• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUDAYAAN SERTA SUMBER DAYA ALAM DIY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBUDAYAAN SERTA SUMBER DAYA ALAM DIY"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KEBUDAYAAN SERTA SUMBER DAYA

ALAM

PROVINSI DAERAH ISTIMIEWA

YOGYAKARTA ( DIY )

Disusun Oleh :

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

(STTNAS) YOGYAKARTA

(2)

PROGRAM STUDI S1

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufk dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas laporan Ilmu Sosial Budaya Dasar tentang kebudayaan serta sumber daya alam yang ada di provinsi DIY ini. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Adi Prabowo ST, MT selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kebudayaan yang ada di kota tempat kami tinggal,provinsi DIY serta bisa lebih mengenal apa saja potensi – potensi yang terdapat di provinsi DIY . Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 12 September 2013

(3)

A.

Pendahuluan

Sejarah Provinsi DIY

Gb. Yogyakarta sebelum tahun 1945 dengan enklave-enklave Surakarta dan Mangkunagaran

(4)

mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam :

1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.

2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).

3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah). Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

(5)

1949[8] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

Keistimewaan DIY

Menurut UU Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh negara bagian Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta pada maret 1950, keistimewan DIY mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Selain itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari gabungan daerah kerajaan dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala daerah istimewa. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa (zelfbestuure landschappen).

Saat ini Keistimewaan DIY diatur dengan UU Nomor 13 tahun 2012 yang meliputi:

a. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;

(6)

c. kebudayaan; d. pertanahan; dan e. tata ruang.

Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan Provinsi

Dalam tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur salah satu syarat yang harus dipenuhi calon gubernur dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur [53].

Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efsiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam Perdais.

Kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya diatur dalam Perdais.

Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Selain itu, pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.

(7)

DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografs terletak pada 7°3’-8°12’ Lintang Selatan dan 110°00’ - 110°50’ Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fsiograf, yaitu satuan fsiograf Gunungapi Merapi, satuan fsiograf Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fsiograf Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fsiograf Dataran Rendah. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang dibatasi oleh Samudera Hindia di vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang. Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topograf berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.

(8)

bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.

Kondisi fsiograf tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fuvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.

Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai Oya.

Pemerintahan Kabupaten dan Kota Di Provinsi DIY

Kabupaten dan Kota yang berada di wilayah DIY sekarang ini dibentuk pada kurun waktu 1950-1951 dan 1957-1958. Tidak ada perbedaan antara

5. Kota Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan provinsi DIY

(9)

Kebudayaan di Provinsi DIY

DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fsik) maupun yang intangible (non fsik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.

Berikut ini adalah beberapa contoh budaya tangible maupun intangible yang ada di DIY :

a. Candi Prambanan

Berlokasi di Jalan Raya Jogja - Solo Km 16 Prambanan, Sleman, Yogyakarta ( tepat berada di perbatasan Yogyakarta dan Klaten, jawa Tengah ) Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.Sebagai salah satu candi-candi termegah di Asia Tenggara, candi-candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia. Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.

(10)

1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma 2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa

3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan

4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti

5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti

6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68

Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.

(11)

Di Candi Prambanan sendiri sering diadakan Sendratari Ramayana sebagai salah satu daya Tarik Candi Prambanan sendiri. Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik

dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.

Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta. Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.

Gb. Sendratari Ramayana

(12)

Candi Ratu Boko merupakan salah satu situs purbakala yang merupakan kompleks istana megah yang dibangun pada abad ke-8. Bangunan yang bisa

dikatakan termegah di jamannya itu dibangun oleh salah satu kerabat pendiri Borobudur. Candi Ratu Boko sendiri berlokasi kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25 ha.

Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan.[2] Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini. Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa, arti harafah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan.

(13)

c. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Gb. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kraton Yogyakarta merupakan pusat dari museum hidup kebudayaan Jawa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak hanya menjadi tempat tinggal raja dan keluarganya semata, Kraton juga menjadi kiblat perkembangan budaya Jawa, sekaligus penjaga nyala kebudayaan tersebut. Di tempat ini wisatawan dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya Jawa terus hidup serta dilestarikan. Kraton Yogyakarta dibangun oleh Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755, beberapa bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti. Dipilihnya Hutan Beringin sebagai tempat berdirinya kraton dikarenakan tanah tersebut diapit dua sungai sehingga dianggap baik dan terlindung dari kemungkinan banjir. Meski sudah berusia ratusan tahun dan sempat rusak akibat gempa besar pada tahun 1867, bangunan Kraton Yogyakarta tetap berdiri dengan kokoh dan terawat dengan

baik.

(14)

bercampur dengan bait-bait jawa dilantunkan indah oleh pesinden dan warangono Keraton Jogja. Selain tari, juga disajikan pentas wayang orang yang sangat menarik untuk di lihat, wayang orang ini berbeda dengan kebanyakan karena gerakannya hampir mirip dengan gerakan ballet. Pementasan tari jawa tersebut dilakukan di tempat terbuka mirip dengan pendopo Keraton, jadi petualang bebas leluasa menyaksikan dari berbagai sudut. Kesempurnaan dari sebuah budaya jawa, tarian yang indah layak untuk dilihat.

Melihat sudut Keraton yang lain seperti Kedhaton, dimana kedhaton ini merupakan tempat bertemunya Raja dengan semua pemangku Keraton. Dengan suasana bangunan joglo yang indah dengan beberapa ornamen ala jawa arab yang menghiasi di setiap tembok dan pilar, juga berbagai macam tanaman rindang menambah suasana sakral jawa lebih sejuk dan menarik. Pilar-pilar yang berjajar sedemikian rupa menambah gagah dan kuatnya Keraton Jogja waktu itu. Beberapa bangunan taman juga menghiasi setiap sudut komplek Kedhaton Keraton Jogja. Ada yang menarik dikomplek Kedhaton tersebut, ketika Petualang masuk pintu area Karaton maka akan selalu bertemu dengan para penjaga (pekerja khusus) Keraton atau yang biasa di sebut dengan Abdi Dalem.

Abdi Dalem tersebut tidak boleh atau dilarang untuk mungkur (membelakangi Kedhaton). Jadi sang Abdi Dalem akan selalu menghadap ke arah Kedhaton, bukan membelakangi kedhaton. Ketika Penulis tanya alasanya, maka dengan bahasa jawa khas dan menarik secara ringkas sang Abdi dalem mengatakan bahwa Kedhaton merupakan simbol Raja, disana tempat Raja duduk dan begitulah salah satu cara untuk menghormati kepada Raja. idalam Keraton juga disajikan berbagai budaya jawa yang indah seperti batik yang merupakan warisan budaya jawa yang sudah diakui secara internasional. Beberapa lukisan, keris, foto raja-raja jawa, silsilah raja jawa, dan berbagai hasil budaya jawa. Ketika masuk di rumah batik, disana dilarang untuk memotret. Karena semua motif batik disana merupakan ciri Keraton Jogja yang merupakan simbol dari istana jawa yang hanya boleh dicetak dan dipakai di lingkungan istana saja. Beragam motif batik istana sangat menarik memang, desain yang khas dan berbeda dengan kebanyakan batik.

(15)

Gamelan sendiri dimainkan bersama penyanyi yang disebut dengan Sinden (perempuan) atau Warangono (lelaki) seperti yang di pentaskan ketika masuk ke komplek Istana Jogja dimuka. Ketika memasuki ruang lukisan, banyak dijumpai lukisan bersejarah seperti raja-raja jogja, istri dan anak-anak raja jogja, lukisan tentang kemerdekaan, dan berbagai macam pengambaran tentang keraton.

d. Grebeg

Upacara Grebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.

Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.

(16)

Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.

Pada Grebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.

e. Sekaten

Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan sekaten.

(17)

Laku mengelilingi tembok benteng Kraton dalam keheningan total itu merupakan simbol keprihatinan serta kesiapan masyarakat Yogyakarta khususnya penganut kejawen untuk menghadapi tahun yang akan datang. Diharapkan dengan sikap prihatin, mereka lebih mawas diri dan tidak berpuas diri terhadap segala sesuatu yang telah diraih pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada mulanya, mubeng beteng adalah tradisi asli Jawa yang berkembang pada abad ke-6 sebelum Mataram-Hindu. Tradisi asli Jawa itu disebut muser atau munjer (memusat) yang artinya mengelilingi pusat, dalam hal ini pusat wilayah desa. Ketika pedesaan kemudian pada akhirnya berkembang menjadi kerajaan, maka muser pun menjadi sebuah tradisi mengelilingi pusat wilayah kerajaan. Sumber sejarah lainnya mengatakan, mubeng beteng merupakan tradisi Jawa-Islam yang dimulai ketika Kerajaan Mataram (Kotagede) membangun benteng mengelilingi Kraton yang selesai pada tanggal satu Suro 1580.

Para prajurit Kraton ketika itu rutin mengelilingi (mubeng) benteng untuk menjaga Kraton dari ancaman musuh – pada waktu itu Pajang. Setelah kerajaan membangun parit di sekeliling benteng, tugas keliling dialihkan kepada abdi dalem Kraton. Agar tidak terkesan seperti militer, para abdi dalem itu menjalankan tugasnya dengan membisu sambil membaca doa-doa di dalam hati agar mereka diberi keselamatan.

(18)

Gb. Tradisi Mubeng

Beteng

g. Upacara

Siraman/ Jamasan Pusaka Dan Labuhan

Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini 'tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.

(19)

Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.

Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfahhdihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenal dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.[77] tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.

Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.

Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfahhdihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sebagaimana pernah dijabat Mas Ngabehi Suraksa Harga atau lebih dikenal dengan nama Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.

h. Ritual Saparan Bekakak

(20)

atau safar dalam kalender islam. Siang itu seusai shalat Jumat, ratusan warga berkumpul untuk bersiap menyaksikan ritual tahunan ini yang berlangsung dari Balai Desa Ambarketawang, dan diakhiri di pasanggrahan Gunung Gamping, Sleman, Yogyakarta, dengan menyembelih sepasang pengantin (Bekakak) yang terbuat dari beras ketan.

Menurut mitos Jawa kuno, dahulu bulan Sapar dianggap sebagai bulan sial dimana seringkali terjadi sejumlah musibah atau kecelakaan. Kepercayaan ini mendorong masyarakat Jawa untuk tidak menyelenggarakan berbagai hajatan seperti pernikahan terutama pada hari rabu terakhir di bulan ini.

Hingga saat ini, masyarakat Jawa di sekitaran kawasan Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta, dimana lokasi ini merupakan tempat didirikannya Kraton Yogyakarta untuk pertama kalinya, masih melaksanakan ritual Saparan dengan maksud sebagai wujud doa Pada Yang Maha Kuasa agar dihindarkan dari mara bahaya. Otomatis, ritual adat ini memiliki latar belakang sejarah yang berasal dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dikisahkan bahwa ada sepasang suami-istri yang merupakan abdi dhalem setia Kraton pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (Pangeran Mangkubumi) bernama Kyai Wirasuta dan Nyi Wirasuta. Sebagai Kanjeng Sinuhun yang pertama, Sultan Hamengku Buwono I bermaksud mendirikan sebuah istana (Kraton) sebagai kediaman kerajaannya. Sembari menunggu pembangunan selesai, Sultan memilih beristirahat sejenak di sebuah pasanggrahan yang terletak di Desa Ambarketawang yang pada waktu itu sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian dengan menambang batu gamping.

Setelah selesainya Kraton dibangun, Sultan beserta para abdi dhalem hendak kembali ke Kraton namun tidak dengan kedua abdi dhalem tadi. Kyai dan Nyi Wirasuta memilih untuk menetap di pasanggrahan bekas tempat singgah Sultan pertama tersebut. Malapetaka tak diduga terjadi, pada Jumat Kliwon bulan Sapar, Gunung Gamping runtuh dan menewaskan kedua abdi dhalem tersebut. Anehnya, jasad mereka tidak ditemukan hingga sekarang.

(21)

menyembelih sepasang pengantin (Bekakak) yang terbuat dari campuran beras ketan yang dimaksudkan untuk menggantikan Kyai dan Nyi Wirasuta serta warga lain yang tertimpa musibah longsornya Gunung Gamping agar tidak terjadi bencana serupa di wilayah ini. Ritual adat ini berlangsung terus menerus hingga sekarang dengan tidak mengurangi nilai dan makna dari tiap prosesinya. Ritual Saparan Bekakak yang dahulu sebagai wujud tolak bala masyarakat Jawa saat ini telah terintegrasi pada mitos sejarah dan legenda lokal yang tetap diuri-uri secara konsisten oleh masyarakat setempat lebih dari sebuah ritual budaya, namun sebagai komoditi bagi daya tarik wisata lokal maupun manca Negara.

i. Ruwatan

Ruwatan, sebagai salah satu warisan upacara tradisional Jawa sampai sekarang masih terlestarikan. Terlestarikannya upacara ini oleh karena keberadaaannya memang dianggap masih bermanfaat bagi pelestarinya.

Lepas dari itu, menurut beberapa ahli Ruwatan semula berkembang di dalam suatu cerita Jawa kuno yang pada pokoknya memuat masalah penyucian. Penyucian ini menyangkut pembebasan para dewa yang terkena kutukan atau tidak suci (diturunkan derajatnya) menjadi binatang, raksasa, manusia, dan sebagainya. Ruwatan ini dilakukan untuk membebaskan dewa-dewa bernoda itu agar menjadi dewa kembali.

Ruwat juga sering diartikan sebagai upaya untuk mengatasi atau menghindarkan sesuatu kesulitan (batin) yang mungkin akan diterima seseorang di dalam mengarungi kehidupannya. Ruwatan biasanya selalu diikuti dengan pertunjukan wayang kulit yang mengambil lakon tertentu (misalnya Murwakala atau Sudamala). Munculnya Ruwatan juga disebabkan oleh adanya keyakinan bahwa manusia yang dianggap cacat keberadaannya (karena kelahirannya atau kesalahannya dalam berperilaku) perlu “ditempatkan” atau dikembalikan dalam tata kosmis yang benar agar perjalanan hidupnya menjadi lebih tenang, tenteram, sehat, sejahtera, dan bahagia. Orang yang dianggap cacad karena kelahiran dan juga karena kesalahannya dalam bertindak dalam masyarakat Jawa disebut sebagai wong sukerta. Dalam keyakinan Jawa wong sukerta ini kalau tidak diruwat akan menjadi mangsa Batara Kala.

(22)

Tiba-tiba hasrat seksual Batara Guru timbul. Ia ingin menyetubuhi istrinya di atsa punggung Lembu Andini. Dewi Uma menolaknya. Akhirnya sperma Batara Guru pun terjatuh ke tengah samudera. Sperma ini kemudian menjelma menjadi raksasa yang dikenal bernama Batara Kala. Sperma yang jatuh tidak pada tempatnya ini dalam bahasa Jawa disebut sebagai kama salah kendhang gemulung. Jadi Batara Kala ini merupakan perwujudkan dari kama salah itu.

Dalam perkembangannya, Batara Kala minta makanan yang berwujud manusia kepada Batara Guru. Batara Guru mengijinkan asal yang dimakannya itu adalah manusia yang digolongkan dalam kategori wong sukerta. Wong sukerta atau orang-orang yang digolongkan sebagai wong sukerta ini ternyata memiliki beberapa versi pula. Salah satu versi menyatakan bawah golongan wong sukerta ada 19 jenis, ada pula sumber yang menyatakan bahwa jenis wong sukerta ada 60 macam, 147, 136, dan sebagainya.

Untuk melaksanakan Ruwatan ini orang yang menyelenggarakan biasanya akan melengkapi syarat-syarat yang diperlukan, di antaranya adalah sajen. Sajen untuk upacara Ruwatan secara garis besar terdiri atas: tuwuhan, ratus/kemenyan wangi, kain mori putih dengan panjang sekitar 3 meter, kain batik 5 (lima) helai), padi segedeng (4 ikat sebelah-menyebelah ujung gawang kelir), bermacam-macam nasi, bermacam-macam jenang, jajan pasar, benang lawe, berbagai unggas sepasang-sepasang, aneka rujak, sajen buangan, air tujuh sumber, aneka umbi-umbian, aneka peralatan pertukangan, aneka peralatan pertanian, dan sebagainya.

Sumber Daya Alam Di DIY

Potensi sumber daya alam yang ada di provinsi DIY bervariasi, antara lain :

a) Sumber Daya Hutan

(23)

Di antara 4 kabupaten dan 1 kota, Kabupaten Gunungkidul mempunyai kawasan hutan produksi terluas, yaitu 13.221,5 Ha dan 622,25 Ha dimanfaatkan sebagai hutan pendidikan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Sedangkan Kabupaten Sleman mempunyai dengan luas 1.744,864 Ha yang dimanfaatkan sebagai hutan lindung, hutan wisata dan hutan cagar alam, yaitu hutan cagar alam Plawangan-Turgo seluas 164,75 Ha. Bencana alam yang terbesar pada akhir Nopember 1994 dengan adanya lahar dan awan panas Gunung Merapi menghanguskan kawasan hutan seluas 749,30 hektar. Sebagai Hutan Taman Wisata terdiri dari Hutan Taman Wisata Plawangan Turgo 117,5 ha dan Gunung Gamping 1,0465 Ha.

Wilayah pengelolaan hutan dibagi menjadi 5 wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) yaitu BDH Playen seluas 4.111,9578 Ha, BDH Paliyan 4.151,1202 Ha, BDH Panggang 1.606,7965 Ha, BDH Karangmojo 3.351,6256 Ha, dan BDH Kulonprogo 3.842,864 Ha. Di samping itu, masih terdapat lahan kritis seluas 28.000 Ha, yang meliputi seluas 3.000 Ha merupakan lahan kritis di dalam kawasan dan seluas Istimewa Yogyakarta , maka kegiatan rehabilitasi hutan senantiasa mendapat perhatian dan penanganan pertama melalui kegiatan-kegiatan lain yang mendukung.

Produksi hasil hutan yang dominan yaitu minyak kayu putih, karena tegakan-tegakan kayu yang mencapai masak tebang semakin berkurang dan luas tanaman muda semakin bertambah.

(24)

pada lahan kosong, belukar, dan konversi pada lokasi yang terdapat tanaman jenis kayu lain.

Dalam tahun anggaran 1997/1998 sebagai kelanjutan tahun sebelumnya dilaksanakan kegiatan hutan kemasyarakatan untuk meningkatkan interaksi positif masyarakat desa hutan dalam pembangunan hutan serta upaya meningkatkan kesejahteraannya.

b) Sumber Daya Air

Potensi sumberdaya air yang tersedia di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi sumberdaya air permukaan berupa debit sungai dan bendung air dan airtanah. Sumberdaya air permukaan berupa debit sungai mengalami fuktuasi antar waktu sebagai fungsi dari perbedaan musim yang berlangsung di kawasan ini.

Potensi air permukaan di Kabupaten Gunungkidul selain berupa aliran sungai ketersediaannya berupa genangan atau telaga. Selain ketersediaannya, potensi air dapat dilihat dari kualitas airnya. Kualitas air menentukan peruntukan air, baik sebagai airminum, irigasi, maupun air untuk kegiatan industri.

Ketersediaan air secara umum dipertimbangkan berdasar input air (hujan), ketersediaan dan kehilangan (losses) yang dikenal sebagai neraca air. Kondisi neraca airtanah setempat di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diuraikan sebagai berikut:

1. Kondisi Neraca Airtanah di Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air terletak di lereng Gunung Merapi yang meliputi wilayah Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Sleman, Ngemplak, dan sekitarnya. Sebagai sampel pengamatan adalah stasiun Pakem (687 mdpl).

(25)

Daerah ini mengalami periode defsit airtanah sekitar 15 periode (5 bulan lebih) dari akhir Juni sampai pertengahan Oktober. Pada kenyataannya masalah defsit air dapat dikurangi dengan adanya sumber mata air yang berasal dari G. Merapi (Kaliurang), sehingga para petani dapat bercocok tanam sepanjang tahun secara Kabupaten Bantul, kecuali Pajangan dan sekitarnya yang digunakan untuk pertanian lahan kering. Sebagai pewakil diambil data stasiun penakar hujan Moyudan (96 dpal) dan Sanden (5 m dpal). Hasil Nopember sampai awal Maret namun tidak kontinyu, karena curah hujan yang tidak merata pada bulan-bulan tersebut.

3. Kawasan Pertanian Lahan Kering

Kawasan pertanian lahan kering tersebar di Sleman (Ngaglik, Depok, Kalasan, dan Mlati), Bantul (Pajangan dan sekitarnya), dan Gunungkidul (Playen, Karangmojo, Paliyan, Semanu, dan Wonosari). Sebagai sampel digunakan stasiun Kalasan, Pajangan, Semin, dan Playen.

(26)

tanam, maka periode masa tanam bisa kontinyu dan meningkat 30 hari sehingga menjadi 130 hari.

Daerah Pajangan dan sekitarnya mengalami surplus sebesar 453 mm/tahun yang berlangsung selama 130 hari, sedangkan periode defsit sekitar 617 mm/tahun selama 210 hari. Periode masa tanam daerah ini 160 hari yang berlangsung dari awal Desember sampai akhir April tahun berikutnya. Dengan penambahan air irigasi sebanyak 141 mm pada akhir masa tanam, maka periode masa tanam bisa kontinyu dan meningkat 60 hari. Dengan demikian periode masa tanam di daerah tersebut bisa mencapai 280 hari. Daerah Semin dan sekitarnya mengalami surplus 628 mm/tahun selama 180 hari. Sedangkan daerah Playen dan sekitarnya mengalami surplus sekitar 808 mm/tahun selama 140 hari dan defsit sekitar 462 mm/tahun selama 180 hari yang berlangsung secara kontinyu.

4. Kawasan Cagar Alam dan Hutan Lindung

(27)

kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta

http://www.jogjakota.go.id/

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/

http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/candi/prambanan/

http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/candi/ratu-boko/

(29)

http://uniknyajogja.blogspot.com/2012/11/uniknya-ritual-mubeng-beteng-di-kraton.html

http://uniknyajogja.blogspot.com/2012/11/ritual-unik-bekakak.html

http://ruwatan-ruwatan.blogspot.com/

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hyman (2004), yang mengkaji penggunaan indefinite you dalam teks-teks bahasa Inggeris, kebanyakan penggunaan indefinite you biasanya ditemui dalam bentuk

Tugas Kemenko Maritim: menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang Kemaritiman..

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN

Kabupaten Pesawaran terdiri dari 7 (tujuh kecamatan), yakni Kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Punduh Pidada, Kecamatan Kedondong, Kecamatan Way Lima, Kecamatan

Cara Mempercepat Kinerja Laptop/Komputer dengan Mudah - Untuk kali ini Lapkom akan sharing tentang cara memaksimalkan kinerja komputer anda agar tidak lemot atau lola.. Komputer

Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Pengorganisasian Dan Pelayanan Bagian Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Baptis Batu, maka diperlukan penyelenggaraan Pengorganisasian

/ 6isiko terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia sekolah b-d kebiasaan anak usia sekolah tidak menggosok gigi sebelum tidur sebesar 2C'

Hasil uji statistik kekuatan otot menunjukkan hasil uji p value = 0,001 Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot