dan Hemiselulosa 35% (Indriyani,Dewi dkk.2013). Walaupun ada perbedaan mengenai kadar kandungan senyawa kimia bonggol jagung yan pasti komposisi kimia tersebut membuat bonggol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi. Dimana Koopmans dan Koppejan (dalam jurnal Widodo, Teguh dk) menyebutkan bahwa Potensi energi bonggol jagung adalah 55,75 GJ.

Kajian Transformasi Limbah Bojag (Bonggol Jagung) Sebagai Bioetanol

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa si Bojag memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang merupakan 3 komponen yang dimiliki bahan lignoselulosa. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa bahan lignoselulosa ini dapat dikonversi menjadi etanol yang dapat digunakan untuk mensubtitusikan bahan bakar minyak/bensin. Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa (Lignoselulosa), maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol.

Salah satu alasan mengapa potensi si Bojag yang dapat di transform sebagai Bioetanol perlu dikembangkan sebagai bahan alternatif di Indonesia adalah karena study literatur menyebutkan bahwa Bioetanol ternyata memiliki kelebihan dibandingkan BBM. Diantaranya bioetanol ternyata memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi yaitu 35% dibanding BBM yang hanya 18,66% sehingga terbakar lebih sempurna, angka oktannya juga tinggi(118) sedang BBM (88), dan mengandung emisi gas CO yang lebih rendah 0,89% sedang BBM 2,5 % sehingga jauh lebih ramah lingkungan. (Bustaman,2008 dalam Fitriani dkk.2013)

(4)

disebabkan karena selulosa biasanya berikatan dengan hemiselulosa dan lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple.1993 dalam Fitriani dkk.2013). Lignin merupakan jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi sangat kuat. Kekuatan lignin merupakan salah satu penghalang pada proses hidrolisis senyawa selulosa nantinya. Untuk itu perlu diberikan perlakuan pendahuluan terhadap si bojag yang akan dihidrolisis dengan delignifikasi menggunakan basa. Delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH,NaOCl atau NH4OH karena larutan ini dapat merusak struktur lignin sehingga membebaskan

selulosa tanpa merusak karbohidrat.(Enari,1983;Masden dan Grey,1986; Gunam dan Antara,1999 dalam Fitriani,2013)

Mitra Oktavia dkk(2013) di bulan Maret 2013 telah melakukan penelitian pembuatan bioetanol terhadap si bojag dengan mengkombain antara campuran NaOH dan NH4OH yang

berdasarkan literatur bahwa penggunaan larutan NaOH saja akan memerlukan waktu yang lama dalam pemutusan lignin. Penelitian tersebut memperoleh waktu optimum dalam pelepasan lignin dengan konsentrasi NaOH 2 % dan NH4OH 8% selama 3 hari (72 jam), termasuk waktu yang lama

dan tidak sesuai dengan harapan. Namun pada bulan Desember 2013 Fitriani dkk melakukan penelitian yang sama dengan pelarut yang berbeda yaitu hanya menggunakan NaOH 10% 100mL diperoleh bahwa waktu optimum hasil proses delignifikasi terbaik adalah pada waktu perendaman 1 hari lebih 4 jam (28jam) dan mengalami penurunan setelahnya. Berdasarkan penelitian tersebut ternyata penggunaan NaOH 10% mendapatkan waktu optimun yang lebih baik dalam proses pelepasan lignin dibandingkan menggunakan campuran NaOH 2% dan NH4OH 8% sebagai pelarut

dalam proses delignifikasi.

(5)

memperoleh bioetanol < 3 hari. Hal ini disebabkan karena kelemahan pada metode sakarifikasi adalah suhu optimum untuk selulase dan mikroorganisme berbeda sehingga perlu sangat diperhatikan dan dijaga dalam prosesnya. Dari penelitian tersebut menunjukkan metode hidrolisis jauh lebih baik digunakan dari pada sakarifikasi mengingat harga enzim yang cocok digunakan untuk proses sakarifikasi sangat mahal harganya.Namun tetap perlu dilakukan penelitian lanjut metode mana yang paling tepat dan efisien waktu dan biaya dalam membuat produksi gula dari si bojag kedepannya.

Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode hidrolisa asam adalah konsentrasi asam yang digunakan. Taherzadeh dan Kartini (2007) menyatakan bahwa glukosa dari bahan lignoselulosa dapat menggunakan asam sulfat(H2SO4). Penggunaan asam sulfat pekat (H2SO4(p))

dapat menghasilkan gula yang cukup tinggi, akan tetapi dapat memberikan efek negatif pada peralatan yang digunakan. Penggunaan asam kuat pada konsentrasi tinggi dan waktu lama pada proses hidrolisis membutuhkan biaya tinggi dan berbahaya terhadap kerusakan alat sehingga diusahakan pemakaian asam encer dengan pemanasan pada suhu sekitar 100-120oC

(Gultom,dkk.2002 dalam Fitriani,dkk.2013) Berdasarkan literatur tersebut juga telah dilakukan penelitian terkait konsentrasi asam yang baik untuk hidrolisis si bojag. Pada penelitian Dewi Indriani dkk Desember 2013 digunakan asam H2SO4 50% dan diperoleh hasil produksi gula yang

cepat dengan kadar 43,75% namun saat masuk proses fermentasi hasi yang diperoleh tidak maksimal akibat kelebihan asam sulfat dengan konsentrasi yang pekat telah merusak dan menghambat aktivitas sel ragi amobil yang digunakan dan penelitian itu menyarankan untuk menggunakan asam encer untuk peneliti selanjutnya. Di bulan yang sama ternyata peneliti lain seakan melanjutkan saran peneliti sebelumnya dan menggunakan H2SO4 encer 10% untuk

menghidrolisis serbuk bojag. Hasil penelitian itu ternyata memiliki efek yang lebih baik untuk proses selanjutnya dimana dihasilkan kadar glukosa 40%, lebih sedikit 3,75% dari penelitian sebelumnya. Walaupun proses hidrolisisnya terbilang sedikit lama dan hasilnya lebih sedikit dibandingkan penggunaan asam pekat setidaknya asam encer lebih aman penggunaanya dan terbukti lebih baik dalam proses produksi bioetanolnya.

(6)

memiliki daya konversi menjadi etanol sangat tinggi, metabolismenya sudah diketahui, metabolit utama berupa etanol, karbondioksida, dan air serta sedikit menghasilkan metabolit lainnya.. Namun keuntungan fermentasi menggunakan metode imobilisasi ini adalah sangat efisien sebab produk (bioetanol) dapat mudah dipisahkan dari sel amobil. Selain itu, sel amobilnya dapat digunakan kembali untuk produksi bioetanol selanjutnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Menurut Youseff (dalam Elevri dan Putra,2006) sel saccharomyces cereviceae yang telah diamobil mampu digunakan untuk penggunaan ulang selama 5 kali pemakaian, setelah 5 kali fermentasi terjadi penurunan produksi etanol sebesar 20,05%. Akan tetapi Dewi Indryani (2013) memperoleh hasil sel amobilnya hanya mampu dipakai berulang sebanyak 3 kali pemakaian dengan penurunan aktivitas perolehan etanol yang diduga aktivitas sel menurun akibat penggunaan H2SO4 dengan

konsentrasi yang terlalu tinggi saat hidrolisis.

Berikut proses reaksi fermentasi yang terjadi dalam pembentukan Bioetanol :

Diawali dengan bahan Glukosa yang kemudian dilisis dalam glikolisis dalam glikolisis di sitoplasma. Hasil pemecahan 2 piruvat, 2 NADH, dan 2ATP. Proses berpindah ke mitokondria jika ditempat itu banyak oksigen, namun karena Sacharomyces cereviseae ini tidak perlu oksigen dalam respirasinya maka asam piruvat akan diubah menjadi asetaldehid yang kemudian dijadikan Etanol. Asam piruvat diubah menjadi asetaldehid sehingga dilepaskan CO2. Asetaldehid segera mengikat

ion H+ dari penguraian NADH menjadi NAD maka sebagai akseptor ion H+ dalam proses

fermentasi etanol ini adalah asetaldehid. Pengikatan ion H+ oleh asetaldehid akan membentuk

senyawa etanol jadi produk fermentasi ini adalah 2 etanol, 2CO2, dan 2 ATP(Astuti,Puji dkk.2013).

(7)

Tahap terakhir dari proses ini bisa diikuti dengan pemurnian. Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol 78°C. sedangkan titik didih air 100oC. Destilasi adalah memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap suatu

campuran cair dengan cara menguapkannya (separating agent-nya panas), yang diikuti dengan kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian campuran yang tidak menguap disebut residu (Astuti,Puji dkk.2013)

(8)

Kesimpulan

- Bonggol jagung merupakan limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan tidak memiliki nilai jual lebih memiliki karakteristik sifat kimia yang menganadung bahan lignoselulosa yang berpotensi sebagai bioenergi terbarukan berupa bioetanol yang dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar. Bioetanol dari Bojag ini bersifat ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil dengan nilai energi sebesar 122 MJ/kg,

- Proses pembuatannya dimulai dari delignifikasi (pelepasan lignin), proses hidrolisis/ sakarifikasi, dan proses fermentasi.Pada delignifikasi disarankan menggunakan pelarut NaOH tanpa pencampuran.Proses hidrolisis jauh lebih baik dibanding sakarifikasi. Dan pada hidrolisis sebaiknya digunakan asam encer dalam prosesnya,

- Untuk memproduksi bioetanol bojag (bonggol jagung) di Indonesia dalam jumlah banyak sebaiknya perlu mengkaji dan memperhatikan kembali pemilihan teknik metode pemprosesan yang tepat agar mendapatkan bioetanol yang ekonomis dari segi waktu, biaya produksi serta nilai jualnya. 2006: 105-114.Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA ITS.

Fitriani,dkk.2013.Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses Delignifikasi.Online Jurnal Of Natural Science: Vol 2 (3) :66-74

Hermiati,dkk. 2010.Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol. Bogor,Bandung : UPT BPP Biomaterial – LIPI, Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI

Hadiyanto,dkk.2013. Proses Produksi Bioenergi Berbasiskan Bioteknologi. Online Jurnal.

Indriany,dkk.2013. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung (Zea Mays) untuk Produksi Bioetanol

Menggunakan Sel Ragi Amobil Secara Berulang. Online Jurnal Of Natural Science: Vol 2

(3) :54-65

Oktavia,Mitra dkk.2013. Produksi Bioetanol dari Tongkol Jagung dengan Metode Simultan Sakarifikasi dan Fermentasi.Padang : Jurnal Kimia Unand Vol 2 No(1)

(9)

Subekti, H.2006.Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol Jagung oleh Saccharomyces cerevisiae. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian ITB

Shofiyanto, M. Edy. 2008. Hidrolisa Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulolitik Untuk Produksi Bioetanol Dalam Kultur Campuran. Fakultas Teknologi. Bogor : Pertanian IPB.

Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K. 2007.Acid-Based Hydrolysis Processes For Ethanol From Lignosellulosic Materials:A Review, BioResource. 2, 707-738.

Widodo,dkk.2010.Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya.Tanggerang: Badan litbang Pertanian,Departemen Pertanian

Referensi

Dokumen terkait

Richard, bigger than the lone man and already running while he carried Samantha under his right arm, used his hand on the back of the man’s head to steer him onward,

Berdasarkan penelitian yang te- lah dilakukan, maka dapat disimpul- kan hal-hal sebagai berikut : 1). Ada hubungan antara sikap penderita dengan upaya pengendalian hipertensi

语言是最 要的交际工 。没 语言世界上的人 人,国 家 国家之间就 可能会交流。掌握一种语言 但能更了解 的 国家的文化和 俗而且 能

Pada penelitian ini dilakukan uji sari buah belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi L) sebagai efek larvasida terhadap larva Aedes sp dengan berbagai konsentrasi

Sumber yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya yang benar-benar dirujuk di dalam naskah.. Semua sumber yang dirujuk di

Merupakan karya asli saya (kecuali cuplikan dan ringkasan yang masing-masing telah saya jelaskan sumbernya dan perangkat pendukung, dll). Apabila di kemudian hari, karya

Semua masukan menghasilkan stemming yang sesuai sehingga semua masukan dikenali dengan benar sesuai pola word graph kata kerja dengan variabel pola-teri. Hasil

Contoh misal saat kita membuat sebuah parameter yang sama dengan nama atribut yang ada dalam sebuah kelas, maka jika kita menggunakanparameter tersebut untuk