• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Berbagai jenis kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam, bencana karena kegagalan teknologi maupun bencana karena ulah manusia (Depkes, 2011). Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, puting beliung; tanah: erosi, sedimentasi, longsor, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; dan api : kebakaran dan letusan gunung berapi) (Priambodo, 2009).

Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN – ISDR) menempatkan Indonesia dalam katagori Negara dengan resiko terjadinya bencana alam terbesar. Dalam peta rawan bencana internasional, bencana alam Indonesia menempati posisi tertinggi untuk bahaya tsunami, tanah longsor dan erupsi gunung berapi (BNPB, 2012).

(2)

gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kalimatan Timur (Depsos RI, 2009).

Selama beberapa tahun sejak terjadi peristiwa gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 seolah fenomena gerak alam tidak pernah putus di Indonesia. Manusia yang menjadi korban sudah cukup besar. Kerusakan lingkungan, hilangnya harta benda, dan ratusan ribu manusia meninggal karena gempa dan tsunami di Aceh, gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah, banjir, dan angin puting beliung (Depsos RI, 2009).

Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk kawasan Asia Pasifik (ESCAP) dan Badan PBB Urusan Strategi Internasional untuk penanggulangan bencana (UN - ISDR), Indonesia menempati urutan ke – 4 dalam jumlah kasus bencana alam yang terjadi. Dalam kurun waktu 1980 – 2009, Indonesia tercatat mengalami 312 bencana alam, Negara yang memiliki jumlah terbanyak sepanjang kurun waktu tersebut adalah China dengan 574 kasus, India 416 kasus, Filipina sebanyak 349 kasus dan Indonesia (Supriyantoro, 2011)

(3)

Berdasarkan data BNPB maupun UN-ISDR, Indonesi dalam hal bencana alam banjir masih menempati posisi tinggi yaitu peringkat ke – 6 dunia dari 162 negara dan sebanyak 1.101.507 orang diprediksi menjadi korban dari bencana ini. Sedangkan dalam hal bencana tsunami Indonesia rangkin pertama dari 265 negara di dunia yang beresiko terhadap bencana tsunami, jumlah penduduk yang akan terkena akibat dampak tsunami ini sebanyak 5.402.239 jiwa. Sementara untuk bencana alam gempa bumi, Indonesia menempati rangking ke – 3 dari 153 negara dengan potensi jumlah yang terkenan dampak gempa bumi tersebut sebanyak 11.056.806 orang (BNPB, 2012)

Tingginya kerawanan Negara Indonesia terhadap bencana dikarenakan posisi geografis Indonesia berada diujung pergerakan 3 (tiga) lempeng dunia, yaitu Euirasia, Indo Australia dan Pasifik. Ditambah dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan Negara kepuluan yang dilalui jalur cincin gunung api dunia (Sukandarrumidi, 2010).

Bencana alam di Indonesia mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi materi maupun jumlah korban ( meninggal, luka – luka, maupun cacat). Dalam jumlah korban, Indonesia menempati peringkat kedua dunia, yaitu sebanyak lebih kurang 227.898 jiwa dalam periode waktu 1980 – 2009.

(4)

gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya (Supriyantoro, 2011).

Insidensi dan akibat dari gagal napas akut juga tergantung dari disfungsi organ lain. Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas akut pada dewasa 77,6 - 88,6 kasus / 100.000 penduduk / tahun. The American-European Consensus on ARDS menemukan insidensi acute respiratory distress syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus / 100000 penduduk /tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%.5 (Pusponegoro, 2005).

Berdasarkan data WHO, tahun 2005 terdapat 57,03 juta orang meninggal di seluruh dunia. Sekitar 35.000-50.000 diantaranya karena kecelakaan dan bencana alam yang diakibatkan oleh henti napas dan henti jantung (Supriyantoro, 2011)

Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien trauma (35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh : trauma kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma toraks (hematoma toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif, 15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian (Pusponegoro, 2005).

(5)

meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Supriyantoro, 2011).

Gangguan sistem pernapasan pada bencana umumnya diakibatkan terjadinya trauma pada jalan napas, seperti masuknya partikel debu, cairan dan gas beracun pada saluran pernapasan. Kasus – kasus gangguan pernapasan banyak terjadi pada korban bencana tsunami, gunung meletus, banjir dan lain lain (Depkes RI, 2006).

Provinsi Aceh merupakan wilayah Indonesia paling barat, yang memiliki karakteristik geografis dan geologis yang sangat rawan terhadap bencana bencana alam ( gempa bumi, banjir, dan banjir bandang ). Berbagai bencana alam telah terjadi di Aceh, yang paling dasyat adalah bencana tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, menewaskan kurang lebih 200.000 jiwa (BNPB, 2012)

(6)

Dari data informasi bencana indonesia (DIBI) Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah yang rawan terjadi bahaya bencana alam (banjir, banjir bandang dan angin putting beliung), dan untuk bencana banjir menduduki fase kesiapsiagaan dengan prioritas utama di Kabupaten Aceh Tamiang (Media Center Aceh, 2012), Seringnya bencana alam menimbulkan korban jiwa dan meningkatnya masalah kesehatan, maka perlu dilakukan berbagai upaya penanggulangan bencana yang salah satunya adalah berdampak terhadap kedaruratan di bidang kesehatan, terutama pada saat tanggap darurat dibutuhkan kesiapan dari petugas kesehatan untuk memenimalkan jumlah korban.

Dalam upaya penanggulangan bencana, ada tiga siklus kegiatan yang harus dilakukan yaitu pra bencana, saat bencana dan paska bencana, kegiatan ini diperlukan guna untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan memulihkan diri dari dampak bencana (Depkes, 2007; UU No. 24 Tahun 2007). Siklus penanggulangan bencana dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

Gambar 1.1. Siklus penanggulangan bencana

(7)

Tahapan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan juga mengikuti pendekatan tahapan Siklus Penanganan Bencana (Disaster Management Cyle), yang dimulai dari waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadi bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadi bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (Depkes RI, 2007)

Di semua tahap penanggulangan bencana tersebut sangat butuhkan tenaga perawat yang handal, professional dan berpengalaman yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik dan dapat difungsikan terutama pada saat terjadinya bencana (tanggap darurat) guna untuk menangani masalah – masalah kesehatan akibat bencana, terutama penanganan kasus – kasus kegawatdarutan yang dapat dilakukan oleh perawat Puskesmas, maupun perawat Rumah Sakit sebagai pelaksana teknis maupun pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana (Depkes RI, 2006).

Salah bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan sebelum terjadinya bencana adalah kesiapsiagaan dalam penanggulangan krisis kesehatan. (Depkes, 2011).

(8)

untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini bertujuan agar sumber daya kesehatan mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan dalam pencarian dan penyelamatan korban bencana, petugas kesehatan bekerja sama dengan Basarnas/Basarda yang tergabung dalam TIM Reaksi Cepat dapat melakukan kegiatan seperti : (1) memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat penampungan jika diperlukan (2) memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian) (3) memberikan pertolongan pertama/bantuan hidup dasar terutama pada korban yang mengalami Kegawatdaruratan Sistem pertanapasan dan trauma yang dapat mengancama jiwa sikorban) dan (4) memindahkan korban ke pos medis lanjutan jika diperlukan (Depkes RI, 2007).

Menurut Depkes RI (2006) Adapun tujuan dari kesiapsiagaan dalam bidang kesehatan antara lain (1) memenimalkan korban (2) mengurangi penderitaan korban (3) mencegah munculnya masalah kesehatan pasca bencana dan (4) memudahkan upaya tanggap darurat dan pemulihan yang cepat.

(9)

Pelayanan kegawatdarutan merupakan salah satu upaya yang dilakukan segera sesudah terjadinya suatu bencana, tindakan ini dilakukan guna untuk menyelamatkan korban dan pelayanan gawatdarurat merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadi kematian, kecacatan dan penyebaran penyakit menular. Namun permasalahan yang sering dijumpai dalam penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana, terutama pelayanan kegawatdaruratanadalah (1) belum semua daerah mempunya TIM Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat kesehatan 2) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan – palatihan dalam penanggulangan kasus – kasus kegawatdaruratanakibat bencana 3) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggaran gladi/simulasi pelayanan kegawatdaruratanakibat bencana dan 4) pelayanan kegawatdaruratanpada saat bencana seringkali terhambat karena tidak siapnya petugas merespon setiap kali kejadian bencana terutama pada saat tanggap darurat, sehingga menyebab korban meninggal (Depkes RI, 2006)

Lingkup pelayanan kegawatdaruratanadalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Krisanty.dkk, 2009)

(10)
(11)

dengan kepala desa Kota Lintang Bawah Kecamatan Kota Kuala Simpang mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada saat tanggap darurat, mengatakan bahwa pelayanan kegawatdarutatan masih belum optimal diberikan, setiap kali kejadian bencana, petugas kesehatan sering kali datang terlambat kelokasi bencana sehingga menyebabkan korban meninggal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2012) ada hubungan antara pengatahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. Selanjutnya penelitian Dewi (2010) tentang kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah masalah kesehatan akibat banjir di provinsi DKI Jakarta yang hasil didapat ada hubungan antara umur, pendidikan, masa kerja dan sering mengikuti pelatihan dengan kesiapsiagaan.

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap, keterampilan dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana.

(12)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Bagaimana gambaran kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan akibat bencana alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan perawat berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan akibat bencana alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang dan faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan perawat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Ilmu Pengetahuan

Secara teoritis, dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan akibat bencana alam.

1.4.2 Bagi Masyarakat

(13)

1.4.3 Pemerintah

Gambar

Gambar 1.1. Siklus penanggulangan bencana

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian dari hasil keterampilan keluarga tentang pencegahan dan penanganan tersedak pada anak sebelum edukasi sebagian besar responden tidak terampil

Dari pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan PPL dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam

Adapun hasil dari penelitian ini ada pengaruh pelaksanaan Layout yang tepat untuk kelancaran proses produksi pada PT.Gerbang Nusa Tenggara Barat Emas (Persero)

(6) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota, selain Ketua, maka selambat-lambatnya

Hasil penelitian ini diketahuihampir setengah (45 %) responden menyatakan bahwa perpustakaan Desa Baru Pasar 8 kurang berperan dalam memenuhi kebutuhan informasi, hampir

JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI SARANA KESEHATAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2010 NO UNIT KERJA SARJANA KEPW DIII PERAWAT LULUSAN. SPK JUMLAH

Gambar 8 menjelaskan ilustrasi penyisipan pesan. Warna kuning merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan file format media sebesar 56 bytes, warna biru digunakan

Atas izin-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis yang disusun sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada IAIN Antasari Banjarmasin Program