• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran ganda Beringin Terhadap Erosi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran ganda Beringin Terhadap Erosi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman Judul

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

TUGAS PERENCANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

PERANAN BAGIAN POHON BERINGIN (

Ficus

benjamina

) TERHADAP EROSI

OLEH:

ANDI NURUL MUKHLISA (P3700213409)

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terbukti dengan

banyaknya flora dan fauna yang tersebar di segala penjuru mata angin. Flora dan fauna

ini sangat berperan dalam keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas antara

lain dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara,

perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, pengaturan tata air kawasan,

pengendalian erosi, dan siklus hidrologi. Hidrologi hutan merupakan suatu ilmu

fenomena yang berkaitan dengan air yang dipengaruhi oleh penutupan hutan. peran

dan fungsi hutan tidak hanya sebagai penghasil hasil hutan yaitu kayu saja akan tetapi

ada fungsi-fungsi lain dari hutan yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi

lingkungan dan manusia itu sendiri. Peran hutan yang penting dan menjadi materi

utama dalam bagian ini adalah sebagai penyedia jasa lingkungan melalui perannya

dalam mengendalikan siklus hidrologi dan perannya dalam mengendalikan longsor

lahan.

Beberapa informasi menunjukkan bahwa kelestarian sumber daya air tergantung

dari kondisi hutan pada kawasan tersebut. Pada saat hutan ditebang hasil air pada

awalnya akan meningkat karena berkurangnya evapotranspirasi, namun lama

kelamaan hasil air tersebut akan berkurang karena jumlah air yang tersimpan di dalam

tanah juga berkurang. Hal ini disebabkan karena air hujan yang jatuh pada areal hutan

yang telah terbuka, sebagian besar langsung menjadi aliran permukaan. Hutan selain

dapat berfungsi produksi juga dapat menjadi pengatur tata air dan pelindung terhadap

degradasi tanah oleh hujan karena hutan dapat mendorong peresapan air ke dalam

tanah. Adanya penutupan lahan oleh vegetasi hutan dan seresah di permukaan akan

melindungi tanah terhadap pukulan air hujan sehingga energi kinetik hujan dapat

diperkecil dan dikendalikan (Priyono, 2002). Berkaitan dengan fungsi pengaturan tata

air dan pengendalian erosi, setiap tipe vegetasi menunjukkan pengaruh yang berbeda

(3)

Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan

banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun

kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang.

Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh

tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan

efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat

menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya

menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi

peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap

air meningkat.

Sruktur tajuk taumbuhan pada suatu areal tertentu, jika berlapis dengan

tanaman penutup tanah dan serasah akan memberikan ketahanan berganda terhadap

pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Menurut Soemarwoto

(1983) bahwa selain berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan kepermukaan

tanah, vegetasi penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang

meningkatkan resistensi terhadap erosi yang terjadi. Selanjutnya, menurut

Hardjowigeno (1987), pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif apabila paling

sedikit 70 % permukaan lahan tertutup oleh vegetasi.

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) Melindungi

permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan

memperkecil diameter air hujan), 2) menurunkan kecepatan dan volume air runoff, 3)

menahan partikel-partikel tanah pada tempetnya melelui sistem perakaran dan serasah

yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kapasitas tanah dalam menyimpan air; dan 5)

meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah.

Vegetasi memiliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian dan

kehutanan berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi,rehabilitasi dan memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Menurut rauf dkk (2012) bahwa tanaman penyerap air dan yang

dapat ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis salah satunya adalah Beringin (Ficus

(4)

B.Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan

persentasi crown density ini adalah :

1. Mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina)

2. Mengetahui pengaruh arsitektur pohon Beringin (Ficus benjamina) terhadap erosi

3. Mengetahui peran pohon Beringin (Ficus benjamina) dalam upaya rehabilitasi hutan

dan lahan

Adapun kegunaan dari pengamatan ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan

jenis vegetasi dalam rehabilitasi hutan dan lahan dan sebagai acuan pada penelitian

(5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Siklus Hidrologi

Hutan berfungsi untuk produksi dan berperan sebagai pengatur siklus hidrologi

,mengendalikan kadar lengas tanah melalui sistem perakarannya dan mengendalikan

aliran air yang dikeluarkan dalam hutan. Perubahan penggunaan lahan akan

mempengaruhi parameter hidrologi dan tentunya mempunyai implikasi yang besar

baik secara ekonomis maupun ekologis mengingat fungsi hidrologi dan tata air sangat

erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat (Darmayanti,2012).

B.Arsitektur pohon

Model arsitektur pohon mempunyai peranan dalam mendistribusikan serapan air

ke dalam tanah dan besarnya aliran permukaan yang membawa tanah menjadi endapan

tanah (sedimen). Elemen-elemen arsitektur pohon meliputi pola pertumbuhan batang,

percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa

ritmik atau kontinyu (Halle , et al., 1978). Perbedaan bentuk arsitektur pohon

mengakibatkan peran vegetasi dalam mendistribusikan air hujan sebagai air curah

tajuk, aliran batang, dan air intersepsi juga berbeda.

Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk

pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman

ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan

butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta

meningkatkan peresapan air ke dalam tanah Kanopi berfungsi menahan laju butiran air

hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga

pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception)

sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan

tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi

yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat

penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran

(6)

Jumlah hilangnya air dari tanah karena proses transpirasi dipengaruhi tingkat

kerapatan tajuk tanaman. Kerapatan tajuk kemudian dibagi kedalam 4 kategori seperti

pada gambar 1.

Terdapat beberapa proses interaktif antara tanaman dan tanah dalam

mempengaruhi erosi (Stocking, 1988; Triwilaida, 2000). Proses tersebut antara lain

melalui ikatan fisik antara tanah dengan batang dan akar, ikatan elektrolit dan unsur

hara antara akar dan tanah, pengurangan laju aliran permukaan oleh batang dan bahan

organik yang dihasilkannya, dan pengaruh tidak langsung dari bahan organik melalui

perbaikan struktur tanah, infiltrasi serta aktivitas fauna dan biologi.

Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan

aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga

energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju

aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut

(7)

materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk

meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya

mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang

ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang (Subagyono dkk,

2003).

Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan

oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme

dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya

cengkeram terhadap tanah (Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002). Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan,

memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan

mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,

meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.

C. Erosi

Erosi adalah pengikisan atau kelongsoran material yang sesungguhnya

merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan

angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau

perbuatan manusia (Kartasapoetra dan Sutedjo,1991). Menurut Kironoto dan

Yulistiyanto (2000), erosi yang juga disebut sebagai pengikisan atau kelongsoran tanah

adalah merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakandesakan atau kekuatan air

dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat atau tindakan

dari manusia. Menurut Bennet, 1939 (dalam Yunianto,1994) erosi dibedakan menjadi

erosi normal yakni erosi geologi atau erosi natural dan erosi dipercepat atau erosi

tanah.

Erosi alami atau erosi geologi merupakan proses pengikisan yang berjalan lambat

dan tidak membahayakan. Kerusakan erosi yang hebat terjadi ketika manusia atau

faktor-faktor lain merusak keseimbangan alami dan tanah yang terbuka menjadi

mangsa kekuatan perusak hujan, angin dan sinar matahari. Faktor-faktor penyebab

erosi yang sangat beragam tersebut menyebabkan prediksi mengenai laju erosi dan

sedimentasi yang terjadi di lahan sangat sulit untuk dilaksanakan (Sucipto,2007). Erosi

(8)

Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi

tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.

Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,

karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses

peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi

tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga

bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk

memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari

sumberdaya lahan (Assyakur,2008).

Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan

bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya

erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.

Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,

karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses

peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi

tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga

bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk

memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari

sumberdaya lahan.

Kemampuan suatu wilayah dalam menahan erosi tegantung pada kekasaran

permukaan, kekasaran permukaan ini dapat dinilai dari stratifikasi dan asosiasinya.

Semakin lengkap strata dan jenis vegetasinya maka semakin besar pula kemampuan

menahan erosi. Kemampuan jenis tanaman menahan erosi tergantung pada bentuk

kanopi (Sitompul,2005) , sistem perakaran (Utomo,1994) dan kemampuan batang serta

sistem percabangan menahan dan mengalirkan air ke bawah. Bentuk daun,ukuran

daun,filotaksi (jumlah dan posisi daun). Sudut daun merupakan komponen dalam

sistem daun yang dapat menurunkan energi kinetik hujan. Sistem percabangan

mempunyai hubungan dengan bentuk dan luas kanopi yang dapat mempengaruhi luas

(9)

dan kecepatan aliranr kebawah. Bentuk akar, sistem percabangan dan umur akar

berhubungan dengan laju infiltrasi dan kemmpuan menahan tanah (Widjajani,2010).

Pengendalian erosi adalah upaya pengelolaan faktor-faktor penyebab erosi agar

laju erosi dapat ditekan hingga batas yang tidak merugikan. Faktor-faktor yang dapat

diatur untuk menekan erosi adalah topografi, pengelolaan lahan, dan faktor tanaman.

Beberapa bentuk erosi :

1. Erosi permukaan (sheet erosion) : Erosi permukaan adalah pengikisan berupa

lembaran tipis oleh air yang terjadi di permukaan tanah.

2. Erosi alur (riil erosion) : Erosi alur terjadi karena adanya konsentrasi air pada tempat-tempat tertentu (lereng bawah) dan kecepatannya telah menimbulkan

pengikisan, selanjutnya mengalir ke bagian bawah membentuk alur-alur yang

dangkal.

3. Erosi jurang (gully erosion) : Erosi jurang yaitu erosi alur yang sudah berkembang

menjadi besar karena pengikisan tanah yang begitu hebat, menyebabkan alur

berubah menjadi parit-parit.

4. Erosi tebing sungai (stream bank erosion) : Erosi tebing sungai adalah erosi yang

terjadi di tebing sungai yang disebabkan oleh kecepatan aliran air.

5. Erosi tebing jalan : Erosi tebing jalan pada sisi-sisi tebing jalan akibat pengupasan

tebing saat pembuatan jalan (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002).

D.Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Menurut PP RI no. 76,2008 bahwa Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya

untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan

sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem

penyangga kehidupan tetap terjaga.

Salah satu sebab rendahnya keberhasilan rehabilitasi lahan antara lain adalah

kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai jenis-jenis pohon yang akan

dikembangkan termasuk persyaratan tempat tumbuh dan informasi mengenai teknik

(10)

E. Beringin (Ficus benjamina) 1. Taksonomi

Pohon beringin atau dalam bahasa latin bernama Ficus sp. merupakan tanaman

dari famili Moraceae. Ficus merupakan marga terbesar Famili Moraceae yang banyak dijumpai di Indonesia, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Ada sekitar

1000 jenis Famili Moraceae, setengahnya adalah Ficus. Tanaman ini berupa pohon yang

bisa mencapai tinggi 35 meter, tumbuh di tanah dan ada yang bersifat hemi-epifit

(Ulum,2010).

Adapun taksonomi yang dimiliki oleh Beringin yaitu :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae (suku nangka-nangkaan)

Genus : Ficus

Spesies : Ficus benjamina L (Annonimous, 2014).

2. Penyebaran dan Habitat

Beringin merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi

dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan. Selain itu keberadaan tanaman

beringin pada kawasan hutan bisa dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi

hutan. Beringin juga merupakan tanaman yang memiliki umur sangat tua, tanaman

tersebut dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun (Kinanthy, 2011).

3. Deskripsi botani

Pohon besar, diameter batang bisa mencapai 2 m lebih, tinggi bisa mencapai 25 m.

Batang tegak bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, keluar akar menggantung dari

batang. Daun tunggal, lonjong, hijau, panjang 3 - 6 cm, tepi rata, letak bersilang

(11)

kehijauan. Buah buni, bulat kecil, panjang 0.5 - 1 cm Perbanyaan dengan biji

(Annonimous,2014).

4. Kegunaan

Pohon beringin merupakan salah satu pohon yang sangat kharismatik bagi budaya

masyarakat Indonesia. Sehingga pohon ini sejak zaman dahulu selalu ditanam di pusat

kota sebagai salah satu simbul kekuasaan yang mengayomi warganya. Bahkan pada

masa orde baru pohon tersebut dijadikan sebagai lambang untuk partai berkuasa di

Indonesia. Bahkan pohon beringin merupakan salah satu lambang yang ada dalam

Pancasila yang merupahkan falsafah Negara Indonesia (Ulum,2010).

Akar udara yang terletak pada bagian batang pohon beringin mengandung asam

amino, fenol, gula, dan asam orange. Memiliki rasa yang sedikit pahit, namun sejuk. Akar

dan daun adalah bagian dari tanaman yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit. Akar

udara dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pilek, demam tinggi, radang amandel

(tonsilitis), nyeri pada rematik sendi, dan luka terpukul (memar). Sementara daunnya

berkhasiat menyembuhkan influenza, radang saluran napas (bronkitis), batuk rejan

(pertusis), malaria, radang usus akut (akut enteritis), disentri, dan kejang panas pada

dan minum 3 kali sehari pagi , siang dan malam. Lakukan selama 10 hari. Sedang untuk

mengatasi radang usus atu disentri caranya : Cuci bersih 500 g daun beringin segar dan

rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa sekitar 1 gelas saja. Setelah dingin saring dan

(12)

BAB III METODOLOGI PENGAMATAN

A.Waktu dan Tempat Pengamatan

Pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan persentasi crown density ini dilakukan di dalam wilayah Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

tepatnya didepan fakultas sastra dan didepan gedung telkom. Pengamatan pengaruh

tajuk terhadap crown density ini dilakukan pada bulan November-Desember 2014.

B.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi meteran, kamera digital, dan

alat tulis menulis. Bahan yang digunakan yaitu beberapa skripsi dan hasil penelitian

sebelumnya yang digunakan sebagai literatur dan bahan penunjang awal.

C. Sampel pengamatan

Sampel pengamatan pengaruh tajuk terhadap crown density ini adalah pohon

Beringin (Ficus benjamina) dengan menggunakan metode purposive sampling

(berdasarkan pertimbangan dari orang yang melakukan pengamatan, baik karena

faktor keterwakilan ataupun karena faktor kepraktisan/kemudahan)

D.Teknik Pengambilan Data

Cara kerja yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pohon yang menjadi obyek pengamatan dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pohon Beringin (Ficus benjamina).

2. Mengambil foto tajuk untuk empat arah mata angin yang dibagi ke dalam tiga bagian

untuk tiap arahnya yaitu bagian pangkal,tengah dan tepi tajuk.

3. Mengambil foto bentuk percabangan pohon Beringin (Ficus benjamina).

4. Mengambil foto bentuk batang dan kulit batang pohon Beringin (Ficus benjamina) 5. Mengambil foto serasah yang terdapat di bawah pohon Beringin (Ficus benjamina)

6. Mengukur keliling pohon pohon Beringin (Ficus benjamina)

7. Memprediksi jarak tajuk pertama pohon Beringin (Ficus benjamina)dari permukaan tanah.

(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Kerapatan Tajuk

Untuk mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina) sesuai pada gambar 1. Yang kemudian diuraikan pada tabel 1. Maka terlebih dahulu dilakukan

pengambilan sampel foto tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata angin.

Tabel 1. Persentasi penutupan tajuk dan kerapatan tajuk

No Persentase Tutupan Tajuk (%) Kelas Kerapatan Tajuk

1 0 -5 Sangat Jarang

2 >5-15 Jarang

3 >15-25 Jarang

4 >25-35 Jarang

5 >35-45 Sedang

6 >45-55 Sedang

7 >55-65 Sedang

8 >65-75 Rapat

9 >75-85 Rapat

10 >85-95 Rapat

1. Tajuk Bagian Utara

(14)

2. Tajuk Bagian Barat

Gambar 3. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tengah (95%)

Gambar 4. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tepi (85%)

(15)

3. Tajuk Bagian Selatan

Gambar 6. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tengah (85%)

Gambar 7. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tepi (85%)

(16)

4. Tajuk Bagian Timur

Gambar 9. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tengah (85%)

Gambar 10. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tepi (75%)

(17)

B.Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina) 1. Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin

Tajuk Beringin pada lokasi pengambilan foto ini memiliki tinggi percabangan tajuk

pertama kurang dari 9 m sehingga air lolos (troughfall) pada pohon beringin ini sangat

kecil, hal ini juga didukung oleh kerapatan tajuk di lokasi pengamatan. Pada gambar

pengambilan foto tajuk, terlihat tutupan tajuk dilokasi penelitian sangat rapat karena

banyaknya vegetasi yang tumbuh selain pohon beringin. Kita bisa melihat pada gambar

4 dengan tutupan tajuk pohon jati, gambar 8 dan gambar 9 juga memperlihatkan

tutupan tajuk pohon lain berada dibawah penampakan tajuk Beringin (Ficus benjamina).

Gambar 12. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian tengah (75%)

(18)

Berdasarkan gambar penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) maka diperoleh

penutupan tajuk pada empat arah mata angin :

Tabel 2. Persentasi penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata angin

keseluruhan adalah 83,3325 %. Persentasi yang diperoleh pada tabel 2. Menyiratkan

bahwa bentuk penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) berada pada kelas dense atau kerapatan tajuk tinggi. Kerapatan tajuk yang tinggi ini mampu memecah dan

menghambat air hujan yang akan jatuh ke lantai bumi, sehingga erosi percikan dan

(19)

2. Percabangan

Bentuk percabangan Beringin (Ficus benjamina) terhadap batang utama khususnya pada tempat pengambilan sampel foto ini berbentuk vertikal, namun

beberapa pohon beringin yang lain memiliki bentuk percabangan yang horisontal.

Beringin dengan bentuk percabangan pada gambar 12. ini mampu memecah air hujan

karena adanya ranting-ranting di setiap percabangan, selain itu bentuk percabangan ini

mampu mengalirkan air hujan yang kemudian terjadi evapotranspirasi baik itu disaat

terjadi hujan ataupun setelah terjadi hujan.

Gambar 14. Penampakan bentuk

(20)

3. Batang (Bentuk dan Warna)

Berdasarkan penampakan batang pada gambar 13 terlihat dua sisi yang memiliki

warna berbeda. Penampakan batang pada bagian utara lebih gelap dan terdapat jamur

di setiap sisi batang tersebut, pada bagian barat memiliki warna yang lebih terang

disebabkan mendapatkan pantulan sinar matahari yang menembus langsung bagian

selatan pohon Beringin ini, namun disisi batang bagian barat ini jika dilihat lebih

seksama juga terdapat jamur yang melekat . pada penampakan batang bagian selatan

dan timur sangat jelas terlihat warna yang lebih terang dari pada sisi yang lain dan

masih terlihat sinar matahari menembus langsung pada bagian batang sebelah selatan

dan timur ini. Perbedaan warna tersebut menyiratkan bahwa bagian batang yang sering

menjadi tempat mengalirnya air hujan (stemflow) ditandai dengan warna yang lebih

gelap dan permukaan yang lembab sehingga jamur mudah berkembang biak pada

bagian tersebut. Aliran air (stemflow) ini akan diperlambat dan dipecah oleh akar udara yang melekat pada batang, sehingga aliran air yang sampai ketanah akan semakin

sedikit dan aliran permukaan dapat dihindarkan.

(21)

Pohon Beringin (Ficus benjamina) pada lokasi pengamatan ini memiliki keliling

sebesar 304 cm, dengan mengkonversi menggunakan rumus keliling lingkaran

diperoleh diameternya sebesar 48,4 cm. pertambahan diameter beringin setiap

tahunnya adlah 3,5 cm sehingga dapat diprediksi umur beringin pada lokasi

pengamatan berada pada kisaran 13-15 tahun. Dengan akar gantung yang dimiliki

mampu menyerap polusi dalam hal ini CO2 dan timbal hitam di udara.

4. Perakaran

Pada gambar 13 dapat terlihat akar gantung yang dimiliki Beringin (Ficus

benjamina) yang kemudian juga menjadi batang, Selain itu beringin dengan sistem

perakaran yang kuat dan dalam merupakan tanaman yang mampu menjadi penahan

erosi tanah. Beringin juga sangat efektif berfungsi sebagai penahan terjadinya tanah

longsor pada daerah yang memiliki tekstur tanah yang curam. Beringin merupakan

tanaman yang mampu hidup di berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim, salah

satunya adalah diatas batu. Dengan akar yang kuat tanaman tersebut mampu

mecengkram batu yang besar dan menahannya agar tidak jatuh ke bawah (Ulum, 2010).

5. Serasah dan Topografi

(22)

rerumputan yang juga akan menghambat aliran permukaan yang mungkin akan terjadi.

Topografi di daerah pengamatan sangat landai (0 - 5 %) sehingga erosi atau bencana

yang lebih besar dapat dihindarkan.

C. Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL

Penanaman pohon penghijauan belum tentu sepenuhnya dapat mendukung

penyerapan (penampungan) dan penyimpanan air yang datang (hujan). Hutan tanpa

serasah lantai hutan (hutan kota, misalnya) tidak akan berfungsi baik dari segi daur

hidrologi, bahkan dapat menimbulkan erosi lebih besar. Beberapa teknik penghijauan

dan atau reboisasi berbasis pengelolaan DAS, diantaranya penanaman Pohon Beringin

(Ficus benjamina) dan pohon Pulai (Alstonia scholaris) yang mampu menangkap dan

menyimpan air dalam jumlah banyak (meningkatkan WHC) di sekitar tempat

tumbuhnya sehingga pohon ini selalu digunakan untuk penghijauan di lingkungan mata

air. Selain pohon ini mudah tumbuh pada lahan kritis (sebagai pohon pionir). Beringin

mampu tumbuh di tanah yang tandus, gersang, berbatu, bercadas, dan lereng-lereng

yang terjal. Perakaran pohon Beringin dalam dan memiliki akar pengikat yang banyak

dan menyerabut sehingga tidak mudah roboh. Selain itu pohon Beringin ini dapat

ditanam sebagai pohon pioneer untuk rehabilitasi lahan kritis.

Beringin (Ficus spp.) merupakan spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi

peranannya pada kawasan hutan. Beringin selain berfungsi sebagai tanaman penjaga

erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang sangat disukai

sebagai habitat satwaliar. Lalenoh (2013) mengungkapkan bahwa pohon Beringin

(23)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Kerapatan tajuk pohon Beringin berada pada kelas dense atau kerapatan tinggi, hal ini disebabkan karena pohon beringin tumbuh bersama vegetasi selain dari

marganya.

2. Arsitektur pohon sangat berpengaruh dalam memperlambat terjadinya aliran

permukaan dan memperkecil erosi percikan

3. Pohon Beringin banyak digunakan untuk rehabilitasi lahan kritis dalam

perannya sebagai penyerap air yang baik dan penyerap polusi dalam hal ini CO2

dan timbal hitam di udara Saran

B.Saran

Mengingat masih sangat jarang yang melakukan penelitian mengenai pohon

Beringin, sehingga sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

vegetasi terhadap erosi, termasuk pada debit curah hujan dan kemampuan menangkap

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Annonimous. 2013. Informasi Spesies: Beringin (Ficus benjamina). Plantamor Homepage, http://www.plantamor.com diakses tanggal 25 November 2014.

Agus, F., A.Ng. Ginting, dan M. van Noordwidjk. 2002. Pilihan Teknologi

Agroforestri/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di

Sumberjaya, Lampung Barat. International Centre for Research in Agroforestry,

Bogor.

As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem

Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan.

Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11

Darmayanti, A.S. 2012. Tesis : Karakteristik Pohon dalam Pengaruhnya terhadap

Infiltrasi Air Pengelolaan Air, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Hallé, F., Oldeman, R. A. A. & Tomlinson, P. B. (1978). Tropical Trees and Forests, an

Architectural Analysis. Berlin, Springer-Verlag.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M, 1991 Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Bhineka Cipta, Jakarta.

Kinanthy,2013. Pohon yang mengandung Filosofi di Jawa.

http://nisyacin.blogdetik.com/ diakses tanggal 18 Desember 2014.

Kironoto, B.A, Yulistiyanto, B, 2000, Konservasi Lahan, Program Magister

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS-IBB). Surakarta.

Pratiwi, Kalima, T., & Pradjadinata, S. 2003. Peta perwilayahan jenis andalan

setempat untuk rehabilitasi la-han dan hutan di Jawa. Bogor: Pusat Litbang Hutan

(25)

Priyono, N.S. dan Sadhardjo, S. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Ekstraksi Hasil-hasil

Penelitian Tentang Hutan Pinus Terhadap Erosi dan Tata Air. Pusat

Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani, Cepu

Rauf, A., Rahmawaty, D.B.T.J.Said. 2012.Tekhnologi pemanfaatan lahan bebasis

pengelolaan DAS. Sumatera utara

Subagyono, K., S. Marwanto, U. Kurnia, 2003. Tekhnik Konservasi Tanah secara

vegetatif. Balai penelitian Tanah. Bogor.

Sucipto, analisis erosi yang terjadi di lahan karena pengaruh kepadatan tanah, wahana

teknik sipil vol. 12 no. 1 april 2007: 51-60

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit

Djambatan. Jakarta.

Tim Peneliti BP2TPDAS IBB. 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air.

Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Triwilaida, 2000. Efektivitas Berbagai Jenis Tanaman Kayu-Kayuan Dalam Pengendalian

Erosi Di DTW Wonogiri: Suatu Analisis. Buletin Teknologi Pengelolaan DAS No. VI, I

hal 32-46.

Ulum S. 2010. Manfaat Beringin dalam Pembangunan Kawasan Hutan,

http://www.kabarindonesia.com diakes tanggal 25 November 2014.

Utomo, W.H. 1994. Erosi dan konservasi tanah. Penerbit IKIP malang.pp. 194.

Widjajani wisnu b, 2010. Tipologi penahan erosi, jurnal agrovigor vo.3 no.1

Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota

(26)

DAFTAR ISI

D. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 8

E. Beringin (Ficus benjamina) ... 9

A. Waktu dan Tempat Pengamatan ... 11

B. Alat dan Bahan ... 11

C. Sampel pengamatan ... 11

D. Teknik Pengambilan Data ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

(27)

1. Tajuk Bagian Utara ... 12

2. Tajuk Bagian Barat ... 13

3. Tajuk Bagian Selatan ... 14

4. Tajuk Bagian Timur ... 15

B. Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina) ... 16

1. Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin ... 16

2. Percabangan ... 18

3. Batang (Bentuk dan Warna) ... 19

4. Perakaran ... 20

5. Serasah dan Topografi ... 20

C. Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL ... 21

BAB V PENUTUP ... 22

A. Kesimpulan ... 22

B. Saran ... 22

(28)

DAFTAR GAMBAR

1. PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK ... 5

2. PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN PANGKAL (85%) ... 12

3. PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TENGAH (95%) ... 13

4. PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TEPI (85%) ... 13

5. PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ... 13

6. PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TENGAH (85%) ... 14

7. PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TEPI (85%) ... 14

8. PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN PANGKAL (95%) ... 14

9. PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TENGAH (85%) ... 15

10. PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TEPI (75%) ... 15

11. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ... 15

12. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TENGAH (75%) ... 16

13. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TEPI (85%) ... 16

14. PENAMPAKAN BENTUK PERCABANGAN BERINGIN (FICUS BENJAMINA) ... 18

15. PENAMPAKAN BATANG BERINGIN (FICUS BENJAMINA )KIRI-KANAN/ATAS-BAWAH : UTARA,BARAT,SELATAN,TIMUR ... 19

16. PENAMPAKAN SERASAH BERINGIN (FICUS BENJAMINA ) ... 20

(29)

DAFTAR TABEL

1. PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK DAN KERAPATAN TAJUK ... 12

Gambar

Gambar 1. Persentasi penutupan tajuk
Tabel 1.  Persentasi penutupan tajuk dan kerapatan tajuk
Gambar 3. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tengah (95%)
Gambar 6. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tengah (85%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan mulsa dari daun bambo yang sudah kering yang ada di lokasi kebun, dengan maksud mengurangi penguapan dan membantu kelembaban tanah sehingga bibit

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sabar yang signifikan pada tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.. Maka, dapat disimpulkan bahwa

Pada prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap

Pada era modern, khususnya Indonesia, Islamic Center berubah menjadi sebuah komplek yang di dalamnya terdapat masjid sebagai bangunan utama dan bangunan-bangunan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN EVERYONE IS A TEACHER HERE DISERTAI TUGAS SUPERITEM TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BELIEF MATEMATIS SISWA SMP.. Universitas

Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju tertuju pada keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak orang mempelajari pola. perilaku yang

Keywords: geochemistry, CBM, South Sumatra Basin, Muaraenim coal, low rank, unconventional reservoir, Rambutan