• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI L"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA YANG BERJUALAN

DI TROTOAR JALAN KOTA BALIKPAPAN

Galuh Praharafi Rizqia

Zulkifli

Universitas Balikpapan, Email : fakultas.hukum@law-uniba.ac.id

Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar jalan Kota Balikpapan. Pedagang kaki lima merupakan bagian terkecil dalam suatau masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi dengan tidak memiliki izin yang sah dan tidak terorganisir dengan baik sehingga kerap kali menimbulkan permasalahan terkait dengan kenyamanan dan ketertiban umum di Kota Balikpapan.Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima dapat dilakukan secara preventif dan represif. Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima sering terkendala oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor aparat penegak hukum, faktor masyarakat serta fakto sarana dan prasarana. Keywords: Pedagang Kaki Lima, Hukum, Penegakan Hukum.

Latar Belakang

Perkembangan suatu kota/daerah sering kali menimbulakan berbagai permasalahan terutama menyangkut mengenai masalah kenyamanan dan ketertiban umum di kota tersebut. Kota Balikpapan yang saat ini berkembang dengan pesat mengakibatkan ikut berkembangnya kegiatan ekonomi di kota ini, dikarenakan laju pertumbuhan penduduk dan banyak berdatangannya para transmigran ke tanah Kalimantan, khususnya di kota Balikpapan. Banyak diantara para pendatang ini yang mengadu nasib di kota Balikpapan dengan menjadi pengamen, pengemis, berjualan koran di sekitar rambu lalu lintas, hingga berjualan di trotoar jalan biasa dikenal dengan sebutan Pedagang Kaki Lima (PKL). Pedagang kaki lima merupakan bagian kecil dalam suatu masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi dengan tidak memiliki izin yang sah dan biasanya tidak terorganisir dengan baik sehingga kerapkali kegiatan yang mereka lakukan akan menggangu kenyamanan khususnya bagi para pejalan kaki hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan barang dagangannya ditempat yang tidak

diperuntuhkan baginya misalnya trotoar jalan sehingga akan menggangu kepentingan umum terlebih lagi bagi pejalan kaki fakta tersebut dapat kita jumpai dikawasan karangjati gunung malang dan berbagai tempat publik lainnya di kotaBalikpapan.

(2)

mentaati perintah yang diberikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam surat izin yang diberikan berdasarkan Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Larangan tersebut dibuat tentunya agar para pedagang kaki lima tidak menganggu ketertiban yang telah ada. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan tindak lanjut intervensi dari pemerintah daerah atau dalam hal ini pemerintah kota Balikpapan, dalam hal mengatasi permasalahan tersebut. Bentuk intervesi tersebut bukan hanya terbatas pada pembuatan aturan perundang- undangan yang tekait dengan hal tersebut namun juga tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Larangan tersebut dibuat tentunya agar para pedagang kaki lima tidak menganggu ketertiban yang telah ada. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan tindak lanjut intervensi dari pemerintah daerah atau dalam hal ini pemerintah kota Balikpapan, dalam hal mengatasi permasalahan tersebut. Bentuk intervesi tersebut bukan hanya terbatas pada pembuatan aturan perundang- undangan yang tekait dengan hal tersebut namun juga terhadap instrumen penegakannya dan bagaimana nantinya regulasi tersebut dapat di implementasikan sesuai dengan apa yang diharapkan bersama sehingga permasalahan pedagang kaki lima yang berjualan disepanjang trotoar jalan, dengan berbagai macam motifnya baik itu dengan kendaraan bermotor maupun yang tidak akan dapat teratasi dengan baik sehingga visi kota Balikpapan untuk menjadi kota layak huni ini dapat terwujud.

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Balikpapan.

Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah usaha sektor informal berupa usaha dagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain

(menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman dan barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. PKL umumnya bermodal kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya ( Purwanti, & Misnarti, 2010 : 1 ). Berdasarakan penelitian dan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Ibu Pranti Firdausi, S.H. M.A.P. selaku Ketua Bidang Penegakan Hukum Satpol PP Kota Balikpapan menjelaskan bahwa PKL di Kota Balikpapan memeiliki karakteristrik sebagai berikut :

1. Lokasi

Secara garis besar umumnya para PKL yang ada di Kota Balikpapan memilih lokasi berjualan di tempat yang strategis dekat dengan pusat keramaian dan sektor formal berupa perkantoran, pelabuhan, dan pusat keramaian lainnya. Kegiatan informal (PKL) akan berkembang bila pada suatu kawasan ada kegiatan formal yang dapat menimbulkan akumulasi pengunjung. Situasi ini dimanfaatkan oleh para pelaku kegiatan informal dalam hal ini PKL untuk mengembangkan kegiatannya, kondisi ini sesuai dengan sifat PKL. (Purwanti, & Misnarti, 2010 : 165 ) Misalnya di Jl. Soekarno Hatta, Jl. Ahmad Yani, Jl. Mulawarman, Jl. MT. Hariyono, Lapangan Merdeka, Pasar Pandan Sari, Pelabuhan Semayang Balikpapan, lokasi tersebut menjadi lokasi yang banyak diminati bagi PKL dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat yang berlangsung di daerah tersebut, sehingga dengan adanya aktivitas masyarakat tersebut maka akan memunculkan pola interaksi antara masyarakat dan PKL.

2.Sarana Berdagang

(3)

akan menampung barang dagangannya tersebut diantaranya ialah :

a. Gerobak/kereta dorong

Gerobak atau kerota dorong umumnya banyak digunakan oleh para PKL yang berjualan dengan buah-buahan, makanan dan minuman. Hal tersebut dapat dijumpai di daerah Karang Anyar, Jl. MT. Haryono, Jl.Soekarno-Hatta yang menjadi pusat aktivitas perdagangan PKL yang berjualan buah-buahan, makanan dan minuman. b. Gelaran/Alas

Para PKL yang berjualan di sepanjang trotoar akan menggunakan alas sebagai media/sarana berdagang mereka dikarenakan sarana tersebut mudah digunakan dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi dalam proses pembuatannya. Hampir di setiap fasilitas umum atau tempat strategis yang ada di Kota Balikpapan dijumpai PKL yang berjualan dengan alas/gelaran.

c. Pikulan/Keranjang

Pikulan/Keranjang adalah media/sarana dagang yang digunakan oleh PKL yang ada di kota Balikpapan dalam menjajakan dagangannya. Mayoritas PKL yang menggunakan pikulan/keranjang dapat dijumpai di Pelabuhan Semayang Balikpapan.

d. Kendaraan bermotor/Mobil

Para PKL yang memilih kendaraan bermotor sebagai media dagangannya dikarenakan kendaraan bermotor lebih efisien dalam penggunannya dan dengan kendaraan bermotor para PKL lebih leluasa berpindah dari satu lokasi ke lokasi strategis yang ada di Kota Balikpapan.

e. Warung Semi Permanen

Warung semi permanen yang digunakan oleh PKL di Kota Balikpapan umumnya terdiri dari beberapa gerobak yang diatur berderet dan dilengkapi dengan kursi, meja, bangku-bangku panjang. Bentuk sarana ini beratap dengan menggunakan terpal/bahan yang tidak tembus air. PKL yang

menggunakan sarana ini biasanya berjulan makanan dan minuman.

3. Jenis Dagangan PKL

Secara garis besar jenis dagangan PKL di Kota Balikpapan yang mendominasi adalah sebagai berikut:

a. Makanan/minuman,buah buahan,adalah jenis dagangan yang paling banyak diperdagangkan oleh PKL yang ada di Kota Balikpapan. Umumnya mereka menggunakan sarana dagangan berupa gerobak/kereta dorong dan kendaraan bermotor untuk menampung dagangan para PKL tersebut.

b. Aksesoris, adalah jenis dagangan yang banyak diperdagangkan oleh para PKL di Kota Balikpapan, dengan sarana dagangan menggunakan alas yang digelar ditanah/di meja.

c. Kain/pakaian, adalah barang dagangan yang diperjual belikan oleh para PKL di Kota Balikpapan, dengan membuat warung semi permanen untuk menampung kain/pakaian tersebut.

Penegakan Hukum Terhadap Pedagang Kaki Lima yang Berjualan di Trotoar Jalan Kota Balikpapan

(4)

demi terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum (Ishaq, 2009: 44).

Kota Balikpapan merupakan kota yang terkenal dengan citranya sebagai “pintu gerbang Kalimantan Timur” sehingga menarik perhatian bagi para pencari kerja untuk datang ke kota Balikpapan. Diantara para pendatang tersebut ada yang bekerja di sektor formal dan sektor informal, sektor informal menjadi incaran bagi para pendatang dikarenakan tidak membutuhkan persyaratan administrasi yang cukup rumit. Pedagang kaki lima (PKL) adalah satu diantara kegiatan informal di sektor perdagangan yang banyak digeluti oleh para pendatang dan sebagian kecil warga Kota Balikpapan. Umumnya kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh para PKL menempati sektor-sektor publik yang ada di kota Balikpapan, diantaranya ialah trotoar jalan, taman, pinggir atau badan jalan, depan pusat perbelanjaan hingga diatas saluran drainase. Kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh PKL tersebut di satu sisi mampu mengerakan roda perokonomian yang ada karena dapat menjadi sumber bagi pendapatan asli daerah, dapat menjadi alternatif untuk mengurangi pengangguran, dan dapat melayani kebutuhan masyarakat khususnya bagi golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, namun disisi lain kegiatan tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadapan kenyaman warga kota Balikpapan dan bertentangan dengan upaya pemerintah kota Balikpapan untuk mewujudkan ketertiban umum.

Pada dasarnya perdagangan yang dilakukan oleh para PKL di Kota Balikpapan terutama yang berjualan disekitar trotoar jalan adalah perbuatan yang merugikan terutama bagi pejalan kaki, banyak trotoar jalan yang berada di Kota Balikpapan beralih fungsi yang tadinya diperuntuhkan bagi pejalan kaki sekarang menjadi tempat berdagang bagi para PKL. Berdasarkan Pasal 4 huruf (c) Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah kota Balikpapan

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum menyebutkan bahwa melakukan kegiatan usaha dengan menggelar, menempatkan, menumpuk barang dagangan, dan sejenisnya di atas parit, trotoar, dijalan umum kecuali mendapatkan izin dari kepala daerah, sehingga dengan berdasarkan peraturan daerah tersebut perbuatan berjualan yang dilakukakan oleh pedagang kaki lima (PKL) disepanjang trotoar jalan kota Balikpapan adalah perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat pemerintah daerah yang dibuat dalam rangka menyelengarakan ketenteraman dan ketertiban umum serta untuk menegakan Peraturan Daerah itu sendiri. Berdasarkan pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, dalam melakukan kegiatannya Satuan Polisi Pamong Praja memiliki kewenangan dalam melakukan penertiban, melakukan pemeriksaan dan melakukan tindakan represif non yustisia. Tindakan penertiban adalah tindakan dalam rangka upaya menumbuhkan ketaatan warga masyarakat agar tidak melanggar ketentraman dan ketertiban umum serta Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. Tindakan pemeriksaan adalah pemeriksaan awal sampai dengan dilimpahkannya hasil pemeriksaan kepada penyidik apabila ditemukannya bukti awal adanya pelanggaran tersebut. Tindakan represif non yustisia merupakan tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap anggota masyarakat badan hukum lainnya yang melanggar ketentuan dan obyek tertentu yang tidak sesuai dengan serta Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

(5)

harus didasarkan pada ketentuan ketentuan yang berlaku. Jika penerapan/ penegakan hukum dilakukan tidak hati-hati, tergesa gesa, penuh amarah dan sewenang-wenang maka akan kontraproduktif, bagi ketertiban dan kesejahteraan umat manusia. Hukum tidak perlu ditakuti, jika hukum itu sendiri sesungguhnya dilaksanakan dengan sentuhan tangan bijak, amanah dan nurani kemanusiaan, bukan dengan keanggukan, sakit hati dan tanpa nurani, sebagaimana lambing “Dewi Keadilan”. Mata ditutup tangan kanan memegang pedang yang diturunkan kebawa dan tangan kiri keatas sambil memegang timbangan. Lambang tersebut penuh dengan makna, seorang dewi melambangkan sosok wanita yang diketahui penuh dengan nurani, mata ditutup harus dimaknai, hukum tidak membedakan siapa yang berbuat kejahatan; dan tangan kanan memegang pedang yang ditunkan, mencermingkan bahwa hukum bukan alat untuk membunuh, jika tidak diperlukan atau ultimum remidum saja sifatnya, dan tangan kiri diatas memegang timbangan, mencerminkan hukum harus adil dan tidak berpihak serta hukuman (pedang) yang dijatuhkan harus seimbang dengan berat ringannya perbuatan pelanggaran hukum (Bakhri, 2014: 9-10).

Proses pelaksanaan penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan disepanjang trotoar jalan kota Balikkapan, dalam hal ini dilakukan oleh Satpol PP telah melakukan berbagai upaya diantaranya ialah :

1. Penegakan hukum secara preventif

Penegakan hukum secara preventif merupakan serangkaian upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya sebelum terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan ketentuan yang ada, hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan sutu kewajiban. Satpol PP Kota Balikpapan sebagai lembaga yang diberikan wewenang dalam melaksanakan/menegakan peraturan daerah dalam hal ini melakukan penegakan terhadap PKL yang berjualan disepanjang trotoar jalan, telah melakukan berbagai macam upaya yang sifatnya lebih kepada pencegahan, berupa sosialisasi, berbagai kegiatan penyuluhan, dan lain lain seperti melakukan himbauan dengan menggunakan mobil call center patroli di sepanjang lokasi PKL berjualan serta memasang berbagai papan himbauan di wilayah strategis Kota Balikpapan.

Selain itu, Satpol PP Kota Balikpapan juga melakukan patroli setiap hari yang mana dalam satu hari dilakukan 3 (tiga) kali patroli dengan tujuan untuk menegakkan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 tahun 2000 tentang Ketertiban Umum. Ada 6 (enam) regu patroli wilayah yang berpatroli setiap harinya yang tersebar di setiap kecamatan di Balikpapan diantaranya :

a. Regu Patroli Wilayah Utara b. Regu Patroli Wilayah Selatan c. Regu Patroli Wilayah Tengah d. Regu Patroli Wilayah Barat e. Regu Patroli Wilayah Timur f. Regu Patroli Wilayah Kota

Upaya-upaya preventif yang dilakukan oleh Satpol PP adalah rangkaian dari upaya penegakan hukum yang bertujuan untuk menertibkan para PKL agar tidak berjualan disepanjang trotoar jalan kota Balikpapan, dan diharapkan dengan tidak berjualannya PKL maka akan memberikan kenyamanan dan ketertiban masyarakat Kota Balikpapan.

2. Penegakan Hukum Secara Represif

(6)

dilakukan oleh Satpol PP apabila upaya preventif yang telah dilakukan masih belum dapat memberikan pengaruh kepada para PKL untuk tidak berjualan di sepanjang trotoar jalan Kota Balikpapan. Penegakan hukum refresif merupakan penegakan yang dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran yang dimaksudkan untuk menanggulangi persoalan hukum berupa penegakan hukum administrasi, penegakan hukum pidana dan penegakan hukum perdata, dalam hal melakukan penegakan hukum secara represif Satpol PP melakukan tindakan pengenaan sanksi andministratif kepada para PKL berupa denda, sebelum memberikan sanksi Satpol PP telah memberikan himbauan berupa peringatan kepada para PKL agar tidak berjualan di sepanjang trotoar jalan kota Balikpapan. Apabila setelah diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali tidak dihiraukan maka Satpol PP beserta jajarannya akan menindak para PKL dengan cara meminta KTP dari PKL sebagai bukti jaminan, namun apabila dilapangan PKL tersebut tidak memiliki KTP maka barang dagangan dari PKL tersebut akan disita sebagai bukti bahwa PKL tersebut telah melanggar aturan yang termuat dalam Pasal 4 huruf (c) Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 tahun 2000 tentang Ketertiban Umum yang menyebutkan bahwa melakukan kegiatan usaha dengan menggelar, menempatkan, menumpuk barang dagangan, dan sejenisnya di atas parit, trotoar, dijalan umum kecuali mendapatkan izin dari Kepala Daerah, selanjutnya PKL tersebut diwajibkan mengikuti proses persidangan tindak pidana ringan yang dilaksanakan di Kantor Satpol PP tersebut. Namun, tidak sedikit dari para PKL yang memiliki cara tersendiri agar mendapat KTP

lagi dengan cara mengajukan laporan kehilangan terhadap KTP tersebut kepada pihak kepolisian. Tetapi Satpol PP juga ikut tidak kehabisan cara dimana pihak Satpol PP juga membuat surat validasi ke Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan mengenai NIK milik PKL agar tidak bisa mengurus KTP baru karena NIK telah diblokir.

Dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan daerah Nomor 31 tahun 2000 tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum, juga menyebutkan bahwa Pelanggaran terhadap ketentuan larangan dan tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini, demikian pula tidak mentaati perintah yang diberikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam surat izin yang diberikan berdasarkan Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Namun, berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan bapak Siswanto, Sos selaku Kepala Seksi Operasional dan Pengendalian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Balikpapan menyatakan bahwa umumnya sanksi yang diberikan kepada PKL adalah sanksi administrasi berupa denda dengan kisaran Rp.100.000, hingga

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum terhadap PKL yang Berjualan di Trotoar Jalan di Kota Balikpapan

Permasalahan terkait penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima sering kali mengalami kendala yang disebabkan oleh beberapa faktor yakni :

1. Penegak Hukum

(7)

telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum, merupakan aturan yang mengatur tentang larangan bagi para PKL untuk berjualan di fasiltas umum, khususnya trotoar jalan. Menurut Siswanto selaku Kasi Operasional dan Pengendalian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Balikpapan aturan tersebut belum memberikan efek yang jera terhadap para PKL untuk berjulan disepanjang trotoar jalan kota Balikpapan, sekalipun dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa para PKL yang berjualan di trotoar jalan akan diberikan sanksi administratif berupa denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Namun dalam kenyataannya didalam persidangan tindak pidana ringan (Tipiring) yang dilakukan satu bulan sekali di kantor Pengendalian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Balikpapan, Majelis hakim dalam hal ini bertindak sebagai penegak hukum hanya memberikan sanksi administrasi berupa denda sebanyak Rp.100.000, hingga Rp. 500.000,- kepada PKL yang melanggar ketentuan yang termuat dalam Perda ketertiban umum tersebut, sehingga dengan pemberian sanksi berupa denda yang terbilang tidak terlalu mahal atau berat dan ditambah dengan tuntatan kehidupan yang cukup tinggi membuat para PKL untuk kembali berjualan d fasilitas umum terutama trotoar jalan di Kota Balikpapan.

2. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum terhadap PKL yang berjualan di trotoar jalan juga dipengaruhi oleh faktor masyarakat yang ada di Kota Balikpapan. Masyarakat di Kota Balikpapan umumnya memilih berbelanja di daerah kawasan PKL berjualan dikarenakan lokasi tersebut mudah dijangkau karena berada dekat dengan lokasi strategis dan barang

barang yang diperjualbelikan oleh para PKL terbilang cukup murah dan beragam serta didalamnya terjadi proses tawar menawar. Dengan adanya kebiasaan masyarakat yang membeli barang dagangan pada PKL yang berjualan di fasilitas umum khususnya di trotoar jalan, secara tidak langsung masyarakat tersebut telah mencipatakan motivasi bagi para PKL untuk tetap berjualan di fasilitas umum atau trotoar jalan. Disamping itu, banyak PKL yang berani berjualan di pinggir jalan padahal melanggar Pasal 4 huruf (c) Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan untuk mencari nafkah. 3. Faktor Sarana dan Prasana

(8)

para PKL dan lokasi loaksi yang ditawarkan oleh pemerintah adalah lokasi yang kurang strategis sehingga akan mempengaruhi penghasilan dari PKL itu sendiri.

Kesimpulan

1. Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjulan di trotoar jalan di Kota Balikpapan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam melakukan penegakan hukum terhadap PKL yang berjualan di trotoar jalan kota Balikpapan, Satpol PP menggunakan upaya penegakan hukum secara preventif berupa pemberian sosialisasi terhadap PKL, pemasangan papan himbauan di lokasi-lokasi strategis tempat PKL berdagang. Disamping itu, terdapat upaya hukum represif yaitu dengan cara merazia para PKL yang berjualan di trotoar jalan kota Balikpapan. Dalam razia tersebut, Satpol PP akan menyita KTP atau barang dagangan para PKL sebagai jaminan untuk mengikuti proses persidangan tindak pidana ringan (Tipiring).

2. Faktor yang mempengaruhi para PKL untuk tetap berjualan disepanjang trotoar jalan diantaranya yaitu faktor penegak hukum, dikarenakan banyak aparat penegak hukum yang memberikan sanksi ringan kepada PKL yang terbukti berjulan di sepanjang trotoar jalan. Disamping itu, faktor masyarakat karena masih banyak masyarakat yang tetap mau membeli dagangan kepada PKL yang berjualan di sepanjang trotoar jalan. Faktor sarana dan prasarana juga mempengaruhi, yaitu banyak PKL yang tetap berjualan di trotoar jalan dikarenakan mereka tidak memiliki wadah (sarana dan prasarana) untuk ditempati berjualan dan lokasi berdagang yang ditawarkan oleh pihak pemerintah adalah lokasi yang kurang strategis sehingga akan berdampak pada penghasilan PKL itu sendiri.

Daftar Pustaka

1. Purwanti, H dan Misnarti, 2010 : Usaha Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki LimadiKabupatenLumajangArgumentum,V ol.10/No.1/2010, hlm.1

2. Soekanto,S. 2004, Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

3. Ishaq.2009.Dasar-Dasar Ilmu Hukum.Sinar Grafika. Jakarta

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu model pembelajaran yang dapat membiasakan siswa menggunakan kemampuan bernalarnya adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor

[r]

Grafik Penggunaan memory LTSP server ketika client menjalan kan aplikasi OpenOffice Dari gambar 5 dapat diketahui bahwa dengan 1 G memori, ternyata server mampu

Phoneme as the smallest segment of sound within a word will be represented as a letter. We know, basically that letters are the result of spelling, while sounds are the result

Laporan Realisasi Anggaran Smt I 2019 versi Permendagri 13 Sekretariat Dinas Kepala Dinas DLH Juni 2019 / Padang √ √.. BENTUK INFORMASI

Jika tidak semua tamu merokok maka lantai rumah tidak bersih D.. Jika lantai rumah bersih maka semua tamu tidak

Website jodoh on-line ini menggunakan aplikasi Macromedia Dremweaver 8 sebagai Web editor, Apache sebagai web server, PHP sebagai Action Script, MySql sebagai web database,