• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi dan Standart Sektor Publik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Regulasi dan Standart Sektor Publik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK

DASAR HUKUM KEUANGAN SEKTOR PUBLIK A. Dasar Hukum Keuangan Negara

Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasikan sebagai segala bentuk kekayaan, hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam APBN dan laporan pelaksanaannya.

Hak-hak Negara yang dimaksud, mencakup antara lain :

Kewajiban negara adalah berupa pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu :

1. Hak monopoli mencetak dan mengedarkan uang

2. Hak untuk memungut sumber-sumber keuangan, seperti pajak, bea dan cukai

3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh khalayak umum, yang dalam hal ini pemerintah dapat memperoleh (kontra prestasi) sebagai sumber penerima negara

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluuh tumpah darah Indonesia

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial

Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen IV, secara khusus diatur mengenai Keuangan Negara, yaitu pada BAB VIII pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut :

1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.

(2)

5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, ditetapkan Undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran bersangkutan. Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara Lainnya

B. Dasar Hukum Keuangan Daerah

Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom adalah meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah untuk melayani masyarakat dan melaksanakan program pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonom, menurut penjelasan pasal 64 Undang-undang No. 5 tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk :

1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan

2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab

3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah

4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.

5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI

(3)

berbagai entitas lain dalam pemerintahan. Perananan laporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan organisasi sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam pertanggungjawaban publik. Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu dibangun seperti:

a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan organisasi sektor publik lainnya

b. Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik lainnya, dimana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan audit

c. Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan pemerintah

d. Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya

Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi dapat melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat tidak tersedianya prasaran diatas, muncul persepsi bahwa:

1. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit

2. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang.

REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi

Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping itu,ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah

(4)

3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah

6. Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD

A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi

Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara. Tuntutan good governance diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan KKN. Pemisahan kekuasaan antareksekutif, yudikatif, dan legislatif dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa otonomi daerah.

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undang-undang yang berupaya mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi daerah tersebut di bidang administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan perundangan yang lebih operasional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) 2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan

Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022) 5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah

(5)

B. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi

Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum pelaksanaan reformasi tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.

Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3 Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :

1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja 2. Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi 3. Pemberdayaan manajer professional

Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian, pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan dalam pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.

Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik 1. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 2. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

3. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara 4. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional 5. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

6. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 7. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

8. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

(6)

Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun 2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.

Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.

Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut:

(7)

 Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan

Saldo Anggaran Lebih

 Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional, Laporan

Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

 Lampiran II

 Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan

atas Laporan Keuangan

Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis penjelasan pada setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terkait dengan masing-masing Laporan Keuangan akan mengalami perubahan.

Barang dan Jasa Publik

Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta

Barang publik adalah barang kolektif yang seharusnya dikuasai oleh Negara atau pemerintah. Sifatnya tidak eksklusif dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga dalam skala yang luas, dan dapat dinikmati warga secara gratis, misalnya udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman. Sedangkan barang swasta adalah barang spesifik yang dimiliki oleh pihak swasta. Sifatnya eksklusif dan hanya bias dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga pasar menurut penjual,yaitu harus untung sebesar-besarnya,misalnya perumahan mewah, villa, dan hotel. Dan ada juga setengah kolektif yang dimiliki oleh swasta atau pemilik gabungan antara swasta dan pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh bersifat eksklusif, dan pemerintah harus ikut menentukan harga penjualannya, yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah dan rumah sakit.

Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik

(8)

dimanfaatkan secara bersama-sama. Contoh taman umum daya saingnya rendah, sedangkan ‘ipod’ daya saingnya tinggi.

1. Secara umum, barang publik memiliki tingkat excludability dan daya saing yang rendah. Ini berarti bahwa jika barang itu diproduksi, barang tersebut dapat dipergunakan oleh banyak orang. Barang publik ini dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga umumnya dibiayai dari dana publik.

2. Barang swasta adalah barang yang punya excludability dan daya saing tinggi. Orang-orang yang memanfaatkanya jelas, sehingga mudah dikenakan biaya.

3. Barang yang excludable, tetapi daya saingnya rendah disebut toll goods. Contohnya sperti jalan tol.

4. Barang yang berdaya saing tinggi, tetapi non-excludable, disebut common pool goods. Contohnya adalah pengadaan air disebuah desa; meskipun termasuk barang yang non-excudable, namun penggunaannya secara berlebihan akan mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk menggunakannya.

Penyedia Pelayanan

Barang atau pelayanan yang dibiayai secara publik dapat dikontrakkan kepada sektor swasta misalnya, penggunaan kontraktor swasta dalam pembangunan lapangan terbang, atau sebaliknya misalnya sekolah pemerintah menerima pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk pemakai pelayanan. Setor swasta mempunyai kecendrungan bekerja lebih efisien dan efektif karena :

1. Sektor swasta memiliki fleksibilitas dalam pengolahan sumber daya sehingga permintaan pasar dapat ditanggapi.

2. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga yang lebih murah bagi pelanggan.

Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik

Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi:

(9)

2. penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan

3. pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi penyelesaian masalah di bidang pengadaan

4. pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan

5. pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi 6. melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem

pengadaan nasional

ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK

Pihak member amanah (principal) percaya bahwa pihak pemegang amanah (agent) mempunyai “kapasitas” yang menandai untuk menjalankan amanah yang didelegasikan. Makna kapasistas disini hanya dilihat dari kompetensi pada bidang kerja, tetapi juga dilihat dari perilaku etis. Perilaku etis nampaknya sangat menunjang kepercayaan para partner dan teman kerja.

Etika sering hanya dilihat dari segala sesuatu yang terwujud (tangible). Di tengah masyarakat yang masih mempercayai symbol-simbol (symbols, tanda-tanda (signals), dan berbagai bentuk aksesoris fisik lain, satandar etika amat diperlukan untuk menetukan perilaku etis.

Etika bisnis adalah bagaimana tindakan atau perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai etis atau tidak etis. Dalam banyak pembahasan tentang teori etika, para ahli filosofi umumnya menitikberatkan pada etika secara umum daripada etika dari suatu kelompok kecil, misalnya profesi dan bidang pekerjaan tertentu. Berbagai tulisan yang dibuat oleh para ahli filsafat sering jadikan acuan atau pedoman untuk memahami nilai rasionalisasi suatu sikap dan perbuatan yang disebut etis.

KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

(10)

Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen. Kinerja organisasi layanan publik harus diukur dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang mewakili misi organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan nonkeuangan. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk mempertimbangkan dimensi kualitas (Mardiasmo 2007). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara simultan Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen (Dividend Payout Ratio) dan Ukuran Perusahaan (Ln Total

Pajanan faktor resiko, seperti faktor penjamu yang diduga berhubungan dengan PPOK, semakin.. banyaknya jumlah perokok pada usia muda, serta pencemaran

Penilaian antropometrik memiliki beberapa keunggulan, yaitu menggunakan teknik sederhana dan aman yang dapat digunakan secara individual dan pada jumlah sampel yang besar,

KEDUA : Membuka pendaftaran Bakal Calon Perangkat Desa guna pengisian kekosongan jabatan Perangkat Desa Langkap Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Tahun

Deteksi serologi menggunakan antiserum Bean common mosaic virus (BCMV) memberikan reaksi positif, namun deteksi dengan teknik reverse transcription polymerase chain

Ada sedikit perbedaan nilai MOS yang diperoleh dari hasil percobaan sebelumnya (gambar 4.6) dengan nilai MOS yang diperoleh pada pengujian ini, di mana pada

BPJS Kesehatan dapat meminta rekam medis Peserta berupa ringkasan rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Langkah-lang- kahnya adalah: (1) Mencari rata-rata CRI jawaban benar dan jawaban salah dari setiap konsep yang diujikan; (2) Menentukan fraksi mahasiswa yang menjawab benar atau