Dampak
Free Trade Agreement
Terhadap
Kinerja Perdagangan Luar Negeri Indonesia
A B S T R A K
Aktivitas Ekspor Impor setiap negara merupakan salah satu bagian yang kru-sial dalam pembangunan sebuah negara dengan kaitannnya terhadap hubun-gan antar negara dan pemenuhan sumber daya. Beberapa kebijakan telah diciptakan demi keberlangsungan perdagangan yang saling menguntungkan. Kesepakatan perdagangan antar kelompok negara seperti FTA (Free Trade Agreement) juga telah dilaksanakan demi kemudahan lebih lanjut, dimana FTA antara China dengan ASEAN – Indonesia salah satunya - akan dimulai secara menyeluruh pada awal tahun 2010. Namun terdapat berbagai macam per-masalahan yang dihadapi berkaitan dengan kebijakan dan kesepakatan terse-but. Beberapa industri yang merasa akan kalah bersaing di dunia perdagangan bebas telah mendorong dilakukannya proteksi demi melindungi sector industry yang potensial.
1. Pendahuluan
Adanya liberalisasi perdagangan mendorong terbentuknya blok-blok perdagangan bebas atau
Free Trade Agreement (FTA) baik secara bilateral maupun secara regional. Pembentukan FTA akan membawa dampak hilangnya hambatan tarif dan non tarif diantara anggota, meskipun seperti diatur dalam artikel XXIV GATT/ WTO, negara anggota tidak boleh meningkatkan hambatan perdagangan kepada negara non-anggota. Sejauh ini,secara regional Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan negara-negara di ASEAN melalui forum ASEAN Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 2003.
Antara ASEAN dan negara mitra dagang sudah terdapat saling pengertian bahwa kesepakatan FTA antara ASEAN dengan negara mitra dagang, akan ditindaklanjuti dengan kesepakatan FTA antara negara anggota ASEAN secara individu dengan negara mitra dagang secara individu.Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan negara mitra dagang seperti China (ASEAN-CHINA Free Trade Area), Korea (ASEAN-Korea
Free Trade Area), Jepang (Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement). Selanjutnya, dalam rangka FTA bilateral Indonesia telah melakukan negosiasi juga dengan Australia New Zealand, Amerika Serikat, dan India.
1.1 Perkembangan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
Persetujuan untuk menghapuskan tarif dimulai pada awal tahun 2003. Total Perdagangan antara China dan Indonesia mencapai US$ 5.330,32 juta pada tahun 2002. Kontribusi ekspor non migas Indonesia ke China sebesar 6% dari total ekspor non migas Indonesia.Setelah beberapa tahun pelaksanaanACFTA,pada tahun 2008 total perdagangan antara China dan Indonesia mengalami penen-ingkatan hingga menjadi 10,1% (lihat Tabel I). Saat ini China merupakan negara tujuan utama ketiga ekspor non migas Indonesia dengan kontribusi sebesar 8,7% dari total ekspor non migas. Skema penu-runan/penghapusan tarif dalam rangka ACFTA dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 secara bertahap dalam kurun waktu 3 tahun, sehingga pada 1 Januari 2006 tarif bea masuk produk-produk EHP menjadi 0%.
2. Normal Track, yang mulai diberlakukan penurunan/penghapusan tariff mulai tahun 2005 dan tahun 2010 menjadi 0% bagi Normal Track I, dan tahun 2012 menjadi 0% bagi Normal Track II untuk 400 pos tariff.
3. Sensitive Track/Highly Sensitive diberlakukan untuk 399 pos tariff atau 16,01% dari total im-por yang terdiri dari 349 pos tariff produk sensitive dan 50 pos tariff highly sensitive.
1.2 Perkembangan ASEAN - Korea Selatan (ROK) Free Trade Area (FTA)
Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Korea.
Tabel 1.1. Perkembangan Komposisi Perdagangan Indonesia ke Negara Tujuan Utama (%)
Share Total
Trade 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jepang 20.7 20.3 18.6 19 18.7 17.4 16.8 16 16
Amerika
Serikat 12.4 12.6 11.5 10.8 10.2 9.6 9.4 8.7 7.9
Singapura 10.8 9.8 10.7 10.2 10.2 12.1 11.8 10.8 13
China 5 4.6 6 7.2 7.4 8.7 9.3 9.7 10.1
36.5 35.8 35.6 35.6 35.7 35.2 35.3 35.7 35.2
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber :
Pola penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk secara bertahap dan terjadual berdasarkan kategori sensitifitas produk dalam menghadapi liberalisasi perdagangan barang dapat dibagi dua, yaitu kategori produk dan jadual penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk atas produk-produk tersebut.
Berdasarkan kategori produk dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Normal Track (NT), yaitu untuk produk-produk yang berdasarkan sensitifitasnya telah siap menghadapi liberalisasi sehingga penurunan dan penghapusan tarif bea masuknya berlangsung secara cepat tapi terjadual.
Berdasarkan kategori di atas, ditentukan jadual penurunan dan penghapusan tarif bea masuk mas-ing-masing sebagai berikut :
Tabel 1.2. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk
Tingkat tarif bea masuk (=X)
Jangka Waktu tidak melewati 1 Januari
2006 2007 2008 2009 2010
X ≥ 20% 20 20 12 12 5
15% ≤ X <20% 15 15 8 8 5
10% ≤ X <15% 10 10 8 8 5
5% < X <10% 5 5 5 5 0
X ≤ 5% Tetap Tetap Tetap 0 0
Sumber :
1.3 Perkembangan ASEAN – Jepang Free Trade Area (FTA)
FTA antara ASEAN-Jepang yang mengambil nama kerjasama Comprehensive Economic Partner-ship (CEP) atau disebut juga Economic Partnership Arrangement (EPA), diperkirakan akan meningkatkan perdagangan antara ASEAN-Jepang. Perjanjian Kerjasama ini ditandatangani oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Jepang, pada tanggal 20 Agustus 2007. Diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership (Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi); Penetapan/penurunan tarif bea masuk diterapkan dengan pengelempokan sebagai berikut :
1. Fast –track (Kategori A)
Tabel 1.3. Perkembangan Skema Harmonisasi Tarif Bea Masuk
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber :
1.4 Kerangka Pemikiran
Perdagangan internasional akan meningkatkan jumlah barang yang dapat dipilih oleh konsumen domestik, menurunkan biaya barang-barang melalui peningkatan kompetisi, dan memungkinkan industri dalam negeri untuk menjual produk-produk mereka di luar negeri. Walaupun tampaknya semua menguntungkan, perdagangan bebas tidak diterima begitu sebagai benar-benar bermanfaat bagi semua pihak.
Salah satu kekeliruan umum di seluruh dunia adalah keyakinan bahwa ekspor adalah baik sedangkan impor adalah buruk. Jika kita mengekspor ke luar negeri lebih banyak dari-pada yang kita impor, kita memiliki neraca perdagangan yang 'baik'- dan inilah yang di-inginkan. Sebenarnya, dalam pasar perdagangan tidak ada yang namanya menguntungkan atau tidak menguntungkan. Neraca perdagangan yang ada hanyalah sebuah keseimban-gan.
Dalam istilah yang paling sederhana, tarif adalah pajak. Tarif akan menambah biaya im-por barang dan merupakan salah satu dari beberapa kebijakan perdagangan yang dapat ditetapkan suatu negara. Tarif seringkali diberlakukan untuk melindungi infant industry dan negara berkembang, tetapi juga digunakan oleh negara maju ekonomi dengan mak-sud mengembangkan industry strategis. Berikut adalah lima alasan utama tarif yang digu-nakan:
Melindungi Ketenagakerjaan dalam negeri - Kemungkinan meningkatnya persaingan karena barang impor yang mengalir deras dapat mengancam industri dalam negeri melalui pemutusan hubungan kerja atau pengalihan lokasi produksinya ke luar negeri un-tuk memangkas biaya, yang berarti pengangguran yang lebih tinggi. Argumen pengang-guran sering dikemukakan industri dalam negeri yang kerap mengeluh tentang tenaga kerja asing yang murah, kondisi kerja yang buruk, dan minimnya dukungan pemerintah yang memungkinkan perusahaan domestic untuk menghasilkan barang yang lebih murah.
Melindungi Konsumen - Suatu pemerintah dapat memungut tarif pada produk-produk yang dipertimbangkan bisa membahayakan penduduknya. Sebagai contoh: Korea Selatan memasang tarif impor daging sapi dari Amerika Serikat dengan pertimbangan potensi penyakit.
Keamanan Nasional - tarif juga digunakan oleh negara-negara maju untuk melindungi in-dustri-industri tertentu yang dianggap strategis dan penting, seperti yang mendukung kea-manan nasional. Industri pertahanan sering kali dilihat sebagai vital untuk kepentingan negara, dan sering menikmati tingkat perlindungan yang signifikan. Sebagai contoh: per-lakuan khusus Boeing (NYSE: BA) oleh Amerika Serikat dan Airbus dari Eropa.
Pembalasan - Negara-negara juga dapat menetapkan tarif sebagai teknik pembalasan jika mereka berpikir bahwa mitra dagang belum bermain sesuai aturan. Misalnya, jika Prancis percaya bahwa Amerika Serikat telah membuat para produsen anggur mengalami kesuli-tan untuk mengekspor karena kebijakan labelling, hal itu menyebabkan Prancis member-lakukan tarif impor daging dari Amerika Serikat.. Pembalasan dendam juga dapat digu-nakan jika mitra dagang bertentangan dengan tujuan kebijakan luar negeri pemerintah.
Terkait dengan common knowledge tentang pengertian gain of trade yang berarti adanya surplus neraca perdagangan, sebenarnya, tarif tidak ada hubungannya dengan neraca perdagangan; tarif hanya akan mengubah jumlah volume perdagangan, tapi keseimban-gan masih dapat tercapai. Perdakeseimban-gankeseimban-gan luar negeri yang optimal untuk setiap negara adalah jumlah perdagangan ekspor maupun ekspor yang akan terjadi secara sukarela ketika tidak ada hambatan yang disengaja untuk perdagangan. Harus diingat bahwa isti-lah perdagangan yang digunakan di sini merujuk pada semua interaksi - termasuk barang, jasa, perjalanan, atau uang atau jenis perdagangan lain yang 'tak terlihat'.
Jenis Hambatan Tarif dan Perdagangan
Ada beberapa jenis tarif dan hambatan non tariff yang umum dipraktekkan:
Tarif Spesifik
Ad valorem Tarif
Lisensi
Kuota Impor
Persyaratan Kandungan Lokal
Tarif Spesifik - Sebuah tarif tetap dikenakan pada satu unit dari impor dengan tarif ter-tentu. Tarif ini bisa bervariasi sesuai dengan jenis impor yang baik. Sebagai contoh, se-buah negara bisa pungutan Rp. 5 tarif pada masing-masing sepasang sepatu impor, tetapi pungutan tarif sebesar Rp. 30 pada setiap komputer diimpor.
Ad valorem Tariff - Ungkapan ad valorem adalah bahasa Latin untuk "menurut nilai", dan jenis tarif ini dikenakan pada barang berdasarkan persentase nilai barang. Contoh dari ad valorem tarif adalah pengenaan 15% tarif terhadap mobil AS oleh Negara Jepang.
Lisensi - Sebuah lisensi yang diberikan kepada pelaku usaha oleh pemerintah, sehingga memungkinkan pelaku usaha mengimpor jenis barang tertentu ke dalam negeri. Sebagai contoh, bila ada pembatasan impor suatu barang, dan lisensi akan diberikan kepada pe-rusahaan-perusahaan tertentu untuk bertindak sebagai importer dari barang tersebut di do-mestik. Ini menciptakan pembatasan kompetisi, dan meningkatkan harga yang dibayar oleh konsumen.
Kuota Impor - Sebuah kuota impor adalah pembatasan ditempatkan pada jumlah barang tertentu yang dapat diimpor. Hambatan semacam ini sering dikaitkan dengan penerbitan lisensi. Sebagai contoh, sebuah negara dapat memberlakukan kuota pada volume impor suatu barang yang diperbolehkan.
ke Brazil. Hal ini meningkatkan harga dari kedua batubara dan gula, tetapi tetap melin-dungi industri dalam negeri.
Persyaratan Kandungan Lokal - Alih-alih menempatkan kuota pada jumlah barang yang dapat diimpor, pemerintah dapat mensyaratkan persentase tertentu dari barang yang be-rasal dari bahan baku dalam negeri. Pembatasan dapat berupa persentase dari barang itu sendiri, atau persentase dari nilai barang tersebut. Sebagai contoh, pembatasan atas impor komputer mungkin menyatakan bahwa 25% dari komponen yang digunakan untuk mem-buat komputer dimem-buat di dalam negeri, atau dapat dikatakan bahwa 15% dari nilai barang harus berasal dari komponen diproduksi di dalam negeri.
Manfaat tarif disadari memang tidak merata. Karena tarif adalah bentuk lain dari pajak yang murni bersifat compulsory (dapat dipaksakan), pemerintah tentu mendapatkan man-faat dari peningkatan penerimaan sebagai dampak dari impor. Industri dalam negeri juga memperoleh manfaat berupa pengurangan dalam derajat persaingan, karena harga impor meningkat secara artifisial. Sayangnya bagi konsumen - baik individu konsumen akhir dan pelaku usaha - harga impor yang lebih tinggi berarti harga barang yang lebih tinggi. Jika harga baja meningkat karena tarif, konsumen individu membayar lebih untuk pro-duk-produk yang menggunakan baja, dan pelaku usaha harus membayar lebih untuk baja yang mereka gunakan dalam proses produksi barang-barangnya. Singkatnya, tarif dan hambatan perdagangan cenderung pro-produser dan anti-konsumen.
mereka. Bagi pemerintah, efek jangka panjang dari subsidi adalah peningkatan per-mintaan terhadap layanan publik, karena kenaikan harga, terutama pada bahan pangan, dan menurunya disposable income masyarakat dalam berkonsumsi.
Bagaimana Tarif Mempengaruhi Harga?
Tarif meningkatkan harga barang-barang impor. Karena itu, produsen dalam negeri tidak dipaksa untuk menurunkan harga dari meningkatnya persaingan, namun konsumen do-mestik akan membayar harga yang lebih tinggi sebagai akibatnya. Tarif juga akan mengu-rangi efisiensi dengan membiarkan perusahaan-perusahaan yang semestinya tidak berop-erasi dalam pasar ya cenderung makin kompetitif.
Gambar 1.1 menggambarkan efek dari perdagangan dunia tanpa adanya tarif. Dalam gambar, DS adalah Supply Domestik dan DD adalah Demand. Harga barang domestic P,
sementara harga dunia P *. Pada harga yang lebih rendah, konsumen domestik akan mengkonsumsi barang-barang senilai QW, tetapi karena negara domestik hanya bisa
menghasilkan Qd, maka harus mengimpor sebanyak Qd - QW.
Ketika tarif dibebankan, efeknya adalah meningkatkan batas harga. Dalam Gambar 1.2, diperlihatkan adanya kenaikan harga dari tarif non-P * ke P '. Karena kenaikan harga, lebih banyak perusahaan domestik bersedia untuk menghasilkan lebih banyak, sehingga Qd bergerak kanan. Hal ini juga bergeser Qw ke kiri. Dampak total adalah pengurangan
Gambar 1.2. Harga di Bawah Pengaruh Tarif
Tarif dan Perdagangan Modern
Peran Tarif dalam perdagangan internasional makin menurun di perekonomian modern. Salah satu alasan utama untuk penurunan/penghapusan tarif adalah didirikannya organ-isasi internasional yang dirancang untuk meningkatkan perdagangan bebas, seperti World Trade Organization (WTO) dan General Agreement of Tariff and Trade (GATT). Pendirikan organisasi-organisasi ini menambah sulitnya suatu negara untuk memungut tarif dan pajak atas barang-barang impor. Karena ini, Negara-negara di dunia termasuk Indonesia cenderung merubah hambatan perdagangan luar negeri dari bentuk tarif ke je-nis hambatan non-tarif, seperti kuota dan hambatan ekspor. Orgaje-nisasi seperti WTO beru-paya untuk mengurangi distorsi yang diciptakan oleh tarif terhadap produksi dan kon-sumsi.
1.5 Metode Analisis
di-dasarkan pada tabel input-output,(ii). Analisis daya saing industry. dan (iii). Analisis de-terminan ekspor, impor dan keseimbangan neraca perdagangan yang diperoleh dengan dengan menggunakan pendekatan ekonometrika.
Metode pertama yang digunakan dalam analisa ini adalah analisis backward dan forward linkage. Besaran backward linkage menunjukkan keterkaitan satu industri dengan indus-tri lainnya dalam hal masukan (input) dalam faktor produksinya. Semakin tinggi besaran
backward linkage satu industry maka semakin besar pula ketergantungan industri tersebut terhadap keluaran (output) dari industri sebelumnya. Karena keluaran di industri se-belumnya akan menjadi input produksi industry bersangkutan. Logika yang sama bisa kita aplikasi pada besaran forward linkage. Forward linkage menunjukkan derajat pent-ing satu industri bagi industri lainnya.
Seperti telah disebutkan diatas, makalah ini akan menggunakan indikator revealed com-parative advantage (RCA) untuk mengetahui apakah satu industri di satu negara memi-liki spesialisasi dengan sektor industri yang sama di negara lain. Secara lebih spesifik, RCA dapat dihitung dengan
RCA=Shareij Shareiw
dimana:
Shareij = persentase ekspor industri i dari total ekspor industri manufaktur di suatu
negara j
Shareiw = persentase total ekspor dunia untuk industri i dari total ekspor industri
2. Keterkaitan Tarif Bea Masuk, Ekspor, Impor, dan Trade Balance 2.1 Gambaran/Perkembangan Ekspor Impor
2.1.1 Dunia
Sejak tahun 2001 volume perdagangan dunia terus meningkat, dan mencapai puncaknya pada tahun 2004 yaitu mencapai pertumbuhan 10,7 persen. Mulai tahun 2007 hingga saat ini, volume perdagangan tumbuh melambat seiring dengan memburuknya perekonomian global yang dipicu oleh kasus subprime mortgage.
Liberalisasi perdagangan dunia dimulai sejak berdirinya WTO pada tahun 1995 dengan ditetapkannya aturan perdagangan internasional (GATT) yang mencakup penurunan tarif, penghapusan biaya-biaya non-tarif, pembatasan bagi campur tangan pemerintah dalam ekonomi dan perdagangan swasta. Pembentukan WTO/GATT diharapkan dapat memper-cepat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai melalui perdagangan bebas.
Sejak berdiri WTO/GATT, nilai perdagangan dunia meningkat pesat. Namun demikian, perundingan liberalisasi perdagangan tidak berjalan lancar karena adanya tarik menarik kepentingan negara maju dan negara berkembang yang sulit mencapai titik temu kesepa-katan. Oleh karena itu, liberalisasi perdagangan dilakukan secara aktif melalui pen-dekatan bilateral.
2.1.2 China
telah menimbulkan ketidakseimbangan global (global imbalaces). Dari tahun ke tahun surplus perdagangan China ke Amerikat terus meningkat tajam
Tabel 2.4 Komoditas Ekspor Dunia Berdasarkan Negara dan Region (Milyar Dollar dan %)
Ekspor Impor
1993 2003 2008 1993 2003 2008
World (value) 3,675.6 7,376.6 15,716.7 3787 7692 16127
World (share) 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
North America 18.0 15.8 13.0 21.4 22.5 18.1
United States 12.6 9.8 8.2 15.9 16.9 13.5
South and Central America 3.0 3.0 3.8 3.3 2.5 3.7
Europe 45.4 45.9 41.0 44.6 45.0 42.3
Africa 2.5 2.4 3.5 2.6 2.1 2.9
Australia and New Zealand 1.4 1.2 1.4 1.5 1.4 1.5
Six East Asian traders 9.7 9.6 9.0 10.3 8.6 8.9
China mulai membuka diri ke perdagangan internasional setelah resmi menjadi anggota WTO pada tahun 2001. Hal ini berarti ekonomi China telah siap untuk terintegrasinya ke perekonomian dunia melalui liberalisasi perdagangan. Dengan demikian, China telah siap untuk berkompetisi dengan aturan-aturan yang ketat. Setelah menjadi anggota WTO, China aktif melakukan negosiasi dalam liberalisasi perdagangan secara bilateral dengan ASEAN, Chile, Selandia Baru, dan negara mitra lainnya.
Saat ini, China menduduki tempat ketiga negara terbesar total perdagangannya di dunia setelah Amerika Serikat dan Jerman, serta telah mampu menggeser posisi Jepang. Meli-hat perkembangannya yang sangat atraktif, diperkirakan tidak lama lagi China juga akan mampu menggeser posisi Jerman di tempat kedua.
Tabel 2.5 Leading Ekspotir dan Importir pada Komoditas Perdaganagn Dunia 2008
Sumber: World Trade Organization
2.1.3 ASEAN
sudah 0% (kecuali untuk Laos, Kamboja dan Myanmar free duty 2012), adalah salah satu cara agar ASEAN menjadi suatu pasar yang terintegrasi atau pasar tunggal ASEAN.
Dalam perkembangan terakhir, total perdagangan ASEAN pada tahun 2008 mencapai US$ 1,71 triliun atau meningkat 6,2 persen dari tahun 2007 yang sebesar US$ 1,61 tril-iun. Dalam hal ini, ekspor negara-negara ASEAN mengalami peningkatan 2,3 persen, yakni dari US$ 859,8 miliar pada tahun 2007 menjadi US$ 879,3 miliar pada tahun 2008. Sedangkan total impor ASEAN mengalami peningkatan jauh lebih kuat yakni sebesar 10,7 persen dari US$ 751 miliar menjadi US$ 831,2 persen miliar.
Ekspor Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan cukup tinggi yaitu mencapai 20,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan impornya pada pe-riode yang sama juga meningkat tajam hingga mencapai 73,5 persen. Tingginya kenaikan impor disebabkan oleh impor peralatan proyek pembangkit listrik yang cukup besar.
Perdagangan intra-ASEAN tumbuh 14 persen pada tahun 2008 yaitu dari US$ 401,9 mil-iar menjadi US$ 458,1 milmil-iar. Seluruh negara ASEAN, kecuali Brunei dan Filipina, men-catat kenaikan ekspor ke negara ASEAN lainnya, sementara impor diantara sesama ne-gara ASEAN juga mengalami kenaikan kecuali Malaysia. Ini menunjukkan pasar ASEAN semakin banyak menyerap produk sesama negara ASEAN, dan mengindikasikan terbentuknya basis-basis produksi regional di ASEAN untuk mensuplai pasar dunia.Den-gan terjadinya pertumbuhan ekonomi intra-ASEAN yang lebih cepat, melalui pen-ingkatan hubungan dagang, diharapkan cita-cita ASEAN untuk menjadi kekuatan ekonomi baru dunia bisa segera terwujud.
Sumber: World Trade Organization
3. Karakteristik Industri Indonesia 3.1 Backward Forward Linkage
(forward linkage) dan kaitan ke belakang (Backward linkage) yang kuat, hal ini perlu di-lakukan untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia.. Pertumbuhan di sektor tersebut akan mendorong pertumbuhan sektor lain sehingga sektor tersebut akan menjadi sektor leading bagi sektor lainnya.
Menurut Hirschman hubungan antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya (backward) tergantung pada keseimbangan antara dampak positif dengan negatif bagi da-erah belakang. Jika sifatnya komplementaris kuat akan terjadi proses penyebaran pemba-ngunan ke arah belakang. Sebaliknya bila sifatnya komplementaris lemah maka akan ter-jadi proses polarisasi. Dampak yang paling penting dari penetesan ke bawah (trickle down effect) dari pusat pertumbuhan menuju daerah belakangnya adalah meningkatnya proses pembelian dan investasi di belakangnya karena adanya kutub pertumbuhan. Hal ini juga nantinya akan meningkatkan produksi tenaga kerja dan pendapatan per kapita de-ngan terserapnya pede-ngangguran di daerah belakang. Sedangkan polarisasi adalah dampak yang menyebabkan sumber daya di daerah belakang terserap ke daerah pusat pertumbuh-an. Hal ini akan menghambat kemajuan di daerah belakangnya.
Persoalan pokok yang dianalisis Hirschman dalam teori pembangunan tidaak seimbang adalah bagaimana untuk menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya, dimana proyek-proyek tersebut memerlukan modal dan sumber daya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia tersebut bisa menyebabkan pertum-buhan ekonomi yang maksimal.
merupakan suatu cara pemilihan yang menentukan urutan proyek yang akaan dilak-sanakan yaitu menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.
Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumber daya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produktif yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau
Directly Productive Activities (DPA). Ada 3 (tiga) cara pendekatan yang mungkin di-lakukan dalam mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu::
1. Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut.
2. Pembangunan tidak seimbang, dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan
3. Pembangunan tidak seimbang, dimana sektor produktif lebih ditekankan.
Kegiatan ekonomi akan mencapai efisiensi yang optimal jika sumber-sumber daya di-alokasikan antara sektor DPA dan sektor SOC sedemikian rupa sehingga dengan sumber daya sejumlah tertentu bisa dicapai tingkat produksi yang maksimum. Untuk suatu tingkat produksi tertentu, jumlah seluruh sumber daya yang digunakan di sektor DPA dan sektor SOC jumlahnya minimum. Di kebanyakan negara sedang berkembang, program pembangunan sering lebih ditekankan pada pembangunan prasarana untuk mempercepat pembangunan sektor produktif.
Dengan menggunakan Tabel Input-Output 2005 (I/O 2005) telah dinalisis sektor perekonomian yang mempunyai keterkaitan hulu-hilir (backward-forward linkages). Hasil analisis diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu:
Kuadran I: Sektor dengan Backward Linkages Rendah dan Forward Linkages Rendah
Kuadran II: Sektor dengan Backward Linkages Rendah dan Forward Linkages Tinggi
Kuadran IV: Sektor dengan Backward Linkages Tinggi dan Forward Linkages Rendah
Tabel 3.7 Kuadran Backward-Forward Linkages
Berdasarkan kategori diatas maka dapat disimpulkan bahwa Sektor pada kuadran IV yang memiliki backward linkages tinggi dan forward linkages rendah patut dipertimbangkan-mendapat perlindungan pemerintah. Hal ini dikarenakan kemajuan pada sektor-sektor tersebut akan ikut memajukan sektor yang ada di belakangnya (backward). Bersamaan dengan itu sektor yang memiliki forward linkages rendah hanya memiliki keterkaitan yang rendah dengan industri sesudahnya.
Tabel. 3.8 Sektor dengan Backward Linkages Tinggi dan Forward Linkages Rendah
1 Tembakau 36 Bahan bangunan keramik dan dari
tanah liat
2 Daging olahan dan awetan 37 Semen
3 Makanan dan minuman terbuat dari susu 38 Barang-barang lainnya dari bahan bukan logam
4 Buah-buahan dan sayur-sayuran olahan dan awetan 39 Besi dan baja dasar
5 Ikan kering dan ikan asin 40 Alat-alat dapur, pertukangan dan per-tanian dari logam
6 Ikan olahan dan awetan 41 Perabot rumah tangga dan kantor dari logam
7 Kopra 42 Bahan bangunan dari logam
8 Tepung lainnya 43 Mesin penggerak mula
9 Roti, biskuit dan sejenisnya 44 Mesin listrik dan perlengkapannya 10 Mie, makaroni dan sejenisnya 45 Alat-alat listrik untuk rumah tangga 11 Biji-bijian kupasan 46 Perlengkapan listrik lainnya 12 Coklat dan kembang gula 47 Sepeda motor
13 Kopi giling dan kupasan 48 Alat pengangkut lainnya
14 Teh olahan 49 Alat ukur, fotografi, optik dan jam
15 Makanan lainnya 50 Alat-alat musik
16 Minuman beralkohol 51 Alat-alat olah raga
17 Minuman tak beralkohol 52 Barang-barang indutri lainnya
18 Tembakau olahan 53 Air bersih
19 Kapuk bersih 54 Bangunan tempat tinggal dan bukan
tempat tinggal 20 Tekstil jadi kecuali pakaian 55 Prasarana pertanian
21 Barang-barang rajutan 56 Banguan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan komunikasi
22 Pakaian jadi 57 Bangunan lainnya
23 Barang-barang dari kulit 58 Jasa angkutan kereta api
24 Alas kaki 59 Jasa angkutan laut
25 Kayu lapis dan sejenisnya 60 Jasa angkutan udara 26 Bahan bangunan dari kayu 61 Jasa kesehatan pemerintah 27 Perabot rumah tangga terbuat dari kayu, bambu dan
rotan
62 Jasa pemerintahan lainnya (jasa hibu-ran, rekreasi & kebudayaan (pemerin-28 Barang-banrang lainnya terbuat dari kayu, gabus,
bambu dan rotan
63 Jasa kesehatan swasta 29 Baang-barang dari kertas dan karton 64 Jasa kemasyarakatan lainnya 30 Barang cetakan 65 Film dan jasa distribusi swasta
31 Jamu 66 Barang dan jasa yang tidak termasuk
dimanapun 32 Gas alam cair (LNG)
33 Ban
34 Barang-barang lainnya dari karet
3.2 Daya Saing Sektor Ekonomi dan Produk Ekspor
Salah satu permasalahan utama dalam menghadapi rezim pasar perdagangan bebas (liber-alisasi pasar), adalah meningkatnya peluang bagi industri domestik di pasar global dan juga eskalasi tingkat persaingan industri dalam negeri menghadapi produk impor di pasar domestik. Dalam kondisi tersebut faktor daya saing menjadi komponen penting bagi in-dustri domestik untuk memperoleh manfaat dan peluang dari pelaksanaan rezim pasar perdagangan bebas dimaksud baik bagi industri tersebut maupun pereknomian secara agregat.
3.2.1 Daya Saing Sektor Ekonomi di Pasar Global Berdasarakan Tabel Input Output 2005
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat dimaklumi bahwa penyusunan strategi dan kebijakan perdagangan bebas perlu disertai pemahaman atas potensi daya saing masing-masing sektor ekonomi domestik untuk bersaing dengan industri sejenis dari negara lain, baik di pasar internasional maupun pasar dalam negeri. Untuk itu, kajian ini juga diarahkan untuk melakukan pemetaan daya saing sektor-sektor ekonomi do-mestik.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daya saing tiap-tiap sek-tor ekonomi di pasar internasional adalah melalui pendekatan kategorisasi industri berori-entasi pasar ekspor atau pasar domestik. Dengan pendekatan ini, industri dengan oriberori-entasi output cenderung ke dalam pasar domestik diasumsikan sebagai industri yang kurang mampu bersaing di pasar global, sementara industri dengan kecenderungan orientasi out-put ke pasar ekspor diasumsikan sebagai industri yang memiliki daya saing cukup baik di pasar global. Dalam menentukan orientasi output suatu industri dilakukan metode perhi-tungan dengan menggunakkan rasio-rasio permintaan akhir untuk impor dan ekspor dari tabel input output. Dalam metode ini, indikator daya saing dirumuskan sebagai berikut :
RCAind = (X- M)/ (X+M)
Dimana
RCA ind = Orientasi produk industri atau daya saing output industri di pasar global.
X = rasio ekspor/output di masing-masing industri M = rasio impor/output masing-masing industry
perda-gangan sehingga dianggap mampu melakukan penetrasi pasar internasional dan memiliki daya saing yang baik. Sebaliknya, industri dengan RCAind < 0 dianggap mengalami de-fisit neraca perdagangan sehingga dianggap mengalami tekanan dalam persaingan dengan produk sejenis dari negara lain, atau dengan kata lain kurang memiliki daya saing yang cukup.
Berdasarkan tabel Input Output 2005, dilakukan pengelompokan industri yang memiliki daya saing cukup baik di pasar internasional. Industri industri yang memiliki daya saing kurang baik dapat dipertimbangkan untuk memperoleh fasilitas proteksi, sementara in-dustri yang memiliki daya saing cukup baik relatif tidak membutuhkan perlindungan/pro-teksi perdagangan. Dari hasil perhitungan tersebut secara umum diperoleh gambaran bahwa jumlah sektor pertanian, sektor pertambangan, dan manufaktur yang memiliki daya saing masih lebih banyak dibanding jumlah sektor di ketiga kelompok tersebut yang kurang mampu bersaing dengan produk asing.
Tabel 3.1 Komposisi Daya Saing Sektor Ekonomi dalam Perdagangan Barang dan Jasa di Pasar Global berdasarkan Tabel Input-Output 2005
RCA>0 memiliki daya saing Sektor Share
Pertanian 16 9.1%
Manufaktur 49 28.0%
Jasa 10 5.7%
RCA<0 tidak memiliki daya saing Sektor Share
Pertanian 15 8.6%
Pertambangan 6 3.4%
Manufaktur 43 24.6%
Jasa 18 10.3%
Non Trade tidak terjadi perdagangan Sektor Share
Pertanian 3 1.7%
3.2.2 Keterkaitan Sektor Industri, Daya Saing dan Kebijakan erda -gangan Internasional
Selanjutnya, dengan memperhatikan pemetaan industri berdasarkan daya saing industri dan besaran keterkaitan ke depan dan kebelakang (forward dan backward linkage) maka dapat diperoleh gambaran umum mengenai posisi dan peran masing masing industri. De-ngan gambaran tersebut, maka dapat disusun strategi perdagaDe-ngan dan tarif untuk ma-sing-masing sektor industri.
saing sektor-sektor di depannya. Sementara hasil pemetaan daya saing sektor ekonomi (RCAind) mengisyaratkan bahwa kebijakan proteksi tidak diperlukan oleh sektor-sektor yang telah memiliki daya saing. Argumen-argumen tersebut dapat dikombinasikan seba-gai landasan pertimbangan dalam penetapan kebijakan tariff dan bea masuk produk im-por.
Tabel 3.9 Matriks Karakteristik Sektor Ekonomi dan Rekomendasi Kebijakan
Karakteristik Industri/Sektor Ekonomi Rekomendasi Kebijakan - Backward linkage tinggi Membutuhkan Proteksi
- Backward linkage rendah Relatif tidak membutuhkan proteksi - Forward linkage tinggi Perlu dilakukan liberalisasi
- Forward linkage rendah Liberalisasi tidak terlalu berdampak bagi daya saing industri hilirnya
- Daya Saing (RCAind) tinggi Tidak membutuhkan proteksi - Daya Saing (RCAind) rendah Masih membutuhkan proteksi
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dan pemetaan yang telah dilakukan dapat disim-pulkan bahwa sektor sektor yang masih perlu mendapat perlindungan melalui kebijakan tariff adalah sektor sektor dengan karakteristik backward linkage yang tinggi, forward linkage yang rendah, serta indeks daya saing sektor (RCAind) negatif. Dalam hal ini, be-berapa industri tersebut antara lain industri mesin dan perlengkapannya, industri barang logam, industri pengolahan hasil minyak (tabel 3.3).
Tabel 3.10 Industri dengan karakteristik Backward Linkage tinggi dan Forward linkage rendah dan Daya Saing
Kode
Sektor RCA Sektor
18 Kopi 0.9914
14 Kelapa 0.9908
31 Ikan laut dan hasil aut lainnya 0.9663
33 Udang 0.8457
29 Kayu 0.7109
91 Kerta dan karton 0.5509
75 Benang 0.5138
158 Jasa komunikasi 0.2731
109 Barang-barang plastik 0.2606
36 Minyak bumi 0.2081
12 Karet 0.0192
37 Gas bumi dan panas bumi 0.0027
122 Barang-barang logam lainnya -0.2044
159 Bank -0.2246
48 Barang galian segala jenis -0.2273
157 Jasa penunjang angkutan -0.4361
99 Obat-obatan -0.5118
104 Barang-barang hasil kilang minyak -0.5250
124 Mesin dan perlengkapannya -0.5509
162 Sewa bangunan dan sewa tanah -0.5869
2 Jagung -0.5942
25 Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar -0.6196
13 Tebu -0.6232
163 Jasa perusahaan -0.6488
103 Barang-barang kimia lainnya -0.6673
9 sayur-sayuran -0.6874
173 Jasa perbengkelan -0.7046
58 Tepung terigu -0.8667
10 Buah-buahan -0.9082
1 Padi -0.9647
27 Unggas dan hasil-hasilnya -0.9948
42 Biji emas -1.0226
Di samping pemetaan daya saing output industri, analisis daya saing juga dapat diterap-kan pada jenis komoditi, khususnya pada komoditi ekspor. Salah satu metode yang sering digunakan untuk menilai daya saing suatu komoditi adalah Revealed Comparative Ad-vantage (RCA). RCA merupakan suatu indeks yang menunjukkan tingkat/derajat kemam-puan ekspor komoditi untuk bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara lainnya di pasar global. Penilaian daya saing tersebut secara umum dibandingkan dengan nilai benchmark 1, dimana suatu produk dinilai memiliki daya saing dan keunggulan kom-paratif bilai memiliki nilai RCA>1. Demikian pula sebaliknya, produk tersebut dinilai tidak memiliki daya saing dan keunggulan komparatif bila memiliki RCA<1. Indeks RCA tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
RCAj= Xij Xwj
Xi Xw
Di mana
RCAj = Indeks Daya Saing Komoditi j di pasar global Xij = Ekspor komoditi j oleh negara i
Xwj = total ekspor komoditi j di dunia Xi = total ekspor negara i
Xw = total ekspor dunia
2000-2008. Terkait dengan kinerja ekspor produk manufaktur, diperoleh beberapa gam-baran bahwa industri-industri yang memiliki tahapan teknologi relatif rendah memiliki daya saing yang lebih baik dibanding industri dengan tingkat teknologi yang relatif tinggi. Beberapa contoh diantaranya adalah daya saing produk tekstil dan pakaian jadi memiliki daya saing yang cukup baik, sementara produk-produk industri mesin, elek-tronik dan alat angkutan, industri kimia, industri pengolahan besi dan baju memiliki daya saing yang relatif rendah. Secara kasat mata, ketiga industri terakhir lebih bersifat padat modal (capital intensive) dan menerapkan tahapan teknologi pengolahan yang lebih rumit dibanding industri tekstil dan pakaian.
Tabel 3.12. Tabel Daya Saing (RCA) Ekspor Indonesia di Pasar Global
Sumber : WTO , diolah
for-mula dasar RCA untuk digunakan dalam mengukur daya saing ekspor di pasar China dan ASEAN.
Dalam melakukan modifikasi terhadap formula RCA tersebut, maka dilakukan penyesua-ian sebagai berikut.
Variabel terkait dengan ekspor dunia (baik total maupun komoditi) disesuaikan men-jadi negara tujuan ekspor (negara c),
Variabel total ekspor komoditi j dan total ekspor dunia disesuaikan menjaid total im-por komoditi j dan total imim-por negara c,
Dalam konteks ini, negara c mengacu pada pasar China dan Pasar ASEAN.
Dengan memperhatikan penyesuaian tersebut di atas, maka formula RCA dirumuskan ke dalam bentuk:
RCAcj= Xicj Mcj
Xic Mc
Di mana
RCAcj = Indeks Daya Saing Komoditi j di negara c Xicj = Ekspor komoditi j oleh negara i ke negara c Mcj = Total impor komoditi j oleh negara c
Xic = Total ekspor negara i ke negara c Mc = Total impor negara c
pertambangan yang mimiliki daya saing yang cukup baik, sementara daya saing ekspor pertanian dan manufaktur relatif rendah. Pada tahun 2008, daya saing ekspor pertanian dan manufaktur baik di pasar Asean maupun China cenderung menurun, sementara daya saing komoditas pertambangan relatif meningkat di pasar China dan relatif stabil di pasar ASEAN.
Gambar 3.1. Tabel Daya Saing (RCA) Ekspor Indonesia di Pasar Global
Berdasarkan perkembangan yang ada, dampak FTA (AFTA dan ACFTA) tahun 2010 secara umum masih dapat memberikan dampak positif pada produk-produk pertanian dan pertambangan, sementara tekanan persaingan akan dihadapi oleh produk manufaktur secara umum.
4. Model Ekonometrika Keterkaitan Tarif, Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Pasca Simulasi FTA
pen-dekatan panel data dengan cross section (i) sebanyak 149 ISIC dengan time series 4 tahun dari 2001 s.d. 2005; dengan demikian total observasi adalah sebesar 745 tanpa memperhitungkan missing value dari data tersebut pada variable utama yang ingin diesti-masi hubungannya. Lebih jelasnya lagi estidiesti-masi kedua persamaan akan dicoba dengan perangkat pooled data dengan memanfaatkan fixed effect yaitu Least Square Dummy Variables (LSDV). Dengan bantuan fixed effect, dapat dibentuk satu variable bantu ( in-teraction variable) yang memungkinkan kita untuk dapat membedakan besaran estimasi pengaruh dari harga dan tariff kepada ekspor, impor,maupun neraca perdagangan secara unik di tiap tiap jenis ISIC industri. Pendekatan panel data, terlebih dengan metode esti-masi LSDV, ditenggarai mengandung banyak masalah dari gangguan heteroscedasticity,
baik secara cross-section, time-series, dan contemporaneous correlation. Guna memper-tahankan kaidah teori dan konsep dalam pemodelan, seluruh estimasi akan memanfaatkan aplikasi White Heteroscedasticity Standar Error guna meminimlakan masalah het-eroscedasticity ini
Dengan adanya keterbatasan data yang tersedia dan tujuan estimasi arah hubungan maka perilaku hubungan antara kinerja ekspor, impor, dan neraca pendapatan Indonesia diny-atakan dengan persamaan sederhana tanpa control variables seperti pendapatan per ISIC, jumlah labor per ISIC, besaran investasi per ISIC.
Untuk persamaan ekspor spesifikasinya adalah sebagai berikut:
X
it=
α
+
β
1HARGA
it+
β
2HARGAM
it+
e
itdimana X itu menunjukkan volume ekspor, HARGA mewakili harga relative ekspor ac-tual dan HARGAM mewakili harga relative impor plus tariff yang berlaku.
menjadi salah satu determinan penghambat perkembangan ekspor. Hal ini tentu saja kon-sisten dengan penjelasan teori ekonomi yang ada. Tetapi, hasil yang berlawanan mungkin saja terjadi dan kita tidak bisa semerta-merta bisa menyatakan bahwa peningkatan tarif malah mengakibatkan peningkatan ekspor. Akibatnya, analisis yang dilakukan seyogya dilakukan secara hati-hati, antara lain dengan memperhitungkan struktur persaingan in-dustri yang bersangkutan. HARGAM diperkirakan akan memiliki arah yang ambigiu karena arah positif dapat diartikan adanya upaya ekspor sebagai substitusi impor, namun arah negative dapat saja terjadi karena penerapan tariff dalam negeri pada suatu industri akan serta merta dibalas dengan penerapan tariff oleh Negara partner dagang.
Sementara itu persamaan penawaran impor yang akan diestimasi memiliki spesifikasi se-bagai berikut:
M
it=
α
+
δ
1HARGAM
it+
v
itdimana M itu menunjukkan volume impor dan HARGAM mewakili harga relative impor plus tariff yang berlaku.Sama halnya dengan persamaan ekspor, peningkatan harga rela-tive impor (akibat tariff) seharusnya memberikan dampak negatif pada volume impor su-atu negara. Dengan adanya tariff, konsumen di negara pengimpor akan menerima harga yang lebih tinggi untuk komoditas yang dihasilkan oleh industri di negara asing.
Guna mempermudah identifikasi pada industry mana tariff dianggap lebih punya pen-garuh relative terhadap industry lain, maka akan dimanfaatkan variable interaksi antara cross section dummy dengan masing-masing HARGA dan HARGAM. Dengan demikian kita akan mampu melihat parameter estimasi yang unik pada masing-masing ISIC berdasarkan kacamata pentingnya tariff dalam mendorong kinerja ekspor-impor nasional.
ek-spor bersih (X-M) dengan factor-faktor yang mempengaruhinya, dalam hal ini adalah harga relative impor dengan tariff embedded didalamnya. Persamaan yang dapat mewak-ili perilaku hubungan antara trade balance dengan harga relative impor adalah sebagai berikut:
(
X
−
M
)
it=
α
+
β
1HARGAM
itu
itdimana (X-M) menunjukkan neraca perdagangan dan HARGAM mewakili harga relative impor plus tariff yang berlaku. Hubungan antara neraca perdagangan sendiri dengan harga relative impor diestimasikan memiliki arah yang positif, namun diperkirakan bahwa setelah tariff dikurangi atau dihapuskan, pengaruh positif ini hanya akan memiliki elastisitas yang lebih rendah dibandingkan pada saat tariff diberlakukan, dengan kata lain, dengan kata lain posisi surplus neraca perdagangan dapat terus dipertahankan bila me-mang diinginkan.
4.1 Hasil Estimasi
Tabel 4.13 Model Estimasi Determinan Ekspor-Impor dan Simulasi FTA
Skenario Coefficient Ekspor ke Cina Ekspor keASEAN Impor dari Cina Impor dariASEAN
Ex-ante (MFN)
Harga Ekspor -80.2783 **
* -12.3893 ***
Harga Impor -63.7084 -104.7766 -201.8741 * -9.5851 *
R2 0.3007 0.5447 0.3293 0.4495
F-Stat 1.20 * 4.32 *** 1.38 *** 4.72 ***
Harga Impor -34.8020 -80.8250 -71.6467 * -10.1146 **
R2 0.2425 0.4828 0.2586 0.4855
F-Stat 1.21 * 3.37 *** 1.33 ** 4.68 ***
N 635 68 635 68
Sumber: Pengolahan data
Untuk persamaan ekspor kasus Indonesia ke China, arah hubungan yang diharapkan untuk harga ekspor relatif terhadap volume ekspor adalah negatif dan signifikan, sedangkan pengaruh harga impor plus tarif adalah juga negatif walaupun tidak signifikan, hal ini dapat diartikan sebagai dampak yang baik bila tarif diturunkan atau dihilangkan guna tetap mendorong ekspor nasional.dampak harga relatif ekspor terhadap penurunan ekspor diharapkan menjadi lebih kecil setelah tarif dikurangi atau dihapuskan, hasil simulasi post-FTA dengan jelas memperlihatkan bahwa angka penurunannya menjadi
lebih kecil dibanding sebelum FTA (MFN
)
; -63.7084 ke -34.8020. Demikian pula halnyafenomena yang terjadi pada persamaan ekspor Indonesia ke sesama Negara ASEAN dampak harga ekspor terhadap volume ekspor setelah tariff dikurangi atau dihilangkan menurun dari -104.7766 ke -80.8250. Dengan kata lain elastisitas dari pengaruh harga rel-ative impor terkait tariff menjadi lebih rendah.1 Patut dicatat bahwa tidak signifikannya
arah dari harga relatif impor terkait tariff ditenggarai lebih diakibatkan oleh factor tidak dimasukkannya control variables kedalam model ini.
Pada persamaan impor dari Cina dapat kita nyatakan pada simulasi pemberlakuan FTA terjadi perubahan elastisitas, sebelum dan setelah diberlakukannya FTA angka koefisien harga impor menjadi lebih inelastis dibandingkan dengan sebelumnya; dari -201.8741 menjadi -71.6467. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan harga impor justru menurunkan respon permintaan akan impor. Tentunya hal ini harus dinterpretasikan dengan perhatian lebih. Pada satu sisi, pasca FTA produk impor cina relatif memiliki harga yang setingkat dengan barang-barang dari sumber lain (karena tentunya FTA tidak hanya berlaku untuk Cina) sehingga secara relatif mengalami diminishing comparative advantage. Disisi lain, lebih inelastisnya respon volume impor dari China dapat diartikan sebagai makin intens-nya permintaan impor dari China karena penurunan nilai elstisitas
1 Dalam buku Gujarati disebutkan bahwa untuk model semilog, nilai slope pada parameter estimasi adalah
ini menyebabkan harga impor dari China menjadi lebih kompetitif dibandingkan harga barang impor sejenis dari negara selain China.
Sebaliknya pada model impor ASEAN yang juga menunjukkan arah negatif dan signifikan seperti yang diharapkan, simulasi pemberlakuan FTA ternyata menaikkan koefisien elastisitas; dari -9.5851 menjadi -10.1146. Sehingga pengaruh penurunan tarif
memang betul akan lebih meningkatkan volume impor dari negara-nagara ASEAN, namun dengan nilai yang lebih elastis, hal ini mengakibatkan kemungkinan beralihnya pilihan negara tempat mengimpor selain negara-negara ASEAN ini, tentunya China akan menjadi salah satu pilihan prioritas.
Tabel 4.14 Jumlah Sub Industri yang Layak di Proteksi dari Impor Cina Pasca Simulasi Pemberlakuan FTA
ISI
C Deskripsi
Jumlah Sub Industri Yang Layak di Proteksi dari
Im-por Cina Pasca FTA
01 Agriculture, Hunting And Related Service Activities 2 10 Mining Of Coal And Lignite; Extraction Of Peat 1
13 Mining Of Metal Ores 1
14 Other Mining And Quarrying 1
15 Manufacture Of Food Products And Beverages 4
17 Manufacture Of Textiles 1
20 Manufacture Of Wood And Of Products Of Wood And 1 21 Manufacture Of Paper And Paper Products 2 22 Publishing, Printing And Reproduction Of Recorded 1 24 Manufacture Of Chemicals And Chemical Products 2 25 Manufacture Of Rubber And Plastics Products 3 26 Manufacture Of Other Non-metallic Mineral Products 2 28 Manufacture Of Fabricated Metal Products 2 29 Manufacture Of Machinery And Equipment N.e.c. 5 30 Manufacture Of Office, Accounting And Computing 1 31 Manufacture Of Electrical Machinery And Apparatus 2 36 Manufacture Of Furniture; Manufacture N.e.c. 2
93 Other Service Activities 1
Dari hasil estimasi model simulasi pemberlakuan FTA, dapat dilakukan filtering terhadap koefisien elastisitas dari setiap kode ISIC industri. Karena keterbatasan informasi dari Statistik Industri filtering hanya dilakukan untuk model estimasi impor dari Cina ke In-donesia.
Filtering sendiri dilakukan dengan membandingkan nilai absolute |β| dari koefisien elastisitas tiap kode ISIC dengan nilai rata-rata elastisitas dari keseluruahan industri berdasarkan kode ISIC untuk model impor Cina, industri yang memiliki initial elasticity lebih besar dari 0 (positif) di exclude dari analisis karena memang sudah tidak layak un-tuk diproteksi.
Kode ISIC 29 yaitu “Manufacture Of Machinery And Equipment N.e.c.”, dimana jum-lah sub industri (4 digit) yang layak diproteksi mencapai 5 sub industri. Kemudian yang juga memberikan jumlah yang mencolok adalah industri makanan dan minuman dengan kode ISIC 15 “Manufacture Of Food Producrs And Beverages”, di mana sub industri (4 digit) yang layak diproteksi mencapai 4 sub industri, serta insutri karet dan plastik kode ISIC 25 “Manufacture of Rubber And Plastics Products”, di mana sub industri (4 digit) yang layak diproteksi mencapai 3 sub industri.
Yang juga harus diperhatikan adalah industri tekstil yang selama ini menjadi komoditas unggulan, dari simulasi yang dilakukan industri tekstil kode ISIC 17 “Manufacture of Textiles” setidaknya 1 sub industri (4 digit) layak untuk diproteksi. Kemudian industri pertanian yang padat karya juga mengalami hal yang serupa, dimana industri pertanian kode ISIC 01 “Agriculture, Hunting And Related ServiceActivities” memiliki 2 sub in-dustri (4 digit) yang layak untuk diproteksi.
Tabel 4.15 Estimasi Model Trade Balance
Trade Balance MFN Tariff FTA Tariff
R2 0.0187 0.015
F 9.71 *** 9.7 ***
ASEAN
Coefficient 962.7234 1020.0000
R2 0.0055 0.0066
F 0.29 0.44
Note: Variabel independent adalah nilai log dari Harga relative impor dengan tariff embedded.
Sumber: Pengolahan data
*= Tingkat signifikansi 10%; ** = 5%; dan *** = 1%
Sebagai langkah akhir adalah mencoba mengestimasi besarnya tingkat pengaruh dari tar-iff terhadap neraca perdagangan, dimana neraca perdagangan adalah besaran volume ek-spor bersih (X-M) dalam juta ton.
Hubungan antara neraca perdagangan sendiri dengan harga relative impor terkait tarif diestimasikan memiliki arah yang positif; makin tinggi tingkat harga impor karena pembebanan tarif, maka akan terjadi kenaikan neraca perdagangan. Untuk kasus neraca perdagangan dengan China simulasi setelah FTA memang menunjukkan signifikansi bahwa setelah tarif dihilangkan maka peningkatan neraca perdagangan Indonesia-China tidak akan sebesar sebelum FTA. Namun pada kasus neraca perdagangan Indonesia-ASEAN, kecenderungan yang dihasilkan oleh estimasi adalah makin meningkatkan neraca perdagangan dengan catatan bahwa nilai estimasi memang tidaklah signifikan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penurunan/penghilangan tarif tidak terlalu membahayakan surplus neraca perdagangan Indonesia baik dengan China maupun dengan negara-negara ASEAN.
Arsyad Lincolin, Ekonomi Pembangunan, Bagian Penerbitan STIE – YKPN, Yogyakarta, 1992.
Gujarati, Damodar N., Basic Econometrics3rd Edition, McGraw-Hill, 1995.
LAMPIRAN
Tabel Kuadran I. Sektor dengan Backward Linkages Rendah dan Forward Linkages Rendah
KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV
Sektor dengan Backward
1 Ketela pohon Padi Hasil perkebunan lainnya Tembakau 2 Ubi jalar Jagung Daging, jeroan dan
sejenis-nya
Daging olahan dan awetan 3 Umbi-umbian lainnya sayur-sayuran Minyak hewani dan minyak
nabati Makanan danminuman terbuat
4 Kacang Buah-buahan Beras Buah-buahan dan
sayur-sayuran
ola-5 Kedele Karet Gula Ikan kering dan
ikan asin
6 Kacang-kacang lainnya Tebu Pakan ternak Ikan olahan dan awetan
7 Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Kelapa Tekstil Kopra
8 Kelapa sawit Kopi Kulit samakan dan olahan Tepung lainnya 9 Hasil tanaman serat Ternak dan
hasil-hasilnya kecuali Kayu gergajian dan awetan Roti, biskuit dansejenisnya
10 Teh Unggas dan
hasil-hasilnya
Bubur kertas Mie, makaroni dan sejenisnya 11 Cengkeh Kayu Kimia dasar kecuali pupuk Biji-bijian
ku-pasan
12 Kakao Hasil hutan lainnya Pupuk Coklat dan
kem-bang gula 13 Jambu mete Ikan laut dan hasil
aut lainnya Damar sintetis, bahan plas-tik dan serat sintetis Kopi giling dankupasan 14 Hasil pertanian lainnya Udang Karet remah dan karet asap Teh olahan 15 Susu segar Minyak bumi Barang-barang dari besi
dan baja dasar
KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV
16 Hasil pemeliharaan hewan
lainnya Gas bumi dan panasbumi Logam dasar bukan besi Minuman be-ralkohol 17 Ikan darat dan hasil perairan
darat Biji emas Barang-barang dari logamdasar bukan besi Minuman tak be-ralkohol 18 Jasa pertanian Barang galian
segala jenis
Mesin pembangkit dan mo-tor listrik
Tembakau olahan 19 Batubara Tepung terigu Listrik dan gas Kapuk bersih
20 Biji timah Benang Jalan, jembatan dan
pelabuhan
Tekstil jadi ke-cuali pakaian 21 Biji nikel Kertas dan karton Jasa restoran Barang-barang
ra-jutan 22 Biji bauksit Obat-obatan Jasa angkutan jalan raya Pakaian jadi 23 Biji tembaga Barang-barang
kimia lainnya
Jasa hiburan, rekreasi & ke-budayaan swasta
Barang-barang dari kulit 24 Biji perak Barang-barang hasil
kilang minyak Alas kaki
25 Biji dan pasir besi Barang-barang plastik
Kayu lapis dan se-jenisnya
26 Barang tambang logam
lain-nya Barang-banranglogam lainnya Bahan bangunandari kayu 27 Barang tambang mineral
bukan logam Mesin dan per-lengkapannya Perabot rumahtangga terbuat 28 Garam kasar Jasa penunjang
angkutan
Barang-banrang lainnya terbuat 29 Hasil pengolahan kedele Jasa komunikasi Baang-barang dari kertas dan karton
30 Rokok Bank Barang cetakan
31 Permadani, tali dan tekstil
lainnya Sewa bangunan dansewa tanah Jamu
32 Banrang anyaman kecuali
ter-buat dari plastik Jasa perusahaan Gas alam cair(LNG)
33 Pestisida Jasa perbengkelan Ban
34 Cat, vernis dan lak Barang-barang
lainnya dari karet
35 Sabun dan bahan pembersih Keramik dan
barang-barang
36 Barang-barang kosmetik Bahan bangunan
keramik dan dari 37 Kaca dan barang-barang dari
kaca Semen
38 Barang-barang elektronika, komunikasi dan
perlengka-Barang-barang lainnya dari bahan
39 Baterai dan aki Besi dan baja
dasar
40 Kapal dan jasa perbaikannya Alat-alat dapur,
pertukangan dan 41 Kereta api dan jasa
per-baikannya Perabot rumahtangga dan kantor
42 Kendaraan bermotor kecuali
sepeda motor Bahan bangunandari logam
43 Pesawat terbang dan jasa per-baikannya
Mesin penggerak mula
44 Barang-barang perhiasan Mesin listrik dan
perlengkapannya
45 Jasa perdagangan Alat-alat listrik
untuk rumah
46 Jasa perhotelan Perlengkapan
listrik lainnya 47 Jasa angkutan sungai dan
KUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV
48 Lembaga keuangan lainnya Alat pengangkut
lainnya
49 Asuransi dan dana pensiun Alat ukur,
fo-tografi, optik dan
50 Jasa pemerintahan umum Alat-alat musik
51 Jasa pendidikan pemerintah Alat-alat olah raga
52 Jasa pendidikan swasta Barang-barang
in-dutri lainnya 53 Jasa perorangan dan rumah
tangga Air bersihBangunan tempat
LAMPIRAN 3.1a
LAMPIRAN 3.1b
DESKRIPSI ISIC 4 DIGIT
Ekspor ke Cina Ekspor ke Cina Ekspor ke ASEAN
MFN FTA MFN FTA MFN FTA MFN
Agriculture, Hunting And Related Service
Activities 0112 32.79109 31.56218 334.8493 23.38443 -48.9698 81.2576 14.856061
0113 81.32978 75.60259 298.85226 1.89144 -25.8783 104.3491 -3.955312
0121 348.60098 -21.45412 291.73989 -12.52094 7.3561 137.5835 -0.440508
0122 -96.8217 -72.57384 299.78826 -7.68025 -2.5681 127.6593 -0.503031 Forestry, Logging And Related Service
Ac-tivities
0200 -27.88859 -40.200968 343.5278 41.40813 -1.8691 128.3583 2.98342
Fishing, Operation Of Fish Hatcheries And
Fish 0500 15.71729 30.00012 344.113 36.15503 0.7062 130.9336 -0.350883
Mining Of Coal And Lignite; Extraction Of Peat
1010 -377.05182 -330.67101 1.0478 131.2752 1020 -800.05962 -904.80671 -26.3789 103.8485 Extraction Of Crude Petroleum And
Natu-ral Gas;
1110 640.14668 521.68089 -38.4668 91.7606
Mining Of Metal Ores 1320 204.36178 181.44949 -6.5009 123.7265
Other Mining And Quarrying 1410 -323.06112 -208.22511 -5.4173 124.8101
1421 170.65628 177.25369 -18.6545 111.5729
1422 -142.45992 -126.51996 -5.3849 124.8425
1429 32.99544 34.45873 -6.8563 123.3711
Manufacture Of Food Products And Bever-ages
1511 -67.510534 -85.41769 327.5391 6.1428 136.3702 0.68128
1512 -309.05862 -33.8984832 305.5986 6.30192 -7.8735 122.3539 -1.034766
1513 -56.986462 -62.84462 272.85543 -31.979 -3.2389 126.9885 -1.913473
1514 449.49858 -251.12721 -0.4264 129.801
1520 104.90988 105.05589 301.8822 0.06096 -7.2077 123.0197 -7.580431
1531 324.47598 118.10239 -8.4398 121.7876
1532 -53.21123 -37.112079 -2.9252 127.3022
1541 -54.072625 -41.864415 0.5575 130.7849
1542 -24.46221 -22.20878 -2.4171 127.8103
1543 -49.50362 -26.460151 -6.1854 124.042
1544 218.41098 257.98679 5.1362 135.3636
1549 -194.33422 -156.68371 293.70576 -3.60048 -20.2022 110.0252 -2.101884 1551 -119.3773 -133.62419 -5.7738 124.4536
1552 28.92045 13.33992 -7.4887 122.7387
1553 -431.62712 -458.50361 -18.2174 112.01
1554 -41.86956 64.81526 -1.1771 129.0503
Manufacture Of Tobacco Products 1600 -29.36284 -32.996366 -3.5555 126.6719
Manufacture Of Textiles 1711 138.82598 159.77109 -5.6734 124.554
1721 36.49998 -71.03997 -1.9239 128.3035
1722 32.43127 29.10277 3.3618 133.5892
1723 -24.44751 -64.45118 9.9877 140.2151
1729 -490.62502 -26.932077 -24.1073 106.1201
DESKRIPSI ISIC 4 DIGIT
Ekspor ke Cina Ekspor ke Cina Ekspor ke ASEAN
MFN FTA MFN FTA MFN FTA MFN
Manufacture Of Wearing Apparel; Dressing
And Dyeing 1810 82.29438 117.27829 -6.6554 123.572
1820 -110.94002 -106.11502 -6.1943 124.0331 Tanning And Dressing Of Leather;
Manu-facture Of 1912 -47.79078 -33.361859 -10.4294 119.798
1920 -66.393098 -48.54727 -9.9204 120.307
Manufacture Of Wood And Of Products Of Wood And
2010 -81.95272 -87.87046 -3.5953 126.6321
2021 1175.83758 97.72959 38.0519 168.2793
2022 91.49818 75.87239 5.0696 135.297
2029 -11.62297 -6.17711 -7.2731 122.9543
Manufacture Of Paper And Paper Products 2101 -800.25482 -742.88511 -5.099 125.1284
2102 67.81288 73.59129 2.5698 132.7972
2109 134.01378 126.15119 2.5625 132.7899
Publishing, Printing And Reproduction Of Recorded
2211 112.65458 65.27059 11.2406 141.468
2212 -59.049454 -53.44915 -6.1271 124.1003
2213 -37.47774 -8.8548 121.3726
2219 -67.19579 -103.34402 -0.9069 129.3205
2221 25.74596 21.2848 4.097 134.3244
Manufacture Of Coke, Refined Petroleum Products
2310 72.64498 89.51259 -5.9874 124.24
2320 -62.7795947 -62.52981 -74.9449 55.2825
2330 11.80701 0.25254 -6.6001 123.6273
Manufacture Of Chemicals And Chemical Products
2411 -1348.11242 -819.44021 -172.24891 -42.02151
2412 398.96228 347.11799 -19.2925 110.9349
2413 -73.73042 -51.92677 -8.8323 121.3951
2421 -232.01942 -17.94435 -7.8909 122.3365
2422 109.10888 79.78429 -0.1387 130.0887
2423 -26.99588 -24.58347 -4.5886 125.6388
2424 -119.17482 -99.51453 -0.0853 130.1421
2429 -33.92843 33.9649 -8.4471 121.7803
2430 -84.49176 7.87004 2.0974 132.3248
Manufacture Of Rubber And Plastics Prod-ucts
2511 128.00588 113.35979 6.4835 136.7109
2519 56.65898 59.45201 1.5497 131.7771
2520 17.83702 37.68008 -6.3043 123.9231
Manufacture Of Other Non-metallic Min-eral Products
2610 -128.8998 -47.37633 -2.2397 127.9877
2691 -25.33727 -18.92733 -3.8035 126.4239
2692 -52.8555 -80.55555 -5.4947 124.7327
2693 -3.56939 -17.03163 -14.9733 115.2541
2694 -1113.53242 -524.24901 8.8221 139.0495
DESKRIPSI ISIC 4 DIGIT
Ekspor ke Cina Ekspor ke Cina Ekspor ke ASEAN
MFN FTA MFN FTA MFN FTA MFN
2696 52.50718 101.48229 0.2759 130.5033
2699 10.88893 17.99617 1.879 132.1064
Manufacture Of Basic Metals 2710 79.95118 38.87826 -5.079 125.1484
2720 -211.45072 -216.58861 -12.0809 118.1465
Manufacture Of Fabricated Metal Products 2811 74.99388 61.8093 8.543 138.7704
2812 24.14646 35.68604 -4.6014 125.626
2813 22.53456 11.23293 -0.8422 129.3852
2893 45.31598 20.33727 -7.3738 122.8536
2899 5.07223 30.34983 -8.4627 121.7647
Manufacture Of Machinery And Equipment N.e.c.
2911 65.84368 86.84299 -5.3415 124.8859
2912 115.11148 102.30899 -1.9805 128.2469
2913 -13.04701 -20.93621 -2.2887 127.9387
2914 -78.00802 -88.8475 -4.4464 125.781
2915 -42.6668 -78.68461 -8.414 121.8134
2919 -28.33612 -34.2868372 -12.7725 117.4549
2921 -79.78688 -91.87016 -8.9415 121.2859
2922 224.87518 182.53299 7.2565 137.4839
2923 78.33678 76.25879 4.081 134.3084
2924 96.00288 66.31409 6.0288 136.2562
2925 -4.34923 16.52092 2.4683 132.6957
2926 -141.28937 -142.74341 -9.2294 120.998
2927 -16.17225 -3.96608 -5.052 125.1754
2929 0.0294 -3.38509 -1.1282 129.0992
2930 -37.6547 -25.677889 -6.1759 124.0515
Manufacture Of Office, Accounting And Computing
3000 1.66096 -1.94973 -5.4326 124.7948
Manufacture Of Electrical Machinery And
Apparatus 3110 16.23763 -16.05367 3.2241 133.4515
3120 51.01248 22.2913 3.7532 133.9806
3130 -45.18609 -45.71749 -1.1099 129.1175
3140 -16.2048 23.23079 1.2267 131.4541
3150 -10.41546 -67.41647 -2.6332 127.5942
3190 202.12458 204.00079 6.1934 136.4208
Manufacture Of Radio, Television And Communication
3210 18.33447 23.77057 1.6019 131.8293
3220 -2.02504 8.41597 -4.633 125.5944
3230 -14.65436 -27.549319 -2.25 127.9774
Manufacture Of Medical, Precision And Optical
3311 -21.29291 -10.67384 -4.9655 125.2619
3312 10.89092 38.66452 -2.7818 127.4456
DESKRIPSI ISIC 4 DIGIT
Ekspor ke Cina Ekspor ke Cina Ekspor ke ASEAN
MFN FTA MFN FTA MFN FTA MFN
3320 -52.56643 -39.349611 -8.1488 122.0786
3330 40.02538 47.87448 -0.4085 129.8189
Manufacture Of Motor Vehicles, Trailers 3410 -97.40019 -118.05919 -2.3906 127.8368
3420 -125.25599 -152.72771 -11.2422 118.9852
3430 88.44968 47.0965 1.0093 131.2367
Manufacture Of Other Transport
Equip-ment 3511 -12.90811 -11.28778 -2.2444 127.983
3512 90.98788 67.14979 7.0027 137.2301
3520 289.19468 131.66379 15.5326 145.76
3530 -3.03566 11.08293 -2.1707 128.0567
3591 -11.01153 -13.12485 -7.1731 123.0543
3592 45.26868 42.32773 -3.7666 126.4608
Manufacture Of Furniture; Manufacture N.e.c.
3610 1.7236 7.80399 -4.4065 125.8209
3691 -242.61592 -165.04471 -7.0216 123.2058
3692 -56.716732 -52.50839 -5.6074 124.62
3693 -33.01044 -55.6726 -1.5357 128.6917
3694 -66.654578 -86.37404 -7.0229 123.2045
3699 -95.685 8.70417 473.8907 162.24903 -14.5887 115.6387 -0.955284
Electricity, gas, steam and hot water supply 4020 -93.97811 -64.09119 -11.0208 119.2066
Other Business Activities 7494 96.77988 98.68969 5.9988 136.2262
Recreational, Cultural And Sporting Activi-ties
9214 -61.411338 -105.6464 -5.1837 125.0437