• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Sektor Industri, Daya Saing dan Kebijakan erda - -gangan Internasional

Dalam dokumen Dampak Free Trade Agreement Terhadap Kin (Halaman 27-35)

3.2 Daya Saing Sektor Ekonomi dan Produk Ekspor

3.2.2 Keterkaitan Sektor Industri, Daya Saing dan Kebijakan erda - -gangan Internasional

Selanjutnya, dengan memperhatikan pemetaan industri berdasarkan daya saing industri dan besaran keterkaitan ke depan dan kebelakang (forward dan backward linkage) maka dapat diperoleh gambaran umum mengenai posisi dan peran masing masing industri. De-ngan gambaran tersebut, maka dapat disusun strategi perdagaDe-ngan dan tarif untuk ma-sing-masing sektor industri.

Berdasarkan pembahasan di bagian-bagian terdahulu dapat dirumuskan bahwa strategi kebijakan proteksi dapat diterapkan pada sektor sektor ekonomi yang memiliki keterkai-tan ke belakang (backward linkage) yang tinggi. Dalam hal ini, keberlangsungan sektor – sektor ini akan mampu mendorong pertumbuhan sektor ekonomi domestik lainnya den-gan lebih baik. Di sisi lain, kebijakan penurunan/pembebasan tariff impor sebaiknya dit-erapkan pada sektor-sektor ekonomi dengan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang relatif tinggi. Argument tersebut dilandasi oleh pemahaman bahwa sektor-sektor tersebut merupakan bahan input bagi sebagian besar sektor ekonomi lainnya, sehingga penurunan harga output sektor ini mampu menyebabkan penurunan harga dan peningkatan daya

saing sektor-sektor di depannya. Sementara hasil pemetaan daya saing sektor ekonomi (RCAind) mengisyaratkan bahwa kebijakan proteksi tidak diperlukan oleh sektor-sektor yang telah memiliki daya saing. Argumen-argumen tersebut dapat dikombinasikan seba-gai landasan pertimbangan dalam penetapan kebijakan tariff dan bea masuk produk im-por.

Tabel 3.9 Matriks Karakteristik Sektor Ekonomi dan Rekomendasi Kebijakan Karakteristik Industri/Sektor Ekonomi Rekomendasi Kebijakan

- Backward linkage tinggi Membutuhkan Proteksi

- Backward linkage rendah Relatif tidak membutuhkan proteksi - Forward linkage tinggi Perlu dilakukan liberalisasi

- Forward linkage rendah Liberalisasi tidak terlalu berdampak bagi daya saing industri hilirnya

- Daya Saing (RCAind) tinggi Tidak membutuhkan proteksi - Daya Saing (RCAind) rendah Masih membutuhkan proteksi

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dan pemetaan yang telah dilakukan dapat disim-pulkan bahwa sektor sektor yang masih perlu mendapat perlindungan melalui kebijakan tariff adalah sektor sektor dengan karakteristik backward linkage yang tinggi, forward linkage yang rendah, serta indeks daya saing sektor (RCAind) negatif. Dalam hal ini, be-berapa industri tersebut antara lain industri mesin dan perlengkapannya, industri barang logam, industri pengolahan hasil minyak (tabel 3.3).

Tabel 3.10 Industri dengan karakteristik Backward Linkage tinggi dan Forward linkage rendah dan Daya Saing

Kode

Sektor RCA Sektor

18 Kopi 0.9914

14 Kelapa 0.9908

31 Ikan laut dan hasil aut lainnya 0.9663

33 Udang 0.8457

29 Kayu 0.7109

91 Kerta dan karton 0.5509

75 Benang 0.5138

158 Jasa komunikasi 0.2731

109 Barang-barang plastik 0.2606

36 Minyak bumi 0.2081

12 Karet 0.0192

37 Gas bumi dan panas bumi 0.0027

122 Barang-barang logam lainnya -0.2044

159 Bank -0.2246

48 Barang galian segala jenis -0.2273

157 Jasa penunjang angkutan -0.4361

99 Obat-obatan -0.5118

104 Barang-barang hasil kilang minyak -0.5250

124 Mesin dan perlengkapannya -0.5509

162 Sewa bangunan dan sewa tanah -0.5869

2 Jagung -0.5942

25 Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar -0.6196

13 Tebu -0.6232

163 Jasa perusahaan -0.6488

103 Barang-barang kimia lainnya -0.6673

9 sayur-sayuran -0.6874

173 Jasa perbengkelan -0.7046

58 Tepung terigu -0.8667

10 Buah-buahan -0.9082

1 Padi -0.9647

27 Unggas dan hasil-hasilnya -0.9948

42 Biji emas -1.0226

Di lain pihak, sektor-sektor dapat dibebaskan tariff dan bea masuk impornya terutama adalah sektor ekonomi dengan karakteristik backward linkage rendah dan forward link-age tinggi serta memiliki daya saing cukup baik, antara lain sektor industri barang anya-man kecuali terbuat dari plastik, industri sabun dan bahan pembersih, industry permadani, industri barang perhiasan, dan lain sebagainya (tabel 3.4). Selain dengan menggunakan metode pemetaan yang dilakukan di atas, kebijakan penurunan tariff dapat dilakukan pada industri/sektor ekonomi yang telah memiliki daya saing cukup (RCAind > 0).

Metode analisa di atas masih memiliki keterbatasan dalam merumuskan kebijakan perda-gangan yang tepat untuk masing-masing sektor ekonomi. Hal tersebut antara lain terkait dengan perbedaan klasifikasi 10 digit Harmonized System (HS) yang menjadi obyek pen-erapan tariff impor dengan klasifikasi sektor ekonomi, serta pemetaan ekspor netto yang dilandaskan pada kondisi tahun dasar tabel I-O dibandingkan perkembangan neraca perdagangan tahun berjalan. Namun demikian, dengan beberapa penyesuaian maka metode tersebut dapat dijadikan dasar landasan pemikiran dalam menetapkan kebijakan tariff dan bea masuk impor.

Tabel 3.11 Industri dengan karakteristik Backward Linkage rendah dan Forward Linkage tinggi dan Daya Saingnya

Di samping pemetaan daya saing output industri, analisis daya saing juga dapat diterap-kan pada jenis komoditi, khususnya pada komoditi ekspor. Salah satu metode yang sering digunakan untuk menilai daya saing suatu komoditi adalah Revealed Comparative Ad-vantage (RCA). RCA merupakan suatu indeks yang menunjukkan tingkat/derajat kemam-puan ekspor komoditi untuk bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara lainnya di pasar global. Penilaian daya saing tersebut secara umum dibandingkan dengan nilai benchmark 1, dimana suatu produk dinilai memiliki daya saing dan keunggulan kom-paratif bilai memiliki nilai RCA>1. Demikian pula sebaliknya, produk tersebut dinilai tidak memiliki daya saing dan keunggulan komparatif bila memiliki RCA<1. Indeks RCA tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

RCAj= Xij Xwj Xi Xw Di mana

RCAj = Indeks Daya Saing Komoditi j di pasar global Xij = Ekspor komoditi j oleh negara i

Xwj = total ekspor komoditi j di dunia Xi = total ekspor negara i

Xw = total ekspor dunia

Berdasarkan perhitungan indeks RCA ekspor Indonesia di pasar global, dapat diperoleh gambaran bahwa selama tahun 1999 hingga 2008, ekspor komoditi nasional yang memiliki daya saing cukup baik adalah produk-produk sektor primer (pertanian dan pertambangan). Selama periode tersebut, daya saing produk pertanian mengalami trend meningkat sementara daya saing produk sektor pertambangan cenderung menurun. Di sisi lain ekspor produk manufaktur Indonesia tidak cukup mampu bersaing di pasar inter-nasional (RCA < 1), dan kemampuan daya saing tersebut terus menurun selama periode

2000-2008. Terkait dengan kinerja ekspor produk manufaktur, diperoleh beberapa gam-baran bahwa industri-industri yang memiliki tahapan teknologi relatif rendah memiliki daya saing yang lebih baik dibanding industri dengan tingkat teknologi yang relatif tinggi. Beberapa contoh diantaranya adalah daya saing produk tekstil dan pakaian jadi memiliki daya saing yang cukup baik, sementara produk-produk industri mesin, elek-tronik dan alat angkutan, industri kimia, industri pengolahan besi dan baju memiliki daya saing yang relatif rendah. Secara kasat mata, ketiga industri terakhir lebih bersifat padat modal (capital intensive) dan menerapkan tahapan teknologi pengolahan yang lebih rumit dibanding industri tekstil dan pakaian.

Tabel 3.12. Tabel Daya Saing (RCA) Ekspor Indonesia di Pasar Global

Sumber : WTO , diolah

Dalam kajian ini, dilakukan analisa perhitungan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global berdasarkan indeks RCA untuk mendapatkan gambaran kemampuan masing-masing produk dalam menghadapi pelaksanaan skema/perjanjian perdagangan bebas, khususnya dalam rangka pelaksanaan AFTA dan ASEAN-China FTA. Dalam melakukan perhitungan kemampuan daya saing tersebut, akan dilakukan modifikasi terhadap

for-mula dasar RCA untuk digunakan dalam mengukur daya saing ekspor di pasar China dan ASEAN.

Dalam melakukan modifikasi terhadap formula RCA tersebut, maka dilakukan penyesua-ian sebagai berikut.

 Variabel terkait dengan ekspor dunia (baik total maupun komoditi) disesuaikan men-jadi negara tujuan ekspor (negara c),

 Variabel total ekspor komoditi j dan total ekspor dunia disesuaikan menjaid total im-por komoditi j dan total imim-por negara c,

 Dalam konteks ini, negara c mengacu pada pasar China dan Pasar ASEAN.

Dengan memperhatikan penyesuaian tersebut di atas, maka formula RCA dirumuskan ke dalam bentuk: RCAcj= Xicj Mcj Xic Mc Di mana

RCAcj = Indeks Daya Saing Komoditi j di negara c Xicj = Ekspor komoditi j oleh negara i ke negara c Mcj = Total impor komoditi j oleh negara c

Xic = Total ekspor negara i ke negara c Mc = Total impor negara c

Selanjutnya dengan menggunakan formulasi RCA yang telah dimodifikasi, dapat diperoleh gambaran umum mengenai daya saing produk ekspor Indonesia ke China dan negara-negara ASEAN. Dari perhitungan yang dilakukan dapat diperoleh gambaran daya saing secara umum bahwa produk ekspor pertambangan dan pertanian masih memiliki daya saing yan baik (RCA > 1) dan daya saing ekspor manufaktur juga memiliki besaran yang cukup rendah (RCA < 1). Sementara di pasar ASAN, hanya ekspor produk

pertambangan yang mimiliki daya saing yang cukup baik, sementara daya saing ekspor pertanian dan manufaktur relatif rendah. Pada tahun 2008, daya saing ekspor pertanian dan manufaktur baik di pasar Asean maupun China cenderung menurun, sementara daya saing komoditas pertambangan relatif meningkat di pasar China dan relatif stabil di pasar ASEAN.

Gambar 3.1. Tabel Daya Saing (RCA) Ekspor Indonesia di Pasar Global

Berdasarkan perkembangan yang ada, dampak FTA (AFTA dan ACFTA) tahun 2010 secara umum masih dapat memberikan dampak positif pada produk-produk pertanian dan pertambangan, sementara tekanan persaingan akan dihadapi oleh produk manufaktur secara umum.

4. Model Ekonometrika Keterkaitan Tarif, Ekspor, Impor dan Neraca

Dalam dokumen Dampak Free Trade Agreement Terhadap Kin (Halaman 27-35)

Dokumen terkait