• Tidak ada hasil yang ditemukan

Punahnya Situs Kesultanan Serdang dan Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Punahnya Situs Kesultanan Serdang dan Pe"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Punahnya Situs Kesultanan Serdang dan Pembiaran Negara Oleh Edy Ikhsan

Senin, 15 September 2014. Saya mendapatkan ajakan dari Perpustakaan Yayasan Sultan Serdang untuk menyusuri sejumlah tempat yang memiliki nilai sejarah penting di Kesultanan Serdang sebagai salah satu Kesultanan Melayu terpenting di Pesisir Timur Sumatera Utara (selain Kesultanan Deli, Langkat dan Asahan). Sebagai orang yang menekuni lapangan Antropologi dan Hukum namun tidak mempelajari ilmu Sejarah secara akademis, saya selalu tertarik untuk mendapatkan gambaran terkini dari monumen-monumen penting sejarah, terutama di wilayah yang dahulu dikenal dengan cultuur gebied van Sumatra Oost Kust (Wilayah Perkebunan Pesisir Sumatera Timur).

Saya membaca dengan cepat beberapa sumber terkait, terutama, Sari Sedjarah Serdang, karya luar biasa dari Sultan Kedelapan Serdang, Tengku Luckman Sinar Basharshah II SH, untuk lebih mendekatkan pemahaman atas tempat-tempat yang akan dikunjungi, tepatnya diziarahi.

Diantara Makam Raja, Masjid dan Tapak Istana

Babakan periodesasi Kesultanan berdasarkan sumber tersebut dibuka oleh Tuanku Umar Johan Pahlawan Alam Shah pada tahun 1728, setelah terjandinya gesekan politik di Kesultanan Deli. Setelah beliau mangkat berturut turut diganti oleh Tuanku Sultan Ainan Johan Alamshah, Tuanku Sultan Thaf Sinar Basharshah, Tengku Basyaruddin Syaiful Alamshah, Sultan Sulaiman Shariful Alamshah, Tuanku Rajih Anwar, Tuanku Abu Nawar Sinar Shariful Alamshah, Tuanku Tengku Luckman Sinar Basharshah II SH dan yang terakhir dan sejak tahun 2011 mengepalai simbol Kesultanan ini adalah Sultan Achmad Thalaa Shariful Alamshah.

Lebih dua abad berlalu, Kesultanan ini memiliki banyak kisah yang memberikan makna tentang kehadiran sebuah kepemimpinan kelompok masyarakat bangsa. Masa pra kolonial (tarik menarik pengaruh dengan Johor dan Aceh), masa Kolonial (ekspansi perkebunan asing dan kapitulasi Jepang), masa kemerdekaan (revolusi sosial) sampai ke masa sekarang (masa yang sangat paradoks dalam artian pengakuan dan penghargaan bangsa yang beradab).

Saya, T.Mira Sinar (Putri bungsu Tengku Luckman Sinar Basharshah II SH) yang saat ini memimpin PerpustakaanYayasan Sultan Serdang beserta dua staffnya (Yul dan Sangkot) bermobil dan mengambil arah menuju kawasan Batang Kuis. Destinasi pertama adalah Makam para Sultan yang ada di Kampung Besar di wilayah Deli Serdang. Tak ada penanda apapun yang dibuat oleh pemerintahan di Kabupaten ini tatkala kami memasuki kawasan, seolah makam tersebut adalah makam-makam penduduk pada umumnya.

(2)

yang melebarkan kekuasaan sampai ke Percut dan Serdang Hulu, Sultan Thaf dengan pembukaan hubungan dagangnya dengan Inggris dan Sultan Basyaruddin yang pro Aceh (oleh karena itu mendapat anugerah Wazir Sultan Aceh) dalam melawan Belanda yang mulai mengembangkan ekspansinya ke Sumatera bagian Utara.

Sekitar lima ratus meter dari komplek makam tersebut, kita bersua dengan Masjid Sinar yang dibangun oleh Sultan Thaf Sinar di masa pemerintahannya (1822-1851). Hampir tak bisa kita mengenali lagi sisa-sisa sejarah rumah ibadah ini, kecuali sejumlah tiang-tiang fondasi dinding yang sangat besar dan tak sebanding dengan bentuk Masjidnya. Keberadaannya di tengah-tengah hamparan sawah, yang dulunya menjadi bagian dari konsesi perkebunan tembakau Senembah Mij sungguh sangat memilukan hati. Tak ada yang memedulikannya kecuali kaum keluarga Tengku Luckman Sinar.

Setelah melaksanakan sholat dzuhur, kami bergerak ke Rantau Panjang, kawasan bersejarah dari Sultan Basyaruddin (1851-1879). Dibutuhkan waktu sekitar 1 jam mencapai lokasi ini dengan wajah jalan yang rusak. Di lokasi ini kita menemukan sebuah Masjid yang dibangun Sultan di tahun 1854. Arsitektur dengan sentuhan Arab Melayu kelihatan menonjol. Menurut bacaan, seluruh bahan bangunan pembangungan Masjid ini dibawa dengan tongkang dari Penang, Malaysia. Kondisinya saat ini juga sudah mulai menuju kerusakan. Langit-langit dari bangunan yang bersejarah ini mulai keropos dan jika hujan, airnya menerobos masuk ke dalam bangunan Masjid. Penduduk yang kebanyakan bersuku Melayu di sekitar Masjid, bahu membahu menjaga dan memperbaiki rumah ibadah yang mengagumkan ini.

Hanya beberapa langkah dari halaman Masjid, kita dihadapkan dengan kenyataan yang memilukan hati. Istana Kampung Bogak di Rantau Panjang ini hanya menyisakan batu-batu fundamen bangunan istana yang kepemilikannya sudah ada di tangan penduduk setempat. Sejarah sudah mati di tangan para pemimpin di wilayah ini dan berbanding terbalik dengan respek orang luar (pemerintahan Australia) yang memberikan bantuan perbaikan fisik dari Madrasah lama yang dibangun oleh Tengku Luckman Sinar, persis di sebelah Masjid Sultan Basyaruddin.

Mengejar sholat Ashar, kami tak berlama-lama di sini. Kenderaan diarahkan ke Pantai Cermin. Karena di sana ada sebuah Masjid yang dibangun oleh Sultan Sulaiman Shariful Alamshah pada tahun 1901. Sultan yang buta aksara Latin namun sangat kuat pendiriannya menentang Belanda dan membangun Serdang Kanal yang fenomenal itu. Alhamdulillah, Masjid ini relatif masih terpelihara dengan baik dan bisa ditemukan pada sisi kiri jalan, jika kita hendak memasuki kawasan wisata Pantai Cermin.

(3)

Tapak istana yang dibumi hanguskan pada tahun 1947 ini sekarang sudah dipatok-patok. Kelihatannya sebentar lagi akan berdirilah di atas tanah bangunan bersejarah itu, bangunan-bangunan baru untuk merespon kebutuhan rumah tinggal, pertokoan dan lain sebagainya.

Simbolisme Palsu dan Buta Sejarah

Para pemimpin di dua Kabupaten (Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dimana situs-situs penting sejarah Kesultanan Serdang itu terletak kelihatannya membutakan mata dan perhatiannya secara struktural. Hampir tak ditemukan keinganan politik mereka untuk merawat, merevitalisasi dan menjaga bangunan-bangunan beserta tapak-tapak situs tersebut untuk generasi yang akan datang.

Beberapa kawasan historis Kesultanan Serdang seperti Kampung Besar, Rantau Panjang, Pantai Cermin dan Perbaungan sama sekali tak pernah diproyeksikan untuk dijadikan wilayah sejarah dari komunitas Melayu di wilayah ini. Replika Kesultanan Serdang yang dibangun oleh Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai atau penabalan Jalan Sultan Serdang yang menuju Bandara Internasional Kuala Namu bukanlah jawaban untuk memuliakan sejarah sebuah peradaban.

Itu hanya simbolisme sejarah palsu yang mempermalukan muka para pemimpin itu sendiri. Untuk sebuah bangsa yang baru merekam sejarah peradabannya sekitar dua dekade, adalah sebuah hal yang memalukan dan menyesakkan dada. Tanpa perlu membandingkannya dengan kota-kota di Eropah yang jauh sudah sangat tua dari sisi usia kelahirannya, yang seusia sajapun seperti Penang dan Singapura, masih terpelihara dan mendapatkan pengakuan dan proteksi UNESCO untuk wilayah-wilayah bersejarahnya.

Pemimpin-pemimpin pemerintahan di dua Kabupaten ini mungkin saja tak pernah mau dan mengenal sejarah masyarakat yang dipimpinnya atau mungkin tak mengerti bagaimana cara menghargai sejarah kebudayaannya sendiri. Kita menantang mereka-mereka yang memimpin itu, apakah mereka-mereka memiliki design untuk menjadikan wilayahnya juga memiliki sejarah seperti kawasan-kawasan lainnya di dunia. Saya khawatir mereka sudah disorientasi dalam memegang amanah rakyatnya dan menjadikan program-program fisik pembangunan hari ini dan masa depan dengan cara membutakan mata dan perhatiannya pada sejarah masa lalu.

Pembiaran sejarah ini pasti akan menuai konsekuensinya kelak. Sebelum itu terjadi mestilah para pemimpin di wilayah ini merenungkan apa yang dikatakan seorang ahli hukum Indonesia yang terkenal Sudargo Gautama: “The roots of the present lies deep in the past and in the present lies the future.”

Referensi

Dokumen terkait

GANGGUAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN KESEIMBANGAN CAIRAN dan dan ELEKTROLIT ELEKTROLIT Dr.. Syaiful Azmi, SpPd

Berdasarkan latar belakang yang penulis telah kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan perubahan

Dalam pembentukan desa setulang menjadi desa wisata, ada yang menjadi faktor pendukung adalah adanya dukungan dari Masyarakat desa setulang yang mendukung pembentukan desa wisata,

Pengembangan produk oleh peneliti selanjutnya, meliputi (1) modul yang dikembangkan ini masih berupa prototype yang khusus untuk diimplementasikan pada siswa SMA

Hasil pengamatan berupa pertumbuhan dan hasil panen tanaman sawi menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis ragam ternyata pemberian pupuk organik PETROGANIK

Berdasarkan hasil analisis dan perancangan sistem informasi penjualan dan persediaan di PT Nur Islami, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) kehadiran sistem penjualan secara

Simpulan pada penelitian ini adalah penerapan model Kooperatif Script meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran sosiologi kelas X IPS 1 SMA

Tujuan dilakukan penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh penambahan sari jeruk nipis ( C. aurantifolia ) yang ditambahkan dalam ransum terhadap kadar kolesterol darah, HDL dan