• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM AGRARIA HAK ATAS KESEJAHTERAAN DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM AGRARIA HAK ATAS KESEJAHTERAAN DAL"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1 of 13

HUKUM AGRARIA

HAK ATAS KESEJAHTERAAN DALAM

MASALAH HUKUM AGRARIA

ZURAHMAH (15B02122)

PENDIDIKAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(2)

Page 2 of 13 PENDAHULUAN

Agraria masih menjadi permasalahan klasik yang sangat serius hingga kini. Tumpang tindihnya aturan agraria adalah salah satu pemicu maraknya konflik horizontal dan vertikal di segala penjuru nusantara.

Pemerintah pun seolah dijepit oleh dua pihak yang berseteru, yaitu rakyat dan pemilik modal.1

Dalam prakteknya, terdapat tiga persoalan pokok untuk melakukan reforma agraria ini.

Pertama adalah ketimpangan penguasaan tanah negara. Ketimpangan ini terjadi karena proses historis di masa lalu, di mana pelaku kekuatan ekonomi raksasa mendapatkan hak pengelolaan lahan dalam skala besar, sementara rakyat di kelas bawah makin kehilangan lahan mereka. Indikator yang paling nyata bagaimana ketimpangan ini terjadi adalah penguasaan hutan konsesi seluas 35,8 juta hektar oleh hanya 531 perusahaan pemegang konsesi hutan. Sebaliknya, terdapat lebih kurang 31.951 desa berada dalam status ketidakjelasan karena berada di kawasan hutan. Indikator yang lain adalah lebih dari separuh jumlah petani, yakni sebesar 56%, memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar.

Persoalan kedua adalah timbulnya konflik-konflik agraria, yang dipicu oleh tumpang tindihnya kebijakan distribusi lahan pada masa lalu, di mana lahan-lahan negara yang diberi izin untuk dikelola, ternyata tidak seluruhnya merupakan lahan negara yang bebas kepemilikan. Sepanjang periode 2004-2015, tak kurang dari 1.772 konflik agraria terjadi akibat ketidakjelasan status tanah dan tumpang tindihnya peraturan di lapangan. Konflik ini setidak-tidaknya melibatkan sekitar 1,1 juta rakyat, dan luasan yang menjadi pokok konflik mencapai kurang lebih 6,9 juta hektar.

Soal yang ketiga, timbulnya krisis sosial dan ekologi di pedesaan. Krisis ini diindikasikan dengan makin terdegradasinya kualitas lahan pertanian di pedesaan, makin menyempitnya lahan untuk pertanian yang dimiliki oleh para petani, dan makin berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor produksi pertanian, dan lebih banyak bertumpu pada pekerjaan di sektor jasa. Sebanyak 15,5 juta penerima beras untuk

rakyat prasejahtera yang tinggal di pedesaan adalah salah satu indikator timbulnya krisis sosial di pedesaan. Sedangkan krisis ekologi di pedesaan salah satunya ditandai oleh keberadaan desa dengan status rawan air di 15.775 desa dan kekeringan di 1.235 desa.

Untuk menghindari terulangnya proses ketimpangan struktural dalam redistribusi lahan, salah satu kuncinya adalah menghidupkan dan menggerakkan kembali sistem-sistem produksi pertanian di pedesaan berbasis pada sistem pengelolaan model koperasi. Apabila tahap demi tahap proses reforma agraria ini dikerjakan dan dikontrol, maka redistribusi lahan sebagai substansi terpenting dari reformasi agraria, akan dapat menjadi instrumen untuk meredistribusi kesejahteraan di masyarakat.2

1http://indonesianreview.com/ardi-nuswantoro/masalah-agraria-mengancam

(3)

Page 3 of 13 TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hak atas Kesejahteraan Masalah Hukum Agraria

Hak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak diberi arti 1. Benar 2. Milik 3. Kewenangan 4. Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan undang-undang, aturan, dsb) 5. Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu 6. Derajat atau martabat 7. Huk

wewenang menurut hukum.3

Kesejahteraan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sejahtera diberi arti aman sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan); Sedangkan Kesejahteraan diberi arti hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman;4

Masalah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Masalah diberi arti sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan); soal; persoalan.5

Hukum Agraria

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria; hukum yang mengatur tentang pemanfaatan bumi, air dan ruang angkasa;6

Jadi, Hak atas Kesejahteraan dalam Masalah Hukum Agraria dapat disimpulkan kekuasaan

untuk menuntut keadaan yang aman sentosa dan makmur yang terlepas dari berbagai persoalan

yang bertentangan dengan hukum yang mengatur tentang pemanfaatan bumi, air dan ruang

angkasa.

Kesejahteraan Sosial menurut Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.7

3 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , Jakarta: Balai Pustaka, hal. 381-382. 4 Op. Cit., hal. 1011.

5Op. Cit., hal. 719. 6Op. Cit., hal. 410.

(4)

Page 4 of 13

1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. 2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum. 3) Hak milik mempunyai fungsi sosial.

Pasal 37

1) Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Apabila suatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain.

Pasal 38

1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.

2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.

3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.

4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

Pasal 39

Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

(5)

Page 5 of 13 Pasal 41

1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.

2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

Pasal 42

Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.8

(6)

Page 6 of 13 ANALISA PEMBAHASAN

A. Kasus Agraria

Warga Majalengka yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Sukamulya masih gigih

dalam penolakan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat. Saat ini perjuangan mereka sudah sampai tahap Audiensi dengan pihak BPN dengan didampingi oleh KPA. Kondisi teraktual saat ini

sudah ada landasan-landasan pacu pesawat terbang yang akan mengambil 11 desa di wilayah Majalengka tersebut. Sehingga mungkin upaya-upaya damai untuk menghentikan pembangunan BIJB yang sudah mengambil lahan dari warga ini dapat dikatakan terlambat.

Kasus ini pertama kali mencuat pada tahun 2004, ketika secara sepihak 11 kepala desa

menandatangani surat pernyataan yang menyatakan “Kami dan seluruh warga masyarakat Desa kami sepenuhnya mendukung atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat Seluas ±5000

Ha, Jumlah KK: 1305 KK, yang terletak di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka”. Surat

tersebut ditandatangani pada 14 Oktober 2004. Padahal hingga saat ini, hanya terdapat 300 KK yang mendukung pembangunan BIJB. Sementara 1005 KK atau mayoritas warga di 11 Desa tersebut menolak adanya pembangunan Bandara internasional tersebut. Masyarakat menduga ada permainan antara Pemerintah Kabupaten Majalengka dengan 11 Kepala Desa terkait.

Kejanggalan dari persyaratan pembangunan BIJB ini tidak hanya berhenti di persetujuan 11 Kades. Berlanjut menyusul pembuatan Analisa Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL) yang menyatakan bahwa lahan di Desa Sukamulya adalah lahan tandus yang tidak produktif yang hanya bisa panen 1 kali dalam satu tahun dengan produksi gabah kering giling sebanyak 6 Kwintal / Ha. Padahal data dari Dinas Pertanian Kab. Majalengka, tahun 2005 dan BPS Kabupaten Majalengka adalah 52,35 Kwintal / Ha.

Dari persyaratan tersebut kemudian terbitlah Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No.: KM 34 Tahun 2005 Tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara di Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat. Peraturan Menteri Perhubungan tersebut ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 17 Mei 2005 dan ditandatangani oleh Menteri Perhubungan M. Hatta Rajasa. Permen inilah yang sejatinya mendasari pembuatan BIJB secara hukum.

Penolakan warga Majalengka terhadap pembangunan BIJB bukanlah sebuah harga mati. Terlihat dari banyaknya upaya damai dan lobi-lobi, mulai dari mengunjungi Pejabat setempat hingga

Anggota DPR RI di Senayan. Warga menyatakan, “bahwa kami tidak menolak pembangunan BIJB dengan syarat HARGA YANG JELAS, RELOKASI DAN SOSIALISASI TERLEBIH DAHULU,”

(7)

Page 7 of 13

Sejak tahun 2004 hingga saat ini, 2016, sempat terjadi satu kali kekerasan fisik yang melibatkan aparat keamanan dengan warga. Pada tanggal 18 November pukul 09.00 WIB terdengar kabar bahwa SATPOL PP, POLRI,SATGAS BIJB DAN TNI mengawal juru ukur sudah berada di wilayah desa

Sukakerta untuk melakukan pengukuran di wilayah desa Sukakerta dan Sukamulya, masyarakat desa Sukamulya yang mengetahui berita itu spontan datang ke lokasi. Kemudian bertemulah antara petugas dengan warga di perjalanan dan terjadilah dialog diantaranya menanyakan surat tugas dan kenapa tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada warga.

45 menit kemudian terdengar perintah untuk merampas barang bawaan yang berupa senjata tajam dan lainya disusul lemparan batu dari arah aparat kepada warga. Dalam bentrokan tersebut banyak warga yang terluka karena dipukul, diinjak-injak, diseret dan ditembak peluru karet dan gas air mata. Setidaknya 5 (lima) orang di tangkap antara lain Andi, Hadun, Nana, dan dua orang lainnya warga Sukakerta dalam peristiwa itu.

Untuk itu, KPA akan mengawal tuntutan Warga Majalengka yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS) dalam penolakan pembangunan BIJB selama belum ada pengukuran tanah yang jelas dan ganti rugi yang layak. Pemerintah dituntut harus ekstra berhati-hati menangani kasus-kasus serupa agar tidak timbul korban jiwa seperti kasus-kasus pembebasan lahan yang sudah-sudah. Melalui audiensi dengan Kementerian ATR/BPN diharapkan pula penyelesaian-penyelesaian yang adil dari konflik-konflik tanah dan pembebasan lahan yang terjadi, khususnya lahan-lahan produktif milik warga.9

Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam keterangan persnya, 16 orang juga mengalami luka akibat terkena serpihan material gas air mata yang ditembakan oleh polisi. Sekitar 70 hektare lahan warga turut rusak akibat terinjak-injak.

Berikut, kronologi konflik antara ribuan personel gabungan dengan ratusan petani di Majalengka berdasarkan versi KPA.

Pukul 08.25 WIB

Polisi dan warga mulai berhadap-hadapan di lahan persawahan, pintu masuk ke desa.

Pukul 10.40 WIB

Aparat kepolisian memasuki area persawahan. Masyarakat melakukan aksi penolakan pengukuran. Negosiasi terjadi di tengah sawah antara polisi dan warga.

(8)

Page 8 of 13 Pukul 12.36 WIB

Terus mendapat pengadangan dari warga, polisi mulai melakukan pemukulan dan menembakkan gas air mata. Warga pun terpukul mundur dan berlarian. Akibatnya, 16 orang terluka akibat serpihan gas

air mata dan enam orang ditahan.

Pukul 15.00 WIB

Polisi terus masuk ke pemukiman. Jalur masuk ke Desa Sukamulya diblokade oleh personel gabungan.

Pukul 20.00 WIB

Polisi mendirikan tenda di wilayah pemukiman warga ditemani 11 truk yang mengangkut mereka. Warga ketakutan dan memutuskan berkumpul di balai desa.10

Rugikan Rakyat

Ali menjelaskan, proyek pembangunan BIJB merupakan bagian dari percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang menjadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, proyek BIJB itu ditolak petani setempat karena justru tak memberikan apa pun manfaat bagi mereka.

"Menurut data BPS tahun 2015, jumlah penduduk di daerah itu mencapai 4.693 Jiwa dengan

1595 keluarga. Mereka lah yang terancam kehilangan tanah serta mata pencarian sebagai petani atas

nama pembangunan BIJB," terang Ali.

Desa Sukamulya berada di lahan seluas 740 ha. Total luas tersebut, 618 ha di antaranya berkapasitas produksi 8.652 ton GKB/tahun; 23 ha lahan perladangan; 13, 5 ha perkebunan rakyat; 13, 56 ha tanah kas desa; dan, 72 ha adalah pemukiman. "Semua ini akan lenyap karena proyek

pembangunan bandara itu," imbuhnya.11

10http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161118085655-20-173482/detik-detik-ribuan-aparat-serbu-petani-majalengka/ 11

(9)

Page 9 of 13 B. Analisis

Berdasarkan kasus agraria di atas, jika dihubungkan dengan Hak atas Kesejahteraan yang diatur dalam pasal 36-42 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan pasal 1 UU No. 11 Tahun

2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, maka ada beberapa hal menjadi perhatian penulis, yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan

pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga Majalengka, secara yuridis dianggap merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melawan hukum sebab pemerintah dalam hal ini mengambil alih secara paksa hak milik warga Majalengka atas lahan mereka yang disertai kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada warga Majalengka saat melakukan pengukuran lahan. Hal ini memicu amarah petani karena tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu atas pengukuran lahan sehingga bentrok tersebut berujung penangkapan beberapa orang petani dan beberapa lainnya luka-luka akibat insiden tersebut. 2. Berdasarkan pasal 37 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan

pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga Majalengka, secara yuridis dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab, seharusnya pemerintah dalam hal ini harus memberikan ganti kerugian secara wajar baik secara materiil maupun immateriil kepada warga Majalengka atas lahan mereka yang diambil alih guna kepentingan umum atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).

3. Berdasarkan pasal 38 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan

pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga Majalengka, secara yuridis merupakan pelanggaran HAM terhadap para petani Majalengka atas

haknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi kelangsungan hidupnya. Sebab, dengan diambil alihnya lahan pertanian mereka yang notabene merupakan sumber penghasilan mereka tentunya akan berdampak terhadap kelangsungan hidup mereka kedepannya.

4. Berdasarkan pasal 40 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan

pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga Majalengka, secara yuridis dianggap merupakan pelanggaran HAM terhadap para petani Majalengka yang hak-haknya dirugikan akibat rencana pembangunan BIJB tersebut dalam hal ini untuk bertempat tinggal dan memperoleh penghidupan yang layak sebagai Warga Negara Indonesia. Sebab, dengan diambil alihnya lahan pertanian mereka dan juga lahan pemukiman mereka tentunya akan sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak sesuai yang diharapkan. 5. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, tindakan

(10)

Page 10 of 13

Majalengka, secara yuridis dianggap tidak memenuhi kesejahteraan sosial masyarakat khususnya bagi warga Majalengka sebagai pihak yang merasakan imbas dari adanya rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) ini disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga Majalengka agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, akibatnya warga Majalengka tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Berdasarkan pasal 36-42 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana didalamnya mengatur tentang Hak atas Kesejahteraan. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut merupakan indikator kesejahteraan dalam perspektif Hak Asasi Manusia yang pada hakikatnya harus dirasakan oleh seluruh Warga Negara Indonesia. Akan tetapi, harapan tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan.

Masalah agraria merupakan salah satu masalah yang selalu mencederai Hak Asasi Manusia. Dimana masalah agraria memiliki tendensi untuk menimbulkan konflik antara Pemerintah dan Masyarakat. Salah satunya konflik agraria antara pemerintah dengan warga Majalengka atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).

Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebenarnya sudah ada sejak tahun 2004 lalu. Sejak mencuat ke publik, rencana pembangunan tersebut banyak menuai pro dan kontra. Alih-alih demi kepentingan umum, rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) ini malah menyengsarakan rakyat, khususnya bagi warga Majalengka yang dirampas haknya secara konstitusional. Hak mereka untuk melanjutkan hidup kini terancam sebagai imbas dari adanya rencana pembangunan tersebut.

Jika dilihat dari perspektif Hak atas Kesejahteraan dan Kesejahteraan Sosial maka apa yang

dilakukan pemerintah terhadap warga Majalengka secara yuridis bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang

Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Atas permasalahan tersebut, jalan keluar yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Melakukan sosialisasi yang persuasif kepada warga Majalengka sebagai pihak yang memiliki hak atas lahan tersebut. Tindakan pemerintah yang menggunakan cara

(11)

Page 11 of 13

kekerasan dengan menggunakan alat kekuasaan menjadi sangat tidak mendasar. Seharusnya cara musyawarah lebih dikedepankan, sebab sejatinya mereka hanya ingin mendapatkan kepastian tentang masa depannya, bukan hanya sekedar harga tanahnya. Satu

hal yang perlu ingat, mereka yang diusik kehidupannya oleh pemerintah. Sehingga, sudah sewajarnya pemerintah memilih cara-cara yang persuasif untuk menyelesaikan masalah ini. 2. Melakukan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil terhadap petani Majalengka yang menderita kerugian atas penggusuran lahan pertanian dan

pemukiman mereka. Pemerintah juga harus memikirkan penghidupan yang layak bagi

warga Majalengka kedepannya dari adanya rencana tersebut. Sebab, dengan diambil alihnya lahan pertanian dan pemukiman mereka, bagaimana mungkin mereka bisa mempertahankan kehidupannya.

3. Tidak melakukan penggusuran di Desa Sukamulya. Dalam peta BIJB, Desa Sukamulya

masuk area Aerocity bukan area bisnis utama BIJB. Kalaupun membutuhkan pembangunan, pengembang seharusnya memilih lahan kosong dibandingkan menggusur sebuah desa. Sebab pembangunan BIJB ini masih bisa tetap berjalan tanpa perlu menggusur sebuah desa, karena desa tersebut termasuk subur dan mempunyai sumber daya alam yang cukup melimpah, bisa saja memakai sisi pangkal runway yang ada lahan kosong atau sawah. Jumlah penduduknya kurang lebih 5.500 jiwa dan luas wilayah 740 hektar. 700 hektar dari total luas wilayah desa adalah areal persawahan dan 40 hektar adalah pemukiman penduduk. Dimana mayoritas warganya bertani, lahan pertanian di desa ini sangat subur, Dari satu hektar sawah bisa menghasilkan padi 6-8 ton padi dalam satu kali musim tanam dan dalam satu tahun bisa menanam dua kali padi dan satu kali cabai. Namun,

(12)

Page 12 of 13 PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) jika dilihat dari perspektif Hak

atas Kesejahteraan dan Kesejahteraan Sosial maka apa yang dilakukan pemerintah terhadap warga Majalengka secara yuridis bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dalam hal ini undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

2. Jalan keluar yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

a. Melakukan sosialisasi yang persuasif kepada warga Majalengka sebagai pihak yang memiliki hak atas lahan tersebut;

b. Melakukan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil terhadap petani Majalengka yang menderita kerugian atas penggusuran lahan pertanian dan pemukiman mereka;

c. Tidak melakukan penggusuran di Desa Sukamulya.

B. Saran

(13)

Page 13 of 13 DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Sumber Website:

http://indonesianreview.com/ardi-nuswantoro/masalah-agraria-mengancam, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.

http://presidenri.go.id/topik-aktual/reforma-agraria-redistribusi-lahan-redistribusi-kesejahteraan.html, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.

http://www.kpa.or.id/news/blog/warga-sukamulya-menolak-pembangunan-bjib/#, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.

http://www.tribunnews.com/regional/2016/11/17/tolak-penggusuran-lahan-untuk-bandara-11-petani-majalengka-luka-dan-8-ditangkap-polisi, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.

Referensi

Dokumen terkait

36 Siti Dharmawati, et all PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN FERMENTASI BAGI KELOMPOK TERNAK ITIK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN.. B ARAT KECAMATAN LIANG ANGGANG

[r]

Adsorpsi dengan menggunakan adsorben biji pepaya yang diaktivasi menghasilkan efisiensi adsorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan adsorpsi menggunakan adsorben

Apakah ada hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga

Misalnya ketika ada pengiriman paket data dari port A ke port B dan pada saat yang sama ada pengiriman paket data dari port C ke port D, maka tidak akan terjadi tabrakan ( collision )

Pada posisi produksi saat ini, petani juga perlu meningkatkan produksi pada luas lahan garapan yang sedang dikelola tanpa membunuh tanpa membunuh tanaman yang memiliki harga

Mindrarti (2012) melakukan penelitian mengenai analisis Balanced Scorecard sebagai strategi dalam pengukuran kinerja Rumah Sakit, hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja

Pedoman wawancara semi structured pada mulanya menanyakan runtutan daftar pertanyaan yang telah terstruktur, langkah selanjutnya setiap pertanyaan yang diajukan satu